TINJAUAN YURIDIS OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA OLEH: YUSLINDA LESTARI D1A010340 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM.



dokumen-dokumen yang mirip
TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA OBJEK JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT. Oleh : Ida Bagus Gde Surya Pradnyana I Nengah Suharta

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

Pembebanan Jaminan Fidusia

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

Lex Crimen Vol. VI/No. 10/Des/201. HAK-HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT JAMINAN DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA 1 Oleh: Andhika Mopeng 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP BENDA JAMINAN FIDUSIA YANG MUSNAH DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

PENGATURAN PENGALIHAN JAMINAN FIDUSIA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

Oleh : Made Bagus Galih Adi Pradana I Wayan Wiryawan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

KEWENANGAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH KREDITUR TERHADAP JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan keberadaan lembaga-lembaga pembiayaan. Sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

PELAKSANAAN PERJANJIAN FIDUSIA PADA FIF ASTRA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

REVIEW OF THE LAW AGAINST DEBT ABSORPTION BANKING CREDIT AGREEMENT YUYUK HERLINA / D

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tentang perekonomian nasional

zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

ASPEK HUKUM PERJANJIAN SEWA BELI. Oleh A.A Putu Krisna Putra I Ketut Mertha Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk aktif di dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Begitu

Transkripsi:

i TINJAUAN YURIDIS OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG DIRAMPAS OLEH NEGARA OLEH: YUSLINDA LESTARI D1A010340 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mengetahui status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dan akibat hukum objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara terhadap perjanjian jaminan fidusia. Jenis penelian mengunakan penelitian hukum Normatif. Berdasarkan hasil penelitian status objek jaminan fidusia beralih kepada Negara karena melanggar ketentuan perundang-undangan, akibat beralihnya status kepemilikan tersebut adalah berakhirnya/hapusnya perjanjian jaminan fidusia karena sifatnya perjanjian tambahan. Solusi yang dapat diberikan adalah perlu adanya pengaturan tentang objek Jaminan Fidusia khususnya terkait dengan masalah perampasan oleh Negara dan perlu juga diperhatikan kepentingan-kepentingan kreditur atas perampasan tersebut. Kata kunci: status objek jaminan, jaminan fidusia, perampasan oleh Negara. JUDICIAL REVIEW FIDUCIARY OBJECTS SEIZED BY STATE Abstract This research aims to determine the status of assurance fiduciary objects were seized by the state and legal consequences assurance fiduciary objects were seized by the State against the fiduciary agreement. Type of this research is using Normative legal research. Based on the results of the research object fiduciary status is transferred to the State for violating statutory provisions, due to the transfer of the ownership status is a termination/abolishment of fiduciary agreement because of the additional agreements. That solutions can given is a needed regulated of the objects Fiduciary issues particularly related to deprivation by the State and it also pays to the interests of creditors over the appropriation. Keywords: object status assurance, fiduciary, seized by the State.

ii I. PENDAHULUAN Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia (debitur) sebagai angunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia (kreditur) terhadap kreditur lainnya. Pemahaman mengenai Fidusia ini adalah hanya hak kepemilikannya saja yang beralih kepada kreditur, namun penguasaan bendanya tetap ditangan debitur. Namun ketika penguasaan benda tersebut sudah tidak lagi berada ditangan debitur karena dirampas oleh Negara akibat perbuatan melawan hukum, contonya kasus illegal logging. Dalam Undang-undang Jaminan Fidusia sama sekali tidak mengatur tentang akibat hukum terhadap objek jaminan fidusia jika benda jaminan fidusia dirampas oleh Negara karena perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan benda jaminan dirampas oleh Negara. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara serta akibat dari perampasan tersebut terhadap perjanjian jaminan fidusia. Sehingga rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah bagaimanakah status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, dan apakah dengan dirampasnya objek jaminan fidusia dapat menghapuskan perjanjian jaminan fidusia.

iii Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui status dari objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dan untuk mengetahui akibat hukum dirampasnya objek jaminan fidusia terhadap perjanjian jaminan fidusia. Adapun manfaat Penelitian ini, secara keilmuan, yaitu sebagai bahan atau data informasi di bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui perkembangan hukum jaminan di Indonesia, khususnya masalah objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, dan secara praktik, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan solusi yang tepat bagi pengambil kebijakan apabila timbul masalah terhadap objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Hukum Normatif. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan ( law in books). 1 Metode pendekatan yang digunakan adalah 1. Pendekatan Perundang-undangan ( Satute Approach). 2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). 3. Pendekatan analisis (Analysis Approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, adalah bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku atau literatur-literatur karangan para sarjana dan jurnal ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini, dan bahan hukum tertier, yaitu bahan 1 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.118.

iv hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia. Untuk memperoleh bahan hukum yang diperlukan, menggunakan Data kepustakaan (data skunder), penggumpulan data dengan study dokumentasi adalah pengumpulan data dengan cara menghimpun dan mengkaji data kepustakaan yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, literatur-literatur serta pendapat para sarjana yang terkait dengan pokok permasalahan yang dibahas. Pada penelitian ini ditemukan adanya kekosongan norma, sehingga alat analisis yang digunakan adalah dengan cara Analogi. Yaitu penafsiran dengan memberi kiasan atau analogi terhadap suatu aturan Hukum, sehingga suatu peristiwa dianggap sama artinya dengan ketentuan Pasal tersebut.

v II. PEMBAHASAN Status Objek Jaminan Fidusia yang Di Rampas Oleh Negara Perjanjian Jaminan Fidusia adalah perjanjian yang muncul karena adanya Perjanjian Pembiayaan Konsumen/Perjanjian Kredit Bank (sebagai perjanjian pokok). Karena Perjanjian Pokok/obligatoir ini merupakan perjanjian dimana pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan), perjanjian pokok berdiri sendiri tampa bergantung pada adanya perjanjian. Dalam hal terjadinya perampasan oleh Negara terhadap objek jaminan fidusia yang mengakibatkan berpindah atau beralihnya penguasaan barang dari tangan pemberi fidusia karena dirampas oleh Negara akibat suatu perbuatan melawan hukum (kejahatan illegal loging) yang dilakukan pemberi fidusia. Keadaan tersebut, menjadikan penerima jaminan fidusia tidak dapat pemenuhan dari pelunasan piutangnya. Dengan demikian kepastian untuk mendapatkan jaminan dalam hal pelusanan piutang bagi kreditur tentu harus diperhatikan. Karena pengikatan benda jaminan akan mengamankan kepentingan kreditur, begitu pula pengikatan benda jaminan fidusia akan mengamankan kepentingan pihak perusahaan pembiayaan sebagaimana kreditur atau penerima fidusia apabila kreditur wanprestasi. Sehingga dalam mengkaji permasalahan status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, penyusun akan menjabarkan pembahasan ini melalui merupakan hak mutlak atas suatu benda dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

vi Perbedaan hak-hak kebendaan yang diatur dalam buku II KUH Perdata dibedakan menjadi dua macam, yaitu hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht) ada dua yaitu, benda yang memberi kenikmatan atas bendanya sendiri (contohnya hak besit dan eigendom). Dan hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain (contohnya hak postal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak mendiami). Hak benda yang bersifat memberi jaminan ( zakelijk zakerheidsrecht) contonya hak gadai, hipotik dan fidusia. Hak kebendaan yang melekat pada pemberi fidusia/debitur adalah hak eigendom/hak milik, hak yang paling sempurna atas suatu benda. Itu berarti debitur sebagai pemilik benda/obek jaminan berhak untuk menikmati kegunaan kebendaan dengan leluasa (zakelijk genotsrecht) dan untuk berbuat bebas terhadap benda itu dengan kedaulatan penuh, asal tidak bertentangan dengan Undang-undang, dan tidak mengganggu hak orang lain, Sedangkan hak kebendaan yang melekat pada kreditur/lembaga pembiayaan adalah hanya sebatas hak untuk menguasai benda tersebut sebagai penjaminan suatu pelunasan piutang dari debitur, karena sifatnya yang hanya memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht). Dengan adanya perampasan oleh Negara akibat debitur cidera janji atau perbuatan melawan hukum debitur. status/keadaan/kedudukan dari objek jaminan fidusia itu menjadi tidak pasti. Dalam perampasan oleh Negara terhadap objek jaminan fidusia ini terdapat 2 (dua) penafsiran untuk menentukan status objek jaminan fidusia yang

vii dirampas oleh Negara. Penafsiran pertama dapat dilihat berdasarkan sifat-sifat objek jaminan fidusia yang mempunyai sifat Droite De Suite, kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim tetap dan jaminan fidusia ini telah didaftarkan sehingga mempunyai kepastian hukum atas suatu perjanjian fidusia termasuk objek jaminannya. Berdasarkan hal tersebut pada penafsiran pertama ini, status kepemilikan objek jaminan fidusia tetap pada penerima fidusia karena hak kebendaannya terhadap objek jaminan fidusia dapat dipertahankan. Sedangkan pada penafsiran kedua, akibat dari perbuatan pidana yang dilakukan pemberi fidusia sehingga dirampasnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut oleh Negara maka status kepemilikan objek jaminan ini beralih kepada Negara. Untuk mengatasi perbedaan penafsiran ini. Penyusun akan menjelaskan terlebih dahulu maksud dari status jaminan fidusia tersebut. Seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) status berarti suatu keadaan atau kedudukan. Dengan kata lain, kedudukan objek jaminan fidusia dalam hal ini dapat disamakan dengan status objek jaminan fidusia. Beranjak dari pengertian Fidusia tersebut, dengan adanya fidusia ini, maka hak kepemilikan dari suatu objek jaminan fidusia beralih kepada penerima fidusia. Namun, hak milik disini terbatas hanyalah untuk pelusanan hutang debitur saja. Dalam hal terjadinya perampasan oleh Negara terhadap objek jaminan fidusia maka penguasaan dan hak milik terhadap objek jaminan fidusia beralih

viii kepada Negara dan menghilangkan hak dari penerima fidusia untuk mengeksekusi benda jaminan tersebut apabila debitur wanpretasi. Akibat Hukum Dirampasnya Objek Jaminan Fidusia Terhadap Perjanjian Jaminan Fidusia Sejalan dengan hal tersebut, perampasan barang yang menjadi objek jaminan fidusia yang dimaksud dalam hal ini adalah dalam hal pihak pemberi fidusia melakukan perbuatan melawan hukum (kasus illegal logging), diaman debitur menggunakan barang jaminan tersebut untuk mengangkut hasil hutan secara illegal. Kemudian atas barang yang dipergunakan sebagai alat melakukan kejahatan dan pelanggaran tersebut disita oleh penyidik yang ditunjuk oleh pengadilan negeri setempat untuk dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan. Dalam hal debitur terbukti melakukan tindak pidana illegal logging maka barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sekaligus merupakan barang yang berstatus objek jaminan fidusia tersebut diserahkan kepada pihak kejaksaan setempat untuk dilakukannya pengeksekusian sesuai dengan putusan pengadilan. Akibat adanya perampasan tersebut membuat perjanjian dari jaminan fidusia menjadi hapus karena dalam perjanjian jaminan fidusia objek jaminan fidusia merupakan salah satu unsur penting dari perjanjian fidusia, yang dimana terdapat suatu konsekuensi hukum apabila suatu objek jaminan fidusia tersebut kehilangan hak kebendaannya.

ix Berdasarkan hal tersebut, dalam mengkaji akibat hukum dirampasnya objek jaminan fidusia penulis akan membahasnya melalui cara-cara hilangnya hak kebendaan dalam jaminan fidusia. Salah satu cara hilang/hapusnya hak-hak kebendaan dapat terjadi karena musnahnya benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap dan pencabutan hak, penguasa public dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tersebut dengan syarat harus didasari oleh Undang-undang. Dalam perikatan, hal yang dapat menghapuskan perikatan, yaitu hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Menurut Pasal 1444 bahwa jika suatu barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar kesalahan debitur dan sebelum dia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan barang tersebut, dia pun akan bebas dari perikatan apabila dia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaannya. 2 Melihat dari penjelasan diatas, bahwa cara-cara hilangnya hak kebendaan dari jaminan fidusia ini akibat dari cidera janji yang dilakukan debitur yang telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum. mengakibatkan benda/objek jaminan tersebut dirampas oleh Negara untuk dilelang demi kepentingan umum, karena dilelangnya objek jaminan ini membuat musnah/lenyapnya hak kebendaan dari debitur. 2 Op.Cit, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hal. 152

x Terhadap penerima fidusia/kreditur hak untuk mengeksekusi benda tersebut apabila debitur cidera janji menjadi hilang/hapus juga. Karena status hak miliknya hanya sebagai pelunasan piutang saja dan hak milik dalam pasal 570 KUH Perdata adalah hak milik yang dibatasi oleh ketentuan undang-undang, serta dapat dilihat berdasarkan kepentingannya. Bahwa Negara/aparat yang berwenang hanya menjalankan peraturan perundang-undangan dimana yang didahulukan adalah kepentingan public dari pada kepentingan privat. Namun hal ini tidak menghapuskan hak-hak dari kreditur untuk menagih/meminta pelunasan dari beditr (hak tagih) karena hak dan kewajiban para pihak telah tertuang dalam akta perjanjian pembiayaan dimana debitur berkewajiban untuk melunasi hutanghutangnya apabila objek jaminan hilang/beralih kepemilikan. Dalam hak kedudukan hukum perjanjian jaminan fidusia akibat dirampasnya objek jaminan oleh Negara, penyusun akan mengkaitkannya dengan syarat sahnya suatu perjanjian dan syarat penghapusan Jaminan fidusia dalam Pasal 25 Ayat (1) Undang-undang Jaminan Fidusia. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian adalah dengan adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu (objek perikatan), dan suatu sebab yang tidak dilarang. Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kesepakatan dan kecakapan kedua belah pihak disebut sebagai syarat subyektif karena, sedangkan syarat adanya objek tertentu dan perjanjian harus halal disebut sebagai syarat obyektif. Jika yang tidak

xi dipenuhi syarat subyektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Sedangkan dalam Pasal 25 Ayat (1) tersebut, terdapat salah satu syarat yaitu Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Namun Undangundang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia tidak menerangkan secara jelas terkait dengan musnahnya barang yang menjadi objek jaminan fidusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian kata musnah sebagai sesuatu yang lenyap, binasa, dan hilang. 3 Hilang dalam arti tidak diketahuinya objek jaminan tersebut berada dimana, bisa juga karena bencana alam yang mengakibatkan barang tersebut musnah dan hak kebendaan atas benda tersebut hilang/musnah. Berdasarkan hal tersebut, dengan beralihnya status kepemilikan dari objek jaminan fidusia mengakibatkan musnahnya hak kebendaan atas objek jaminan fidusia maka dapat dianalogikan bahwa benda yang hak kepemilikannya telah musnah tersebut membuat benda jaminan fidusia menjadi musnah. Maka tidaklah disebut suatu perjanjian jaminan fidusia, apabila objek dari perjanjian tersebut hilang/musnah. Sehingga, dengan musnahnya objek jaminan fidusia, maka hapuslah perjanjian jaminan fidusia. Walaupun perjanjian fidusia terhapus, namun perjanjian pokok dari perjanjian jaminan fidusia tersebut tidak berakhir, karena sifat suatu perjanjian 3 http://kbbi.web.id/musnah, diunduh pada Tanggal 23 Januari 2014. Pukul 17:03.

xii ikutan atau yang bersifat accesoir ini akan mengikuti perjanjian pokoknya, apabila perjanjian pokoknya berakhir maka perjanjian ikutan akan berakhir pula, namun dengan berakhirnya perjanjian ikutan tidak akan secara otomatis megakhiri perjanjian pokoknya.

xiii III. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas penyusun dalam hal ini memberikan kesimpulan bahwa, status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara, berdasarkan pada apa yang telah dijelaskan dalam uraian diatas, hak kebendaan yang dimiliki oleh penerima fidusia tidaklah sama dengan hak kebendaan yang dimiliki oleh pemberi fidusia. Hak kebendaan yang melekat pada pemberi fidusia merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan terhadap benda miliknya sendiri maupun milik orang lain. sedangkan hak kebendaan yang sifatnya memberi jaminan dimiliki oleh kreditur. Jika debitur wanprestasi, melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan melanggar ketentuan dalam Pasal 570 KUH Perdata, pihak yang berwenang/aparat penegak hukum dapat melakukan perampasan tersebut sebagai alat bukti dipersidangan. Jika tidak terbukti bersalah maka barang bukti akan dikembalikan kepada pemilik yang sebenarnya namun jika terbukti bersalah dengan putusan bahwa benda tersebut dirampas untuk Negara, dengan demikian Negaralah yang berhak atas kepemilikan benda tersebut dengan kata lain status/kedudukan dari benda/objek jaminan tersebut beralih kepada Negara. Akibat dari perampasan yang dilakukan Negara dapat menghapuskan perjanjian fidusia. Hal ini didukung dengan penjelasan Pasal 4 Undang-undang Fidusia yang menyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Pemahaman bahwa sifat suatu perjanjian ikutan atau

xiv yang bersifat accesoir ini akan mengikuti perjanjian pokoknya, apabila perjanjian pokoknya berakhir maka perjanjian ikutan akan berakhir pula, namun dengan berakhirnya perjanjian ikutan tidak akan secara otomatis megakhiri perjanjian pokoknya. Maka dengan demikian apabila suatu objek jaminan fidusia dirampas oleh Negara, dan perjanjian pokok belum berakhir berarti kreditur/penerima fidusia masih berhak untuk mendapatkan pembayaran dari debitur. Hal ini dikarenakan pihak perusahaan masih mempuyai hak tagih yaitu perusahaan pembiayaan sebagai kreditur dapat menuntut pelunasan utang debitur dari barang yang dijadikan sebagai jaminan pembiayaan. Sehingga untuk mendapatkan kepastian dari status objek jaminan fidusia yang dirampas oleh Negara dalam hal ini dirasa perlu adanya pengaturan tentang objek jaminan dengan jelas dalam Undang-undang Jamian Fidusia khususnya terkait dengan masalah perampasan oleh Negara, dan perlu juga diperhatikan kepentingan-kepentingan kreditur atas perampasan tersebut, dan sangat diperlukan adanya pengaturan tentang pertanggungjawaban debitur untuk mengganti objek jaminan yang dirampas oleh Negara tersebut dengan benda yang setara dengan objek jaminan sebelumnya.

xv Daftar Pustaka 1. Buku-buku Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003. Sofwan Sri Soedewi Masjhoen, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fidusia Didalam Praktek Dan Pelaksanaan Diindonesia, Liberty, Yogyakarta, 1977. 2. Peraturan-peraturan Indonesia, Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999, tentang Jaminan Fidusia, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 3889. Indonesia, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167. 3. Peraturan Lain http://kbbi.web.id/musnah, diunduh pada Tanggal 23 Januari 2014. Pukul 17:03.