PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA PROBOLINGGO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2014 TENTANG SEKOLAHRUMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG PEMINATAN PADA PENDIDIKAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMUM PADA UNIVERSITAS JAMBI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG MUATAN LOKAL KURIKULUM 2013

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 065 TAHUN T 9 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 158 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA PAREPARE

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2013 TENTANG

penyelenggaraan pendidikan khusus, pendidikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI INSINYUR

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 68 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

2 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM 2013 PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BATANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 124 TAHUN 2014 TENTANG

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

GUBERNUR ACEH TENTANG PERATURAN GUBERNURACEH NOMOR 92 TAHUN 2012 PENYELENGGARAANPENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT ALLAHYANG MARA KUASA

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGARAAN PENDIDIKAN


PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI BAGI GURU DALAM JABATAN

4. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII 1. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Pro-

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK

NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG UJIAN SEKOLAH/MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2008/2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA KEBUDAYAAN

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STRUKTUR KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS. 1. Struktur Kurikulum SDLB KELAS DAN ALOKASI

, No.1905 Komputer dan Pengelolaan Informasi dalam Implementasi Kurikulum 2013; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

No.1678, 2014 KEMENDIKBUD. Kelulusan. Peserta Didik. Satuan Pendidikan. Ujian Sekolah. Madrasah. Kesetaraan Ujian Nasional. Kriteria.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : 10/D/KR/2017 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2014 TENTANG

Transkripsi:

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 77O ayat (2), Pasal 77C ayat (3), Pasal 77D ayat (3), Pasal 77E ayat (3), dan Pasal 77I ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kurikulum Pendidikan Khusus; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);

-2-5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014; 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 54/P Tahun 2014; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Peserta Didik Berkelainan adalah peserta didik berkebutuhan khusus yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. 2. Kurikulum Pendidikan Reguler adalah Kurikulum PAUD, Kurikulum SD/MI, Kurikulum SMP/MTs, Kurikulum SMA/MA, dan Kurikulum SMK/MAK. 3. Kurikulum Pendidikan Khusus adalah kurikulum bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan khusus atau satuan pendidikan reguler di kelas khusus. Pasal 2 Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi: a. peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yaitu yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial; dan/atau b. peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Pasal 3 (1) Pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. (2) Pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya.

-3- (3) Pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. (4) Pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lainnya. Pasal 4 (1) Peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain. (2) Kelainan atau kebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga berwujud gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis kelainan atau kebutuhan khusus, yang disebut tunaganda. Pasal 5 (1) Pendidikan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diselenggarakan melalui satuan pendidikan khusus atau satuan pendidikan reguler pada jalur pendidikan formal dan nonformal. (2) Satuan pendidikan khusus jalur formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi TKLB/RALB, SDLB/MILB, SMPLB/MTsLB, SMALB/MALB, SMKLB/MAKLB. (3) Satuan Pendidikan Reguler jalur formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (4) Satuan pendidikan khusus jalur nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. (5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (6) Penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus di satuan pendidikan reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam kelas biasa dan/atau kelas khusus.

-4- Pasal 6 Kurikulum untuk peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat berbentuk kurikulum pendidikan reguler atau kurikulum pendidikan khusus. Pasal 7 (1) Kurikulum pendidikan reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan Kurikulum 2013 PAUD, Kurikulum 2013 SD/MI, Kurikulum 2013 SMP/MTs, Kurikulum 2013 SMA/MA, dan Kurikulum 2013 SMK/MAK. (2) Kurikulum pendidikan reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yang tidak disertai hambatan intelektual, komunikasi dan interaksi, dan perilaku. (3) Kurikulum pendidikan reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan untuk peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan reguler. (4) Kurikulum pendidikan reguler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambahkan dengan program kebutuhan khusus. Pasal 8 (1) Kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 merupakan Kurikulum 2013 PAUD, Kurikulum 2013 SD/MI, Kurikulum 2013 SMP/MTs, Kurikulum 2013 SMA/MA, dan Kurikulum 2013 SMK/MAKyang disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus. (2) Kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yang disertai hambatan intelektual, komunikasi dan interaksi, dan perilaku. (3) Kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus yang mengikuti pendidikan pada: a. satuan pendidikan khusus; atau b. satuan pendidikan reguler di kelas khusus. (4) Kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi program umum, program kebutuhan khusus, dan program kemandirian. Pasal 9 (1) Muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunanetra dan tunadaksa ringan kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas VIII SMP/MTs ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. (2) Muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunarungu kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas VI SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian.

-5- (3) Muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita ringan, tunadaksa sedang, dan autis kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas IV SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. (4) Muatan kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik tunagrahita sedang kelas I SDLB/MILB sampai dengan kelas XII SMALB/MALB atau SMKLB/MAKLB disetarakan dengan muatan kurikulum pendidikan reguler Pendidikan Anak Usia Dini sampai dengan kelas II SD/MI ditambah program kebutuhan khusus dan program pilihan kemandirian. Pasal 10 (1) Program kebutuhan khusus pada kurikulum pendidikan reguler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dan pada kurikulum pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dikembangkan sebagai penguatan bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk meminimalkan hambatan dan meningkatkan capaian kompetensi secara optimal. (2) Program kebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. pengembangan orientasi dan mobilitas, terutama bagi peserta didik tunanetra; b. pengembangan komunikasi, persepsi, bunyi, dan irama, terutama bagi peserta didik tunarungu; c. pengembangan binadiri, terutama bagi peserta didik tunagrahita; d. pengembangan binadiri dan binagerak, terutama bagi peserta didik tunadaksa; e. pengembangan pribadi dan perilaku sosial, terutama bagi peserta didik tunalaras; dan f. pengembangan interaksi, komunikasi, dan perilaku, terutama bagi peserta didik autis; (3) Program kebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan alokasi waktu sesuai dengan kebutuhan peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus. Pasal 11 (1) Program pilihan kemandirian pada kurikulum pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dikembangkan sebagai penguatan bagi peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk bekal hidup mandiri, tidak tergantung pada orang lain, dan untuk bekal persiapan bekerja. (2) Program pilihan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. teknologi informasi dan komputer; b. akupressur; c. elektronika; d. otomotif; e. pariwisata; f. tata kecantikan; g. tata boga; h. tata busana;

-6- i. komunikasi; j. jurnalistik; k. seni pertunjukan; dan l. seni rupa dan kriya. (3) Program pilihan kemandirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan alokasi waktu sesuai dengan kebutuhan peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus. Pasal 12 (1) Pembelajaran peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus dikembangkan berdasarkan hasil asesmen peserta didik. (2) Pembelajaran peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada prinsip dan pendekatan pembelajaran reguler yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus. (3) Karakteristik belajar peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bercirikan keunikan setiap peserta didik. Pasal 13 (1) Penilaian hasil belajar peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus mengacu pada prinsip dan pendekatan penilaian hasil belajar reguler yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus. (2) Karakteristik peserta didik berkelainan atau berkebutuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bercirikan keunikan setiap peserta didik yang berkaitan dengan cara, alat, waktu, dan tempat. Pasal 14 (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib menyediakan dan/atau menempatkan pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi akademik dan sertifikasi kompetensi yang dipersyaratkan bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan khusus. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah derah sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib menyediakan sarana-prasarana yang memenuhi kebutuhan peserta didik sesuai dengan kekhususannya bagi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan khusus. Pasal 15 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa diselenggarakan pada satuan pendidikan reguler. (2) Progam pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa: a. program pengayaan; dan/atau b. program percepatan. (3) Penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat dapat dilakukan di: a. kelas biasa/reguler dengan program pengayaan; dan/atau b. kelas khusus dengan program percepatan.

-7- (4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan persyaratan: a. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi; dan/atau b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga. (5) Penyelenggaraan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester. (6) Kurikulum bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa menggunakan kurikulum reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Pasal 16 Kurikulum TKLB/RALB, SDLB/MILB, SMPLB/MTsLB, SMALB/MALB, SMKLB/MAKLB ditetapkan terpisah dari Peraturan Menteri ini. Pasal 17 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2014 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. MOHAMMAD NUH MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, TTD. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1690 Salinan sesuai dengan aslinya, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD. Ani Nurdiani Azizah NIP 195812011985032001