PUTUSAN SERTA MERTA DAN PELAKSANAANNYA (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh)



dokumen-dokumen yang mirip
MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

hal 0 dari 11 halaman

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

PERMOHONAN PUTUSAN SERTA-MERTA ATAS GUGATAN SEWA MENYEWA

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB II PUTUSAN SERTA MERTA DALAM KEPAILITAN. A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta

ELIZA FITRIA

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

PUTUSAN YANG DAPAT DIJALANKAN TERLEBIH DAHULU ATAU PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NKLAS I A PADANG

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN TERHADAP AKTA PERDAMAIAN (ACTA VAN DADING) OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK Latar belakang

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. EKSEKUSI YANG TIDAK DAPAT DIJALANKAN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Rahmawati Kasim 2

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)

Putusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN MELALUI PROSES PENGADILAN DAN DILUAR PENGADILAN

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PERKEMBANGAN PENGATURAN PUTUSAN SERTA-MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) DARI PENDEKATAN KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

E K S E K U S I (P E R D A T A)

HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DALAM PROSES PENYIDIKAN

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB IV PENUTUP. sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: pada dasarnya memiliki kesesuaian pada hal susunan

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

Kecamatan yang bersangkutan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

JAMINAN. Oleh : C

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

PEMBAYARAN BIAYA PERKARA PERDATA DALAM PRAKTIKNYA DI PENGADILAN NEGERI KLAS I.A PADANG. ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

PROSES PEMBUKTIAN DAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT BUKTI PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN. Oleh : Deasy Soeikromo 1

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

TINJAUAN YURIDIS TENTANG IKUT SERTANYA PIHAK KETIGA ATAS INISIATIF SENDIRI DENGAN MEMBELA TERGUGAT (VOEGING) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

SEKITAR PENYITAAN. Oleh A. Agus Bahauddin

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

CARA MENGAJUKAN GUGATAN DAN PERUBAHAN GUGATAN DALAM PRAKTEK PERADILAN HUKUM ACARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

KAJIAN NORMATIF PUTUSAN UPAYA PAKSA DALAM PASAL 116 UNDANG-UNDANG NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

TINJAUAN YURIDIS TENTANG SYARAT DAN PENERAPAN PENGGUNAAN PERSANGKAAN SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA BOBY PRASETYA / D.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 061/PUU-II/2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

ISSN 2302-0180 8 Pages pp. 29-36 PUTUSAN SERTA MERTA DAN PELAKSANAANNYA (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh) Muhammad Husni 1, Ilyas Ismail 2, Muzakkir Abubakar 2 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh 2) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Abstract: A sentence form court can be executed if it has legal provision. Articles 180 HIR and 191 R.Bg. warrant that district cour prosecutor may sentence a verdict which can be executed even if it doesn t have any legal provisions. This thesis was written to explain role factors why judges stiil tend to sentence immediately inforceable verdict even though appeals or cassation are on process, execution of district court s sentences which are immediately inforceable (uitvoerbaar bij voorraad), and effort made by judges if Appellate Court or Supreme Court revoke District Court s sentences. The data used in this thesis was abtained through library research and field research was done by studying books or literatures, scientific journals, legislation that have to do with the obiect under study. Field research was conducted by interviewing the renpondents and informans. Result from the sdudy shows that factors that are considered by the judges on sentencing immediately enforceable verdict are freedom of the judges in reaching decisions, strong legal basis, and demands were granted. The executions of immediately enforceable verdict in banda Aceh Court District mus comply with the provision of Articel 191 R.Bg and Indonesian Supreme Court orders in its Circular Namber 3 of 2000 and olso must be approved by The High Court. Efforts are being made if the Court of appeal and Cassation Court overturned the verdict is Chairman of the District Court asking for bail money or good, and the restoration of the executed objects. It s recommended to then District Court in its verdict that can be exesuted in advance should be careful considering the consequences that will arise later when the verdict was overtuned on appeal and cassation level. To the Chairman of Court of Appeal and Charman of Supreme Couis, it is suggested that prioritize examination of the cases which have been decided by the District Court with immediately enforceable verdict. Chaiman of the District Court requires security prior to the implementation of the plaintiffs who appealed the decision immediately. Keyword: Immediately Enforceable Verdict Abstrak: Suatu putusan pengadilan dapat dilaksanakan bila telah berkekuatan hukum tetap. Ketentuan Pasal 180 HIR dan Pasal 191 R.Bg membenarkan hakim Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan yang sifatnya dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan hakim cenderung menjatuhkan putusan serta merta, pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri yang Uit Voebaar Bij Voorraad, dan Upaya yang dilakukan oleh hakim jika pengadilan tingkat banding maupun kasasi membatalkan putusan Pengadilan Negeri. Metote penelitian yang dipergunakan adalah melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku atau literatur, jurnal-jurnal ilmiah, peraturan perundang-undangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai para responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menjadi pertimbangan hakim menjatuhkan putusan serta merta adalah adanya kebebasan hakim dalam memberikan keputusan, adanya dasar hukum yang kuat, dan adanya tuntutan provisi yang dikabulkan. Disarankan kepada hakim Pengadilan Negeri dalam menjatuhkan putusan yang sifatnya dapat dijalankan lebih dahulu hendaknya harus berhati-hati mengigat akibat-akibat yang akan timbul di kemudiannya manakala putusan itu dibatalkan dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi. Kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Mahkamah Agung, agar memprioritaskan pemeriksaan perkara yang telah diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri dengan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Ketua Pengadilan Negeri meminta jaminan lebih dahulu kepada penggugat yang memohon pelaksanaan putusan serta merta. Kata Kunci: Putusan Serta Merta 29 - Volume 2, No. 2, November 2013

PENDAHULUAN Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa atau mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Hakim berkewajiban untuk mempertimbangkan tentang benar tidaknya suatu peristiwa atau fakta yang diajukan kepadanya dan kemudian menentukan hukumnya. Apabila hukum sudah jelas dan tegas, maka hakim harus memberi putusan yang selaras bedasarkan atas kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 5 ayat (1) Undangundang Nomor. 48 Tahun 2009, Hakim sebagai Penegak hukum dan keadilan wajib menggadili, mengikuti dan memahami nilainilai yang hukum yang hidup dalam masyarakat. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 189 ayat (3) Rechtsreglement Voor de Buiten Gewesten (R.Bg) dan Pasal 178 ayat (2) Herziene Inlands Reglement (HIR) bahwa hakim dilarang memutus hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat. Dengan demikian terlihatlah kebebasan bagi seorang hakim, kebebasan itu hanya meliputi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang dikemukakan oleh para pihak kemudian menjatuhkan putusan. Penyelesaian suatu perkara perdata dimulai dari tingkat pertama pada saat diajukannya gugatan ke Pengadilan Negeri kemudian banding pada Pengadilan Tinggi dan Kasasi kepada Mahkamah Agung. Terakhir dengan diajukannya permohonan eksekusi oleh pihak yang menang dalam perkara itu, yang biasanya memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini sangat merugikan bagi para pencari keadilan, ditambah lagi dengan masalah biaya-biaya perkara yang harus dikeluarkan selama proses perkara itu berlangsung, belum lagi beban psikologis yang dialami oleh pihak-pihak yang berperkara. Menurut undang-undang, kekuasaan kehakiman merupakan suatu fundamen sebagai asas bahwa peradilan itu harus dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan, namun kenyataannya asas ini sering kali dilupakan dan kurang diperhatikan. Dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) terhadap perkata perdata maka tujuan dari para pencari keadilan telah terpenuhi. Hal ini karena melalui putusan pengadilan itu dapatlah diketahui hak dan kewajiban dari masingmasing pihak yang berperkara, namun hal itu bukan berarti tujuan akhir dari para pihak yang berperkara tersebut telah selesai terutama bagi pihak yang menang, hal ini disebabkan pihak yang menang tidak mengharapkan kemenangannya itu hanya di Volume 2, No. 2, November 2013-30

atas kertas belaka tetapi harus ada pelaksanaan dari putusan tersebut. Pasal 180 ayat (1) HIR/Pasal 191 ayat (1) R.Bg memberikan kewenangan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan sertamerta, namun dalam prakteknya untuk melaksanakan kewenangan tersebut masih simpangsiur sehingga sering menyimpang dari patokan undang-undang. Mahkamah Agung sebagai badan yang berwenang untuk mengawasi jalannya penerapan peraturan hukum telah banyak menaruh perhatian terhadap putusan sertamerta (uitvoerbaar bij voorraad) yang sering menimbulkan banyak kesulitan. Oleh karena itu Mahkamah Agung mengeluarkan instruksi dan beberapa surat edaran yang ditujukan kepada hakim Pengadilan Negeri agar jangan secara mudah menjatuhkan putusan sertamerta. Untuk dapat mengabulkan tuntutan permohonan putusan serta-merta, para hakim wajib memperhatikan beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tetapi di samping itu juga perlu dipenuhinya syarat-syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 180 ayat (1) HIR/Pasal 191 ayat (1) R.Bg. Memang tindakan hakim menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu, tidak dilarang oleh ketentuan hukum acara perdata. Akan tetapi terkesan bahwa putusan Pengadilan Negeri yang demikian, seakanakan telah ada kepastian tentang kebenaran dan keadilan bagi pihak-pihak sulit untuk diukur secara pasti. Di samping itu putusan pengadilan yang demikian bukan tidak mungkin nantinya, di tingkat pengadilan yang lebih tinggi, putusan yang dijatuhkan itu amarnya akan berbeda dengan amar putusan Pengadilan Negeri semula. Kalaulah demikian halnya, maka akan mengalami hambatan-hambatan dalam pelaksanannya disebabkan objek terpekara telah dieksekusikan terlebih dahulu pada tingkat Pengadilan Negeri sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan banyak Kasus perkara perdata yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, namun hakim dalam putusannya menyatakan bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terjadi verzet, banding, maupun kasasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Penelitian yang bersifat deskriptif analisis adalah penelitian dengan mencari ketentuan hukum yang belum jelas dan tersebut dalam beberapa peraturan yang ada. Dengan demikian penelitian ini bersifat menjelajah untuk mencari sumber yang diperlukan. Hasil dari rangkaian atau perhimpunan terhadap peraturan-peraturan yang berhubungan dengan putusan pengadilan tersebut dipresentasikan sebagaimana adanya (deskriptif). Setelah kedua pendekatan tersebut dilalui maka data akan dianalisis dengan tidak keluar dari permasalahan tentang teori hukum yang bersifat umum kemudian dijelaskan berdasarkan 31 - Volume 2, No. 2, November 2013

seperangkat data atau menunjukkan komparasi data yang ada hubungan dengan seperangkat data yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis analitis. Pendekatan yuridis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Jadi melihat pelaksanaan putusan pengadilan dari aspek yuridis. Selanjutnya dengan pendekatan analitis akan dilihat pula pelaksanaan putusan pengadilan dari aspek kenyataan. Data sekunder digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diolah dan dianalisis secara kualitatif. Kemudian data primer digunakan dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian lapangan tersebut selanjutnya dilakukan pembahasan secara yuridis dengan cara mengkomparasikan data terhadap teoriteori maupun ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum dengan metode berfikir deduktif dan induktif. KAJIAN KEPUSTAKAAN Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta Dalam Perkara Perdata Uitvoerbarr bij voorrad atau dalam bahasa indonesianya sering diterjemahkan dengan putusan serta merta, adalah merupakan suatu putusan pengadilan yang bisa dijalankan terlebih dahulu, walaupun terhadap putusan tersebut dilakukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Perlawanan oleh pihak yang kalah atau pihak ketiga yang merasa berhak. Pada prinsipnya putusan Pengadilan baru dapat dilaksanakan apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi undangundang yaitu Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg memberikan kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan dengan perintah putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada verzet, banding. Kewenangan hakim tersebut bersifat eksepsional, oleh karena itu hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perdata yang didalamnya terdapat petitum gugatan tentang putusan serta merta sebelum memutuskan untuk menolak atau mengabulkan harus memahami sifat penggunaan atau penerapan lembaga putusan serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad). Penerapan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg bersifat fakultatif bukan imperatif, hakim tidak wajib untuk mengabulkannya akan tetapi dapat mengabulkan. Putusan serta merta adalah putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun masih ada upaya hukum banding ataupun kasasi. Istilah hukum yang dipergunakan berkaitan dengan putusan serta merta ini, ada yang menyebut putusan pelaksanaan terlebih dahulu. Subekti mempergunakan istilah ini sebagai terjemahan dari bahasa aslinya uitvoerbaar bij voorraad. Volume 2, No. 2, November 2013-32

Maksudnya hakim berwenang menjatuhkan putusan akhir yang mengandung amar, memerintahkan supaya putusan yang dijatuhkan tersebut, dijalankan atau dilaksanakan lebih dahulu, meskipun : Putusan itu belum berkekuatan hukum tetap (res judicata), terhadap putusan itu diajukan perlawanan atau banding. Berdasarkan ketentuan yang digariskan Pasal 180 HIR, Pasal 191 RBg dan Pasal 54 Rv, pemberian wewenang kepada hakim untuk menjatuhkan putusan yang berisi diktum memerintahkan pelaksanaan lebih dahulu putusan, meskipun belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah bersifat eksepsional. Penerapan Pasal 180 HIR dimaksud, tidak bersifat generalisasi, tetapi bersifat terbatas berdasarkan syarat-syarat yang sangat khusus. Karakter yang memperbolehkan eksekusi atas putusan yang berisi amar dapat dijalankan lebih dahulu sekalipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap, merupakan ciri eksepsional yakni sebagai pengecualian yang sangat terbatas berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan undang-undang. Syarat-syarat dimaksud merupakan pembatasan kebolehan menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Pelanggaran atas batas-batas yang digariskan syarat-syarat itu, mengakibatkan putusan mengandung pelanggaran hukum atau melampaui batas wewenang yang diberikan undang-undang kepada hakim, sehingga tindakan hakim itu dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak professional. HASIL PEMBAHASAN Faktor yang menjadi Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Serta Merta Untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang menyebabkan hakim menjatuhkan putusannya yang dapat dijalankan lebih dahulu perlu dikaji dasar hukum dapat tidaknya dijatuhkan putusan itu dalam hukum acara perdata dewasa ini. Dalam ketentuan Pasal 180 HIR dan 191 RBg. tercantum kata-kata dapat yang berarti bahwa kata tersebut dapat atau tidak mengandung suatu keharusan atau bukanlah berarti harus. Akan tetapi mengandung makna bolehlah. Di samping itu kata dapat juga mengandung pengertian bahwa jika salah satu syarat yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 180 HIR/191 RBg telah terpenuhi bedasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, maka terserah kepada kebijakan hakim yang mengadili perkara dimaksud untuk menjatuhkan putusan dengan ketentuan dapat dijalankan lebih dahulu atau putusan dalam bentuk yang biasa. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab-bab terdahulu, bahwa tindakan hakim menjatuhkan putusannya dengan ketentuan dapat dijalankan terlebih dahulu, merupakan tindakan yang dibenarkan Undang-undang. Namun pada prinsipnya suatu putusan baru 33 - Volume 2, No. 2, November 2013

dapat dijalankan apabila setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Pelaksanaan Putusan Serta Merta Dasar Hukum Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belumlah selesai persoalannya. Putusan itu harus dapat dilaksanakan atau dijalankan. Suatu putusan pengadilan tidaklah ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu putusan hakim harus mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Suatu putusan pada asasnya dapat dilaksanakan apabila telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Pelaksanaan putusan ditunda bila terjadi upaya hukum perlawanan, banding dan kasasi yang menyebabkan perkaranya mentah kembali. Pengecualian dari asas ini adalah bila dalam petitum terdapat tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad), meskipun terhadap putusannya dilakukan upaya hukum serta majelis hakim mengabulkan tuntutan uitvoerbaar bij voorraad tersebut. Namun harus dipahami bahwa hukum acara perdata sifatnya formil, di mana hakim bersifat menunggu maka hakim secara ex officio (tanpa diminta) tidak dapat memutuskan dan memerintahkan, putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) dapat dilaksanakan terlebih dahulu. Sebagaimana halnya dalam bab terdahulu telah dikemukakan bahwa dengan adanya suatu putusan Pengadilan, maka akan melahirkan suatu hubungan hukum yang harus berlaku dan ditaati oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Hubungan hukum yang timbul dalam sebuah putusan pengadilan merupakan tujuan akhir yang didambakan oleh pihak-pihak yang bersengketa dan bila perlu putusan itu segera dapat diwujudkan dalam kenyataan, sehingga mampu memberi nilai. Upaya Yang Dilakukan Jika Pengadilan Tingkat Banding Maupun Kasasi Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) R.Bg diundangkan pada tahun 1848, dimana kondisi dan paradigma masyarakat pada waktu itu jauh berbeda dengan kondisi dan paradigma masyarakat saat ini, khususnya dalam penegakan hukum. Surat Edaran Mahkamah Agung yang mengatur mengenai putusan serta merta timbul karena biasanya terdapat keinginan dari pihak penggugat untuk memohon dan meminta kepada majelis hakim agar ditetapkan putusan serta merta agar obyek sengketa tersebut tidak musnah atau tidak dinikmati oleh pihak tergugat. Hal ini kemudian menjadi masalah tersendiri ketika hakim sudah mengabulkan putusan serta merta tersebut, ternyata dikemudian hari dalam upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang dikalahkan ternyata pada pengadilan tingkat atasnya, yaitu banding dan kasasi dimenangkan. Hal ini Volume 2, No. 2, November 2013-34

menimbulkan ketidakpastian hukum dalam proses pemberian putusan serta merta tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya putusan banding yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh sehingga pihak tereksekusi ternyata menjadi pihak yang dimenangkan, sebagai berikut : Ketua Pengadilan Negeri Meminta Jaminan Uang Atau Barang. Pemulihan Kembali Obyek Eksekusi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada laporan sebelumnya, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan dan diajukan saran sebagai berikut : Pertama, Pada prinsipnya putusan Pengadilan baru dapat dilaksanakan apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi undang-undang yaitu Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg memberikan kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan dengan perintah putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada verzet ataupun banding. Meskipun tindakan hakim telah dibatasi oleh Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000, namun dalam praktek di pengadilan masih terdapat putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan hakim menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu adalah didasarkan pada empat faktor yaitu: Adanya kebebasan hakim dalam memberikan putusan; Adanya dasar hukum yang kuat, Adanya tuntutan provisi yang dikabulkan. Kedua, Untuk menjatuhkan putusan serta merta, dalam praktek di Pengadilan Negeri Banda Aceh haruslah dilihat secara kasuistis, selain harus memenuhi ketentuan dalam pasal 191 R.Bg dan SEMA Nomor 3 Tahun 2000, harus ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh pihak yang dimenangkan sebelum putusan itu dieksekusi sehingga putusan yang dijatuhkan dapat dilaksanakan dengan baik. Menjatukan putusan serta merta dalam suatu putusan harus memenuhi babarapa syarat dan mendapat persetujuan dari Pengadilan Tinggi. Ketiga, Untuk mengantisipasi dibatalkan Putusan Pengadilan Negeri yang dapat dijalankan lebih dahulu oleh Pengandilan Tinggi atau melaksanakan amar putusan yang dapat dijalankan lebih dulu, hakim lebih dulu meminta kesanggupan penggugat untuk menyerahkan jaminan baik berupa benda maupun dalam bentuk uang, hal ini dilakukan untuk tidak mempersulit upaya pemulihan kembali bila putusan verzet, banding dan kasasi saling bertolak. Saran Pertama, Disarankan kepada hakim Pengadilan Negeri dalam menjatuhkan putusan yang sifatnya dapat dijalankan lebih dahulu hendaknya harus berhati-hati mengingat akibat-akibat yang akan timbul di 35 - Volume 2, No. 2, November 2013

kemudian hari manakala putusan itu dibatalkan dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi. Kedua, Disarankan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Mahkamah Agung, untuk memperioritaskan pemeriksaan perkara yang telah diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri dengan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Berhubung benda terperkara itu telah di eksekusikan sebelum putusan itu berkekuatan hukum tetap. Ketiga, Kebijaksanaan Ketua Pengadilan Negeri meminta jaminan lebih dahulu kepada penggugat yang memohon pelaksanaan putusan serta merta, disarankan hendaknya sikap itu harus dipertahankan untuk memudahkan upaya pemulihan kepada keadaan semula. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdulkadir, M., 1988. Hukum Acara. Perdata Indonesia. Bandung: Alumni. Abdurrahman dan Ridwan Syahrani, 1978. Hukum dan Keadilan. Bandung: Alumni. Acmad, I., Hukum Perdata I. B, 1986. Jakarta: Pembimbing Masa. Andi, H., 1986. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty. Arief. S (ed), Kamus Hukum Edisi Lengkap, Surabaya: Pustaka Tirta Mas, Ateng, A., 1983. Melaksanakan Putusan Hakim Perdata. Bandung: Alumni. Chidir Ali, 1981. Seri Hukum Perdata Yurisprudensi Indonesia Tentang Hukum Pembuktian. Bandung: Bina Cipta. Engelbrecht, 1992. Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI. Jakarta: Internusa. Indriyanto, S. A., Menuju Peradilan yang Independen, Suatu Tela ah Problematik. Kansil, C. S. T, 1986. Kitab Undang-undang Kehakiman dan Penjelasan. Jakarta: Bina Angkas. Kansil, C. S. T, 1984. Hukum Tata Negara Republik Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Mahkamah Agung, Rangkuman Yurisfrudensi tanggal 3 Desember 1974. Mahadi, 1980. Majalah Hukum. BPHN. Mulya Lubis, T., 1982. Hak Asasi Manusia dan Kita, Jakarta: Sinar Harapan. Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Pitlo. A., 1986. Pembuktian dan Daluarsa. Jakarta: PT. Inter Masa. Rubini. I., 1974. Pengantar Hukum Acara Perdata, Bandung: Alumni. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Deripkartawinata, 1988. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Alumni. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1975. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001. Subekti. R., 1977. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta. Subekti. R., 1987. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradya Paramita. Sudikno, M., 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Sunaryati, H., 1975. Peranan Peradilan dalam Pembinaan dan Pembaharuan Hukum Nasional. Jakarta: Bina Cipta. Soepomo. R., 1972. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradya Paramita. Susilo. R., 1979. RIB/HIR Dengan Penjelasannya. Bandung: Politia. Sugeng, B., 2009. Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata. Jakarta. Suwardi, 2012. Penggunaan Lembaga Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij voorraad). Suatu Paparan pada Rakernas Mahkamah Agung RI. Manado. Tresna. R., 1975. Komentar HIR. Jakarta: Pradya Paramita. Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Wantjik, S.,, 1981. Hukum Acara Perdata RBg/ HIR. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wirjono, P., 1970. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Bandung: Sumur. Wirjono, P., 1988. Asas- asas Ilmu Negara dan Politik. Bandung: Eresco. Wahyu, A., 1981. Hakim dan Penegak Hukum. Bandung: Alumni. Yahya, H. M., 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. Volume 2, No. 2, November 2013-36