KONSEP DAN METODE PERENCANAAN



dokumen-dokumen yang mirip
T I N J A U A N P U S T A K A

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desain struktur merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menjamin

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

Gambarkan dan jelaskan grafik hubungan tegangan regangan untuk material beton dan baja!

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melihat sejarah panjang gempa bumi di Indonesia, wilayah Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

Penerbit Universiras SematangISBN X Judul Struktur Beton

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

KOLOM (ANALISA KOLOM LANGSING) Winda Tri W, ST,MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Dalam hal ini saya akan mencoba. beberapa hal yang harus diperhatikan.

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Beton Bertulang

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Kolom bulat dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

BAB V BALOK PERSEGI DAN PLAT BERTULANGAN TARIK

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Studi kasus pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah perancangan gedung

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. : Perancangan Struktur Beton. Pondasi. Pertemuan 12,13,14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen struktur yang harus diperhatikan. penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai

BAB III LANDASAN TEORI. dibebani gaya tekan tertentu oleh mesin tekan.

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

tegangan tekan disebelah atas dan tegangan tarik di bagian bawah, yang harus ditahan oleh balok.

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

24 2 KONSEP DAN METODE PERENCANAAN A. Perkembangan Metode Perencanaan Beton Bertulang Beberapa kajian awal yang dilakukan pada perilaku elemen struktur beton bertulang telah mengacu pada teori kekuatan batas, misalnya teori lentur Thullie tahun 1897 dan teori distribusi tegangan parabolik yang disampaikan Ritter pada tahun 1899. Meskipun demikian pada era 1900-an teori garis lurus (elastik) yang disampaikan oleh Coignet dan Tedesco lebih diterima, dengan alasan teori ini sejalan dengan metode-metode perencanaan konvensional yang telah diterapkan pada berbagai jenis bahan bangunan lainnya. Selain itu, penggunaan metode distribusi tegangan garis lurus akan membutuhkan pendekatan matematis yang lebih sederhana. Alasan pendukung lainnya mengemukakan bahwa berbagai hasil penelitian dan pengujian menunjukkan bahwa penerapan teori elastik dengan pemilihan nilai tegangan ijin yang tepat dapat mengantarkan perilaku struktur yang memuaskan pada saat menanggung beban kerja dengan selang keamanan yang mencukupi. Berbagai alasan itulah yang menyebabkan teori elastik menjadi dasar perencanaan struktur beton bertulang selama beberapa dekade. Ketertarikan terhadap penerapan metode kekuatan batas muncul kembali pada tahun 1950-an. Setelah lebih dari setengah abad mendapatkan berbagai pengalaman praktis yang dipadukan dengan hasil pengujian laboratorium, pengetahuan tentang perilaku struktur beton semakin bertambah, sehingga berbagai keterbatasan pada penerapan metode elastik menjadi lebih diketahui. Selama masa tersebut metode elastik dijadikan sebagai dasar perencanaan struktural yang pada akhirnya justru menunjukkan bahwa seharusnya perencanaan struktur beton bertulang lebih cocok menggunakan dasar perilaku inelastik beton dan baja tulangan. Mulai saat itulah metode kekuatan batas dapat diterima sebagai metode perencanaan alternatif sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perencanaan beton bertulang yang dikeluarkan American Concrete Institute (ACI) tahun 1956 di Amerika, diikuti oleh lembaga yang berwenang di Inggris pada tahun 1957. Konsep-konsep yang menjadi

25 dasar berkembangnya kedua metode tersebut dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikut. 1. Metode tegangan kerja (teori elastik) Potongan penampang pada eleman struktur direncanakan dengan asumsi adanya hubungan tegangan-regangan secara linear (berbentuk garis lurus), untuk memastikan bahwa pada saat beban bekerja maka tegangan yang terjadi pada baja tulangan dan beton tidak melampaui tegangan-tegangan ijin yang diperkenankan. Besarnya tegangan ijin ditentukan berdasarkan kekuatan tekan ultimate beton dan kuat leleh baja dengan suatu nilai proporsi yang telah ditentukan. Misalnya, pada material beton yang menerima tegangan tekan akibat bekerjanya momen lentur diberikan batasan tegangan ijin sebesar 45% dari kuat tekan silinder beton yang dihasilkan. 2. Metode kekuatan batas (ultimate strength design) Penampang melintang pada elemen struktur direncanakan dengan memperhitungkan perilaku regangan inelastik sampai dicapai batas maksimum kekuatan material (kekuatan beton diperhitungkan sampai batas kuat tekan ultimate, dan baja tulangan diperhitungkan sampai dicapai tegangan leleh). Alalsan-alasan yang menjadi dasar berkembangnya metode kekuatan batas antara lain: a. Penampang beton bertulang memiliki perilaku inelastik pada intensitas beban yang besar, sehingga teori elastik tidak dapat memperkirakan batas kemampuan sesungguhnya yang dimiliki oleh elemen tersebut. b. Metiode kekuatan batas memungkinkan pemilihan faktor beban secara lebih rasional. Pada jenis beban yang besarnya dapat diketahui secara pasti diberikan nilai faktor beban yang lebih kecil seperti halnya beban mati, sedangkan pada jenis beban yang besarnya tidak dapat ditentukan secara pasti diberikan nilai faktor beban yang lebih besar misalnya beban hidup. c. Diagram tegangan-regangan beton bersifat nonlinear dan bergantung waktu. Seperti halnya regangan akibat rangkak yang muncul sebagai akibat bekerjanya beban secara terus menerus, regangan rangkak dapat bernilai beberapa kali lebih besar daripada regangan elastik awal. Dengan

26 demikian, nilai rasio modular (rasio antara modulus elastisitas baja terhadap beton) yang dipergunakan pada metode tegangan keja hanya merupakan suatu taksiran kasar. Regangan rangkak dapat mengakibatkan redistribusi tegangan pada penampang beton secara signifikan, yang berarti tegangan aktual yang terjadi pada masa layan sudah tidak sesuai lagi dengan tegangan yang dihitung pada saat perencanaan. d. Perencanaan dengan metode kekuatan batas telah memperhitungkan kekuatan cadangan yang muncul pada saat dicapai fase inelastik. e. Metode kekuatan batas dapat meningkatkan efisiensi penggunaan tulangan berkekuatan tinggi, dan memperkecil dimensi balok tanpa membutuhkan tulangan tekan. f. Metode kekuatan batas memungkinkan para perencana untuk memperhitungkan daktilitas struktur pada fase pasca elastik yang sangat bermanfaat dalam perencanaan struktur tahan gempa. 3. Metode kekuatan dan kemampuan layan (strength and seviceability) Setelah kedua metode perencanaan diatas dikembangkan dan diterapkan di lapangan, muncul kesadaran bahwa perencanaan beton bertulang yang ideal perlu menggabungkan berbagai asumsi rasional yang dikembangkan dalam metode tegangan kerja maupun kekuatan batas. Hal ini sangat diperlukan mengingat jika suatu penampang murni direncanakan dengan metode kekuatan batas, maka ditinjau dari faktor beban struktur tersebut tergolong aman, tetapi pada saat layan sangat dimungkinkan munculnya defleksi dan retak-retak yang dapat membahayakan struktur. Untuk memperoleh hasil perencanaan yang memuaskan, lebar retak dan defleksi haruslah dikontrol untuk memastikan masih dalam rentang aman yang rasional. Prosedur inilah yang terkait erat dengan penggunaan teori elastik. European Concrete Committee mulai memperkenalkan konsep perencanaan keadaan batas (limit state design) pada tahun 1964, metode ini mempersyaratkan bahwa perencanaan struktur harus mengacu pada beberap kondisi batas. Batasanbatasan utama yang harus diperhatikan antara lain: kekuatan pada saat bekerjanya beban ultimate, defleksi pada saat layan, dan retak yang terjadi saat bekerjanya beban

27 layan. Metode ini memperoleh sambutan positif di berbagai negara, pada konsepnyanya teori kekuatan batas lebih digunakan sebagai dasar perencanaan penampang sedangkan teori elastik digunakan untuk memastikan kemampuan layan. Konsep ini diaterima secara resmi oleh American Concrete Institute pada tahun 1971 dan terus dikembangkan hingga saat ini dengan istilah metode kekuatan dan kemampuan layan (strength and serviceability design method), yang juga dijadikan sebagai acuan dasar perencanaan struktur beton bertulang dalam SNI 03-2847-2002. B. Selang Keamanan Ditinjau dari Aspek Kekuatan Dalam proses perencanaan perlu diperhatikan aspek keamanan dari segi kekuatan. Dalam SNI 03-2847-2002 aspek ini dituangkan dalam ketentuan perencanaan berikut: 1. Faktor beban Faktor beban dipergunakan untuk memastikan tingkat keamanan yang mencukupi jika muncul peningkatan beban layan dari nilai beban yang diperhitungkan dalam perencanaan. Faktor beban juga dimaksudkan untuk menghindari besarnya defleksi secara berlebihan. Besarnya faktor beban bervariasi sesuai dengan jenis beban yang bekerja, semakin tinggi tingkat kepastian hitungan nilai beban yang bekerja maka akan semakin kecil faktor beban yang diberikan, misalnya beban mati memiliki tingkat kepastian yang lebih tinggi dari beban hidup dengan demikian nilai faktor beban mati akan lebih kecil dari faktor beban hidup. Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur beton harus memenuhi kuat perlu (U) mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini: 1,4D (2-1) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) (2-2) 1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (A atau R) (2-3) 0,9D ± 1,3W (2-4) 1,2D ± 1,1E + γ L L (2-5) 0,9D ± 1,1E (2-6)

28 Keterangan: D adalah beban mati akibat berat konstruksi, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain A adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak R adalah beban hujan, tidak termasuk akibat genangan air W adalah beban angin E adalah beban gempa, dihitung menurut SNI 03-1726-2002, dengan, Nilai γ L boleh diambil sebesar 0,5 sebagai faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada Persamaan 2-3, dan 2-5, kecuali untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kpa nilai dengan 1,0. γ L harus diambil sama Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam perencanaan, maka pada Pers. (2-2) ditambahkan 1,6H, kecuali bahwa pada keadaan di mana D atau L mengurangi pengaruh H, maka nilai U maksimum ditentukan dengan mengganti 1,2D pada Pers. (2-2) dengan 0,9D, dan nilai L diambil sama dengan nol. Untuk setiap kombinasi dari D, L, dan H, nilai kuat perlu U tidak boleh lebih kecil dari Pers. (2-2). Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida, F, yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan baik, dan ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan faktor beban 1,3, dan ditambahkan pada semua kombinasi beban yang memperhitungkan beban hidup. Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam perencanaan maka pengaruh tersebut harus disertakan pada perhitungan beban hidup L.

29 Kuat perlu (Mu) adalah kekuatan minimal elemen struktur yang harus dapat dipenuhi dalam proses perencanaan, dihitung berdasarkan hasil kombinasi beban dan gaya terfaktor yang terbesar, sesuai dengan ketentuan tata cara perencanaan SNI 03-2847-2002. 2. Faktor reduksi kekuatan Faktor reduksi kekuatan ϕ dimasukkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan pada asumsi-asumsi perhitungan, kemungkinan kurangnya homogenitas kekuatan material, proses pengerjaan dan dimensi. Masing-masing faktor diatas bisa saja masih dalam toleransi yang diperkenankan, namun secara akumulatif dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampang. Kekuatan nominal (Mn) atau kekuatan ideal adalah kapasitas kekuatan elemen struktur yang dihitung dalam proses perencanaan, dimana diasumsikan semua persamaan yang digunakan telah terbukti benar dalam kerangka keilmuan, semua material yang digunakan memenuhi mutu yang dipersyaratkan, dan ukuran terpasang tepat sesuai gambar rencana. Kekuatan rencana (M R ) merupakan kekuatan struktur yang boleh diperhitungkan dalam perencanaan untuk menahan beban yang bekerja. Kuat rencana dihitung dengan mengalikan kekuatan nominal dengan faktor reduksi kekuatan ϕ, sebagai antisipasi kemungkinan adanya simpangan antara kenyataan terpasang dengan asumsi dalam perencanaan. Kekuatan rencana minimal yang disebut juga sebagai kekuatan nominal perlu dapat dihitung dengan membagi kuat perlu dengan faktor reduksi kekuatan ϕ. SNI 03-2847-2002 menetapkan besarnya faktor reduksi kekuatan ϕ ditentukan oleh jenis beban yang ditanggung oleh elemen struktur yang bersangkutan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2-1.

30 TABEL 2-1 FAKTOR REDUKSI KEKUATAN PADA BERBAGAI KONDISI PEMBEBANAN Pembebanan Elemen Struktur Faktor Reduksi Kekuatan ϕ Lentur, dengan aksial tarik atau tanpa aksial tarik Lentur dengan aksial tekan: Berpengikat spiral Berpengikat sengkang Beban aksial tekan sangat kecil (kurang dari 0,10.f c.ag sampai nol) Geser dan Torsi 0,80 0,70 0,65 0,80 0,75 Dalam proses perencanaan, besaran beban ultimate dihitung dengan dasar kuat perlu, sedangkan kekuatan struktur efektif dihitung berdasarkan kuat rencana. Dengan demikian, besarnya faktor keamanan sesungguhnya yang terdapat dalam suatu elemen struktur dapat dihitung berdasarkan kombinasi beban kerja, nilai faktor beban, dan nilai faktor reduksi kekuatan. Contohnya, kasus perencanaan lentur pada balok yang melibatkan beban mati dan beban hidup, angka keamanan yang diberikan dapat dihitung sebagai berikut: UDL. D + ULL. L 1 sf = x (2-7) D + L ϕ di mana: sf = angka keamanan U DL = faktor untuk beban mati (1,2) U LL = faktor untuk beban hidup (1,6) D = beban mati L = beban hidup ϕ = faktor reduksi kekuatan untuk elemen lentur (0,8) Pada umumnya, setiap elemen struktur masih memiliki probable strength yang merupakan potensi kelebihan kekuatan dari nilai yang ditunjukkan dalam perhitungan kekuatan nominal, sebagai akibat proses pengendalian mutu yang biasanya menghasilkan kekuatan material terpasang (beton maupun baja) memiliki kekuatan lebih besar dari kualitas yang dipersyaratkan dalam perencanaan.

31 C. Kemampuan Layan Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja. Munculnya defleksi yang berlebihan dihindari dengan adanya ketentuan-ketentuan berkaitan dengan batasan dimensi minimum yang harus dipenuhi dalam setiap perencanaan elemen struktur. Ketentuan-ketentuan tentang batasan minimum dimensi penampang elemen struktur yang berkaitan dengan batasan defleksi demi menjamin kemampuan layan struktur diatur dalam SNI 03-2847-2002 pasal 9.5. Perhitungan dimensi penampang ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian perencanaan komponen lentur untuk pelat dan balok. Hal lain yang juga perlu diperhatikan disamping kekuatan dan kemampuan layan adalah daktilitas struktur. Tingkat daktilitas sangat menentukan perilaku struktur mulai saat pertama menerima beban kerja sampai terjadinya keruntuhan. Pola keruntuhan perlu diperhitungkan untuk menghindari terjadinya keruntuhan struktur secara getas atau mendadak, dengan kata lain harus diupayakan kemampuan struktur untuk berdeformasi sebagai tanda awal kegagalan struktur sehingga dapat dihindari terjadinya korban jiwa. Untuk memperoleh perilaku daktail struktur beton bertulang perlu diperhatikan rasio tulangan longitudinal, panjang penyaluran, dan sengkang pada elemen dengan beban aksial tekan. D. Pola Keruntuhan Elemen Beton Bertulang Beton bertulang pada prinsipnya merupakan material komposit yang menggabungkan komponen beton untuk menahan gaya tekan dan baja tulangan untuk menahan gaya tarik yang bekerja. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar tepri lentur dalam analisis penampang dapat diketahui bahwa untuk letak garis netral tertentu, perbandingan antara regangan baja dengan regangan beton maksimum dapat ditetapkan berdasarkan distribusi regangan linear. Sedangkan letak garis netral tergantung pada jumlah baja tulangan tarik yang dipasang pada suatu penampang sedemikian sehingga blok tegangan tekan beton mempunyai kedalaman cukup agar dapat tercapai keseimbangan gaya-gaya, dimana resultante gaya tekan pada beton

32 seimbang dengan gaya tarik pada baja tulangan. Apabila luas baja tulangan tarik pada penampang ditambah, kedalaman blok tekan pada beton bertambah pula, sehingga posisi garis netral bergeser ke bawah. Apabila jumlah baja tulangan tarik sedemikian hingga letak garis netral pada posisi dimana akan terjadi regangan leleh pada baja tulangan dan regangan maksiumum sebesar 0,003 secara bersamaan, maka penampang disebut bertulangan seimbang (balance). Kondisi keseimbangan regangan menempati posisi penting karena merupakan pembatas antara dua keadaan penampang beton bertulang dengan pola keruntuhan yang berbeda. Apabila didalam penampang balok beton bertulang terdapat jumlah baja tulangan tarik lebih dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, maka balok dengan kondisi semacam ini disebut bertulangan lebih (over-reinforced). Berlebihnya baja tulangan tarik mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah, sehingga pada saat dicapai beban kritis akan berakibat beton terlebih dahulu mencapai regangan maksimum (0,003), sedangkan baja belum mencapai regangan leleh. Jika pembebanan terus dilanjutkan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan regangan hingga kemampuan batas beton terlampaui, hal ini berakibat terjadinya keruntuhan yang didahului beton hancur secara mendadak tanpa diawali gejala-gejala kerusakan terlebih dahulu, disebut sebagai pola keruntuhan tekan. ε C = 0,003 ε C < 0,003 g.n. tampang bertulangan kurang garis netral tampang bertulangan seimbang g.n. tampang bertulangan lebih ε S < ε y ε y Gambar 2.1 Variasi Letak garis Netral

33 Suatu kondisi dimana penampang balok beton bertulang dengan jumlah baja tulangan tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang demikian disebut sebagai balok bertulangan kurang (under-reinforced). Letak garis netral akan berada diatas garis netral dalam kondisi seimbang. Dalam kondisi ini baja tulangan tarik akan terlebih dahulu mencapai regangan leleh sebelum beton mencapai regangan maksimumnya. Jika pembebanan terus dilanjutkan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan regangan hingga regangan leleh baja terlampaui, hal ini berakibat terjadinya keruntuhan yang didahului dengan mulurnya batang baja tulangan tarik yang mulai memasuki fase leleh. Hal ini berarti baik regangan beton maupun baja terus bertambah tetapi gaya tarik yang bekerja pada baja tulangan tidak bertambah besar. Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya horisontal H= 0, kemampuan menahan gaya tekan pada beton tidak mungkin meningkat sedangkan tegangan tekannya terus meningkat berusaha mengimbangi beban, sehingga berakibat luas daerah tekan pada beton menyusut (berkurang) yang berarti posisi garis netral bergerak ke atas. Proses tersebut diatas akan terus berlangsung sampai suatu saat daerah tekan pada beton tidak mampu lagi menahan beban tekan san hancur sebagai efek sekunder. Pola keruntuhan semacam ini sangat dipengaruhi peristiwa meluluhnya baja tulangan tarik yang meningkat secara bertahap. Segera setelah baja mencapai titik leleh, lendutan balok meningkat tajam sebagai tanda awal terjadinya keruntuhan beton bertulang. Pola keruntuhan tarik semacam inilah yang sangat diharapkan untuk menghindari kerugian harta mapun jiwa yang berada dalam struktur bangunan gedung. Variasi letak garis netral pada berbagai pola keruntuhan beton bertulang ditunjukkan pada Gambar 2.1. E. Sistem Struktur Beton Bertulang Struktur bangunan harus dirancang dengan memperhatikan aspek arsitektural, kekuatan maupun kemampuan layan dalam menanggung beban rencana sesuai dengan fungsi bangunan yang diinginkan. Bentuk dan fungsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam suatu perencanaan bangunan untuk memenuhi keinginan pemakai agar diperoleh bangunan yang kokoh, menarik dan efisien ditinjau dari sisi biaya konstruksi. Pada umumnya struktur bangunan dirancang untuk masa layan 50

34 tahun, kendati demikian kenyataan menunjukkan umur layan struktur beton bertulang kebanyakan dapat melebihi umur yang direncanakan tersebut. Sistem struktur beton bertulang pada bangunan gedung terbentuk sebagai susunan berbagai elemen struktur utama. Elemen-elemen tersebut dapat diklasifikasikan sebagai: (1) pelat, (2) balok, (3) kolom, (4) dinding, dan (5) pondasi. 1. Pelat Pelat merupakan elemen struktur bidang dalam arah horisontal yang berfungsi untuk mentransfer beban hidup (sesuai fungsi bangunan), maupun beban mati (akibat berat sendiri) yang bekerja tegak lurus bidang pelat untuk diteruskan ke sistem struktur portal yang ada di bawahnya. Pelat lantai umumnya diperhitungkan sebagai elemen pelat lentur, yang diklasifikasikan menjadi pelat satu arah (menerima momen lentur dalam satu arah) dan pelat dua arah (menerima momen lentur dalam dua arah) berdasarkan rasio bentang memanjang terhadap bentang melintang. Berdasarkan kondisi pertemuan antara panel pelat dengan tumpuannya, elemen pelat lantai dapat dibedakan menjadi: pelat dengan balok sebagai tumpuan, dan pelat datar dengan penebalan maupun tanpa penebalan yang langsung ditumpu kolom. 2. Balok Balok merupakan bagian dari sistem struktur portal yang dianggap sebagai elemen garis (satu arah) dengan fungsi utama meneruskan beban yang bekerja pada panel pelat menuju kolom yang ada di bawahnya. Elemen struktur ini memiliki komponen gaya dalam utama berupa momen lentur dan gaya geser akibat bekerjanya beban transversal. Pada umumnya balok dipasang secara monolith (menyatu sempurna) dengan pelat, sehingga dalam perhitungannya dapat dianggap sebagai balok T untuk balok interior dan balok L pada balok eksterior. 3. Kolom Kolom merupakan bagian dari struktur portal pada bangunan gedung yang dipasang dalam arah vertikal dengan dimensi tinggi tidak tertopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Fungsi utama kolom adalah untuk meneruskan beban dari pelat dan balok yang ada diatasnya menuju pondasi. Elemen struktur ini juga diperhitungkan sebagai elemen garis dengan komponen gaya utama berupa gaya

35 aksial tekan, momen lentur dan juga gaya geser (terutama akibat bekerjanya gaya lateral berupa beban gempa ataupun beban angin). 4. Dinding Dinding merupakan komponen bangunan gedung dalam arah vertikal. Pada umumnya, dinding tidak terbuat dari beton bertulang dan merupakan elemen nonstruktural namun dengan alasan estetika dan fungsi komponen ini tetap diperlukan. Dinding yang dihitung sebagai komponen struktural dan dibuat dari bahan beton bertulang dapat dijumpai pada sistem pondasi dinding pada basement maupun dinding geser pada perencanaan struktur tahan gempa. 5. Pondasi Pondasi merupakan komponen penting dalam struktur bangunan gedung yang berfungsi meneruskan beban struktur dari pelat, balok, dan kolom menuju lapisan tanah keras yang ada di bawahnya. Jenis pondasi yang paling sederhana adalah pondasi telapak setempat dengan bentuk bujur sangkar ataupun empat persegi panjang. Sistem pondasi yang lain diantaranya: pondasi telapak gabungan, pondasi telapak tiang pancang, pondasi telapak dinding, dan pondasi pelat. Komponen gayagaya utama yang bekerja dalam pondasi telapak adalah momen lentur dan gaya geser.