GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG



dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA BANJARMASIN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI SUMATERA BARAT

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan P

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2016 SERI D.5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KUALIFIKASI JABATAN FUNGSIONAL UMUM

KOTA SERI : NOMOR BEKASI TENTANG PROSEDUR. Menimbang : b. bahwaa. dan

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAMBI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWAKARTA,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA KEDIRI

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MERANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA BATU

WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara RI Tahun 1956 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1091) ; 3.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 33 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BENGKULU dan WALIKOTA BENGKULU MEMUTUSKAN:

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 80 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG URAIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KECAMATAN DI KABUPATEN BIMA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 112 TAHUN 2016 T E N T A N G

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH ISTIMEWA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI, KEWENANGAN, HAK DAN KEWAJIBAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 52 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 06 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA A KERJA POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KONAWE UTARA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 45 Tahun 2016 Seri E Nomor 33 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 45 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN MADIUN

WALIKOTA BUKITTINGGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 04 TAHUN 2013 T E N T A N G

BUPATI KEEROM PERATURAN DARAH KABUPATEN KEEROM NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

LAMPIRAN : PERATURAN WALIKOTA PADANG N O M O R T A H U N T A N G G A L. A. Pendahuluan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BALIKPAPAN

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KATINGAN

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 26 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 88 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

Transkripsi:

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DAN KERUSUHAN MASSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan menjaga kondisi ketenteraman dan ketertiban umum daerah, sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri 26 tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap Operasional Satuan Polisi Pamong Praja; b. bahwa agar pelaksanaan tugas Satuan Polisi Pamong Praja dapat berjalan secara optimal perlu adanya pedoman operasional prosedur tetap yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Prosedur Tetap Operasional Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa dan Kerusuhan Massa; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 3) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Jo. Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094); 7. Keputusan Bersama Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri No. 119/527/SJ/Tahun 2002 No. Pol.B/2300/UU/2002 tentang Penyelenggaraan Ketenteraman Ketertiban Umum dan Keamanan, Ketertiban Masyarakat; 8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap Operasional Satuan Polisi Pamong Praja; 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 tahun 2011 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja; 10. Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: Protap / 1 /X / 2010, tentang Penanggulangan Anarki; 11. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Istimewa Yogyakarta Tahun 2007 Nomor 7); 12. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 7); 13. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 65 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja (Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2008 Nomor 66); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DAN KERUSUHAN MASSA

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Prosedur tetap operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa adalah petunjuk bagi aparat Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum maupun dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. 2. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satuan Polisi Pamong Praja sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan produk hukum daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. 3. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur. 4. Perlindungan masyarakat adalah suatu keadaan dinamis dimana warga masyarakat disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan untuk melaksanakan kegiatan penanganan bencana guna mengurangi dan memperkecil akibat bencana, serta ikut memelihara keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, kegiatan sosial kemasyarakatan. 5. Unjuk rasa damai adalah perbuatan sekelompok orang atau massa yang melakukan protes/aksi karena tidak puas dengan keadaan yang ada dilakukan dengan damai tanpa kekerasan. 6. Kerusuhan massa adalah perbuatan sekelompok orang atau massa yang melakukan protes/aksi karena tidak puas dengan keadaan yang ada dengan melakukan tindakan yang sangat mengganggu ketertiban umum serta melakukan kekerasan yang membahayakan keselamatan jiwa, harta dan benda. 7. Pakaian Dinas Lapangan II yang selanjutnya disebut PDL II adalah pakaian dinas yang digunakan oleh anggota Polisi Pamong Praja pada saat melaksanakan tugas penertiban pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah; 8. Aparatur adalah aparatur pemerintah daerah. 9. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masayarakat. 10. Daerah adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. 11. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 12. Gubernur adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. 13. Sekretaris Daerah adalah sekretaris daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. 14. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur pembantu Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. 15. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta.

Pasal 2 Pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa dilaksanakan berdasarkan asas: a. penghormatan hak asasi manusia; b. pengayoman dan perlindungan masyarakat; c. keadilan dan kesetaraan gender; dan d. ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Pasal 3 Peraturan Gubernur ini merupakan pedoman bagi Satpol PP dalam melaksanakan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. Pasal 4 (1) Setiap orang yang akan mengadakan unjuk rasa wajib memberitahukan terlebih dahulu rencana unjuk rasa kepada aparat kepolisian setempat dan memberikan tembusan kepada Satpol PP setempat. (2) Unjuk rasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam keadaan damai, meliputi: a. demontrasi; b. pawai; c. rapat umum; dan d. mimbar bebas. Pasal 5 (1) Apabila dalam pelaksanaan unjuk rasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terjadi kerusuhan massa maka dilakukan operasi penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. (2) Kerusuhan massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila massa telah mengganggu ketertiban umum, melakukan kekerasan yang membahayakan keselamatan jiwa, harta dan benda meliputi: a. merusak fasilitas umum dan instalasi pemerintah; b. melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya arus lalu lintas; c. melakukan kekerasan terhadap orang/masyarakat; dan/atau d. menunjukkan sikap dan tindakan perlawanan terhadap petugas/aparat antara lain seperti: 1. melewati garis batas yang telah ditentukan oleh petugas; dan 2. melakukan tindakan kekerasan/anarkhis kepada petugas/aparat.

BAB II PENANGANAN UNJUK RASA DAN KERUSUHAN MASSA Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Operasi pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berdasarkan: a. hasil pemantauan oleh Polisi Pamong Praja; b. hasil informasi dari aparat kepolisian dan atau aparat terkait; c. laporan dari orang/masyarakat. Pasal 7 Satpol PP melakukan operasi pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa melalui 3 (tiga) tahap, sebagai berikut: a. tahap persiapan; b. tahap pelaksanaan; dan c. tahap pelaporan. Bagian Kedua Tahap Persiapan Pasal 8 (1) Kepala Satpol PP memberikan arahan, menjelaskan maksud dan tujuan, lokasi, rute yang ditempuh, situasi yang mungkin dihadapi dan tindakan yang dibenarkan untuk dilakukan dalam operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa kepada unit terpadu operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. (2) Kepala Satpol PP membuat surat perintah tugas dan daftar petugas pengamanan serta menunjuk komandan operasi. (3) Anggota Satpol PP menyiapkan kebutuhan dan kelengkapan untuk operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. Pasal 9 (1) Komandan operasi memeriksa kelengkapan administrasi, personel, sarana prasarana dan perlengkapan yang mendukung pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa sebelum menuju sasaran. (2) Komandan operasi memberikan arahan singkat kepada seluruh anggota personel operasi pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa perihal tindakan-tindakan yang dibenarkan untuk dilakukan.

Bagian Ketiga Tahap Pelaksanaan Pasal 10 (1) Penanganan unjuk rasa dilakukan secara persuasif dan mengedepankan komunikasi. (2) Kepala Satpol PP berkoordinasi dengan kepolisian, linmas, pam swakarsa dalam rangka menangani unjuk rasa. (3) Anggota Satpol PP bersifat sebagai tenaga pendukung/bantuan dan hanya melakukan tindakan sesuai dengan koordinasi pihak kepolisian. (4) Anggota Satpol PP tidak dibenarkan melakukan tindakan di luar kendali pimpinan lapangan. Pasal 11 Penanganan unjuk rasa dilakukan dengan cara: a. isolasi; dan b. negosiasi. Pasal 12 (1) Penanganan unjuk rasa dilakukan dengan cara isolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a berupa tindakan memisahkan pengunjuk rasa dengan masyarakat. (2) Pemisahan pengunjuk rasa dengan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak dengan tindakan paksa atau kekerasan. (3) Pada saat melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) anggota Satpol PP tetap dalam ikatan operasi. Pasal 13 (1) Penanganan unjuk rasa dilakukan dengan cara negosiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b berupa tindakan pengawalan dan pengamanan. (2) Pengawalan dan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak dengan tindakan paksa atau cara kekerasan. (3) Satpol PP dalam bertindak harus simpatik, berwibawa, dan komunikatif. Pasal 14 Dalam hal pelaku unjuk rasa dan kerusuhan massa tertangkap tangan melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan, komandan operasi melakukan langkahlangkah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat Tahap Pelaporan Pasal 15 (1) Komandan operasi melaporkan operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa secara lisan dan tertulis kepada Kepala Satpol PP. (2) Laporan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisikan antara lain: a. hasil pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa; b. uraian singkat kondisi saat dilaksanakan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa; c. tindakan yang telah diambil; d. hambatan pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa; dan e. saran dan solusi hambatan pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. (3) Kepala Satpol PP setelah menerima laporan pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyusun laporan dan mengevaluasi hasil pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa; (4) Laporan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. BAB III PERSONEL Pasal 16 (1) Personel yang akan melaksanakan operasi pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa harus memiliki persyaratan kemampuan umum sebagai berikut: a. wawasan dan ilmu pengetahuan tentang berbagai produk hukum daerah dan perundang-undangan; b. dapat menyampaikan maksud dan tujuan dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dapat juga dengan bahasa daerah setempat; c. berwibawa, penuh percaya diri dan memiliki tanggung jawab yang tinggi; d. bersikap simpatik kepada masyarakat; dan e. memiliki sifat ulet, tahan uji, mampu membaca situasi, memiliki suri tauladan, ramah, sopan, santun dan menghargai pendapat orang lain. (2) Personel yang akan melaksanakan operasi pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa harus memiliki persyaratan kemampuan khusus sebagai berikut: a. pengetahuan tentang tugas pokok Satpol PP khususnya dan pemerintah daerah pada umumnya; b. dasar hukum pelaksanaan tugas Satpol PP; c. dasar-dasar ilmu komunikasi; d. memahami dan menguasai adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku di daerah; dan

e. memahami dan mampu membaca situasi yang berpotensi dapat mengganggu situasi politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan nasional dan kerukunan umat beragama. Pasal 17 (1) Personel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tergabung dalam unit terpadu operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. (2) Unit terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari unsur: a. pejabat struktural Satpol PP sebagai komandan operasi; b. Satpol PP sebagai pasukan operasional; c. SKPD sebagai anggota; d. Satpol PP kabupaten/kota; dan e. instansi terkait sebagai anggota. BAB IV PERLENGKAPAN Pasal 18 Operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa harus dilengkapi dengan: a. pakaian dinas lapangan II (PDL II); b. perlengkapan perorangan : Helm, pentungan karet/rotan, borgol, tameng, baju pelindung anti huru-hara, ferplas, sangkur/belati, senjata api (bagi yang mempunyai izin); c. alat dokumentasi; d. alat komunikasi; e. kendaraan khusus dilengkapi dengan sirine, lampu perhatian (lampu sorot), dan megaphone; f. lampu senter; g. alat kejut; h. alat pengaman gas enjektor dengan amunisi gas air mata; dan i. alat-alat perlengkapan lain yang mendukung kelancaran operasional pelaksanaan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa.

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 7 Januari 2013 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, TTD HAMENGKU BUWONO X Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 7 Januari 2013 SEKRETARIS DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, TTD ICHSANURI BERITA DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 NOMOR 1