Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara



dokumen-dokumen yang mirip
REVIEW HASIL CEK LAPANGAN PEMETAAN RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1:25

BAB I PENDAHULUAN. mencakup daerah kepulauan seperti daerah Kepulauan Seribu dan Raja Ampat.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PEMBAKUAN NAMA RUPABUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualitas masyarakat dan dapat menambah rasa cinta tanah air

PROSES REKOMENDASI BIG LAMPIRAN PETA RDTR PUSAT PEMETAAN TATA RUANG DAN ATLAS, BIG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Seperti halnya di Indonesia, sektor pariwisata diharapkan dapat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Mekanisme Persetujuan Peta untuk RDTR. Isfandiar M. Baihaqi Diastarini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nom

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. tersebar di muka bumi, serta menggambarkan fenomena geografikal dalam wujud

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda-beda. Kekayaan itu menyebar ke seluruh daerah termasuk Sumatera

OUTLOOK. Pusat Tata Ruang dan Atlas 2017

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Geodesi dan Keterkaitannya dengan Geospasial

12 Tempat Wisata di Pulau Lombok yang Indah

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

Gasetir Sebagai Bagian Kekayaan Budaya Bangsa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT


BAB I PENDAHULUAN. Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik menurut Gubernur Jakarta, Basuki

BAB I PENDAHULUAN [TYPE HERE] [TYPE HERE]

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

2015 PENGEMBANGAN FASILITAS WISATA BERDASARKAN PREFERENSI WISATAMWAN DI BANYU PANAS KABUTPATEN CIREEBON

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PRT/M/2014

PENELITIAN GEOGRAFI I

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

Pemetaan Desa. Untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan. Prof. Hasanudin Z. Abidin Kepala Badan Informasi Geospasial

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PEMETAAN WISATA ALAM DAN BUDAYA SEBAGAI USAHA PERKEMBANGAN KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. SIMBOL, NOTASI, DAN KODE UNSUR, UNSUR-UNSUR PERAIRAN PETA DASAR

Oleh : Pakomius Darnosata Hamon

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016, No Indonesia Nomor 2514); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tamba

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bali, yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan daya tarik yang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa: Negara Indonesia ialah

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu pariwisata perlu dikelola dan dikembangkan agar. itu sendiri maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat 1.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan erat dengan jarak. Hal itu berkaitan dengan pola persebaran yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lima pulau besar yang dimiliki serta pulau-pulau kecil yang tersebar dari

Renja ( Rencana kerja ) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pasaman Barat Tahun Indikator Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya adalah sebanyak jiwa (Kotabaru Dalam Angka 2014).

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUANB I PENDAHULUAN. daerah membuat pemerintah daerah dipacu untuk dapat memberdayakan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan pemerintah untuk rakyatnya. manusia/sdm) cenderung tidak merata yang pada akhirnya memunculkan

UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III TINJAUAN UMUM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI BATAS WILAYAH DESA

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

Transkripsi:

Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara Negara ini luas. Indonesia, dengan segala kekayaannya, hamparan pulau ini layaknya sebuah surga untuk mereka yang merasa memilikinya. Penjelajahan mengelilingi nusantara pun menjadi pilihan bagi sebagian orang, dibandingkan menggantungkan mimpinya untuk mengunjungi London, Paris, atau New York. Ya, kata mereka yang sangat mencintai bangsa dan negerinya, Lombok dan Bali mungkin lebih menawan dibandingkan seluruh tempat terindah yang ada di dunia. Tempat wisata dan terkenal memang menjadi sebuah destinasi menarik, tapi layaknya mengenal seseorang, tak selalu yang ditampilkan adalah apa yang paling menakjubkan dari dirinya. Begitu pun mengenal negeri ini, tak selalu apa yang menjadi sorotan media yang notabene menjadi salah satu faktor sebuah tempat menjadi tersohor adalah sebuah tujuan akhir yang menjadi ujung dari perjalanan mengesankan di sebuah pulau atau distrik. Terkadang apa yang tersembunyi justru lebih meninggalkan kesan mendalam karena tak semua kaki mampu menjamah. Dan untuk sebuah profesi bernama Surveyor, kesempatan itu bukan hal yang jarang terjadi. Penjelajahan mengenal negeri terbuka lebar untuk mereka yang bergerak di bidang survei dan pemetaan. Sebuah kesempatan untuk menjejakkan kaki di tempat yang bukan menjadi pilihan utama untuk wisatawan. Bukan karena sebuah lokasi tak menarik, melainkan begitu banyak faktor yang menjadikan tempat tersebut tak pernah terekspos: akses yang sulit, kalah pamor dibandingkan lokasi lain yang sejenis, atau justru memang masyarakatnya menghendaki tempat tersebut menjadi tempat terlindungi yang tak boleh dibuka untuk umum. Inilah yang menarik, dan survei kelengkapan lapangan mampu membuat kita mencapai itu semua. Pengenalan negeri juga terjadi seperti kita ingin mengenal nama seseorang. Siapa namamu?, mungkin seperti itulah kalimat yang menggambarkan pertanyaan yang menganalogikan pencarian nama rupabumi dalam survei kelengkapan lapangan. Tak hanya itu, bahkan apa arti namamu?, kenapa kau memilih nama itu?, dan bagaimana asal muasal nama itu bisa melekat pada dirimu? juga turut mengiringi pencarian fakta mengenai nama sebuah tempat atau lebih akrab disebut toponim dalam bahasa geospasial. Di sinilah keunikan sebuah daerah mampu ditemukan dengan mudah, dan fakta bahwa negara ini memiliki budaya yang begitu kaya akan mampu dibuktikan dalam usaha kita menemukan nama-nama yang akhirnya akan ditampilkan dalam peta dasar di negeri ini. Kebenaran informasi. Sebuah syarat yang tidak bisa ditawar lagi dalam perolehan data kelengkapan lapangan, dimana nama rupabumi menjadi salah satunya. Sudah pasti demikian, karena survei kelengkapan lapangan memang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang tidak bisa didapatkan dari hasil plotting di depan komputer. Menilik aturan pasti bahwa peta dasar yang digunakan dalam pembuatan

peta tematik di Indonesia harus mengacu pada peta rupabumi milik Badan Informasi Geospasial, sudah tentu informasi yang dituangkan dalam peta dasar buatan BIG harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Inilah yang melandasi mengapa pencarian nama rupabumi yang berkaitan dengan bahasa dan budaya lokal harus ditujukan kepada orang yang tepat. Dalam prakteknya, usaha pencarian nama rupabumi tersebut harus melibatkan aparat pemerintah setempat yang mengerti benar mengenai wilayahnya, seperti kepala desa atau tetua masyarakat. Hal ini tidak lepas dari prinsip toponim, bahwa nama rupabumi harus berasal dari bahasa lokal setempat dan memiliki arti yang mencerminkan bahasa lokal di daerah tersebut. Tentu saja, karena seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa budaya adalah salah satu kekayaan negeri yang harus dilestarikan, dan mempertahankan nama tempat dalam bahasa aslinya merupakan salah satu cara dalam menghormati budaya sekaligus sejarah masyarakat setempat. Pengumpulan nama rupabumi dalam survei kelengkapan lapangan diawali dari penggalian informasi dari sumber yang terpercaya mengenai unsur-unsur alam sekaligus data-data infrastruktur yang ada dalam sebuah desa. Pengambilan unsur toponim dilakukan secara menyeluruh terhadap semua unsur yang mempunyai nama rupabumi, yaitu unsur terestris (seperti pegunungan, bukit, lembah), unsur hidrografis (laut, danau, sungai, selat), unsur permukiman (kota, desa, kampung), dan unsur nonpermukiman (kawasan industri, pelabuhan, perkebunan). Pencarian nama rupabumi dengan melibatkan aparat setempat Setelah mendapatkan data nama-nama unsur rupabumi dari kepala desa atau tetua masyarakat, selanjutnya surveyor harus mengambil objek-objek rupabumi tersebut dalam bentuk koordinat dan foto yang merepresentasikan toponim yang diambil

(misalnya dengan mengambil foto dari papan kantor desa atau sekolah). Nama-nama rupabumi tersebut perlu dibandingkan dengan data sebelumnya serta diuji dengan kaidah penulisan yang benar. Toponim berkaitan dengan bahasa, yang artinya tidak lepas dari unsur penulisan dan pengucapan. Secara penulisan, nama unsur rupabumi harus mengikuti pola penulisan ejaan yang disempurnakan dan harus konsisten untuk setiap penulisan nama rupabumi di Indonesia. Sedangkan secara pengucapan, dialek adalah aspek yang harus diperhatikan dalam hal ini, karena kekayaan budaya yang ada di Indonesia turut mempengaruhi logat dan cara bicara setiap daerah yang ada di pelosok negeri ini. Atas dasar itulah, setiap nama rupabumi yang dianggap unik perlu direkam dengan perekam suara untuk mendokumentasikan cara pengucapan nama sebuah tempat oleh masyarakat asli wilayah tersebut. Nama-nama geografis yang sudah didapatkan pada akhirnya ditulis pada peta manuskrip di posisi grid yang sesuai, serta pada formulir nama-nama rupabumi untuk diketahui dan disahkan oleh pejabat setempat. Survei toponim Perjalanan mengarungi negeri atas nama survei juga memiliki tujuan lain dalam usaha mewujudkan otonomi daerah yang baik dengan penarikan batas administrasi daerah yang melibatkan aparat setempat. Sebuah tindakan mandiri dalam pengelolaan sebuah wilayah tentu memerlukan batas wilayah administrasi, dan mungkin inilah salah satu bentuk kontribusi surveyor dalam bakti untuk negerinya. Ya, garis batas wilayah yang mengalir (sebagian besar mengikuti unsur alam) di peta memang hasil karya para surveyor negeri ini, sebuah usaha nyata dalam mewujudkan otonomi daerah yang jelas, pasti, dan tertib. Tak berbeda dengan pengumpulan nama rupabumi, penarikan garis batas indikatif hingga level desa pada survei kelengkapan lapangan peta RBI juga harus melibatkan aparat pemerintah yang kompeten mengenai batas wilayahnya. Secara teknis, penarikan batas indikatif desa dilakukan di atas peta manuskrip, dimana surveyor memiliki tugas dalam memandu aparat desa dalam membaca peta tersebut. Tentu saja,

pertanyaan apakah semua orang dapat membaca peta garis dengan baik meskipun peta yang dibaca adalah peta wilayahnya sendiri? sudah diantisipasi dengan menyediakan peta lain dalam bentuk peta citra cetak yang diharapkan dapat mempermudah aparat desa dalam mengenal objek-objek yang ada dalam peta. Jika pun para kepala desa masih kesulitan dalam membaca peta citra, masih ada alternatif lain, yaitu menyajikan citra tersebut dalam bentuk digital dan dilengkapi dengan pointpoint hasil survei kelengkapan lapangan untuk mempermudah pengenalan suatu objek di citra tersebut. Metode ini cukup efektif ketika para petinggi desa dalam satu kecamatan atau lebih dikumpulkan untuk kemudian dilakukan penarikan garis batas bersama secara digital. Penarikan batas indikatif desa oleh aparat setempat Penarikan batas menggunakan citra digital

Pada akhirnya, semua hasil survei kelengkapan lapangan harus mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak yang berwenang dalam daerah tersebut. Persetujuan itu dilakukan dalam bentuk pengesahan yang dituangkan dalam cap/stempel dan tanda tangan aparat yang berwenang. Untuk peta manuskrip yang sudah diisi dengan nama rupabumi dan garis batas indikatif harus disahkan oleh para camat yang wilayahnya tercakup dalam Nomor Lembar Peta (NLP) peta manuskrip tersebut. Sedangkan untuk formulir nama geografis harus mendapat pengesahan dari Kepala Desa yang bersangkutan. Pengesahan oleh camat Inilah survei. Jika dilihat dari sisi yang sederhana, kegiatan ini memang hanya sebuah aktivitas rutin dalam dunia kerja sebagai seorang staf Badan Informasi Geospasial. Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain secara lebih luas, ini adalah sebuah petualangan hebat dalam mengelilingi pelosok nusantara, sekaligus memberikan sedikit peran kita sebagai abdi negara untuk mewujudkan informasi geospasial yang baik di negeri ini. Semua itu akan bermuara pada satu tujuan: Menata Indonesia yang Lebih Baik. Danang Budi Susetyo Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial