PENGARUH VARIASI MASSA REFRIGERAN R-12 DAN PUTARAN BLOWER EVAPORATOR TERHADAP COP PADA SISTEM PENGKONDISIAN UDARA MOBIL. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II STUDI PUSTAKA

BAB III INSTALASI PERALATAN UJI. sistem, kondisi udara pada titik masuk dan keluar evaporator. Data yang diperoleh

BAB II LANDASAN TEORI

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab III. Metodelogi Penelitian

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab III Metodelogi Penelitian

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

ANALISA VARIASI BEBAN PENDINGIN UDARA KAPASITAS 1 PK PADA RUANG INSTALASI UJI DENGAN PEMBEBANAN LAMPU. Mustaqim, Rusnoto, Slamet Subedjo ABSTRACT

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

PENGARUH KECEPATAN PUTAR POROS KOMPRESOR TERHADAP PRESTASI KERJA MESIN PENDINGIN AC

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Refrigerant Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN

Gambar 2.1 Instalasi AC split

BAB II LANDASAN TEORI. Pengkondisian udara pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban,

Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, No. 3, Oktober

BAB II DASAR TEORI 2012

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

Heroe Poernomo 1) Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

PENGARUH UDARA MASUK TERHADAP SUHU AIR CONDITIONER (AC) KAPASITAS 1 PK PADA RUANG INSTALASI UJI. Lagiyono, Saufik Luthfianto, Dani Riyadi ABSTRACT

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

PENGARUH JENIS REFRIGERANT DAN BEBAN PENDINGINAN TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PERAWATAN DAN PERBAIKAN AC MOBIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dilihat dengan semakin banyak digunakannya perlengkapan ini secara

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

ANALISA PERBANDINGAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP MENGGUNAKAN R22 DAN R134a DENGAN KAPASITAS KOMPRESOR 1 PK

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

BAB III PERANCANGAN SISTEM

ROTASI Volume 7 Nomor 4 Oktober

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

PENGARUH PERUBAHAN PUTARAN KOMPRESOR SERTA MASSA REFRIGRANT TERHADAP COP MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

BAB V HASIL DAN ANALISIS

ANALISA PERUBAHAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP UNJUK KERJA AC SPLIT 1,5 PK. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

Maka persamaan energi,

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

Simposium Nasional RAPI XVI 2017 FT UMS ISSN

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

Pengaruh Variasi Putaran Poros Kompresor Terhadap Performansi Sistem Refrigrasi

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Menggunakan jenis laporan eksperimen dan langkah-langkah sesuai standar. Mitshubisi Electrik Room Air Conditioner

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

Transkripsi:

PENGARUH VARIASI MASSA REFRIGERAN R-1 DAN PUTARAN BLOWER EVAPORATOR TERHADAP COP PADA SISTEM PENGKONDISIAN UDARA MOBIL Dwi Basuki Wibowo 1 ), Muhammad Subri ) Abstrak Refrigeran merupakan salah satu yang paling sering kita lihat dan kita gunakan.refrigeran R-1 secara berangsur-angsur mulai tidak di konsumsi,ini dikarenakan refrigeran tersebut mempunyai efek negatif terhadap lingkungan seperti merusak lapisan ozon dan sifat menimbulkan pemanasan global.penelitian ini bertujuan untuk membandingkan coefficient of performance (COP) antara High Cool dengan Low Cool, dengan memvariasikan putaran blower, isian refrigeran pada putaran yang tetap. Kata Kunci : Variasi putaran blower, massa refrigeran, COP. PENDAHULUAN Penggunaan sistem pengkondisian udara pada saat ini bukan lagi merupakan suatu kemewahan, namun telah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Tanpa adanya peralatan ini banyak kegiatan yang tidak dapat dilakukan dengan baik, apalagi kegiatan yang dilakukan dalam ruangan, misalnya didalam kantor dan kendaraan, bahkan untuk beristirahatpun kebanyakan orang memerlukan penggunaan alat ini untuk kenyamanan. Sistem pengkondisian udara merupakan suatau proses yang berlangsung secara kontinyu antar berbagai komponen seperti : kompresor, kondensor, receiver tank, expansion valve dan evaporator. Dalam kerjanya komponen-komponen tersebut berfungsi untuk mensirkulasikan refrigerant (zat pendingin) didalam membawa dan memindahkan panas. Sebagai media kerja refrigeran harus mempunyai sifat-sifat yang baik dari segi teknik seperti kesetabilan yang sangat tinggi, tidak mudah terbakar, tidak beracun dan mudah diperoleh. TINJAUAN PUSTAKA Pengkondisian udara pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan memberikan kenyamanan, sehingga mampu mengurangi keletihan pengendara yang efeknya untuk meningkatkan keamanan bagi pengendara itu sendiri. Sistem pengkondisian udara pada kendaraan umumnya terdiri dari evaporator, kondensor, receiver dan kadang-kadang dilengkapi elemen pemanas yang tergabung menjadi satu dalam evaporator housing.(bejo Nugroho 00). Prinsip kerja pada kondisi refrigeran dari sistem pengkondisian udara pada kendaraan, ditunjukan seperti gambar berikut : 1 ) Staf Pengajar Jurusan Mesin UNDIP ) Staf Pengajar Jurusan Mesin UNIMUS 1

Condensor Compresor Evaporator Expansion Valve High Pressure Vapor High Pressure Liquid Low Pressure Liquid Low Pressure Vapor Receiver drier Gambar 1. Kondisi Refrigeran di Setiap Komponen Refrigeran uap bertekanan rendah dihisap kompresor melalui katup hisap (suction valve), lalu dikompresi menjadi refrigeran uap bertekanan tinggi dan dikeluarkan melalui katup buang (discharge valve) menuju kondensor, kalor dari refrigeran uap akan diserap oleh udara yang dilewatkan pada sirip-sirip kondensor, sehingga refrigeran berubah fasa menjadi cair namun tetap bertekanan tinggi. Sebelum, memasuki katup ekspansi, refrigeran terlebih dahulu dilewatkan suatu penyaring (filter drier). Refrigeran cair bertekanan rendah yang keluar dari katup ekspansi kemudian memasuki evaporator. Disini terjadi penyerapan kalor dari udara yang dilewatkan pada sirip-sirip evaporator, sehingga refrigeran berubah fasa menjadi refrigeran uap. Selanjutnya memasuki kompresor melalui sisi hisap, demikian ini berlangsung. Persamaan Matematika Siklus Kompresi Uap Besarnya energi yang masuk bersama aliran dititik 1 ditambah dengan besarnya energi yang ditambahkan berupa kalor dikurangi dengan besarnya energi yang ditambahkan berupa kalor dikurangi dengan besarnya energi yang meninggalkan sistem pada titik sama dengan besarnya perubahan energi didalam volume kendali. Ungkapan matematik untuk keseimbangan energi ini adalah dirumuskan sebagai berikut. m h1 + v 1 + gz 1 + q m h v + + gz q [W] W de = dθ 1 h 1 m E [J] m v 1 W [W] h h z Gambar. Keseimbangan Energi pada sebuah Volume Atur yang Mengalami Laju Aliran steady

m = Laju aliran massa refrigeran [kg/s] h = Entalpi [J/kg] v = Kecepatan [m/s] z = Ketinggian [m] g = Percepatan gravitasi = [9,81 m/s ] Q = Laju aliran energi dalam bentuk kalor [W] W = Laju aliran energi dalam bentuk kerja [W] E = Energi dalam sistem [J] Proses Kompresi Proses kompresi dianggap berlangsung secara adiabatik artinya tidak ada panas yang dipindahkan baik masuk ataupun keluar sistem. Dengan demikian harga q = 0, Perubahan energi kinetik dan potensial juga diabaikan, sehingga kerja kompresi dirumuskan sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 1] W = m ( ) h h 1 ( ) Wc = m ref h h 1 Wc = Daya kompresor h 1 = Entalpi refrigeran pada titik 1 [kj/kg] = Entalpi refrigeran pada titik [kj/kg] h m ref = Laju aliran massa refrigeran [kg/s] Proses Evaporasi dan Kondensasi Pada proses evaporasi dan kondensasi perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan sehingga harga v / dan g.z pada titik 1 dan titik dianggap 0. Dari gambar.10 dan persamaan (.1), laju aliran kalor pada proses evaporasi (kapasitas pendinginan) dirumuskan sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 1] ( ) Qe = m ref h 1 h 4 Qe = Laju perpindahan kalor evaporasi (kapasitas pendinginan) [kw] h 1 = Entalpi refrigeran pada titik 1 [kj/kg] = Entalpi refrigeran pada titik 4 [kj/kg] h 4 m ref = Laju aliran massa refrigeran [kg/s] laju aliran kalor pada proses kondensasi (kapasitas pengembunan) dirumuskan sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 1] ( h h ) Q k = m ref 3 Q k = Laju perpindahan kalor kondensasi (kapasitas pengembunan) [kw] h = Entalpi refrigeran pada titik [kj/kg] = Entalpi refrigeran pada titik 3 [kj/kg] h 3 m ref = Laju aliran massa refrigeran [kg/s] 3

Throttling Process Proses ini terjadi pada pipa kapiler atau pada katub ekspansi. Pada proses ini tidak ada kerja yang dilakukan atau ditimbulkan sehingga w = 0. Perubahan energi kinetik dan potensial dianggap nol. Proses dianggap adiabatik sehingga q = 0. Persamaan energi aliran menjadi : h 3 = h 4 [kj/kg] Efek Refrigerasi Efek refrigerasi adalah besarnya kalor yang diserap oleh refrigeran dalam evaporator pada proses evaporasi, dirumuskan sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 187] RE = h 1 - h 4 RE = Efek refrigerasi [kj/kg] h 1 = Entalpi refrigeran pada titik 1 [kj/kg] = Entalpi refrigeran pada titik 4 [kj/kg] h 4 Koefisien Prestasi (COP) Koefisien prestasi dari sistem refrigerasi adalah perbandingan besarnya panas dari ruang pendingin (efek refrigerasi) dengan besarnya kerja yang dilakukan kompresor. Koefisien prestasi (COP) dirumuskan sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 187] COP = h1 h4 h h 1 Sedangkan untuk kerja aliran massa udara dapat ditentukan dari hukum kontinuitas sebagai berikut : [Ref. 5 hal. 15] m Q = A.V = Q? = Q = Debit aliran udara [m 3 /det] A = Luas penampang [m ] V = Kecepatan udara [m/det]? = Massa jenis udara [kg/m 3 ] ( A V )? m = Laju aliran massa udara [kg/det] Efektifitas Perpindahan Panas Efektifitas perpindahan panas merupakan perbandingan laju perpindahan panas yang sebenarnya terhadap laju perpindahan maksimum yang mungkin terjadi. Panas yang diserap oleh evaporator untuk mendidihkan refrigeran sebesar jumlah efektifitas perpindahan panas yang diberikan oleh udara. Sehingga menaikan suhu refrigeran sebagai penyebab turunnya temperatur udara pada keluaran evaporator. Besarnya nilai efektifitas perpindahan panas dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : [Ref 8. hal. 519] e = Laju perpindahan kalor sesungguhnya Laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin = Q Q maks 4

Laju perpindahan kalor yang mungkin adalah Q = C maks c h masuk Laju perpindahan kalor sesungguhnya adalah Q = C h ( T T ) c masuk ( T T ) h masuk h keluar e = Efektifitas perpindahan panas C h = m h.cp h, Laju aliran kapasitas panas [KJ/s 0 C] C c = m c.cp c, Laju aliran kapasitas dingin [KJ/s 0 C] T h = Temperatur panas [ 0 C] T c = Temperatur dingin [ 0 C] METODE PENELITIAN Pengujian ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap prestasi suatu pengkondisian udara pada peralatan uji, ketika memakai putaran blower evaporator Low Cool kemudian mengganti dengan yang High Cool untuk berbagai isian massa refrigeran pada putaran tetap. Langkah pengujian. Pemeriksaan sebelum pengujian Pemeriksaan seluruh peralatan uji dan perlengkapannya merupakan langkah pertama yang mungkin dilakukan untuk menjaga keselamatan dan kondisi peralatan agar senantiasa baik Hal yang perlu mendapat perhatian adalah : Memeriksa seluruh kondisi peralatan uji antara lain seperti power supply dan sistem kelistrikan. Memastikan sabuk (belt) kompresor terpasang dengan benar dan kencang Memerikasa sirip-sirip kondensor dan evaporator Memastikan kipas kondensor dan blower evaporator bekerja dengan baik Memeriksa kondisi kerja magnetic clutch pada kompresor Menempatkan wadah air kondensat Pemvakuman sistem Sebelum system pengkondisian udara ini diisi refrigeran, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah ada tidaknya uap air dalam system, Uap air dapat membeku di dalam alat ekspansi dan mengakibatkan penyumbatan (moisture clogging). Oleh sebab itu, uap air ini harus dikeluarkan dahulu dengan cara pemvakuman. Langkah-langkah pemvakuman system dapat dilakukan adalah : Memasang manifold gauge untuk kedua katup pada kompresor Menutup kedua katup pada manifold gauge Menghubungkan hose tekanan tinggi (merah) pada manifold gauge ke sisi buang kompresor dan hose tekanan rendah (hijau) ke sisi hisap kompresor Menyambungkan hose tengah (kuning) pada manifold gauge ke saluran hisap pompa vakum (vacuum pump) Membuka kedua katup pada manifold gauge Menghidupkan pompa vakum sekitar 15 menit, sehingga tekanan pada manifold gauge mencapai 30 in Hg 5

Menutup kedua katup pada manifold gauge dan mematikan pompa vakum Membiarkan kondisi ini lebih dari 5 menit dan memperhatikan tekanan pada manifold gauge Jika terdapat kenaikan tekanan setelah langkah no. 8 berarti terdapat kebocoran dari sistem, memeriksa dan memperbaikinya Mengulangi langkah pemvakuman 1-8 kembali hingga tidak terdapat kebocoran Pengisian refrigeran R-1 Pengisian refrigeran R-1 dapat dilakukan dengan dua kondisi yang berbeda, hal ini dilakukan sebagai upaya aplikasi pada kendaraan sebenarnya. Kedua kondisi yang ditempuh adalah : Kondisi mesin mati Meletakan tabung R-1 diatas timbangan dan mencatat berat awal Menghubungkan nipple pada tabung R-1 dengan hose tengah pada manifold gauge Membuka katup tabung R-1 sehingga refrigeran dapat masuk ke hose tengah ke manifold gauge dengan posisi kedua katup pada manifold gauge tetap tertutup Memutar sedikit conection pada manifold gauge dengan hose tengah untuk membuang udara yang terdapat pada hose tengah tersebut kemudian mengencangkan kembali Membuka kedua katup pada manifold gauge untuk memasukan refrigeran Menutup kedua katup pada manifold gauge Kondisi mesin hidup Mengidupkan motor listrik pada putaran 1700 rpm Menempatkan saklar pengkondisian udara pada posisi ON dan memutar saklar blower evaporator pada posisi Low cool. Membuka katup tekanan rendah sepertiga bagin pada manifold gauge untuk memasukan refrigeran sesuai berat pengujian Jika berat refrigeran yang masuk telah tercapai kemudian menutup katup tekanan rendah pada manifold gauge Mematikan mesin dan sistem telah siap untuk pengambilan data Melakukan langkah 1 sampai 5 untuk percobaan pada posisi High Cool. Pengambilan Data Mempersiapkan alat tulis dan lembar pengambilan data Mempersiapkan dan menempatkan seluruh alat ukur pada posisinya dan memastikannya dalam kondisi baik Menghidupkan mesin uji dan menunggu hingga kondisinya benar-benar stabil / Steady Menempatkan saklar pengkondisi udara pada posisi ON dan memutar saklar blower evaporator pada posisi Low cool. Mengatur putaran motor dan mengukurnya menggunakan tachometer hingga putaran yang dikehendaki Menunggu sampai kondisi refrigeran dalam sisitem sampai keadaan stabil sekitar 1,5 menit Mengukur parameter-parameter tekanan dan suhu refrigeran yang masuk dan keluar dari kompresor, kodensor, katup ekspansi dan evaporator 6

Mengukur parameter suhu udara yang masuk dan keluar dari kondrensor dan evaporator Mencatat semua data dari hasil pengamatan Mematikan mesin uji sistem pengkondisian udara Mengulangi langkah 1 sampai 10 untuk setiap kenaikan massa. Mengulangi langkah 5 11 sebanyak 5 kali dengan selang waktu 1,5 menit Mengulangi langkah 1-1 untuk saklar blower evaporator High Cool. Mematikan mesin dan menata kembali perlengkapan yang digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pada uraian berikut, akan dijelaskan perbandingan unjuk kerja penggunaan putaran blower Low Cool dan High Cool dengan memvariasikan isian massa refrigeran dari 00-500 gram pada putaran kompresor 1700 rpm. Pengolahan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik disertai garis tren (trend line). Garis tren bukan merupakan garis kurva sebenarnya, tetapi hanya untuk menunjukkan kecenderungan kinerja refrigeran. No Tabel 1. Hasil Perhitungan Laju Aliran Massa R-1 (1700 rpm) pada posisi High Cool Massa Ve A? udara M udara CP udara?t Q udara evap Q ref evap H M ref Gram m/s m Kg/m 3 Kg/det KJ/kg 0 C 0 C K watt K watt KJ/kg Kg/det 1 00 0.506 0.076 1.1649 0.0134 1.00593.17 0.9918 0.1765 148.508 0.0011886 300 0.508 0.076 1.1651 0.01347 1.0059. 0.30109 0.58 147.34 0.0015337 3 400 0.511 0.076 1.165 0.01355 1.00590.41 0.30549 0.911 147.353 0.0015549 4 500 0.51 0.076 1.1653 0.01358 1.0059 5.38 0.34668 0.4614 149.514 0.0016463 No N0 Tabel. Hasil perhitungan Mref, Qe, Qc, P komp dan COP untuk refrigeran R-1 posisi High Cool Massa M ref We P komp h - h3 Q c H Qe Gram Kg/det KJ/kg K watt KJ/Kg K watt KJ/kg K watt COP 1 00 0.0011886 17.9 0.0130 105.99 0.1597 148.50 0.1765 8.9 300 0.00153374 18.40 0.08 106.51 0.16336 147.3 0.58 8.00 3 400 0.00155487 18.34 0.085 109.05 0.16955 147.35 0.91 8.03 4 500 0.0016468 18.73 0.03083 118.04 0.19433 149.51 0.461 7.98 Tabel 3. Hasil Perhitungan laju Aliran Massa Refrigeran R-1 (1700 rpm) Pada Posisi Low Cool Massa Ve A? udara M udara CP udara?t Q udara evap Q ref evap H M ref Gram m/s m Kg/m 3 Kg/det KJ/kg 0 C 0 C K watt K watt KJ/kg Kg/det 1 00 0.9 0.076 1.1655 0.007746 1.0059 3.43 0.18555 0.14787 147.566 0.0010006 300 0.94 0.076 1.1656 0.007710 1.0059 3.59 0.185077 0.15361 147.47 0.00104197 3 400 0.96 0.076 1.1659 0.007855 1.0059 3.71 0.18733 0.1593 151.538 0.00105077 4 500 0.303 0.076 1.1660 0.008040 1.0059 8.19 0.8015 0.1739 150.671 0.00115013 7

N0 Tabel 4. Hasil perhitungan Mref, Qe, Qc, Pkomp Dan COP UntukRefrigeran R-1 Posisi LowCool Massa M ref We P komp h - h3 Q c H Qe Kg Kg/det KJ/kg K watt KJ/Kg K watt KJ/kg K watt COP 1 00 0.0010006 17.9164 0.01795 111.81 0.1105 147.566 0.1479 7.35 300 0.00104197 18.399 0.01917 11.539 0.1176 147.47 0.1536 7.9 3 400 0.00105077 18.343 0.0197 11.63 0.11385 151.538 0.159 8 4 500 0.00115013 18.765 0.0154 14.084 0.1471 150.671 0.1733 7.8 Daya kompresor, kapasitas evaporator,efek refrigerasi dan koefisien performasi Dengan menyelidiki pengaruh komponen-komponen utama sistem refrigerasi, yaitu : daya kompresor, kapasitas evaporator,efek referigasi dan COP dengan memvariasikan isian massa refrigeran,maka dapat dilihat dalam bentuk grafik seperti yang terlihat di bawah ini : Daya kompresor terhadap variasi massa refrigeran 0.035 Daya Kompresor (Kw) 0.03 0.05 0.0 0.015 low cool high cool 0.01 100 00 300 400 500 600 Massa Refrigeran (gram) Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Daya Kompresor Terhadap Variasi Massa Dari grafik di atas terlihat bahwa dengan meningkatnya isian massa maka semakin banyak massa refrigeran yang mengalir sehingga laju aliran massa refrigeran semakin meningkat maka daya kompresor yang dihasilkan semakin meningkat. ini sesuai dengan persamaan : Wc = m. ( ) h h 1 Kapasitas evaporator Dengan bertambahnya jumlah massa refrigeran yang masuk ke kompresor maka efek refrigerasi yang dihasilkan semakin besar ini disebabkan dengan banyaknya jumlah panas yang dihisap. Oleh karena itu makin banyak jumlah refrigeran maka akan semakin baik kerja mesin pendingin. 8

Efek Refrigerasi (Kj/Kg) 0.1 0.185 0.16 0.135 0.11 0.085 0.06 100 00 300 400 500 600 Massa Refrigeran (gram) Low cool High Cool Gambar. Grafik Hubungan antara Efek Refrigeran Terhadap Variasi massa Peningkatan efek refigerasi di evaporator dipengaruhi oleh kemampuan evaporator menyerap kalor dari luar untuk menguapkannya, selisih yang terjadi antara high cool dan low cool berdasarkan grafik diatas memperlihatkan bahwa high cool mempunyai efek refrigerasi yang lebih tinggi. 0.3 Kapasitas Evaporator (Kw) 0.5 0. 0.15 0.1 0.05 100 00 300 400 500 600 Massa Refrigeran (gram) Low Cool High Cool Gambar 3. Grafik Hubungan antara Kapasitas Evaporator Terhadap Variasi Massa Refrigeran Kapasitas evaporator meningkat dengan bertambahnya massa refrigeran, yang diikuti dengan kenaikan laju aliran massa refrigeran. Hal ini akan meningkatkan kapasitas evaporator, pada pengujian ini pengaruh meningkatnya laju aliran massa refrigeran bersamaan dengan kenaikan efek refrigerasi. Akibatnya kapasitas evaporator cenderung naik dengan bertambahnya kenaikan massa refrigeran. Hal ini sesuai dengan persamaan : Q e = m ( h h ) 1 4 9

COP COP berkurang dengan kenaikan isian massa refrigeran, COP dipengaruhi oleh perubahan efek refrigerasi dan kerja kompresi sesuai dengaan persamaan : Efek refrigeras i COP = Kerja kompresi h1 = h Pada grafik di bawah ini jelas menunjukkan bahwa putaran blower posisi high cool dengan meningkatnya daya kompresor, efek refrigerasi dan kapasitas evaporator akan cenderung turun,ini membuktikan bahwa penyerapan panas pada evaporator bekerja dengan sempurna,lain halnya pada posisi low cool COP akan mengalami kenaikan. terbukti bahwa posisi low cool penyerapan panas terjadi tidak sempurna atau kacau. h h 4 1 8.4 8. COP 8 7.8 7.6 Low Cool High Cool 7.4 7. 100 00 300 400 500 600 Massa Refrigeran (gram) Gambar 4. Grafik Hubungan antara COP Dengan Variasi Massa Refrigeran KESIMPULAN Kesimpulan Setelah melakukan pengujian dan menganalisa data-data hasil pengujian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. COP refrigeran R-1 (7,35) pada isian massa 00 gram lebih rendah Low Cool dibandingkan High Cool (8,9).. Kapasitas evaporator refrigeran R-1 (0,1733) pada isian massa 500 gram posisi Low Cool lebih rendah dibandingkan pada posisi High Cool (0,461). 3. Temperaatur udara terendah yang dapat dicapai menggunakan refrigeran R-1 adalah (3,7). 4. Banyaknya perbedan data hasil pengujian antara posisi High Cool dan Low Cool disebabkan karena arus yang masuk ke motor listrik blower evaporator tidak akurat. 5. Semakin bertambahnya massa akan semakin tinggi juga daya kompresor. 10

Saran Dari hasil pengujian yang telah dilakukan ada beberapa saran yang bisa disampaikan yaitu : 1. Sebelum pengujian hendaknya alat-alat ukur dikalibrasi agar data hasil pengujian lebih akurat.. Untuk saluran mobil yang dapat menimbulkan percikan api sebaiknya diisolasi dengan baik sehingga tidak menimbulkan percikan api yang dapat menimbulkan konsletting mesin pengujian. 3. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan R-1 terhadap efek-efek yang timbul terhadap lingkungan. DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar Wiranto, Saito Heizo, Penyegar Udara, Pradnya Paramita, Jakarta, 000.. Bejo Nugroho, Kaji Eksperimental Pemakaian Fluida Kerja R-1 dan LPG pada AC Mobil dengan Variasi Isian Refrigeran dan Putaran Kompresor, Skripsi, 00. 3. Frank kreith, Arko Priyono, Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1997. 4. Holman JP, Perpindahan Kalor, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1988. 5. Stoecker, Wilbert F, Jones Jerold W, Supratman Hara Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi kedua, Penerbit Airlangga, Jakarta, 199. 6. Sumarto, Dasar-dasar Mesin Pendingin, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 000. 7. Werlin.S. Nainggolan, Termodinamika, Penerbit CV, Armico, Bandung, 1987. 8. William C Reynolds, Hendryc, Perkin, Thermodinamika Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta,1996. 11