URGENSI EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;

BEBERAPA MODEL EVALUASI PENDIDIKAN (Disarikan dari Seminar Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan) Oleh Sofyan Zaibaski

Jurnal Ilmiah Sains, Teknologi, Ekonomi, Sosial dan Budaya Vol. 2 No. 2 Mei 2018

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS (ASSURANCE, RELEVANCE, INTEREST, ASSESSMENT, SATISFACTION) TERINTEGRASI

DESAIN EVALUASI PEMBELAJARAN

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN OPEN ENDED SISWA KELAS X SMA TAMAN MADYA JETIS YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

PENGGUNAAN METODE INDEX CARD MATCH PADA MATA PELAJARAN IPS POKOK BAHASAN MENGENAL SEJARAH UANG

PENERAPAN GROUP TO GROUP EXCHANGE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XA SMA NEGERI I TANJUNGSARI GUNUNGKIDUL

EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN UJI SERTIFIKASI KOMPETENSI KEAHLIAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Peningkatan Aktifitas Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Jigsaw

A. Pengertian Evaluasi Program

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA SISWA KELAS IV SEMESTER 2 SD

BAB I PENDAHULUAN. seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan evaluasi, guru akan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Demikian juga piranti pendidikan yang semakin canggih, oleh

Pada akhirnya, lokasi ekonomi baru bukan di dalam teknologi, microchip, atau jaringan telekomunikasi global, tetapi di dalam pikiran manusia.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii

PENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN MAKE A MATCH SISWA KELAS VII F SMP 1 BANGUNTAPAN

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

Jurusan Pedidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya )

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Syaiful Bahri Jamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 9.

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN IPS MELALUI STRATEGI GUIDED TEACHING DI SDN 09 AIR PACAH PADANG

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI LISTENING BAHASA INGGRIS SISWA KELAS IX.E SMP NEGERI I BAJENG

NASKAH PUBLIKASI. Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. hipotesis penelitian; f) kegunaan penelitian; g) penegasan istilah.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS

Universitas Bung Hatta Abstract

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SDN 012 SIMANGAMBAT MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL DAN SHARING PADA MATERI IMAN PADA HARI AKHIR


MENGIDENTIFIKASI JENIS DAN METODE EVALUASI PENDIDIKAN DANPEMBELAJARAN. Nurul Hidayati Murtafiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus

BAB V PEMBAHASAN. 1. Strategi yang dilakukan Guru Fiqh dalam Meningkatkan Prestasi. Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqh

BAB I PENDAHULUAN. banyak berhubungan dengan para siswa jika dibandingkan dengan personal

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya, sehingga

Ilhamuddin Prodi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Department of Chemistry Education Faculty of Teacher and Education University of Riau

PENERAPAN PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP N 1 BANGUNTAPAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF (INNOVATIVE LEARNING) TIPE PICTURE AND PICTURE

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI ASAS MANDIRI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut

Ermei Hijjah Handayani*, Elva Yasmi Amran**, Rini***

PERSEPSI TENTANG JAM PELAJARAN TAMBAHAN HUBUNGANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS UNGGULAN DAN REGULER

ARTIKEL PENELITIAN OLEH: REPSA YUNITA NPM

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DENGAN GI (Studi Pada SMA NEGERI 14 BandarLampung)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DISERTAI MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI KELAS X SMA NEGERI 4 PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Kencana,

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MEDIA PEMBELAJARAN VISUAL DENGAN AUDIOVISUAL KELAS X SMA PGRI 2 BANJARMASIN TAHUN AJARAN 2014/2015 ABSTRACT

Cici Wijayanti*) Purwati Kuswarini Suprapto*) Faculty of Educational Science and Teacher s Training Siliwangi University ABSTRACT

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DI SEKOLAH DASAR

HURIYAH Program Studi Magister Pendidikan IPS Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

PENGGUNAAN METODE DEMONSTRASI DENGAN CUTTING ENGINE

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE (TTW) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

Key words: method, activity, achivement i

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N SABDODADI KEYONGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

Fety Novianti. Keyword: Efektifitas Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran, Motivasi Belajar Siswa, dan Pendidikan Kewarganegaraan

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE LEARNING

UNION: Jurnal Pendidikan Matematika Vol 3 No 2, Juli 2015

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN RESOURCE BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Yusra Guru Matematika SMP Negeri 30 Pekanbaru ABSTRAK ABSTRACT

Penerapan Pembelajaran Pakem pada Materi Pemanasan Global untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII MTsS Darul Aman

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DAN KINERJA GURU DI SMA X

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indri Murniawaty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

Fitri Agustina Lubis. Abstact. Kata Kunci : Model Pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS), Aktivitas, Sistem Pencernaan Pada Manusia.

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA MENGGUNAKAN MEDIA SORTIR KARTU SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi masa depannya. Sasaran pendidikan yaitu memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Keefektifan Manajemen Layanan Khusus Sekolah dan Pengaruhnya terhadap Motivasi dan Prestasi Belajar Peserta Didik di SMA Negeri Se Kota Malang

Automotive Science and Education Journal

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN AKTIVITAS BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR JURNAL. Oleh YOCIE CALLISTA PUTRI BAHARUDDIN RISYAK SYAIFUDDIN LATIF

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VII SEMESTER GANJIL SMP PGRI 3 BANDAR LAMPUNG

PENGEMBANGAN STRUCTURE EXERCISE METHODE (SEM) DALAM MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SAINS PADA SISWA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran, tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 74.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian penerapan metode

PENERAPAN METODE PENUGASAN DAN TANYA JAWAB TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA KIMIA PADA KONSEP SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

TEST, PENGUKURAN, ASSESMEN, EVALUASI

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. 1. dasarnya mengantarkan para siswa menuju pada perubahan-perubahan tingkah

Akhmad Suyono *) Dosen FKIP Universitas Islam Riau

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

146 Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif_Universitas Muhammadiyah Purworejo. Vol.09/No.02/Januari 2017 ISSN:

MODEL KOOPERATIF JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu atau kelompok untuk merubah sikap dari tidak tahu menjadi tahu

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN DENGAN GIVING REWARD AND PUNISHMENT

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATERI MEMAHAMI DAN MENANGKAP PESAN DALAM LAGU MELALUI METODE DEMONSTRASI. Endah Sulistiowati

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda

Pengaruh Pemberian Tugas Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Geografi ABSTRAK

PEMBERIAN PENGUATAN OLEH GURU PEMBIMBING TERHADAP PESERTA DIDIK DALAM LAYANAN INFORMASI DI SMP NEGERI 26 PADANG. Oleh : Ismi Auldra Efendi*

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE RESITASI DAN KERJA KELOMPOK

PENGARUH MINAT DAN CARA BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS XI IPS

PENERAPAN MODEL NHT DAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn JURNAL. Oleh ASEP KURNIAWAN Rapani Asmaul Khair

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TERHADAP MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH DENGAN PRESTASI BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan selama ini kadang-kadang hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan

Transkripsi:

URGENSI EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN Khoirul Anwar alfasoy@yahoo.com (Fakultas Agama Islam Universitas MUhammadiyah Tangerang) Abstrak Evaluasi peniliaian terhadap tingkat keberhasilan peserta didik mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Bahwa evaluasi adalah proses penilaian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan suatu tindakan. Ada tiga alasan utama dalam kegiatan pembelajaran diperlukan adanya evaluasi, yaitu: a) Apabila dilihat dari pendekatan proses pendidikan agama Islam, dapat diketahui hubungan interdepensi antara tujuan pendidikan agama Islam, proses belajar mengajar pendidikan agama Islam dan prosedur evaluasinya. b) Kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari pendidik profesional. c)napabila dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan agama Islam adalah seperti kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, actuating, controlling dan evaluating. Kata Kunci: Evaluasi, Pembelajaran Abstract Evaluation of the assessment of the level of success of students in achieving the goals set in a program. That evaluation is a process of assessment carried out to obtain a picture of the success of an action. There are three main reasons why evaluation is required in learning activities, namely: a) When viewed from the approach of the Islamic religious education process, it can be seen that the interdependent relationship between the objectives of Islamic religious education, the teaching and learning process of Islamic religious education and its evaluation procedures. b) The activity of evaluating learning outcomes is one of the characteristics of professional educators. c) When viewed from the institutional approach, Islamic religious education activities are like management activities, which include planning, programming, organizing, actuating, controlling and evaluating activities. Keywords: Evaluation, Learning A. Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dari dahulu hingga sekarang sangatlah pesat, sehingga munculah ide, proses dan hasil dari upaya inovasi dalam pendidikan tidak terlepas dari keberhasilan semua pihak khususnya dalam memaknai tentang teknologi. Di mana teknologi bisa dipandang sebagai ide, proses dan produk. Dari ketiga inilah pada akhirnya ada berbagai prosedur, pendekatan, strategi, model terbaru dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Demikian juga ketika ada proses yang dihasilkan oleh para inovator, maka akan dilaksanakan berbagai aktivitas dan proses individu dalam rangka melaksanakan inovasi itu sendiri. 1 Dengan demikian, Inovasi itu memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali unsur-unsur dalam 1 Deni Darmawan, Inovasi Pendidikan, Bandung: PT. Rosda Karya, 2012, h. 2. Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 108

pendidikan. Jadi, bukan semata-mata penjumlahan atau penambahan unsur-unsur setiap komponen.tindakan menambah anggaran belanja supaya lebih banyak mengadakan murid, guru, kelas, dan sebagainya, meskipun perlu dan penting, bukan merupakan tindakan inovasi. Akan tetapi, tindakan mengatur kembali jenis dan pengelompokkan pelajaran, waktu, ruang kelas, cara-cara menyampaikan pelajaran, sehingga dengan tenaga, alat, uang, dan waktu yang sama dapat menjangkau sasaran peserta didik yang lebih banyak dan dicapai kualitas yang lebih tinggi. 2 Inovasi adalah hasil kerja, tanpa bekerja, tanpa berbuat, tidak terjadi inovasi. Inovasi menuntut semua pihak untuk bertindak meskipun keberanian dalam bertidak saja belum cukup. Keberanian dalam bertindak berlu didukung dengan pemikiran konseptual yang matang, sehingga harapan tentang perbaikan dan perubahan dapat dilaksanakan. 3 Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi yang lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat peserta didik sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami proses dalam mengembangkan kemanusiaannya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi peserta didik dan siapapun fasilitator yang akan menemani peserta didik, seharusnya bertolak dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar peserta didik. Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati peserta didik untuk membangkitkan semangat mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam 2 Mattew B. Miles, Innovation in Education, Bureau of Publication Teachers College, h. 50. H.A.R Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Nasional, Dalam Perspektif Abad 21, Jakarta: Tirani Indonesia, 2007, h. 227. mengembangkan fasilitas belajar. 4 Daya kreativitas dan inovasi secara alamiah telah dimiliki oleh setiap peserta didik. Namun tumbuh kembangnya pada setiap orang berbeda tergantung dari kesempatan masing-masing untuk mengembangkannya. Pengembangan kreativitas dan inovasi pada peserta didik bergantung pada pembisaaan dan pembinaan yang berkesinambungan dalam pembelajaran. 5 Jika ini konsisten dilakukan, maka ini akan menjadi stimulus yang tepat bagi terbentuknya jiwa kreativitas dan skill dalam berinovasi bagi peserta didik di masa yang akan datang. Tanpa didukung kemauan dari guru untuk selalu berinovasi dalam pembelajarannya, maka pembelajaran akan menjenuhkan bagi peserta didik. Mengingat sangat pentingnya inovasi, maka inovasi menjadi sesuatu yang harus dicoba untuk dilakukan oleh setiap guru. Oleh karena itu, seorang guru harus selalu melakukan inovasi dalam pembelajaran. B. Pembahasan Evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Wand dan Brown dalam Djamarah dan Zain menjelaskan bahwa evaluation refer to the act or process to determining the value of something. 6 Artinya, evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sedangkan menurut pengertian istilah merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh 4 Sutirman, Media & Model-model Pembelajaran Inovatif, 2005, h 24. 5 Robert Delisle, How to Use Problembased Learning in the Classroom, h. 28. 6 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, h. 50. Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 109

kesimpulan. 7 Davies mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek dan masih banyak yang lain. 8 Evaluasi artinya peniliaian terhadap tingkat keberhasilan peserta didik mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang peserta didik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan assessment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita yakni tes, ujian, dan ulangan. 9 Evaluasi dapat juga diartikan sebagai bentuk penilaian dari sebuah tindakan atau proses segala sesuatu yang ada hubungannya dengan pendidikan. Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah imtihana yang berarti ujian, bisa juga dengan al-qiimah atau al-taqdiir, yaitu nilai. 10 Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa evaluasi adalah proses penilaian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan suatu tindakan. Evaluasi secara etimologi adalah muhasabah berasal dari kata hasiba yang berarti menghitung atau kata hasab yang berarti memperkirakan, sesuai dengan firman Allah Q.S. At-Thalaaq, 65: 8. Dan 7 M. Chabib Thoha, M.A, Teknik Evaluasi pembelajaran, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996, h. 1 8 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2013, al. 190-191 9 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, h. 139 10 Daud, Abu Suman, L.K. Al-Maktanah Samilah, Departemen Agama Al-Qur an dan Tafsir, Banten: Penerbit Karim, 2003, h. 105 Berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-nya, Maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Firman Allah dalam Al-Qur an, Q.S. An-Naba, 78: 27 Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) kepada hisab, Menurut Roestiyah dalam Djamarah dan Zain berpendapat bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas peserta didik guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar peserta didik yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar. 11 Penjelasan tersebut menegaskan bahwa evaluasi diarahkan untuk mengembangkan kemampuan belajar peserta didik.kemampuan belajar peserta didik dapat dikembangkan setelah mengetahui sebab akibat dan hasil belajar peserta didik yang diperoleh melalui evaluasi. Penyelenggaraan pendidikan yang langsung menyentuh pada peserta didik prosesnya akan tampak pada kegiatan belajar dan mengajar di kelas dan ditempat lain yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Pendidik menjamin layanan belajar diberikan kepada peserta didik dengan benar menggunakan model-model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dalam menyampaikan materi pelajaran yang dapat dan mampu membelajarkan peserta didik. 12 Proses belajar mengajar yang digunakan saat ini sebagai perkembangan dari istilah pembelajaran dan pendidikan banyak dipengaruhi oleh tuntutan psikologi kognitif holistik. Menurut aliran ini 11 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, h. 50. 12 Syaiful Sagala, Etika & Moralitas Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013, h.36. Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 110

pembelajaran intinya menempatkan peserta didik sebagai sumber belajar. Pada bagian lain istilah pembelajaran juga dipengaruhi oleh teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran. Sistem-sistem teori yang disusun untuk mengkaji soal pembelajaran tumbuh seiring berkembangnya studi-studi eksperimental mengenai pembelajaran. 13 Ada tiga alasan utama mengapa dalam kegiatan pembelajaran diperlukan adanya evaluasi, yaitu : a. Apabila dilihat dari pendekatan proses pendidikan agama Islam, dapat diketahui hubungan interdepensi antara tujuan pendidikan agama Islam, proses belajar mengajar pendidikan agama Islam dan prosedur evaluasinya. Tujuan pendidikan agama Islam akan mengarahkan bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar yang seharusnya dilaksanakan, sekaligus merupakan krangka acuan untuk melaksanakan kegiatan evaluasi hasil belajar. b. Kegiatan mengevaluasi terhadap hasil belajar merupakan salah satu ciri dari pendidik profesional. Satu pekerjaan dipandang memerlukan kemampuan profesional bila pekerjaan tersebut memerlukan pendidikan lanjut dan latihan khusus. Pekerjaan profesional meliputi: menyusun rencana belajar mengajar, mengorganisasikan, menata mengendalikan, membimbing dan membina terlaksananya proses belajar mengajar secara relevan, efesien dan efektif, menilai program dan hasil belajar. c. Apabila dilihat dari pendekatan kelembagaan, kegiatan pendidikan agama Islam adalah seperti kegiatan manajemen, yang meliputi kegiatan planning, programming, organizing, 13 Winfred F. Hill, Theories of Learning, diterjemahkan oleh M. Khozin, Bandung: Nusa Media, 2011, h. 1. actuating, controlling dan evaluating. 14 S uatu manajemen itu ibaratkan se perti lingkaran, dimana diawal kita akan merencanakan pendidikan agama Islam sebaik-baiknya terhadap anak didik kita, kemudian kita melaksanakan program yang sudah kita rencanakan, namun untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari apa yang kita rencanakan dan kita laksanakan kita perlu adanya evaluasi. Dimana dengan evaluasi ini kita akan tahu seberapa besar tujuan yang kita rencanakan sudah tercapai. Dan bahkan mungkin ketika tujuan itu masih jauh dari keberhasilan, kita dituntut kembali merencanakannya dengan metode yang lain yang lebih mengena akan sasaran yang kita mau. Dalam dunia pendidikan, pembelajaran mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk melaksanakan program pendidikan, terlebih pelajaran-pelajaran agama sangat dibutuhkan untuk kepribadian peserta didik dalam beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Lembaga madrasah merupakan salah satu tempat yang memberikan pembelajaran agama, maka sudah sepantasnya madrasah memberikan fasilitas berupa media pembelajaran yang menunjang kegiatan belajar mengajar, tentunya dengan harapan agar apa yang jadi tujuan dasar dari pembelajaran itu dapat tercapai. Berupaya menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tidak hanya pada aspek kognitif saja tetapi juga pada asfek afektif dan psiko-motorik. Transformasi nilai-nilai moral menjadi prioritas utama pendidikan selain transfers ilmu pengetahuan, sehingga 14 M Chabib Thoha, Teknik Evaluasi pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 1996, cet. Ke-1, h. 71 Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 111

terbentuk seorang peserta didik yang intelek dan bermoral tinggi. Peserta didik di madrasah tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan umum saja, tetapi juga ilmu agama khususnya sangat diperlukan sekali untuk iman dan taqwa serta pengaruhnya terhadap akhlak peserta didik baik di madrasah maupun di rumah. Dengan demikian pembelajaran menjadi faktor yang sangat penting bagi peserta didik, maka kerangka berpikir saya ketika saya mendapatkan pembelajaran yang baik di madrasah, dengan metode yang baik, sarana dan prasarana yang menunjang berupa media pembelajaran yang digunakan, tentu hal tersebut menjadi aspek yang menunjang keberhasilan peserta didik dalam belajar. 1. Evaluasi Program. Model evaluasi merupakan desain atau rancangan evaluasi yang dikembangkan ahli evaluasi ataupun evaluator dalam melaksanakan evaluasi suatu program. Dalam ilmu evaluasi program pendidikan ada banyak model yang bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program, meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, namun maksudnya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan obyek yang dievaluasi, yang tujuannya untuk menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut suatu program. Berikut ini akan dideskripsikan dua model evaluasi program pembelajaran, yaitu: Model Kirkpatrick dan CIPP. a. Evaluasi Model Kirkpatrick Model evaluasi program ini dikembangkan oleh Kirkpatrick. Model ini telah mengalami beberapa kali revisi, dan terakhir diperbaharui pada tahun 1998, yang dalam bukunya Kirkpatrick disebut dengan Evaluating Training Program: The Four Levels. Model evaluasi program training Kirkpatrick ini mencakup empat level evaluasi, yaitu: reacting, learning, behavior, dan result. 15 1). Reaction Evaluation Evaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta (Customer Satisfaction). Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses training yang diikutinya, maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti training lebih lanjut. Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan denga reaction sheet 15 Shodiq Abdullah, Evaluasi Pembelajaran, Konsep Dasar, Teori, dan Aplikasi, Semarang: Putra Rizki Putra, h. 154-159 Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 112

dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Dalam menyusun instrumen untuk mengukur reaksi trainee Kirkpatrick menyampaikan prinsip The Ideal form provide the maximum amount of information and requires the minimum amount of time. Dengan demikian instrument yang disusundiharapkan mampu mengungkap informasi sebanyak mungkin, tetapi dalam pengisian instrument tersebut diharapkan membutuhkan waktu sedikit mungkin. Sedangkan mengenai jumlah item dalam instrument Center Partners merekomendasikan Include no more than 15-25 question, designed to obtain both qualitative and quantitative data. Dengan jumlah item 25 pertanyaan maupun pernyataan kiranya cukup untuk mengungkap informasi yang dibutuhkan terkait dengan reaksi trainee dengan waktu pengisian yang tidak terlalu lama. Karena evaluasi pada level 1 ini difokuskan pada reaksi peserta yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan, maka evaluasi pada level ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap proses training. 2). Learning Evaluation Menurut Kirkpatrick learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan Maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu, untuk mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada peserta training maka program dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu, dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: a). pengetahuan apa yang telah dipelajari?, b). sikap apa yang telah berubah?, c). keterampilan apa yang telah dikembangkan atau diperbaiki? Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Menurut Kirkpatrick penilaian terhadap hasil belajar dapat dilakukan dengan: a control group if practical, evaluate knowledge, skill and/or attitudes both before and after the program, a paper-and-pencil test to measure knowledge and attitudes, and performance test to measure skill. Dengan demikian untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pre test dengan post test, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test). 3). Behavior Evaluation Evaluasi perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 113

sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku lalu difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ketempat kerja/madrasah. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi setelah mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke madrasah, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di madrasah setelah peserta mengikuti program training. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah mengikuti training dan kembali ke madrasah?. Bagaimana peserta dapat mentransfer pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh selama training untuk diimplementasikan di madrasahnya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah kembali ke madrasah, maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcome dari kegiatan training. Mengevaluasi outcomes lebih kompleks dan lebih sulit daripada evaluasi pada level 1 dan level 2. Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok control dengan perilaku peserta training, atau dengan dengan membandingan perilaku sebelum dan setelah mengikuti training maupun dengan mengadakan survey dan atau interviu dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training setelah kembali ketempat kerja. 4). Result Evaluation Evaluasi hasil dalam level 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk katagori hasil akhir dari suatu program training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program. Tidak semua impact dari semua pogram dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, evaluasi level 4 ini lebih sulit dibandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok control dengan kelompok peserta training, mengukur kinerja sebelum dan setelah mengikuti pelatihan, serta dengan melihat perbandingan antara biaya dan keuntungan sebelum dan setelah adanya kegiatan pelatihan, apakah ada peningkatan atau tidak. b. Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) Model Evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Oleh karena itu, uraian yang diberikan relative panjang dibandingkan dengan modle-model lainya. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk (1967) di Ohio State University, CIPP merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu: Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 114

Context evaluation : evaluasi terhadap konteks Input evaluation : evaluasi terhadap masukan Process evaluation : evaluasi terhadap proses Product evaluation : evaluasi terhadap hasil Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model Cipp adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem. Dengan demikian, jika tim evaluator sudah menentukan model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka mau tidak mau mereka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponenkomponennya. Seorang ahli dari University of washinton bernama Gilbert Sax (1980) memberikan arahan kepada evaluator tentang bagaimana mempelajari tiap-tiap komponen yang ada dalam setiap program yang dievaluasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Model ini sekarang disempurnakan dengan satu komponen O, singkatan dari outcome (s), sehingga menjadi CIPPO. Model CIPP hanya berhenti pada mengukur output (product), sedangkan CIPPO samapai pada implementasi dari product. Sebagai contoh, jikaproduct berhenti pada lulusan, sedangkan outcome (s) sampai pada bagaimana kiprah lulusan tersebut di masyarakat atau di pendidikan lanjutannya. 16 Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar 17 ; 1). Evalusai Konteks Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Contoh pengajuan pertanyaan, untuk evaluasi yang diarahkan pada program makanan tambahan anak madrasah (PMTAM). 2). Evaluasi Masukan Maksud dari evaluasi masukan adalah kemampuan awal peserta didik dan madrasah dalam menunjang PMTAM antara lain kemampuan madrasah dalam menyediakan petugas yang berkualitas, dan sebagainya. 3). Evaluasi Proses Evaluasi proses dalam model CIPP menunjukan pada apa (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, kapan (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. 4). Evaluasi Produk atau Hasil Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukan perubahan yang terjadi 16 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, h. 46 17 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, h.. 46 48 Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 115

pada masukan mentah, dalam contoh PMTAM adalah peserta didik yang menerima makanan tambahan. Evaluasi produk merupakan tahap akhir dari serangkaian evaluasi program. c. Penutup Dalam proses pembelajaran, guru sering melakukan kegiatan evaluasi, baik ketika proses pembelajaran sedang berlangsung maupun ketika proses pembelajaran sudah selesai. Jika evaluasi dilaksanakan ketika pembelajaran sedang berlangsung, maka guru ingin mengetahui keefektipan dan kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan yang ingin dicapai. Jika evaluasi dilakukan sesudah proses pembelajaran selesai, berarti guru ingin mengetahui hasil atau prestasi belajar yang diperoleh peserta didik. Dalam hal ini evaluasi pembelajaran yang akan dijelaskan adalah tentang evaluasi pembelajaran formatif dan sumatif. a. Formatif. Tes formatif (formatif test) adalah test hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik telah terbentuk (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Perlu diketahui bahwa istilah formatif itu berasal dari kata form yang berarti bentuk. 18 Menurut Suharsimi Arikunto, 19 dari kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif, maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu. 18 Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011, h. 71 19 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, h. 50 Dalam hal ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostic pada akhir pelajaran. Tes formatif ini bisa dilaksanakan di tengah-tengah perjalanan program pengajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan pelajaran atau subpokok bahasan berakhir atau dapat diselesaikan. Di madrasah-madrasah tes formatif ini dikenal dengan istilah ulangan harian. Materi dari tes formatif ini pada umumnya ditekankan pada bahanbahan pelajaran yang telah diajarkan. Butir-butir soalnya terdiri atas butirbutir soal, baik termasuk katagori mudah maupun yang termasuk katagori sukar. b. Sumatif. Tes sumatif (summative test) adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Di madrasah, tes ini dikenal dengan istilah ulangan umum, dimana hasilnya digunakan untuk mengisi nilai raport atau mengisi ijazah. 20 Tes sumatif ini pada umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang telah diberikan selama satu semester. Dengan demikian materi tes sumatif itu jauh lebih banyak ketimbang materi tes formatif. Menurut Suharsimi Arikunto, 21 evaluasi sumatif atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok atau sebuah program yang lebih besar. Tes sumatif dapat disamakan dengan ulangan umaum yang bisaanya dilaksanakan pada tiap akhir semester. Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, agar 20 Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011, h. 72 21 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, h. 53 Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 116

semua peserta didik memperoleh soal yang sama. Butir-butir yang dikemukan dalam tes sumatif ini pada umumnya juga lebih sulit atau lebih berat daripada butir-butir soal tes formatif. Yang menjadi tujuan utama tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapat ditentukan: 1. Kedudukan dari masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya. 2. Dapat atau tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya (yang lebih tinggi). 3. Kemajuan peserta didik, untuk diinformasikan kepada pihak orang tua, petugas bimbingan dan konseling, lembaga-lembaga pendidikan lainnya, atau pasaran kerja yang tertuang dalam bentuk Raport atau Surat Tanda Tamat Belajar. Perbandingan antar tes formatif, dan tes sumatif, menurut Suharsimi Arikunto, 22 akan ditinjau dari 9 aspek yang meliputi: fungsi, waktu, tiitk berat atau tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian, dan metode menuliskan hasil tes. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Shodiq, Evaluasi Pembelajaran, Konsep Dasar, Teori, dan Aplikasi, Semarang: Putra Rizki Putra, 2009. 22 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, h. 5 Arikunto,Suharsismi, Dasar-dasar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009. Darmawan, DeniInovasi Pendidikan, Bandung: PT. Rosda Karya, 2012. Daud, Abu Suman, L.K. Al-Maktanah Samilah, Departemen Agama Al- Qur an dan Tafsir, Banten: Penerbit Karim, 2003. Delisle, Robert, How to Use Problembased Learning in the Classroom, 1997. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2013. Djamarah, Bahri, Syamsul dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, 2005. F. Hill, Winfred, Theories of Learning, diterjemahkan oleh M. Khozin, Bandung: Nusa Media, 2011. H.A.R Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Nasional, Dalam Perspektif Abad 21, Jakarta: Tirani Indonesia, 2007. Mattew B. Miles, Innovation in Education, Bureau of Publication Teachers College. Sagala, Syaiful, Etika & Moralitas Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013. Sudjiono, Anas, Pengantar Evaluasi pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2011. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi pembelajaran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 117

Rausyan Fikr. Vol. 17 No. 1 Maret-No. 2 September 2021. ISSN. 1979-0074 e-issn. 9 772580 594187 144