Volume 2 No.1, November 2021 ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KONSEP MAQASID ASY-SYARI AH DAN PENCEGAHAN TERHADAP NIKAH DI BAWAH TANGAN

ANALISIS TERHADAP ISTBAT NIKAH OLEH ISTRI YANG DI POLIGAMI SECARA SIRRI (Studi Putusan Mahkamah Syar iah Nomor: 206/Pdt.G/2013/MS.

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB III POLIGAMI DAN PASAL 279 TENTANG KEJAHATAN ASAL- USUL PERNIKAHAN KITAB INDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup. sebagaimana firman-nya dalam surat Az-zariyat ayat 49 :

NIKAH SIRI DARI SUDUT PANDANG HUKUM ISLAM*

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO TENTANG DASAR HAKIM MEMUTUS PERKARA ITSBAT NIKAH POLIGAMI NOMOR 0370/Pdt.G/2012/PA.Mr.

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA. Sukma Rochayat *, Akhmad Khisni **

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

Nomor Putusan : 089/Pdt.G/2010/PA.GM Para pihak : Pemohon Vs Termohon Tahun : 2010 Tanggal diputus : 26 Mei 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

POLIGAMI DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: Nur Hayati ABSTRAK

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN PADA KANTOR CATATAN SIPIL TERHADAP HARTA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 TENTANG KEDUDUKAN ANAK DI LUAR PERKAWINAN

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB II LEGALISASI PERNIKAHAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STATUS ISTRI & ANAK PASCA PENOLAKAN PERKARA ISBAT NIKAH POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal.

DILEMATIKA PERIJINAN POLIGAMI. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Diskursus tentang poligami selalu menjadi kajian aktual.

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM MENOLAK PERMOHONAN IWA<D} PERKARA KHULU DALAM GUGATAN REKONVENSI (No. 1274/Pdt.G/2010/PA.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Perkara Nomor 786/Pdt.G/2010/PA.Mlg

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO: PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK

BAB IV WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF. dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

IMPLIKASI PERKAWINAN YANG TIDAK DI DAFTARKAN DI KANTOR URUSAN AGAMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Oleh: IRSAM DIAN BACHTIAR C

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB I PENDAHULUAN. poligami dalam bentuknya yang beragam telah ada dalam tahap-tahap awal dari

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala

Transkripsi:

https://doi.org/10.35326/syattar.v1i2.1185 Open Acces Volume 2 No.1, November 2021 ISSN 2747-0350 jurnal-umbuton.ac.id/index.php/syattar KEDUDUKAN HUKUM POLIGAMI TANPA IZIN DAN IMPLIKASINYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM La Hanuddin 1, Nur Aliyah Alsaf 2, Muh. Yamin 3, Abidun La Buni 4* 1 Dosen, 2,3,4 Mahasiswa Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Buton Korespondensi: lahanuddinlpdw@gmail.com ABSTRAK Kedudukan Hukum Poligami Tanpa Izin Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Hukum Islam merupakan suatu pelanggaran dan tidak sah oleh hukum negara karena tidak memenuhi persyaratan yaitu tidak ada izin yang diberikan oleh lembaga pengadilan sebagaimana telah ditetapkan oleh undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum Islam sehingga implikasi Poligami Tanpa Izin menurut Undang-undang perkawina Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 nantinya akan berdampak pada keabsahan perkawinan, serta gugatan dan pembatalan perkawinan, perceraian, pembagian harta gono gini, hak waris jika suaminya meninggal, bahkan bisa berujung pidana. Kata Kunci : Hukum Poligami ; Implikasi, Undang-Undang Abstract The Legal Position of Unlicensed Polygamy According to Law Number 16 of 2019 Amendment to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and Islamic Law is a violation and is not legal by state law because it does not meet the requirements, namely there is no permission granted by the court institution as referred to in paragraph (1). has been determined by the marriage law and compilation of Islamic law so that the implications of Unlicensed Polygamy according to the Marriage Law Number 16 of 2019 Amendments to Law Number 1 of 1974 will later have an impact on the validity of marriages, as well as lawsuits and annulment of marriages, divorce, distribution of Gono's property, inheritance rights if her husband dies, can even lead to a crime. Keywords: Law of Polygamy; Implications, Act PENDAHULUAN Manusia diciptakan oleh Allah Swt, disamping sebagai makhluk individual, juga sebagai makhluk sosial, tentu manusia mempunyai tugas dan tanggungjawab terhadap dirinya sendiri maupun dengan lingkungan masyarakat.( EKSPRESI SENYUM UNTUK Meningkat. Hub. Interpers., 2016). Dalam membangun masyarakat, Islam telah memberi perhatian yang sangat besar La Hanuddin 18

terhadap pembentukan keluarga melalui perkawinan. Ikatan perkawinan selalu mendambakan kehidupan keluarga yang bahagia, tentram, damai yang dilandasi oleh rasa cinta dan kasih sayang merupakan jembatan dari suatu perkawinan. Kenyataannya dalam menjalani kehidupan perkawinan selalu saja muncul yang dapat memicu timbulnya permasalahan yaitu adanya keinginan suami untuk melakukan poligami. Poligami adalah perkawinan laki-laki (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri pada waktu yang bersamaan (Ichsan, 2018). Pandangan masyarakat terhadap poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak setuju. Secara implisit Al-Qur an sudah memberikan warning dan memperbolehkan poligami sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa Ayat 3 : Terjemahnya : Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim (Rosyada, 2019). Ayat tersebut di atas memberikan pengertian apakah kamu yakin berpoligami dapat berlaku adil, jika kamu tidak mampu berlaku adil secara hakiki namun berhati-hatilah jangan sampai kamu mencintai sebagian isterimu dan mengabaikan yang lain. Seorang suami boleh mempunyai istri lebih dari satu sepanjang suami mempunyai alasan-alasan dan memenuhi persyaratan terhadap perkawinan poligami yang telah diatur dalam UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 dan peraturan Pelaksanaannya dalam Nomor 9 Tahun 1975, serta Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) (Ulfiyati, 2016). Kenyataannya poligami tetap saja terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Undangundang Perkawinan. Praktek poligami yang tidak sesuai dengan aturan dan syarat yang telah ditetapkan dalam hukum perkawinan maka perlu ketegasan berupa sanksi bagi mereka yang melakukan poligami tanpa izin. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan studi kepustakaan kepustakaan (Library Research). (Setiawan, 2020) menyebutkan bahwa : penelitian kepustakaan ialah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun data dari berbagai literatur dan informasi. Sumber data dalam penelitian ini berupa buku, jurnal dan situs internet yang relevan dengan topik yang dipilih.adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yakni mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, makalah atau artikel, jurnal dan sebagainya(patmasari, 2020). Sedangkan teknik anaalisa data yang La Hanuddin 19

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu dengn menggambarkan dan menjelaskan data yang diperoleh sehingga hal yang dapat dipermasalahkan dapat dijawab secara jelas dan akurat.(melfianora, 2018). PEMBAHASAN Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan. Poligami bisa dikatakan sebagai suami mempunyai istri lebih dari satu orang secara bersamaan. Adapun secara terminologis, poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang (Maknunah, 2017). Poligami hukumnya : mubah (boleh) seperti yang disyaratkan ayat tersebut di atas, ayat itu menjelaskan kehalalan poligami dengan syarat dapat berlaku adil. Jika syarat itu tidak dapat dipenuhi seorang suami akan berada pada suatu kezoliman dan menyakiti istri-istrinya atau tidak dapat memenuhi haknya untuk berbuat adil maka poligami menjadi haram dan jika merasa kemungkinan besar menzolimi salah satu dari istrinya maka poligami akan menjadi makruh (Haryadi, 2009). Islam tidak mengharuskan seorang laki-laki untuk menikah dan memiliki isteri lebih dari satu akan tetapi, seandainya ia ingin melakukannya, ia diperbolehkan, biasanya sistem poligami tidak akan digunakan kecuali dalam kondisi mendesak saja (Perdata et al., 2019). A. Poligami Menurut Hukum Positif Secara umum pesoalan perkawinan di Indonesia termasuk masalah poligami secara formal telah diatur dalam undang-undang. Produk Undang-undang dan peraturan tersebut pada hakikatnya merupakan upaya pembatasan poligami yang digali dari nilainilai agama Islam sebagai instrumen menciptakan relasi suami istri yang adil, seimbang dengan prinsip kesetaraan. Poligami merupakan pengecualian saja, yang diberikan kepada orang yang menurut hukum dan agamanya diperbolehkan. Salah satu asas perkawinan menurut sistem hukum Indonesia adalah asas monogami artinya oleh hukum yang berlaku di Indonesia seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri, begitu juga sebaliknya seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Terhadap asas monogami ini oleh hukum dibuka kekecualian artinya masih diperbolehkan asalkan memenuhi syarat, alasan dan prosedur tertentu (Ulfiyati, 2017). Pengaturan tentang poligami dalam Undang-Undang Perkawinan terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2). Undang-Undang ini sebagai bentuk respon positif untuk mengatur seorang suami yang ingin menikah dengan lebih dari satu orang (istri). Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dijelaskan bahwa Pengadilan agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang, apabila: a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri b. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. istri tidak dapat melahirkan keturunan (D et al., 2018). Selain yang telah disebutkan di atas, (Pasal 5 ayat (1) UU La Hanuddin 20

Perkawinan) menyebutkan bahwa: a. adanya perjanjian dari istri/istri-istri b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka (Setyoningrum, 2018). Kalau diperhatikan ketentuan aturan hukum sebagaimana telah disebutkan di atas kebanyakan dari pelaku poligami hanya mengedepankan pemenuhan nafsu belaka sehingga mengabaikan prinsip terwujudnya keadilan dan kemaslahatan. Pengaturan prosedur poligami juga dapat dilihat pada pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 disebutkan bahwa apabila seorang suami bermaksud untuk beristeri lebih dari seorang maka wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Sedangkan tugas Pengadilan telah diatur pada pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yaitu: a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi b. Ada atau tidak adanya persetujuan dari isteri, baik persetujuan lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan di depan sidan pengadilan c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin kehidupan isteri-isteri dan anak-anak, dengan memperlihatkan: 1) Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat kerja; atau 2) Surat keterangan pajak penghasilan; atau 3) Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan 4) Ada atau tidaknya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk itu (Sudibyo, 2018). Pelanggaran pasal tersebut telah diatur pada pasal 45 PP No. 9 Tahun 1974 tentang ketentuan pidananya seperti pada ayat (1) pasal tersebut dengan denda setinggi-tingginya Rp. 7.500, rupiah dan menghukum bagi seseorang yang ingin mengadakan pernikahan yang tidak mendapatkan izin dari pengadilan agama dan tidak memberitahukan kepada KUA, pemberian sanksi hukuman juga berlaku bagi pegawai pencatat nikah yang melanggar atau tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya (Khaira & Yahya, 2018). Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah jelas menunjukkan 3 (tiga) alasan yang dijadikan dasar pengajuan permohonan poligami harus diperketat karena poligami bukan perintah agama tetapi hanya dibolehkan dengan beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu suami harus meminta persetujuan isteri terlebih dahulu. La Hanuddin 21

1. Syarat-Syarat Poligami Seorang suami agar ia dapat beristeri lebih dari seorang, diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 41 huruf a PP No. 9 Tahun 1975 yaitu dengan syarat sebagai berikut : a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri b. Isteri mendapat cacad badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan (Nuroniyah et al., 2018). 2. Batasan Poligami Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahwa dalam suami berpoligami yang diutamakan adalah berlaku adil karena adil merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Begitu pula batasan isteri yang dipoligami hanya batas sampai empat orang saja yang telah ditentukan oleh oleh agama (Batasannya, 2015). 3. Delik Poligami Kata delik adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Unsur delik meliputi dari unsur subyektif dan unsur obyektif. Unsur obektif berasal dari diluar diri manusia berupa suatu tindakan, akibat dan keadaan yang kesemuanya dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Pelanggaran atas peraturan tersebut merupakan peristiwa pidana yang digolongkan pada jenis pidana pelanggaran bukan digolongkan pidana kejahatan ringan yang ancamannya terdapat pada pasal 3, 10 ayat (3) dan pasal 40 PP No 9 Tahun 1975, tergolong ringan karena sanksi ancaman dengan denda setinggi-tingginya Rp. 7.500 (tujuh ribu lima ratus rumpiah) (Pura & Faridah, 2020). Berbeda dengan ketentuan sanksi pidana atas perbuatan yang diatur pada pasal 279 KUH Pidana bahwa : hukum pidana memandang perbuatan poligami ilegal yang telah ditetapkan UU sebagai perbuatan pidana kategori kejahatan ringan yang dapat diancam sanksi pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 279 ayat (1) KUHP tersebut dijelaskan sebagai berikut : a. Barang siapa mengadakan perkawinan pada mengetahui bahwa perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; b. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu (Roszi, 2018). Dari ketentuan di atas, dapat dijelaskan bahwa unsur obyektifnya yaitu mengadakan perkawinan dan unsur subyektifnya adalah barang siapa, ini menyebutkan orang sebagai subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban di depan hukum karena unsur barang siapa harus memenuhi kecakapan hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata. La Hanuddin 22

B. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Secara umum poligami sudah umum dilakukan oleh setiap orang sewaktu Islam datang, untuk menjaga keutuhan rumah tangga dan masyakat. Poligami secara umum menurut Islam terbuka untuk semua orang yang mampu melakukannya, tetapi juga sebaliknya jika tidak mampu memberi nafkah atau keadilan maka islam melarangnya karena poligami yang dilakukan tidak mampu mendatangkan kemaslahatan (Cahyani, 2018). Berbeda dengan poligami yang dilakukan oleh rasulullah karena semata-mata untuk suatu kemaslahatan. sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S. An- Nisa ayat 19 : Terjemahnya : Jangan tinggalkan dia (isterimu) sama sekali dan kamu biarkan dia terombang ambing tidak menentu (Siregar, 2020). Ayat tersebut mengingatkan kepada laki-laki tidak diperbolehkan menyatakan kecenderungan cintanya kepada salah seorang isteri diantara mereka secara mencolok sehingga dapat menimbulkan sakit hati dan kecemburuan mengakibatkan permusuhan diantara para isteri. Berdasarkan hal di atas, para ulama telah menetapkan persyaratan bila seorang laki-laki ingin menikah lebih dari seorang isteri sebagai berikut : a. Harus memiliki kemampuan dan kekayaan yang cukup untuk membiayi berbagai kebutuhan para isterinya b. Harus berlaku adil pada semua isterinya, setiap isteri diperlakukan sama dalam memenuhi hak mereka (Wahid Syafi, 2020). Jika suami dihawatirkan akan berbuat zalim sebagaimana terdapat dalam firman Allah: Qur an (Surat Annisa : 4 : 29) Terjemahnya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatungkatung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Wahidin, 2018). Ayat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang berlaku adil secara mutlak hanyalah Allah. C. Implikasi Poligami Tanpa Izin Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Kompilasi Hukum Islam 1. Implikasi Poligami Tanpa Izin Menurut Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 Meski masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat La Hanuddin 23

dan dibolehkan hukum praktek dperkawinan poligami jelas akan berdampak bukan hanya pada pasangan yang bersangkutan tetapi juga berdampak pada keturunannya. Menurut Azizah bahwa : dampak perkawinan tidak tercatat akibat poligami tanpa izin diantaranya : a. Suami-isteri tersebut tidak mempunyai akta nikah sebagai bukti mereka telah menikah secara sah menurut agama dan negara b. Anak-anak tidak memperoleh akta kelahiran dari isteri yang berwenang karena untuk mendapatkan akta kelahiran itu diperlukan akta nikah dari orang tuanya c. Anak-anak tidak dapat mewarisi harta orang tuanya karena tidak ada bukti autentik yang menyatakan mereka sebagai ahli waris orang tuanya d. Tidak memperoleh hak-hak lainnya dalam pelaksanaan administrasi negara yang mesti harus dipenuhi sebagai bukti diri e. Perkawinannya dianggap tidak sah f. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibu g. Anak dan Ibunya tidak berhak atas warisan (Azizah, 2020). 2. Implikasi Poligami Tanpa Izin Menurut Kompilasi Hukum Islam Islam tidak menganjurkan poligami apalagi mewajibkannya tetapi dalam ajaran Islam hanyalah pintu darurat kecil yang disiapkan untuk situasi dan kondisi darurat (Malik, 2019). Praktek poligami dalam masyarakat telah menimbulkan problem sosial yang meluas dan memperhatinkan diantaranya adalah : tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, terjadinya kasus penelantaran isteri dan pelanggaran hak-hak anak (Abror, 2019). Ketentuan poligami dalam hukum khususnya telah diatur dalam kompilasi hukum Islam secara tegas bahwa : Keberadaan poligami tanpa izin menunjukan posisi subordinat dan faktor ketidak berdayaan perempuan dihadapan laki-laki (Ma rifah, 2015). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis peneliti dapat memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahwa Kedudukan Hukum Poligami Tanpa Izin Menurut Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yaitu merupakan suatu pelanggaran dan tidak sah oleh hukum negara karena tidak memehui persyaratan yaitu tidak ada izin yang diberikan oleh lembaga pengadilan sebagaimana telah ditetapkan oleh undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum Islam. 2. Bahwa implikasi Poligami Tanpa Izin menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yaitu akan berdampak pada keabsahan perkawinan, gugatan La Hanuddin 24

pembatalan perkawinan, perceraian, pembagian harta gono gini, hak waris jika suaminya meninggal, bahkan bisa berujung pidana. DAFTAR PUSTAKA Abror, K. (2019). CERAI GUGAT DAN DAMPAKNYA BAGI KELUARGA. ASAS, 11(01). https://doi.org/10.24042/asas.v1 1i01.4640 Azizah, N. (2020). POLIGAMI SIRRI DAN DAMPAKYA TERHADAP MENTAL ISTRI DAN ANAK PERSEPEKTIF SIGMUND FREUD. EGALITA, 15(1). https://doi.org/10.18860/egalita. v15i1.10177 Batasannya, P. D. A. N. (2015). Poligami Dan Batasannya Dalam Perspektif Islam. Wardah, 14(1), 119 133. Cahyani, A. I. (2018). Poligami dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan Hukum Keluarga Islam, 5(2). https://doi.org/10.24252/alqadau.v5i2.7108 D, A. H., Hanum, C., & Rohman, M. S. (2018). PROPOSIONALITAS ALASAN POLIGAMI PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. QAWWAM, 12(2). https://doi.org/10.20414/qawwa m.v12i2.1727 EKSPRESI SENYUM UNTUK MENINGKATKAN HUBUNGAN INTERPERSONAL. (2016). EKSPRESI SENYUM UNTUK MENINGKATKAN HUBUNGAN INTERPERSONAL, 4(1). https://doi.org/10.22146/bpsi.13 465 Haryadi, T. (2009). Pengalaman suami dan..., Tri Haryadi, FPsi UI, 2009. 9 19. Ichsan, M. (2018). POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Kajian Tafsir Muqaranah). JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah), 17(2), 151. https://doi.org/10.31958/juris.v1 7i2.1196 Khaira, U., & Yahya, A. (2018). Pelaksanaan Upaya Perdamaian dalam Perkara Perceraian (Suatu Kajian terhadap Putusan Verstek pada Mahkamah Syar iyah Bireuen). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18(3). https://doi.org/10.30641/dejure. 2018.v18.319-334 Ma rifah, N. (2015). Perkawinan di Indonesia: Aktualisasi Pemikiran Musdah Mulia. Mahkamah, 9(1), 63 83. Maknunah, A. (2017). Pelaksanaan Fungsi Keluarga (Studi Kasus Pelaksanaan Fungsi Keluarga Pada Suami Pelaku Poligami Di Kecamatan Kerumutan Kabupaten Pelalawan. Jom Fisip, 4(1). Malik, : ADAM. (2019). Tinjauan undang - undang no 1 tahun 1974 dan hukum islam tentang poligami serta implikasinya terhadap nikah siri ((Studi Kasus Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba. 1. Melfianora. (2018). Jenis Penelitian Kualitatif. Studi Litelatur. Nuroniyah, W., Sukardi, D., & Faqih, H. (2018). PERSEPSI HAKIM MENGENAI ADIL SEBAGAI SYARAT PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA KOTA CIREBON. Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam, 3(2). https://doi.org/10.24235/mahka mah.v3i2.3420 Patmasari, E. (2020). Analisis Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi Pada Dinas Sosial Kabupaten Wajo. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Dan Bisnis, 2(1). La Hanuddin 25

Perdata, H., Hukum, D. A. N., & Islam, P. (2019). Program Studi Perbandingan Mazhab Jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syari Ah Institut Agama Islam Negeri. Pura, M. H., & Faridah, H. (2020). Aspek Sosiologis Tindak Pidana Perzinaan Atas Suami Yang Nikah Dibawah Tangan (Siri) Tanpa Izin Poligami. KRTHA BHAYANGKARA, 14(2). https://doi.org/10.31599/krtha.v 14i2.141 Rosyada, Y. A. (2019). Poligami Dan Keadilan Dalam Pandangan Muhammad Syahrur: Studi Rekonstruksi Pemikiran. Profetika: Jurnal Studi Islam. Roszi, J. P. (2018). Problematika Penerapan Sanksi Pidana dalam Perkawinan Terhadap Poligami Ilegal. Al-Istinbath : Jurnal Hukum Islam, 3(1), 45. https://doi.org/10.29240/jhi.v3i1.419 Setiawan, S. (2020). Studi Kepustakaan adalah. Gurupendidikan.Com. Setyoningrum, N. (2018). PENTINGNYA INTERPRETASI HAKIM DALAM MENYETUJUI PERMOHONAN IJIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA. Jurnal Supremasi, 8(2). https://doi.org/10.35457/suprem asi.v8i2.485 Siregar, P. (2020). Peran Teori Qira at dalam Memahami Ayat-Ayat Relasi Gender. RUSYDIAH: Jurnal Pemikiran Islam, 1(1). https://doi.org/10.35961/rsd.v1i 1.131 Sudibyo, A. (2018). Kebijakan Kriminal Tindak Pidana Poligami Dikaitkan Dengan Sistem Hukum Perkawinan Indonesia. Aktualita (Jurnal Hukum), 1(1). https://doi.org/10.29313/aktualit a.v1i1.3708 Ulfiyati, N. S. (2016). Izin Isteri Sebagai Syarat Poligami Perspektif Hak Asasi Manusia : Kajian Terhadap Undang-Undang Perkawinan. De Jure: Jurnal Hukum Dan Syar iah, 8(2). Ulfiyati, N. S. (2017). Tinjauan Hak Asasi Manusia tentang Izin Isteri Sebagai Syarat Poligami dalam UU Perkawinan No.1 Tahun 1974. Journal de Jure, 8(2). https://doi.org/10.18860/jfsh.v8i2.3746 Wahid Syafi, M. (2020). Sunnah dalam Pandangan Muhammad Syahrur dan Fungsinya dalam Menafsirkan al-qur an: Studi Analisis tentang Poligami. Jurnal Manthiq, 5(2). Wahidin, A. (2018). PRINSIP SALING RELA DALAM TRANSAKSI EKONOMI ISLAM (Tafsir Analitis Surat An-Nisa [4] Ayat 29). Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2(02), 110. https://doi.org/10.30868/ad.v2i0 2.352 La Hanuddin 26