PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G

NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

Serikat Pekerja/Serikat Buruh

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 17 TAHUN 2005 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/I/2005 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEKADAU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SEKADAU

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPMEN NO. 231 TH 2003

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/MEN/98 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PELAPORAN DAN PEMERIKSAAN KECELAKAAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Transkripsi:

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1

2 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL.: 1 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: Mengingat: Bahwa dalam rangka melengkapi petunjuk-petunjuk terkait di lingkungan Polri serta sebagai pedoman resmi yang digunakan untuk mengatur tindakan Polri terhadap pelaksanaan penegakan hukum dan ketertiban dalam perselisihan hubungan industrial, dipandang perlu menetapkan Peraturan Kapolri. 1. Undang undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 3

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. 4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. 5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh. 6. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 8. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Memperhatikan: 1. Hasil Koordinasi Polri dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenegakerjaan, organisasi pengusaha dan serikat pekerja. 2. Saran dan pertimbangan Staff di lingkungan Mabes Polri serta hasil seminar lintas fungsi dan Departement terkait. 4 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

MEMUTUSKAN Menetapkan: 1. Pedoman Tindakan Polri tentang Penegakan Hukum dan Ketertiban Dalam Perselisihan Hubungan Industrial, sebagaimana naskah terlampir. 2. Peraturan ini agar dijadikan pedoman dalam pelaksanaan tugas Polri di lapangan. 3. Hal hal lain yang belum tercantum dalam peraturan ini akan di atur kemudian. 4. Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Peraturan ini, akan diadakan pembetulan seperlunya. 5. Peraturan Kapolri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di: Jakarta Pada tanggal: 24 Maret 2005 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Drs. DA I BACHTIAR, S.H. JENDERAL POLISI 5

Kepada Yth : 1. Kabareskrim Polri 2. Kababinkam Polri 3. Kabaintelkam 4. Kakorbrimob Polri 5. Para Kapolda Tembusan : 1. Wakapolri 2. Irwasum Polri 3. Para Deputi Kapolri 4. Para Kadiv Polri 5. Kalemdiklat Polri 6 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

I. PENDAHULU AHULUAN AN 1. Umum a. Perselisihan hubungan industrial yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang ditetapkan dengan undang-undang dapat berakibat pada pelaksanaan aksi mogok kerja dan unjuk rasa oleh pekerja, atau penutupan perusahaan oleh pengusaha. b. Setiap aksi mogok kerja, unjuk rasa pekerja atau penutupan perusahaan pada umumnya dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat. c. Dalam situasi seperti dimaksud dalam huruf b. dan dalam perselisihan hubungan industrial secara umum, diperlukan tindakan Polri yang tepat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memungkinkan pelaksanaan hak pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh serta pengusaha untuk mogok kerja, unjuk rasa, serta penutupan perusahaan. 7

d. Agar pelaksanaan tindakan kepolisian seperti dimaksud dalam huruf c. dapat dilaksanakan secara profesional, proporsional dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka dipandang perlu untuk menyusun Panduan ini. 2. Dasar a. Undang-Undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. b. Undang-Undang No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta. c. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. d. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. e. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh. f. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. g. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 8 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

h. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 3. Ketentuan Umum a. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. b. Pengusaha adalah: 1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum 9

yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam butir 1) dan 2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. c. Perusahaan adalah: 1) setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; 2) usaha-usaha sosial dan usahausaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. d. Organisasi pengusaha adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pengusaha, yang berwenang mewakili pengusaha dalam masalah ketenagakerjaan dan hubungan industrial. e. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 10 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

f. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. g. Mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan nasional yang berlaku. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan serta instansi lain seperti disebutkan dalam peraturan perundangan tersebut. h. Mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersamasama dan/atau oleh serikat pekerja/ serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan, yang dilakukan secara sah, tertib dan damai. i. Unjuk rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih 11

untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan atau tulisan secara demonstratif dengan aman dan tertib. j. Penutupan perusahaan (lockout) adalah tindakan pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan, dan dilakukan secara sah, tertib dan damai. 4. Tujuan a. Panduan ini ditetapkan untuk mengatur secara resmi tindakan anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, serta menegakkan hukum pada saat dan akibat dari perselisihan hubungan industrial, dan pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa dan penutupan perusahaan. 12 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

II. PROSEDUR TINDAK AKAN AN 5. Koordinasi a. Kepolisian setempat melakukan koordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau organisasi pengusaha dan serikat pekerja di wilayahnya masing-masing agar dapat mengetahui perselisihan hubungan industrial, rencana pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan. 6. Penempatan Kesatuan Polri a. Kesatuan Polri dapat di tempatkan pada area perselisihan hubungan industrial, pemogokan, unjuk rasa atau penutupan perusahaan atas permintaan dari Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, pekerja atau serikat pekerja, serta pengusaha atau organisasi pengusaha, atau atas penilaian Polri. b. Penempatan Kesatuan Polri seperti dimaksud dalam huruf a. bertujuan 13

14 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI untuk memberikan perlindungan dan pelayanan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta memungkinkan pekerja dan pengusaha melaksanakan hak-hak mereka untuk mogok kerja, unjuk rasa atau menutup perusahaan secara sah, tertib dan damai. c. Anggota Kesatuan Polri yang ditempatkan pada suatu area untuk menghadapi perselisihan hubungan industrial, pemogokan, unjuk rasa atau penutupan perusahaan harus : 1) Selalu mengenakan seragam, tanda kesatuan dan identitas yang jelas; 2) Bersikap profesional dan proporsional, serta menjunjung tinggi hukum dan perundangundangan, dan hak asasi manusia; 3) Tidak memihak kepada pihakpihak yang berselisih; 4) Berprinsip bahwa semua pihak berkedudukan sama di depan hukum (equality before the law); 5) Memposisikan para pihak tersebut bukanlah lawan satu sama lain tetapi mitra dalam mencari ketenteraman industrial dan keadilan sosial;

6) Tidak melibatkan diri dalam perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial apapun. d. Dalam menghadapi mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan yang belum mengganggu keamanan dan ketertiban umum, anggota Polri ditempatkan pada radius paling dekat dua puluh lima (25) meter atau pada jarak pandang maksimal dari para pemogok kerja atau pengunjuk rasa. e. Permintaan untuk memperoleh bantuan Polri seperti dimaksud dalam huruf a. dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan, dengan disertai penjelasan singkat secara kronologis terhadap kemungkinan pelanggaran hukum. Permintaan tersebut harus disampaikan kepada Kantor Kepolisian setempat. Apabila permintaan dilakukan dengan lisan, disusulkan dengan permintaan tertulis paling lama 1 X 24 jam. 15

7. Tindakan Kepolisian a. Apabila terdapat ancaman dan gangguan nyata terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat dalam perselisihan hubungan industrial, dan pada pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan, maka anggota Polri wajib melakukan tindakan kepolisian secara tegas dan terukur, sesuai ketentuan dan perundangan yang berlaku. b. Tindakan Kepolisian seperti dimaksud dalam huruf a. dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka menegakkan hukum serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. c. Polri dapat melakukan upaya paksa melalui Pemanggilan, Penangkapan, Penggeledahan, Penyitaan, Pemeriksaan dan Penahanan terhadap siapa saja yang diduga melakukan tindak pidana pada saat perselisihan hubungan industrial, dan pada pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa, serta penutupan perusahaan, sesuai ketentuan dan perundangan yang berlaku. 16 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

8. Penggunaan Peralatan dan Senjata Api a. Sesuai dengan ancaman terhadap keamanan dan ketertiban dalam perselisihan hubungan industrial secara umum, dan pada pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan, peralatan yang dapat digunakan adalah tameng, tongkat Polisi T, megaphone, gas air mata, pemadam api, handycam dan kamera. b. Amunisi senjata api yang digunakan dalam menghadapi mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan adalah peluru hampa dan peluru karet. c. Penggunaan amunisi dengan jenis peluru tajam pada situasi ini tidak dibenarkan. d. Penggunaan peralatan dan senjata api seperti dimaksud dalam huruf a., b. dan c. dalam menghadapi mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan harus: 1) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 2) sesuai dengan Prosedur Tetap Polri Nomor: Protap/01/V/ 2001 tentang Penggunaan Senjata Api; 17

3) sesuai dengan Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/859/XII/ 2003; 4) sesuai dengan ketentuanketentuan Polri lainnya yang berlaku; dan 5) berdasarkan perintah Kepala Kesatuan Polri yang berwenang. e. Senjata api dapat digunakan pada situasi dimana terdapat ancaman yang nyata dan serius terhadap keselamatan jiwa dan harta benda, kehormatan khususnya : 1) Dalam keadaan yang sangat terpaksa (overmaacht dan noodweer) untuk mempertahankan diri atau orang lain terhadap ancaman yang nyata dari kematian atau cedera serius; 2) Untuk mencegah tindak pidana serius dan mengancam jiwa, kehormatan; dan 3) Untuk melumpuhkan dan bukan mematikan seseorang atau sekelompok orang yang memberikan ancaman tersebut. f. Dalam menggunakan peralatan pengendali massa dan senjata api, 18 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

anggota Polri harus memastikan bahwa bantuan dan pertolongan medis diberikan kepada setiap orang yang membutuhkan sebagai akibat dari penggunaan peralatan tersebut. 19

III. PERTANGGUNGJA ANGGUNGJAWABAN ABAN 9. Anggota Polri yang melampaui kewenangannya dalam melakukan tindakan kepolisian, menggunakan peralatan pengendali massa dan senjata api dalam perselisihan hubungan industrial, dan pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan dapat dikenakan sanksi disiplin, kode etik profesi Kepolisian maupun sanksi pidana sesuai tingkat pelanggarannya. 10. Semua pengaduan atau laporan tentang pelanggaran wewenang yang dilakukan oleh anggota Polri dalam perselisihan hubungan industrial dan pelaksanaan mogok kerja, unjuk rasa atau penutupan perusahaan harus diproses dan diputuskan sesuai dengan hukum, peraturan dan prosedur yang berlaku. 20 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI

IV. PENUTUP 11. Panduan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. 12. Panduan ini disusun untuk melengkapi petunjuk-petunjuk terkait yang sudah berlaku. 13. Panduan ini agar dijadikan pedoman dan dilaksanakan oleh seluruh anggota Kesatuan Polri. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 24 Maret 2005 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Drs. DA I BACHTIAR, S.H. JENDERAL POLISI 21