BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai rujukan untuk penelitian ini, penelitian terdahulu pertama adalah penelitian yang berjudul Media Baru, Visi Khalayak Aktif, dan Urgensi Literasi Media, penelitian ini dilakukan oleh Puji Rianto pada 2016. Peneliti melihat kehadiran media baru sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan, hal ini karena dalam media baru, pengguna membutuhkan literasi pada teknologi karena untuk mengakses media baru diperlukan ponsel pintar, dan pengguna media baru juga harus paham tentang dasar literasi pada media cetak (Rianto, 2016, p. 90). Dalam penelitian ini, teori yang digunakan oleh peneliti adalah uses and gratification, teori ini digunakan oleh penulis untuk menjawab rasa ingin tahu penulis tentang penggunaan media baru oleh audience sesuai dengan visi khalayak aktif pada teori uses and gratification. Peneliti berasumsi bahwa menurut teori uses and gratification pengguna akan menggunakan media sesuai dengan kebutuhannya saja dan bagi peneliti hal tersebut dapat membawa pengguna terjebak dalam kekeliruan karena pada umumnya, kebutuhan sesuai dengan nilai dan ideologi yang dimiliki oleh pengguna, dalam penelitian ini, peneliti juga mendiskusikan peran literasi media. 10
Peneliti menggunakan teknik studi observasi partisipasi dalam grup WhatsApp untuk melihat gambaran penggunaan media baru dalam interaksi sosial yang dilakukan di dunia sosial mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuatnya ideologi seseorang pada suatu hal membuat ia fokus mencari dan membagikan informasi dalam bentuk artikel berita sesuai dengan yang ia yakini saja dan tidak menyikapi informasi tersebut dengan kritis, sehingga mereka tidak bisa mendeteksi informasi yang sumbernya tidak valid dan hal ini ditemukan dalam grup tersebut. Relevansi penelitian ini dengan penelitian selanjutnya adalah pentingnya literasi media. Perbedaan penelitian selanjutnya jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terletak pada teori atau konsep yang digunakan, pada penelitian sebelumnya, yang menjadi acuan utama adalah teori uses and gratification, dan tidak mendalami pembahasan tentang peran literasi media dalam penggunaan media baru. Padahal dalam judulnya tertulis urgensi literasi media, sedangkan peneliti selanjutnya akan menjadikan literasi media dan informasi sebagai konsep utama untuk membahas literasi media dan informasi. Dengan menggunakan konsep literasi media dan informasi sebagai konsep utama, peneliti bisa mengetahui tingkat literasi media dan informasi Generasi Z, hal ini karena terdapat dimensi untuk mengukur literasi media dan informasi dan apabila tingkat literasi sudah diketahui oleh peneliti, maka peneliti bisa melihat apakah ada pengaruh tingkat literasi media dan informasi masyarakat usia tersebut dengan kemampuan memproses informasi di media. Penelitian 11
kedua berjudul Pendidikan Literasi Digital di Kalangan Usia Muda di Kota Bandung, penelitian ini dilakukan oleh Cecep dan Hana Silvana pada tahun 2018. Penelitian ini membahas tentang bagaimana program pendidikan dan pelatihan literasi digital pada usia muda dapat memberikan kemampuan literasi digital dalam penggunaan media sosial di kalangan muda (Silvana & Cecep, 2018, p. 148). Berdasarkan data milik Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 85% pengguna media sosial di Indonesia terhubung dengan facebook dan 65 juta orang menggunakan media sosial setiap harinya dan pendidikan media bertujuan mengembangkan pemahaman kritis dan partisipasi aktif bagi anak muda. Sehingga pengguna media, dalam hal ini anak muda dapat menafsirkan dan menilai informasi yang ada di media, sehingga anak muda mampu untuk menjadi produser media. Pelatihan literasi media akan membantu masyarakat menjadi seseorang yang kritis dalam menyikapi informasi yang mereka terima. Di era kemudahan memproleh informasi ini, anak muda rentan terkena dampak dari penggunaan media sosial. Masyarakat perlu diberikan edukasi terkait aturan penggunaan media sosial, dan hal ini berkaitan dengan literasi media karena apabila masyarakat memiliki pemahaman yang buruk tentang literasi media, bisa menimbulkan dampak yang negatif. Dampak tersebut bisa memengaruhi psikologis anak dan remaja yang rentan menghina orang lain, mudah terpengaruh oleh komentar buruk yang ada di media sosial, bahkan sampai menimbulkan depresi. 12
Konsep yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah literasi digital. Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari informan yang diwawancara belum memiliki cukup media literate dan peneliti juga mengatakan bahwa pendidikan literasi digital untuk literasi merupakan hal penting untuk dilakukan, mengingat usia muda rentan dalam mengonsumsi media. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, karena kami memiliki kriteria responden yang sama, yaitu anak muda sehingga penelitian ini bisa menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya, namun peneliti selanjutnya akan membahas literasi media dan informasi kalangan anak muda. Kelebihan penelitian selanjutnya jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terletak pada metode yang digunakan, peneliti selanjutnya menggunakan metode kuantitatif dengan survei sebagai teknik pengambilan data, apabila peneliti menggunakan metode kuantitatif dengan mengambil data menggunakan survei, maka hasil tentang tingkat literasi media dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selanjutnya lebih terwakilkan. Hal ini, karena usia yang menjadi sampel peneliti berdasarkan data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), yang menyebutkan bahwa Generasi Z merupakan pengguna internet terbanyak (Maharrani, 2019) dan sampel peneliti yang berjumlah 400, berdasarkan penghitungan menggunakan rumus slovin. Penelitian ketiga berjudul Media Literasi Bagi Digital Natives: Perspektif Generasi Z di Jakarta. Penelitian ini ditulis oleh Ranny Rastati dan 13
dipublikasikan pada 2018. Penelitian ini ditujukan oleh generasi z, karena generasi z sudah lahir saat internet sudah hadir, jadi peneliti menganggap bahwa generasi z adalah generasi internet (Rastati, 2018, p. 60). Pada tahun 1990 internet sudah mulai masuk ke Indonesia, dan terus berkembang sampai hari ini, kehadiran internet memberi manfaat bagi penggunanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017, pengguna internet di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 143,26 juta jiwa atau sebesar 54,68% dan pengguna internet paling banyak didominasi oleh kelompok usia 19-34 tahun, melihat data yang dipaparkan pengguna internet terbanyak di Indonesia adalah digital natives. Digital natives adalah orang-orang yang lahir sebelum teknologi ditemukan, penulis mengibaratkan digital natives sebagai orang yang paham dengan kehadiran internet tanpa harus mencari tahu tentang bagaimana menggunakannya terlebih dahulu, berbeda dengan digital immigrants. Penelitian yang dilakukan oleh Ranny akan fokus pada model edukasi publik bagi para digital natives. Generasi Z didefinisikan sebagai generasi yang erat dengan teknologi serta mereka menggunakan teknologi untuk terhubung dengan masyarakat lain, Generasi Z merupakan generasi yang hidup berdampingan dengan media sosial, mereka menggunakan media sosial sebagai tempat untuk mencurahkan apa yang mereka rasakan. Peneliti mengatakan bahwa belum banyak yang melakukan penelitian terhadap generasi z terkait dengan literasi media, penelitian ini dilakukan karena 14
penggunaan media sosial yang dilakukan oleh Generasi Z harus dibarengi dengan literasi media. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif, peneliti menggunakan teknik observasi dan wawancara, informan berjumlah 12 dengan komposisi enam perempuan dan enam laki-laki yang berusia 20-22 tahun, profesi mereka adalah mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, saat ditanya terkait mengecek ulang informasi yang diperoleh sebelum dibagikan, dua dari 12 informan menjawab bahwa mereka akan mengecek informasi yang diterima sebelum dibagikan, karena mereka tahu konsekuensi yang akan diperoleh apabila tidak melakukan hal tersebut. Selebihnya, responden menggunakan media sosial untuk berbagi aktivitas sehari-hari dan menggunkan media sosial berdasarkan motif hiburan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosialisasi tentang literasi media dibutuhkan oleh digital natives untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam menggunakan media sosial dan sosialisasi terkait literasi media akan efektif apabila disampaikan dengan materi yang mudah dipahami, menarik, dan mudah diakses oleh Generasi Z seperti di media sosial. Relevansi penelitian ini dengan penelitian selanjutnya adalah kami samasama membahas pentingnya peran literasi media bagi Generasi Z, kelebihan penelitian selanjutnya adalah pembahasan tentang literasi media tidak berhenti di sosialisasinya saja, namun bagaimana literasi media akan diaplikasikan dalam memproses informasi yang ada di media. Penelitian keempat berjudul 15
New Media Literacy and Media Use Among University Student in Malaysia. Perkembangan teknologi menciptakan perubahan masyarakat dalam mengonsumsi informasi, banyak dari mereka yang mengonsumsi informasi melalui media sosial, kemudahan yang ditawarkan oleh media kepada masyarakat yang mengonsumsi media dapat memengaruhi dan mengubah persepsi masyarakat tentang pandangan mereka terhadap dunia, oleh karena itu literasi media dibutuhkan di era serba digital ini, selain itu, literasi media dibutuhkan mengingat masalah yang hadir di era digital ini adalah banyaknya peredaran informasi palsu, kemudian media sosial juga memungkinkan masyarakat untuk mengonsumsi, menciptakan, dan membagikan konten media yang bisa menyebarkan informasi yang menyesatkan demi keuntungan pribadi (Shin & Zanuddin, 2019, p. 469). Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk menguji level atau tingkat literasi media pada mahasiswa di sebuah universitas di Malaysia, kemudian mengukur perbedaan literasi media baru lintas faktor demografis, dan juga menguji hubungan antara penggunaan media dan literasi media baru. Konsep yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah literasi media baru, dan konsep tersebut digunakan untuk mengukur level literasi media pada mahasiswa universitas di Malaysia. Metode yang digunakan oleh kedua peneliti tersebut adalah survei dengan responden sejumlah 130 orang di sebuah universitas di Malaysia, yang berusia 18-25 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat literasi media pada mahasiswa dengan rentang usia 18-25 tahun berada di level menengah, 16
dan jika melihat berdasarkan hasil survei dari penelitian ini, tidak ada perbedaan signifikan dalam literasi media baru berdasarkan faktor demografis. Namun tujuan penggunaan media sosial antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan, kemudian semakin sering masyarakat menggunakan media baru, maka semakin tinggi kemampuan untuk membuat dan berbagi konten media. Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selanjutnya adalah, kami memiliki pembahasan yang sama, yaitu literasi media, selain itu metode yang kami gunakan juga memiliki kesamaan sehingga penelitian ini bisa menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya. Kemudian, peneliti sebelumnya menyarankan untuk memperbanyak jumlah sampel, karena dengan jumlah dan karakteristik sampel yang dimiliki peneliti sebelumnya tidak general dan peneliti juga menyarankan untuk memperluas sampel dari mahasiswa ke masyarakat umum. Perbedaan yang dimiliki oleh penelitian sebelumnya dengan penelitian selanjutnya terletak pada jumlah responden, jumlah responden peneliti sebelumnya adalah 130 mahasiswa di salah satu universitas di Malaysia, dan jumlah responden peneliti selanjutnya adalah 400 berdasarkan perhitungan dengan rumus slovin, dan peneliti memiliki keragaman responden, jika melihat Generasi Z yang menjadi fokus peneliti. Penelitian terdahulu terakhir berjudul Hubungan Tingkat Literasi Media dan Informasi dengan Kompetensi Sebagai Warga Negara Aktif pada Siswa SMA di Tangerang. Penelitian yang disusun oleh Levana Florentia pada 2019 ini 17
membahas tentang pentingnya peran literasi media dan informasi dalam partisipasi aktif warga negara, tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui tingkat literasi media dan informasi siswa SMA di Tangerang, kedua untuk mengetahui tingkat kompetensi kewarganegaraan siswa SMA di Tangerang, dan terakhir untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat literasi media dan informasi dengan kompetensi kewarganegaraan pada siswa SMA di Tangerang (Florentia, 2019, p. 7). Semakin berkembangnya zaman, masyarakat semakin sering masyarakat menghabiskan waktunya untuk menonton televisi, menggunakan internet, mendengarkan radio, membaca koran, dan juga majalah. Berdasarkan data milik Nielsen, penggunaan internet mengalami peningkatkan tertinggi. Peningkatan penggunaan internet ini juga dipengaruhi oleh kemudahan masyarakat dalam mengakses internet saat ini. Kenaikan penggunaan internet juga dibarengi oleh akses terhadap media yang tinggi. Akses media yang tingi perlu dibarengi dengan kemampuan literasi media, dan untuk memperoleh hal tersebut diperlukan pendidikan literasi media dan informasi. Literasi Media dan Informasi (LMI) digagas oleh UNESCO dengan menggabungkan ketiga literasi seperti, literasi media, literasi digital, dan juga literasi informasi. Di Indonesia sendiri, pendidikan literasi media dan informasi belum banyak diterapkan, Indonesia lebih umum dengan pendidikan literasi yang terbagi ke dalam tiga bagian yang sudah disebutkan di atas. Dengan adanya LMI, masyarakat diharpakan bisa mendukung pemerintahan yang baik dan juga bertanggung jawab. Kompetensi 18
kewarganegaraan ini diperlukan untuk demokrasi suatu negara, karena demokrasi juga harus diimbangi dengan partisipasi masyarakat. Dalam penelitian ini, objek yang menjadi penelitian peneliti adalah siswa SMA di Tangerang, tujuan pemilihan siswa SMA ini adalah untuk mencari tahu apakah guru yang menerima pelatihan LMI sudah bisa memberi kurikulum yang tepat kepada siswanya? Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian kuantitatif dengan sifat eksplanatif dan metode yang digunakan adalah survei. Survei dilakukan kepada 465 siswa di berbagai sekolah di Tangerang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat literasi media dan informasi adalah 7.27 dan memiliki klasifikasi tinggi, kemudian tingkat kompetensi kewarganegaraan juga masuk ke dalam klasifikasi yang tinggi dengan angka 7.10, dan terdapat hubungan antara tingkat literasi media dan informasi dengan kompetensi kewarganegaraan. Relevansi penelitian ini dengan penelitian selanjutnya terletak di kesamaan konsep yang digunakan yaitu literasi media dan informasi, kesamaan konsep ini akan membantu peneliti dalam melihat indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat literasi media dan informasi responden. Selain itu, kemampuan literasi media dan informasi saat ini diperlukan karena masyarakat saat ini mengakses berbagai macam media untuk memperoleh informasi, dan literasi media dan informasi ini membawa masyarakat untuk bersikap kritis. Tabel 2.1 Rangkuman Penelitian Terdahulu 19
Judul Penelitian Hasil Penelitian Relevansi Penelitian Media Baru, Visi Khalayak Aktif, dan Urgensi Literasi Media Pendidikan Literasi Digital di Kalangan Usia Muda di Kota Bandung Media Literasi Bagi Digital Natives : Perspektif Generasi Z di Jakarta New Media Literacy and Media Use Among University Student in Malaysia Kuatnya ideologi seseorang pada suatu hal membuat ia fokus mencari dan membagikan informasi dalam bentuk artikel berita sesuai dengan yang ia yakini saja dan tidak menyikapi informasi tersebut dengan kritis, sehingga mereka tidak bisa mendeteksi informasi yang sumbernya tidak valid dan hal ini ditemukan dalam grup tersebut. Informan yang diwawancara belum memiliki cukup media literate dan peneliti juga mengatakan bahwa Pendidikan literasi merupakan hal penting untuk dilakukan, mengingat usia muda rentan dalam mengonsumsi media Sosialisasi tentang media literasi dibutuhkan oleh digital natives untuk meningkatkan pemahaman mereka dalam menggunakan media sosial dan sosialisasi terkait literasi media akan efektif apabila disampaikan dengan materi yang mudah dipahami, menarik, dan mudah diakses oleh generasi z seperti di media sosial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat literasi media pada mahasiswa dengan rentang usia 18-25 tahun berada di level menengah, dan jika melihat berdasarkan hasil survei dari penelitian ini, tidak ada perbedaan signifikan dalam literasi media baru berdasarkan faktor demografis, namun tujuan penggunaan media sosial antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan, kemudian semakin sering masyarakat menggunakan media baru, maka semakin tinggi kemampuan untuk membuat dan berbagi konten media Pentingnya literasi media pada masa ini, saat informasi dapat diperoleh dengan mudah Memiliki kriteria responden yang sama, yaitu anak muda sehingga penelitian ini bisa menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Sama-sama membahas pentingnya peran literasi media bagi generasi z. Kesamaan pembahasan, yaitu literasi media, metode yang digunakan juga sama, sehingga penelitian ini bisa menjadi rujukan. Hubungan Tingkat Literasi Media dan Informasi dengan Kompetensi sebagai Warga Negara Aktif pada Siswa SMA di Tangerang Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat literasi media dan informasi siswa SMA di tangerang tinggi, begitu pula dengan tingkat kompetensi kewarganegaraannya, dan terdapat hubungan antara tingkat literasi media dan informasi memiliki dengan kompetensi kewarganegaraan Sumber: Olahan Penulis Kesamaan konsep yang digunakan yaitu LMI, dan saat ini, kemampuan literasi media dan informasi diperlukan karena masyarakat mengakses berbagai macam media untuk memperoleh informasi 20
2.2 Teori dan Konsep 2.2.1 Literasi Media dan Informasi Literasi media dan informasi merupakan gabungan antara literasi informasi, literasi media, dan literasi digital (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 27). Konsep literasi berevolusi menyesuaikan dengan perubahan dalam dunia sosial politik, ekonomi, dan pola teknologi, serta tuntutan zaman terutama di tempat kerja dan di masyarakat pada umumnya (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 25). Semakin pentingnya dunia virtual tidak hanya memberikan peluang, tetapi juga menyiratkan potensi risiko dan ancaman. Dalam hal ini, peran literasi yang muncul, khususnya yang terkait dengan informasi, media dan teknologi informasi, menjadi lebih penting, karena membantu meminimalkan risiko yang terkait dengan privasi, keamanan dan masalah etika, dan potensi penyalahgunaan oleh entitas individu, publik atau pribadi (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 26). Sama pentingnya bagi masyarakat untuk memahami bagaimana informasi dan konten media dapat diakses, bagaimana konten ini berasal, bagaimana mereka dibuat, didanai, dilindungi, dievaluasi, dan dibagikan, saat ini, masyarakat perlu mengetahui fungsi, peran, hak dan kewajiban lembaga informasi dan media (Global Media and Information Literacy 21
Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 26). Semua jenis informasi dan media, di semua platform, telah diintegrasikan ke dalam kehidupan modern, tetapi kehadiran dan pengaruhnya tidak selalu diamati, diakui, dan dipantau (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 27). United Nations Edcational,, Scienctific and Cultural Organization (UNESCO) mendefinisikan literasi media dan informasi sebagai serangkaian kompetensi yang memberdayakan warga negara untuk mengakses, mengambil, memahami, mengevaluasi dan menggunakan, untuk membuat serta berbagi informasi dan konten media dalam semua format, menggunakan berbagai alat, dengan cara yang kritis, etis dan efektif, untuk berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan pribadi, profesional dan sosial (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 29). Literasi media dan informasi memiliki beberapa manfaat (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 36): 1. Memelihara rasa hormat dan melindungi hak asasi manusia dan mendorong masyarakat untuk mengambil keputusan yang tepat 2. Menyediakan kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat pada abad ke 21 untuk menanggapi tantangan, resiko, ancaman, dan kesempatan, 22
memberikan pengaruh signifikan dalam informasi, media, dan teknologi informasi dalam ruang lingkup yang personal, sosial, dan profesional 3. Membantu masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan pengetahuan terkait fungsi media dan penyedia informasi dalam kehidupan masyarakat demokrasi 4. Membantu masyarakat memperoleh kompetensi dasar terkait mengakses informasi, dan konten media untuk mengevaluasi kinerja media dan penyedia informasi serta menciptakan dan membagikan pengetahuan dengan cara yang efektif dan beretika 5. Membantu meningkatkan kompetensi literasi media dan informasi di tingkat institusi dan individu 6. Literasi media dan informasi memperbaiki proses pengajaran dan pembelajaran oleh para guru untuk masyarakat dengan membantu mereka menjadi mandiri, kritis, dan menjadi pemikir yang reflektif Dalam literasi media dan informasi, UNESCO mengembangkan kerangka pengukuran literasi media dan informasi yang terdiri dari dua tingkatan, pertama pengukuran kesiapan negara dan kedua pengukuran kompetensi literasi media informasi (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 47). Pengukuran kesiapan negara menyangkut kesiapan sebuah negara untuk pengembangan literasi media dan informasi di tingkat nasional yang akan digunakan untuk membangun sebuah negara (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, 23
p. 47) dan penelitian ini memiliki fokus di literasi media dan informasi masyarakat, sehingga pengukuran yang relevan adalah pengukuran kedua, yaitu kompetensi. Kompetensi dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk memobilisasi dan menggunakan sumber daya internal seperti pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta sumber daya eksternal seperti basis data, kolega, rekan kerja, perpustakaan, alat, dan instrumen, antara lain, untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 55). Terdapat tiga dimensi yang digunakan untuk mengukur kompetensi (Global Media and Information Literacy Assessment Framework: Country Readiness and Competencies, 2013, p. 57): 1. Akses, akses adalah mengenali permintaan untuk dapat mencari, dapat mengakses dan mengambil informasi dan konten media 2. Evaluasi, evaluasi adalah kemampuan memahami, menganalisa secara kritis, dan mengevaluasi informasi dan konten media, tugas dan fungsi media dan institusi informasi dalam konteks hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar 3. Kreasi, kreasi adalah kemampuan memahami teknik produksi informasi, konten media, dan pengetahuan baru serta berkomunikasi dengan efektif Konsep literasi media dan informasi ini berguna bagi peneliti untuk mengukur kemampuan literasi media dan informasi pada Generasi Z, serta 24
memperkuat pernyataan-pernyataan peneliti terkait dengan literasi media dan informasi pada penelitian ini. Konsep ini juga berguna bagi peneliti dalam penyusunan kuisioner untuk disebarkan kepada responden yang sesuai dengan kriteria peneliti, penyusunan kuisioner akan berdasarkan pada tiga dimensi yang dimiliki oleh konsep literasi media dan informasi, yaitu akses, evaluasi, dan kreasi. 2.2.2 Teori Pengolahan Informasi Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis (2010) mengatakan teori pengolahan informasi menggunakan perumpamaan yang mekanis untuk menggambarkan bagaimana individu mengambil dan memaknai derasnya arus informasi yang diterima oleh indera setiap individu, asumsi yang dimiliki oleh teori ini adalah, manusia bekerja seperti biokomputer yang rumit, yang memiliki kapasitas dan strategi pengelolaan informasi yang tertentu (p. 311). Setiap hari, setiap individu memperoleh informasi dan menyaring informasi, namun yang sampai pada pikiran setiap individu secara sadar, hanya sebagian kecil informasi yang menarik perhatian mereka saja, kemudian informasi tersebut kembali diproses sehingga tersimpan dalam memori jangka panjang (Baran & Davis, 2010, p. 311). Umumnya apa yang terjadi di dalam otak kita tidak pernah kita sadari, sekalipun aktivitas tersebut memengaruhi pikiran kita secara sadar, namun 25
hal tersebut tidak secara langsung memengaruhi proses kognitif lainnya, kesadaran setiap individu berperan sebagai pengawas tertinggi, namun individu hanya mampu mengontrolnya secara terbatas dan tidak langsung (Baran & Davis, 2010, p. 311). Teori ini menawarkan pemahaman baru ke dalam pengendalian informasi yang dilakukan oleh individu dalam kegiatan sehari-hari, teori ini juga menantang beberapa asumsi dasar tentang bagaimana individu mengambil dan menggunakan data sensoris, seperti contoh kita berasumsi bahwa akan lebih baik apabila kita memperoleh informasi dalam jumlah yang banyak dan mengingatnya dengan baik, tapi, kenyataannya lebih banyak justru bukan berarti lebih baik, karena hal ini akan berpengaruh pada individu saat ingin memanfaatkan infromasi tersebut (Baran & Davis, 2010, p. 313) Tabel 2.2 Kekuatan dan Kelemahan Teori Pengolahan Informasi Kekuatan Kelemahan Memberikan kekhususan atas apa yang biasanya dianggap sebagai Terlalu berorientasi pada level mikro perilaku yang rutin atau kurang penting Memberikan perspektif yang objektif dalam belajar; kesalahan Terlalu menekankan pada konsumsi media yang rutin adalah hal yang biasa 26
Memungkinkan eksplorasi atas beragam bentuk konten media Terlalu berfokus pada kognisi dan mengabaikan faktor seperti, emosi Memberikan hasil yang konsisten di dalam berbagai jenis situasi dan latar belakang komunikasi (Baran & Davis, 2010, p. 314) Potter dalam bukunya yang berjudul Media Literacy juga menjelaskan tentang pemrosesan informasi, menurut Potter (2019) apabila individu memiliki struktur pengetahuan yang terdiri dari pengetahuan tentang efek media, pengetahuan tentang isi media, pengetahuan tentang industri media, pemahaman tentang dunia nyata, dan pemahaman tentang diri sendiri, maka individu mampu membuat keputusan mulai dari saat mencari sebuah informasi sampai mengonstruksi atau membangun makna (p. 60). Dalam memproses atau mengolah informasi terdapat berbagai tahapan yang harus dilalui oleh setiap individu yaitu, filtering message, meaning matching, dan meaning constuction (Potter, 2019, p. 85). Filtering message atau menyaring pesan adalah keputusan seseorang untuk mengabaikan pesan dan menerima pesan media, tujuan dari menyaring sebuah pesan adalah untuk menerima pesan yang menarik dan memiliki manfaat bagi individu (Potter, 2019, p. 85). Meaning matching adalah proses mengenali elemen dalam pesan dan mengakses memori untuk mengingat tentang arti dari sebuah elemen, dalam tahapan ini diperlukan usaha yang besar untuk belajar mengenali simbol 27
dalam pesan media dan mengingat arti dari pesan media (Potter, 2019, p. 89). Menurut potter (2019) proses ini berjalan secara otomatis, sehingga seseorang yang sudah memahami proses ini akan terbiasa dan bisa mempraktikannya dengan cepat dan lebih mudah (p.89). Menurut Potter (2019) meaning construction adalah proses yang kompleks, karena proses ini tidak berjalan secara otomatis seperti meaning matching dan dalam proses ini, seseorang harus membuat keputusan secara sadar untuk dirinya sendiri (p. 91). Ketiga peneliti melakukan penelitian tentang bagaimana seseorang mengonstruksi makna pada sebuah berita, mereka ingin melihat apakah cara media menyajikan cerita mempengaruhi cara penonton menafsirkan peristiwa dan orang-orang dalam cerita tersebut (Potter, 2019, p. 91). Hasilnya menunjukkan bahwa bagaimana media menyampaikan sebuah cerita memang benar mempengaruhi interpretasi responden tentang makna, namun, makna juga dipengaruhi oleh kerangka pribadi masingmasing dari responden (Potter, 2019, p. 91). Proses meaning matching dan meaning construction terhubung satu sama lain, untuk mengonstruksi sebuah makna seseorang harus mengenali referensi dan memahami arti di mana rujukan tersebut digunakan dalam sebuah pesan, dengan demikian proses meaning matching lebih fundamental karena hasil dari proses meaning matching kemudian dilanjutkan dalam proses meaning constructing (Potter, 2019, p. 92). 28
Dalam pengaplikasiannya, tiga tahap dalam memproses informasi akan digunakan oleh peneliti untuk memahami bagaimana seseorang mengambil dan memroses informasi dari media, yang dijelaskan oleh Potter sebagai filtering, meaning matching, dan meaning construction. 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih. a. Hipotesis Nol (H0) Tidak ada pengaruh tingkat literasi media dan informasi terhadap kemampuan memproses informasi di media oleh Generasi Z di DKI Jakarta. b. Hipotesis Alternatif (Ha) Terdapat pengaruh tingkat literasi media dan informasi terhadap kemampuan memproses informasi di media oleh Generasi Z di DKI Jakarta. 2.4 Alur Penelitian Jumlah informasi yang tidak terhingga membuat masyarakat kesulitan dalam memproses informasi, dan hal tersebut berdampak pada pengambilan keputusan termasuk keputusan dalam mengonsumsi informasi. Mengambil contoh tentang pandemi Covid-19, peneliti melihat tanggapan masyarakat di media sosial terkait pandemi Covid-19, dan peneliti menemukan ada masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan, percaya Covid-19 adalah konspirasi dan lain sebagainya. 29
Masyarakat membutuhkan kemampuan memproses informasi. Memproses informasi terdiri dari tiga dimensi, yaitu filtering atau menyaring, meaning matching atau menyocokkan makna, dan meaning constructing atau mengonstruksi makna dan untuk memiliki kemampuan memproses informasi di media dibutuhkan kemampuan literasi media dan informasi (LMI). Definisi LMI adalah kemampuan literasi dan media dapat mengakses, mengambil, memahami, mengevaluasi dan menggunakan, untuk membuat serta berbagi informasi dan konten media dalam semua format, menggunakan berbagai alat, dengan cara yang kritis, etis dan efektif. Apabila seseorang memiliki tingkat literasi yang tinggi, maka ia dapat mengambil informasi secara kritis, hal tersebut berpengaruh terhadap pemrosesan informasi, karena semakin tinggi tingkat literasi seseorang, maka semakin individu tersebut juga mampu menggunakan media dan informasi yang mereka peroleh dari media. Grafik 2.1 Alur Penelitian Jumlah informasi yang tidak terhingga Masyarakat kesulitan dalam memproses informasi Berdampak pada pengambilan keputusan yang buruk, termasuk dalam memilih informasi Literasi Media dan Informasi 30