DAFTAR ISI x. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM.. ii. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.. KATA PENGANTAR..

dokumen-dokumen yang mirip
HAK MEMBENTUK ORGANISASI KEMASYARAKATAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERPU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF ASAS DAN TEORI HUKUM PIDANA OLEH DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini bertitik singgung dengan menguatnya proese demokratisasi,

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

MENYOAL ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) ANTI-PANCASILA Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 30 Mei 2016; disetujui: 21 Juni 2016

KINERJA KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESORT GIANYAR

Dinamika Organisasi Kemasyarakatan di Kota Denpasar

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

1.PENDAHULUAN. di zaman era reformasi ini sangat berpengaruh bagi. masyarakat, khususnya terpengaruh oleh budaya-budaya yang modernisasi.

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun Setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi, telah menyebabkan

JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA)

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

I. PENDAHULUAN. tanpa ada satu pun aparat keamanan muncul untuk mengatasinya. Selama ini publik Jakarta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. PENUTUP. 1. Penyebab timbulnya kejahatan penistaan agama didasari oleh faktor; Pertama,

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

BAB III KEWENANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

II. TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

I. PENDAHULUAN. dalam rumah tangga saat ini kerap terjadi baik merupakan kekerasan secara fisik

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK Oleh Wayan Widi Mandala Putra I Gusti Ngurah Wairocana

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

TINJAUAN PUSTAKA. eksistensinya diakui dan diterima sebagai suatu fakta, baik oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. kemakmuran bagi rakyatnya. Namun apabila pengetahuan tidak diimbangi dengan rasa

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN DI POLRESTA DENPASAR. Oleh: GEDE DICKA PRASMINDA. I Wayan Tangun Susila. I Wayan Bela Siki Layang

KEBIJAKAN FORMULASI FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra

ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN BERSERIKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PARTAI POLITIK

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM (STUDY KASUS DI BAPAS KELAS II MATARAM)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

Kata Kunci: Penerapan, Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan, Pekerja, Perusahaan.

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I. PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini banyak sekali beredar makanan yang berbahaya bagi kesehatan para

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tindak pidana kriminal di samping ada pelaku juga akan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa

PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROSES PEMBENTUKAN PERDA PROVINSI BALI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

I.PENDAHULUAN. Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

I. PENDAHULUAN. Secara etimologis kata hakim berasal dari arab hakam; hakiem yang berarti

Transkripsi:

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN HALAMAN SAMPUL DALAM HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM.. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. iii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.. KATA PENGANTAR.. SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...... iv v ix DAFTAR ISI x ABSTRAK... ABSTRACT... xiv xv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang Masalah 1 1.2. Rumusan Masalah 8 1.3. Ruang Lingkup Masalah... 8 1.4. Orisinalitas... 8 1.5. Tujuan Penelitian. 10 1.5.1. Tujuan Umum 10 1.5.2. Tujuan Khusus... 10

1.6. Manfaat Penelitian 10 1.6.1. Manfaat Teoritis... 10 1.6.2. Manfaat Praktis... 10 1.7. Landasan Teoritis.... 11 1.8. Metode Penelitian..... 15 1.8.1. Jenis Penelitian.... 15 1.8.2. Jenis Pendekatan.. 16 1.8.3. Sumber Data..... 16 1.8.4. Pengumpulan Bahan Hukum / Data.. 17 1.8.5. Teknik Analisis. 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KRIMINOLOGI, BENTROK, ORGANISASI MASYARAKAT DAN KEKERASAN. 20 2.1. Kriminologi... 20 2.1.1. Pengertian Kriminologi.. 20 2.1.2. Tujuan Kriminologi 24 2.2. Pengertian Bentrok.. 26 2.3. Organisasi Masyarakat... 31 2.3.1. Pengertian Organisasi Masyarakat. 31 2.3.2. Hak Dan Kewajiban Organisasi Masyarakat... 32 2.4. Pengertian Kekerasan... 33

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA BENTROK ANTAR ORGANISASI MASYARAKAT DI KOTA DENPASAR. 39 3.1. Faktor Internal Terjadinya Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Di Kota Denpasar. 39 3.2. Faktor Eksternal Terjadinya Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Di Kota Denpasar. 43 BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN TERHADAP BENTROK ANTAR ORGANISASI MASYARAKAT DI KOTA DENPASAR.. 45 4.1. Upaya Preventif Penanggulangan Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Di Kota Denpasar.. 45 4.2. Upaya Represif Penanggulangan Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Di Kota Denpasar... 49 4.3. Kendala-Kendala Dalam Upaya Penanggulangan Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Di Kota Denpasar... 59 BAB V PENUTUP 63 5.1. Kesimpulan. 63 52. Saran. 64 DAFTAR BACAAN DAFTAR INFORMAN

DAFTAR TABEL 1. Tabel 1. Data Kasus Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Tahun 2013-2017... 6 2. Tabel 2. Data Kasus Bentrok Antar Ormas di Polresta Denpasar 52

ABSTRAK Skripsi ini berjudul, Tinjauan Kriminologis Terhadap Bentrok Antar Organisasi Masyarakat di Kota Denpasar. Keberadaan organisasi masyarakat di Kota Denpasar tidak terlepas dari sejarah tumbuh dan berkembangnya kesadaran sekaligus berekspresi kebebasan mengeluarkan pendapat dalam konteks berserikat dan berkumpul. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 E ayat (3) secara langsung dan tegas memberikan hak kepada masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi. Dalam hal pembangunan bangsa, organisasi masyarakat mempunyai suatu kewajiban dan larangan yang telah diatur secara jelas dan tegas dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013. Namun banyak organisasi masyarakat yang tidak menjalankan kewajibannya salah satunya menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat. Banyaknya kasus-kasus yang bermunculan di Kota Denpasar yang dilakukan organisasi masyarakat membuat masyarakat sekitar resah. Berdasarkan hal tersebut maka timbul permasalahan apa faktor-faktor terjadinya bentrok antar ormas di wilayah Kota Denpasar dan bagaimana upaya penanggulangan terhadap bentrok antar ormas di Kota Denpasar. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Penelitian empiris ini meneliti hukum dalam prosesnya, hukum dalam interaksinya, hukum dalam penerapannyadan pengaruhnya di dalam kasus bentrok antar organisasi masyarakat di Kota Denpasar. Faktor-faktor penyebab terjadinya bentrok antar organisasi masyarakat di Kota Denpasar yaitu karena faktor internal antara lain adanya masalah pribadi anggota organisasi masyarakat, perebutan wilayah kekuasaan dan adanya kesalahpahaman dan faktor eksternal disebabkan oleh faktor politik. Terhadap upaya penanggulangannya dilakukan dengan jalur penal yaitu dengan memproses perkara dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu perkara untuk kemudian ditangani oleh lanjut oleh kejaksaan dan pengadilan dan jalur non penal yaitu melalui pendekatan sosial, penyuluhan dan pelatihan bagi organisasi masyarakat. Kata Kunci : Kriminologi, Bentrok, Organisasi Masyarakat. ABSTRACT

This thesis entitled, "Criminological Review Against Clashes between Community Organizations in the city of Denpasar. The existence of community organizations in the city of Denpasar can not be separated from the history of growing and developing awareness as well as expression of freedom of expression in the context of union and assembly. The 1945 Constitution of the State of the Republic of Indonesia in Article 28 E Paragraph (3) directly and expressly gives the right to the public to form an organization. In the case of nation-building, community organizations have an obligation and prohibition that has been clearly and firmly defined in Law No. 17 of 2013. However, many community organizations do not perform their duties, one of which is maintaining public order and creating peace in society. The number of cases that have sprung up in the city of Denpasar conducted by community organizations to make people around restless. Based on the above, there arose the problem of what factors of clash between the mass organizations in the city of Denpasar and how the effort to overcome the clash between mass organizations in the city of Denpasar. The method used in this paper is the type of empirical legal research. In empirical law studies, the law is conceptualized as an empirical phenomenon that can be observed in real life. This empirical research examines the law in the process, the law in its interaction, the law in its application and its influence in the case of clashes between community organizations in Denpasar City. The factors causing clash between community organizations in Denpasar City that is due to internal factors such as the personal problems of members of community organizations, the seizure of territories and the misunderstanding and external factors caused by political factors. The penalty is done by means of penal process by processing the case by conducting an investigation and investigation of a case to be handled by the prosecutor and court and non-penal path through social approach, counseling and training for community organization. Keywords: Criminology, Conflict, Community Organization.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945) mengatur setiap tingkah laku warga negaranya agar tidak telepas dari segala peraturan yang bersumber dari hukum. Hal tersebut secara jelas telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum. Aristoteles merumuskan negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya untuk terciptanya kebahagiaan bagi warga negaranya. 1 Hukum adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup manusia. Hukum sebagai norma mempunyai ciri kekhususan yaitu hendak melindungi, mengatur, dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum. 2 Manusia memerlukan hidup bersama dengan manusia yang lain dalam jangka waktu yang cukup lama dan secara sadar membentuk kesatuan hidup untuk berbudaya 1 Janedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu di Indonesia, Konstitusi Perss, Jakarta, h.46. 2 Abdoel Djamali, 2012, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali pres, Jakarta, h. 3.

baik di lingkungan yang lebih luas. Hubungan hidup bersama antar manusia untuk menyelenggarakan kepentingan terus terjadi dan merupakan hubungan sosial timbal balik dengan membentuk pola bermasyarakat. Timbulnya kepentingan masyarakat yang sama serta jiwa kegotong royongan yang kuat yang ada pada suatu masyarakat menyebabkan masyarakat membentuk kelompok atau badan yang beritikad untuk mencapai tujuan bersama yang ingin dicapainya. Istilah ringan sama dijinjing berat sama dipikul menjadi pedoman bagi mereka dalam membangun suatu organisasi. Dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD NRI 1945 berbunyi Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian UUD NRI 1945 secara langsung dan tegas memberikan hak kepada masyarakat untuk membentuk sebuah organisasi. Contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul adalah organisasi masyarakat yang biasa disebut dengan ormas. Organisasi masyarakat adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Ormas dengan segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan kemerdekaan diantaranya Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan ormas lain yang didirikan sebelum

kemerdekaan Republik Indonesia. 3 Peran ormas yang telah berjuang dengan keras secara iklas dan sukarela merupakan aset bangsa yang sangat penting bagi perjalanan bangsa dan negara. Pertumbuhan jumlah ormas, sebaran dan jenis kegiatan ormas dalam demokrasi makin menuntut peran, fungsi dan tanggung jawab ormas untuk berpartisipasi dalam mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, serta menjaga dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Di Bali terdapat ormas yang masing-masing memiliki massa yang bisa dibilang tidak sedikit. Ormas-ormas yang ada memiliki berbagai agenda menyangkut sosial kemasyarakatan hingga perpolitikan. Selain itu juga sangat aktif berpartisipasi langsung maupun secara tidak langsung dalam berbagai kegiatan politik. Keberadaan organisasi masyarakat di Kota Denpasar tidak terlepas dari sejarah tumbuh dan berkembangnya kesadaran sekaligus berekspresi kebebasan mengeluarkan pendapat dalam konteks berserikat dan berkumpul. Sampai saat ini masih terdapat organisasi kemasyarakatan warisan pemerintahan Orde Baru karena memang ada beberapa ormas yang sengaja dibuat, tumbuh dan berkembang sebagai penguat kekuasaan pemerintahan Orde Baru. 4 Di Bali, ormas-ormas yang hidup dan tumbuh pada masa pemerintahan Orde Baru yang tidak berafiliasi dengan kekuasaan antara lain: Suka Duka Pemuda Denpasar, Armada Racun. Sedangkan ormas-ormas yang lahir pada pasca reformasi 3 Anche Nugraha, 2015, Dinamika Organisasi Kemasyarkatan di Kota Denpasar 1970-2014, Skripsi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, Denpasar, h.28. 4 Ibid, h.36.

dengan latar belakang ideologi, nama, jenis, serta memiliki afiliasi dengan pemerintah antara lain: Forum Peduli Denpasar (FPD), Laskar Bali, Baladika, dan Pemuda Bali Bersatu. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini lahir dari suatu kesadaran dan sangat memberdayakan masyarakat karena organisasi merupakan manifestasi kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk program dan kegiatan kemasyarakatan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing, termasuk didalam menyampaikan pandangan, kritikan dan mungkin konsep tandingan atas berbagai kebijakan yang diambil pemerintah. 5 Setiap sudut Kota Denpasar bisa dilihat berbagai spanduk-spanduk maupun baliho yang menunjukkan keberadaan ormas di Kota Denpasar. Masing-masing ormas memiliki agenda dan program kerja mereka masing-masing yang melingkupi kesejahteraan anggota dan masyarakat luas. 6 Dalam hal pembangunan bangsa, ormas berkewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; memelihara nilai agama, budaya, moral, etika dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat; berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara; dan menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat. Tetapi akhir-akhir ini ormas tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik salah satunya dalam hal menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat. Padahal 6 Ibid, h.36.

dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan telah diatur dengan tegas dan jelas larangan apa saja yang harus dipatuhi ormas. Dalam BAB XVI mengenai Larangan pada Pasal 59 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan terdapat beberapa larangan bagi organisasi masyarakat yaitu: (1) Ormas dilarang: a. menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas; b. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; c. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera ormas; d. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau e. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar ormas lain atau partai politik. (2) Ormas dilarang: a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. melakukan tindakan kekerasan, menggangu ketentraman dan ketertiban umum atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ormas dilarang: a. menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; atau (4) Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Banyaknya kasus-kasus yang bermunculan mengenai ormas membuat masyarakat di sekitar merasa resah. Salah satu yang mengganggu ketertiban umum dan kedamaian dalam masyarakat yaitu terjadinya bentrok antar ormas yang sering muncul di media massa. Hal ini dibuktikan dengan jumlah kasus yang dilakukan oleh organisasi masyarakat di Kota Denpasar yang menunjukkan angka signifikan sepanjang tahun 2013-2015, yang tercatat di Kepolisian Resor Kota Denpasar (selanjutnya disingkat Polresta Denpasar), sebagai berikut : Tabel 1. Data Kasus Bentrok Antar Organisasi Masyarakat Tahun 2013-2017 NO Jenis Bentrok Tahun Jumlah Ormas 2013 2014 2015 2016 2017 1. Pengeroyokan 1 0 5 0 0 6 2. Penganiayaan 0 0 2 0 0 2 3. Pembunuhan 0 0 2 0 0 2 4. Perkelahian 0 0 1 0 0 1 5. Penusukan 0 0 1 0 0 1 6. Penculikan 0 0 1 0 0 1 Jumlah 1 0 12 0 0 13 *Data diolah penulis Bentrok identik dengan kekerasan, konflik atau kegiatan yang tidak aman. Kekerasan kolektif yaitu kekerasan yang dilakukan secara beramai-ramai atau

bersama-sama. 7 Bentrok terjadi karena adanya konflik di antara pihak-pihak yang keduanya ingin saling menjatuhkan satu sama lain dengan berkumpul untuk melakukan kekerasan, sebagai tindakan balas dendam terhadap perlakuan yang tidak adil ataupun upaya untuk menentang sesuatu sehingga salah satu dari pihak yang terlibat dalam bentrok akan mengalami kekalahan bahkan dapat berlanjut secara terus-menerus. Masalah-masalah yang terkait dengan konflik dapat berupa masalah yang bersifat emosional atau yang memang mendasar. Masalah yang bersifat emosional berkaitan dengan perasaan seperti kemarahan, ejekan, penolakan, rasa takut, dan tidak suka. 8 Salah satu bentrok yang terjadi di Denpasar yang sering muncul di media massa adalah bentrok antara ormas Baladika dengan ormas Laskar Bali yang terjadi di Jalan Teuku Umar pada tanggal 17 Desember 2015 yang mengakibatkan luka-luka hingga korban jiwa dan menuai keprihatinan. Empat orang tewas dalam peristiwa yang mulanya terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) kelas IIA Kerobokan. 9 Hukum pidana merupakan sarana yang penting dalam penanggulangan kejahatan atau sebagai obat untuk memberantas kejahatan yang meresahkan dan merugikan masyarakat pada umumnya dan korban pada khususnya. Secara konkret tujuan hukum pidana ada dua yaitu untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik, dan untuk mendidik orang yang telah pernah 7 Basrowi & Sukidin, 2003, Teori-Teori Perlawanan Dan Kekerasan Kolektif, Insan Cendekia, Surabaya, h. 160. 8 Robby I Candra, 1992, Konflik Dalam Kehidupan Sehari-hari, Kanisius, Yogyakarta, h. 111. 9 Merdeka.com, 2015, Bentrok Ormas di Denpasar, Korban Bertambah jadi Empat Orang, URL:http://www.merdeka.com/peristiwa/bentrok-ormas-di-denpasar-korban-bertambah-jadi-enamorang.html. diakses tanggal 12 Oktober 2016.

melakukan perbuatan yang tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya. Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat. 10 Untuk menanggulangi sesuatu terlebih dahulu kita harus mengetahui apa yang menjadi faktor-faktor munculnya bentrok antar ormas tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang masalah ini, penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan judul Tinjauan Kriminologis Terjadinya Bentrok Antar Organisasi Masyarakat di Kota Denpasar. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya bentrok antar ormas di wilayah Kota Denpasar? 2. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap bentrok antar ormas di wilayah Kota Denpasar? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam penelitian ini diperlukan ruang lingkup permasalahan guna membatasi penulis dalam menulis bahasan guna menghindari pembahasan yang menyimpang dan 10 Abdoel Djamali, op.cit, h. 173.

keluar dari topik yang dibahas. Bertitik tolak dari hal tersebut diatas, maka pokok pembahasan disini adalah mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya bentrok antar ormas dan upaya kepolisian, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam menanggulangi bentrok antar ormas di Kota Denpasar. 1.4.Orisinalitas Bahwa memang benar ini merupakan karya tulis asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka atas saran dan kritik yang membangun bagi penyempurnaannya. Untuk memperlihatkan orisinalitas dari tulisan ini, maka dapat membandingkan dengan skripsi-skripsi yang pernah ada sebelumnya. Adapun skripsi-skripsi yang ada sebelumnya yang menyangkut tentang kriminogi: 1. Skripsi dengan judul Tinjauan Kriminologis Terhadap Penggerebekan Bersifat Anarkis Yang Dilakukan Oleh Ormas FPI di Kota Makassar, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak penggerebekan bersifat anarkis yang dilakukan oleh ormas FPI di Kota Makassar? 2. Upaya apa yang dilakukan oleh apparat penegak hukum di Kota Makassar dalam menanggulangi penggerebekan bersifat anarkis yang dilakukan ormas FPI di Kota Makassar?

2. Skripsi dengan judul Analisis Kriminologis Terjadinya Bentrok Antar Kampung Buyut Dengan Kampung Kesumadadi (Studi Kasus Pada Wilayah Hukum Kabupaten Lampung Tengah), dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya bentrok antar Kampung Buyut dengan Kampung Kesumadadi di Kabupaten Lampung Tengah? 2. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan oleh aparat penegak kepolisian dalam menanggulangi bentrok antar Kampung Buyut dengan Kampung Kesumadadi di Kabupaten Lampung Tengah? Bertolak dari beberapa skripsi di atas, maka dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dimana penelitian penulis ini menekankan pada kajian kriminologis mengenai terjadinya bentrok antar ormas yang mengakibatkan kematian. Dalam penelitian terdahulu, baik Universitas Udayana maupun Universitas lainnya sepanjang penulis ketahui, penekanan pada penelitian ini belum pernah memperoleh kajian. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikemukakan masih bersifat orisinal dan layak dijadikan objek penelitian dalam skripsi ini. 1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui dan menganalisa dari aspek kriminologi fenomena kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh ormas di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bentrok antar ormas di Kota Denpasar. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya upaya yang dilakukan oleh kepolisian, tokoh agama serta tokoh masyarakat dalam penanggulangan bentrok antar ormas di Kota Denpasar. 1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Secara teoritis berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya pemahaman wawasan di bidang ilmu hukum pidana khususnya bidang ilmu hukum dan kriminologi dan dapat berguna bagi masyarakat agar mereka lebih mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya bentrok antar ormas di Kota Denpasar dan upaya penanggulangannya. 1.6.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kasus-kasus yang terjadi dewasa ini dan memberikan pengetahuan bagaimana cara pencegahan sehingga kasus-kasus seperti ini dapat diminimalisir. Selain itu juga sebagai pedoman dan referensi bagi Kepolisian dalam menentukan langkah-langkah dalam menindaki dan menanggulangi tindakan bentrok antar ormas.

1.7 Landasan Teoritis Guna menunjang penulisan ini sesuai dengan permasalahannya sehingga dapat diwujudkan sebagai suatu karya, maka landasan teoritis dari pembahasan permasalahan yang telah dirumuskan berpedoman pada literatur-literatur, teori hukum atau teori hukum khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan juga pendapat para sarjana hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. 1.7.1 Teori Kriminologi Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911) seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan atau penjahat dan logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau penjahat. Beberapa sarjana memberikan definisi yang berbeda mengenai kriminologi, salah satunya adalah Bonger yang memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. 11 Beberapa literatur yang membahas kriminologi telah dicoba memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejahatan yang pada pokoknya terletak pada faktor sosio struktural, termasuk akar kejahatan dan dinamika sosial yang melatarbelakangi kejahatan tersebut. Juga faktor pencetus serta faktor-faktor yang terdapat dalam setiap bentuk reaksi sosial atau dari warga masyarakat terhadap 11 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2009, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta, h.9.

kejahatan. Sehubung dengan itu Kohberg yang dikutip oleh Noach, menyatakan bahwa prilaku jahat itu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor pendorong, keinginan yang datang dari dalam diri manusia sendiri yang menuntut untuk dipenuhi egoisme dan rangsangan yang datang dari luar. 2. Faktor penghambat, kendali dari dalam diri sendiri (moral) dan kontrol dari masyarakat luar, ancaman dan hukuman dan lain-lain. 12 Kriminologi mengenal banyak teori-teori tentang kejahatan yang dapat dibagi ke dalam tiga perspektif yaitu : 1. Teori kejahatan dari perspektif biologis dan psikologis, teori ini menitikberatkan pada perbedaan-perbedaan kondisi fisik dan mental yang terdapat pada individu. Dengan mempertimbangkan suatu variasi kemungkinan, yaitu cacat kesadaran, ketidakmatangan emosi, perkembangan moral lemah, pengaruh hormon, kehilangan hubungan dengan ibu, kerusakan otak dan lain sebagainya yang mempengaruhi tingkah laku. 2. Teori kejahatan dari perspektif sosiologis, teori ini mencari alasan perbedaan dalam rangka kejahatan di dalam suatu lingkungan social. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu strain, cultural deviance dan social control. 3. Teori kejahatan dari perspektif lainnya, teori ini merupakan suatu alternative penjelasan kejahatan yang sangat berbeda dengan dua perspektif sebelumnya 12 Muhadar, 2006, Viktimisasi Kejahatan Pertanahan, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, h. 30.

yang dianggap sebagai tradisional expanations. Para kriminolog dari perspektif ini beralih dari teori-teori yang menjelaskan kejahatan dengan melihat kepada sifat-sifat pelaku atau kepada sosial. Mereka justru berusaha menunjukkan bahwa orang menjadi kriminal bukan karena cacat/kekurangan internal tetapi karena apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam kekuasaan. Khususnya mereka yang berada dalam sistem peradilan pidana. 13 1.7.2 Teori Kontrol Sosial Teori kontrol sosial memfokuskan diri pada teknik-teknik dan strategi-strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaatan kepada aturan-aturan masyarakat. Menurut Reiss, kejahatan atau delinquency merupakan hasil dari: (1) kegagalan dalam menanamkan norma-norma berprilaku yang secara sosial diterima dan ditentukan, (2) runtuhnya kontrol internal, (3) tiadanya aturan-aturan sosial yang menentukan tingkah laku di dalam keluarga, sekolah, dan kelompok-kelompok sosial lainnya. Albert J.Reiss membedakan dua kontrol social yaitu personal control (kontrol internal) dan social control (kontrol eksternal). Personal control didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menolak memenuhi kebutuhan dengan cara yang berlawanan dengan norma-norma dan aturan masyarakat. Sedangkan social control didefinisikan sebagai kemampuan kelompok-kelompok atau lembaga-lembaga sosial untuk membuat norma-norma atau aturan-aturan dipatuhi. Menurut Reiss, penyesuaian 13 Ibid, h.97.

diri dengan norma mungkin dihasilkan dari penerimaan individu atas aturan dan peranan atau semata-mata dari ketundukan kepada norma. 1.7.3 Teori Upaya Penanggulangan Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal ( criminal policy ). Kebijakan criminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (Social policy ) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial ( social welfare policy ) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat ( social defence policy ). 14 Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi 2 yaitu lewat jalur penal (hukum pidana) dan lewat jalur non penal (bukan/luar hukum pidana). Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive (penindasan/pemberantasan /penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. 15 1.8 Metode Penelitian 14 Barda Nawawi Arief, 2010, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Edisi Pertama, Cet. ke III, Kencana, Jakarta, ( selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief I), h. 77. 15 Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Edisi Kedua, Cet. ke III, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief II), h.46.

Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting dari suatu penelitian, karena metode penelitian ini akan menjadi arah dan petunjuk bagi suatu penelitian. 16 1.8.1 Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah termasuk dalam jenis penelitian hukum empiris. Yang dimaksud dengan penelitian hukum empiris adalah memandang hukum sebagai fenomena masyarakat dengan pendekatan struktural dan umumnya terkualifikasi. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata. 17 Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis, yang terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektivitas hukum. 1.8.2 Jenis Pendekatan Pendekatan terhadap permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kriminologis. Pendekatan kriminologis adalah meneliti suatu kejaaan dari penyebab-penyebabnya serta upaya yang dilakukan agar kejahatan tersebut dapat diminimalisir. 16 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 104. 17 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.79.

1.8.3 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data primer dan data sekunder, yang dimana bersumber dari informasi terkait untuk mendapatkan data yang konkrit. a. Data Primer Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan yaitu dari informan. 18 Lokasi penelitian akan dilakukan di Polresta Kota Denpasar. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. 19 Data sekunder yaitu dalam bentuk bahan hukum, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan maupun buku-buku yang terkait dengan permasalahan yang ada. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah : a. Bahan hukum primer yang berupa Peraturan perundang-undangan yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum dan hasil karya ilmiah para sarjana yang berkaitan. 18 Ibid, h. 81. 19 Ibid, h. 81.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data Teknik pengumpulan bahan hukum/data dalam penulisan ini dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1. Teknik studi dokumen Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian hukum normatif maupun dalam penelitian hukum empiris karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. 20 Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengutip dari buku-buku literatur yang berhubungan dengan cara mencatat bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan tinjauan kriminologis terjadinya bentrok antar ormas yang dilakukan dengan kekerasan. 2. Teknik wawancara Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. 21 Dalam penelitian ini yaitu 20 Ibid, h. 82. 21 Ibid, h. 82.

dengan cara yang dipergunakan kepada informan untuk nantinya memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini, wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan yaitu Bapak I Nyoman Wijaya Kusuma, SH selaku penyidik reskrimum Polresta Denpasar, Bapak I Wayan Budiartana, SH selaku Panid Bintidmas Sat Binmas di Polresta Denpasar, Bapak I Ketut Suka Barata, S.Sos selaku kelian dinas Banjar Abian Tegal Desa Dauh Puri Kauh Denpasar, I Wayan Wirjana selaku warga yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. 1.8.5 Teknik Analisis Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberikan komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori yang telah dikuasai. 22 Analisis bahan hukum dilakukan secara kualitatif yaitu penelitian tanpa menggunakan angka/tabel, tetapi merupakan suatu uraian atau penjelasan dari suatu permasalahan. Setelah seluruh bahan hukum yang dibutuhkan telah terkumpul, maka 22 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, op.cit, h. 183.

akan dianalisis dengan menggunakan argumentasi hukum dan disajikan secara deskriptif dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan ilmiah.