Sedangkan target dan realisasi pencapaiannya dapat dilihat pada tabel di



dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

INDIKATOR DAN SKALA NILAI NON FISIK PROGRAM ADIPURA

PERMASALAHAN SAMPAH SAAT INI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sekretariat PROPER. LIMBAH B3 dan LIMBAH NON B3

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang : Indeks Standar Pencemar Udara

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 7 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

-1- PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP. Kementerian Lingkungan Hidup Salatiga, 31 Mei 2012

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Pengesahan... Kata Pengantar Dan Persembahan... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Dinamika Upaya Pengarusutamaan Kegiatan Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Perencanaan Pembangunan Kabupaten Kutai Timur

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

A. Visi dan Misi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan kota dengan kepadatan penduduk tertinggi di

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

DAMPAK EMISI KENDARAAN TERHADAP LINGKUNGAN

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... i BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan...

Praktik Cerdas TPA WISATA EDUKASI. Talangagung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

PENERAPAN CIRCULAR ECONOMY DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

STANDAR INDUSTRI HIJAU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

EFISIENSI ENERGI & PENURUNAN EMISI SEKRETARIAT PROPER

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PROFIL BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (BPLH)

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

BERITA NEGARA. No.804, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Pelaksanaan. Reduce. Reuse. Recycle. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA

Transkripsi:

Ketaatan industri terhadap peraturan perundangan di bidang pengendalian pencemaran lingkungan ditunjukkan dengan pemenuhan terhadap baku mutu limbah yang ditetapkan. Jumlah industri yang dipantau melalui PROPER pada tahun 2014 ditargetkan sebanyak 2.000 perusahaan dan terealisasi sebesar 1.914 perusahaan. Berikut trend dan rencana target jumlah industri yang dipantau dan diawasi PROPER dari tahun 2002 2014. Gambar 3.1. Target Jumlah Industri yang dipantau dan diawasi melalui PROPER Tahun 2002-2014 bawah ini: Sedangkan target dan realisasi pencapaiannya dapat dilihat pada tabel di Tabel 3.6 Target dan Realisasi Jumlah Industri yang Dipantau dan Diawasi Melalui PROPER INDIKATOR 2010 2011 2012 2013 2014 KINERJA UTAMA TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI TARGET REALISASI 5 5 6 7 6 7 1 2 3 4 4 Jumlah industri yang dipantau 680 690 1000 1002 1300 1317 1600 1812 2000 1914 dan diawasi industri industri industri industri industri industri industri industri industri industri melalui PROPER 37

Tingginya tingkat penaatan industri PROPER juga dipengaruhi oleh perilaku positif industri PROPER yang tahun sebelumnya mendapatkan peringkat tidak taat, atau merah, yang mau memperbaiki kinerjanya. Oleh karena itu pengkondisian perusahaan melalui diseminasi kegiatan dan peraturan ingkungan hidup merupakan hal yangpenting untuk dilakukan, termasuk didalamnya adalah mendorong agar pemerintah daerah lebih berperan dalam pelaksanaan pembinaan ataupun pengawasan pentaatan terhadap industri prioritas di masing-masing wilayahnya. c. Peningkatan kinerja industry dari tidak taat ke taat Indikator ini menggambarkan penurunan beban pencemaran dari industri, sehingga dapat diasumsikan bahwa terjadi peningkatan status ketaatan jumlah industri yang tidak taat dalam pengawasan PROPER menjadi taat. Hal ini diasumsikan bahwa taat adalah apabila industri mempunyai debit/emisi atau air limbah sama tetapi dengan konsentrasi yang lebih kecil (memenuhi BMAL/BME), maka beban pencemar yang ditimbulkan akan menjadi lebih kecil. Sedangkan tidak taat adalah apabila limbah industri melewati baku mutu air limbah/emisi. Target kinerja dari indikator ini adalah 30% industri yang dipantau dan diawasi meningkat kinerjanya dari tidak taat menjadi taat (naik peringkat dari merah menjadi biru/hijau/emas). Realisasinya adalah melampaui target yang ditetapkan yaitui 41% industri yang meningkat kinerjanya, sehingga capaian kinerja dari indikator ini adalah sebesar 136,67%. Gambar 3.2. Perbaikan Kinerja Industri dari Tidak Taat menjadi Taat 38

Walaupun prosentase terhadap pemenuhan baku mutu telah melebihi target, tetapi belum semua industri yang dipantau dan dinilai kinerjanya mampu memenuhi kriteria penaatan yang ditetapkan. Hal ini karena pelaksanaan kegiatan pengendalian pencemaran air dan pengendalian pencemaran udara diintegrasikan dengan kegiatan PROPER, dan dilaksanakan dengan kriteria yang lebih ketat. Kegiatan pemantauan dan pengawasan melalui PROPER terbukti telah mendorong tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan lingkungan hidup khususnya dalam upaya meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup, baik dari ketaatan terhadap aspek pengendalian pencemaran air limbah, emisi udara maupun terhadap pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Agar perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan peserta PROPER memberikan dampak perbaikan kualias lingkungan secara nyata maka jumlah peserta PROPER harus mencapai critical mass. Target tingkat ketaatan PROPER tahun 2002 sampai 2014 sebesar 65%. Pengawasan PROPER melibatkan pejabat pengawas lingkungan hidup daerah (PPLHD) yang berasal dari instansi lingkungan hidup Provinsi dan para peneliti dari perguruan tinggi dalam evaluasi dokumen PROPER. Ketidaktaatan perusahaan dalam penilaian PROPER terutama terjadi pada tahun pertama suatu perusahaan diikutkan dalam kegiatan PROPER. Ketidaksiapan atau masih rendahnya perhatian terhadap urusan lingkungan merupakan kendala umum perusahaan untuk melakukan penaatan. Hal ini juga merupakan indikasi belum optimalnya upaya pembinaan yang dilakukan oleh instansi berwenang di daerah. Untuk itu, peningkatan kapasitas di daerah, serta pendekatan atau pembinaan perusahaan yang tepat sasaran sangat diperlukan. Industri yang berubah ketaatannya umumnya merupakan kegiatan yang merespons secara positif kegiatan PROPER dan memanfaatkannya. d. Jumlah kota metropolitan dan kota besar dengan kualitas udara membaik Penurunan polusi udara perkotaan terdiri atas dua aspek, yaitu menyangkut jumlah kota metropolitan yang dipantau dan prosentase kota yang dipantau yang 39

mempunyai peningkatan hasil kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor. Keduanya merupakan bagian dari Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP). EKUP 2014 mentargetkan jumlah kota yang dipantau adalah sebanyak 45 kota, baik kategori metropolitan, besar dan sedang. Dengan keberhasilan memantau sebanyak 45 kota, maka pencapaian kegiatan tahun 2014 untuk jumlah kota yang dipantau adalah 100%. Sedangkan hasil evaluasi terkait kelulusan emisi gas buang kendaraan bermotor menunjukkan bahwa 80% dari ke-45 kota tersebut mampu untuk lulus uji emisi gas buang kendaraan bermotor. Dengan demikian, maka prosentase kota yang dipantau yang mempunyai peningkatan hasil kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor realisasi pencapainnya adalah 160% dari target. Target 45 Kota dalam pelaksanaan EKUP telah dimulai sejak tahun 2012. Pada tahun 2012 capaian EKUP adalah 100%, namun pada tahun 2013 hanya mencapai 97,7% yang artinya ada satu kota yang tidak menjalankan EKUP. Pada tahun 2011 dengan target 26 kota dapat direalisasikan seluruhnya atau capaian kinerjanya adalah 100%. Sementara prosentase kota yang dipantau yang mempunyai peningkatan hasil kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor realisasi pencapaiannya adalah 57% pada tahun 2012 dan 160% pada tahun 2013 (Tabel 3.7). Tabel 3.7 Hasil Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan dari tahun 2011 s/d 2014 2011 2012 2013 2014 No. Indikator Kinerja Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian 1. Jumlah kota yang 26 Kota 100% 45 Kota 100% 45 Kota 97,7% 45 Kota 100 dipantau 2. Persentase kota yang dipantau yang mempunyai peningkatan hasil - - 7% 57% 50% 160% 50% 160% kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor Lingkup kegiatan dalam EKUP yang dilaksanakan antara bulan Maret sampai Oktober 2014 antara lain meliputi uji emisi kendaraan bermotor selama 3 hari yang dilakukan terhadap 500 kendaraan pribadi per hari di tiap kota. Kegiatan lainnya adalah pemantauan kualitas udara jalan raya (roadside monitoring) dan 40

penghitungan kinerja lalu lintas (kecepatan lalu lintas dan kerapatan kendaraan di jalan raya) yang dilakukan secara serentak di 3 (tiga) ruas jalan arteri yang dipilih bersama dan dianggap mewakili suatu kota. Dalam EKUP juga dilakukan pemantauan kualitas bahan bakar di SPBU karena kualitas bahan bakar sangat berpengaruh terhadap kualitas gas buang yang dihasilkan kendaraan. Hasil pengujian emisi kendaraan tahun 2014 menunjukkan bahwa tingkat kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin lebih tinggi dibanding kelulusan kendaraan berbahan bakar solar, masing-masing dengan 90% dan 78%. Dibandingkan dengan hasil evaluasi tahun sebelumnya, dengan jumlah 44 kota, hasil uji emisi kendaraan menunjukkan adanya peningkatan tingkat kelulusan. Pada tahun 2013 rerata tingkat kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin adalah 89%, sedangkan untuk kendaraan berbahan bakar solar 51%. Gambar 3.3. Tingkat kelulusan uji emisi rerata di 45 kota, 2014 Pengukuran kualitas udara di jalan raya meliputi parameter karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), hidrokarbon (CO), oksidan (O3), partikulat (PM10), dan sulfur dioksida(so2). Tidak terdapat kota yang hasil pengukuran CO, SO2 dan NO2- nya melebihi ambang batas baku mutu. Sementara untuk baku mutu parameter HC dan PM10, masih terlampaui di beberapa kota. Dibandingkan dengan hasil pengukuran HC, SO2, PM10 dan NO2 pada tahun 2013, ada kecenderungan penurunan konsentrasi pencemar tersebut, yang berarti ada peningkatan kualitas udara. Hal sebaliknya terjadi untuk parameter CO, dimana terdapat kecenderungan adanya peningkatan konsentrasi pencemar yang berarti penurunan kualitas udara dari seluruh kota yang dievaluasi pada tahun 2013. 41

Gambar 3.4. Perbandingan konsentrasi CO (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 Gambar 3.5. Perbandingan konsentrasi NO 2 (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 42 Gambar 3.6. Perbandingan konsentrasi HC (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014

Gambar 3.7. Perbandingan konsentrasi PM 10 (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 Gambar 3.8. Perbandingan konsentrasi SO 2 (µg/m 3 ) di 45 kota pada tahun 2013 dan 2014 Pelaksanaan evaluasi dilakukan bersama-sama dengan pemerintah Provinsi terkait. Dengan menggunakan indikator pemenuhan baku mutu pencemar sulfur dioksida (SO2) dan partikultat (PM10), pada tahun 2014 telah ditetapkan 15 kota dengan kualitas udara terbaik untuk setiap kategori kota, yaitu: Kota Metropolitan: Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Medan, Palembang, Surabaya. Kota Besar: Balikpapan, Malang, Padang, Pontianak, Tangerang Selatan. Kota Sedang/kecil: Ambon, Banda Aceh, Palu, Pangkal Pinang, Serang. 43

EKUP diharapkan akan menghasilkan rekomendasi perbaikan kebijakan, strategi dan rencana aksi pengelolaan kualitas udara bagi setiap kota. Melalui EKUP, pemerintah kota didorong untuk menerapkan konsep Transportasi Berwawasan Lingkungan (Environmentally Sustainable Transportation) di kotanya masing-masing. Dalam upaya peningkatan kualitas udara perkotaan, juga dilakukan kegiatan inventarisasi emisi. Inventarisasi emisi merupakan upaya identifikasi dan pendataan terhadap sumber-sumber emisi pencemar udara di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu. Kegiatan tersebut dilakukan setelah adanya penetapan batasan wilayah geografis, periode waktu spesifik, dan jenis sumber yang akan diinventarisasi. Melalui lnventarisasi emisi, para pemangku kepentingan akan dapat mengetahui beban pencemaran udara wilayahnya serta perubahan kualitas udara yang terjadi. Hasil inventarisasi emisi dapat digunakan sebagai data dasar untuk perencanaan upaya pengelolaan udara yang leblh baik dan untuk selanjutnya digunakan dalam pengambilan kebijakan strategi dan rencana aksi pengelolaan kualltas udara wilayah tersebut. Tahun 2014 perhitungan inventarisasi emisi dilaksanakan di dua kota yaitu Tangerang dan Medan. Sampai dengan saat ini dari 514 Kabupaten/Kota yang ada diseluruh Indonesia jumlah kota yang telah melakukan perhitungan inventarisasi emisi sebanyak 10 kota yaitu Palembang, Solo, Yogyakarta, Denpasar, Batam, Banjarmasin, Surabaya, Malang, Medan dan Tangerang. e. Penurunan timbulan sampah Target kinerja dari indikator ini adalah 20% dari sampah yang ditimbulkan dapat diturunkan. Hasil dari kinerja ini adalah 20% timbulan sampah yang berhasil diturunkan, sehingga capaian kinerja dari indikator ini adalah sebesar 100%. Permasalahan sampah yang sangat kompleks di perkotaan identik dengan masalah pertumbuhan penduduk yang pesat, 1,49% pada tahun 2013 dan perubahan pola konsumsi masyarakat yang menyebabkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Perkembangan yang terjadi 44

selama lebih dari 6 tahun sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,secara teknis belum menunjukkan prestasi yang signifikan antara lain dapat ditunjukkan dalam pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. Beberapa TPA masih dikelola secara sistem pembuangan terbuka (open dumping), akan tetapi baru sebagian kecil mengalami perubahan dibandingkan dengan kondisi 6 tahun yang lalu. Kebijakan pengelolaan sampah sesuai dengan amanat utama pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah mengubah paradigma pengelolaan sampah dari kumpul-angkutbuang menjadi pengurangan di sumber (reduce at source) dan daur ulang sumberdaya (resources recycle). Pendekatan yang tepat menggantikan pendekatan end of pipe yang selama ini dijalankan adalah dengan mengimplementasikan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), extended producer responsiblity (EPR), pemanfaatan sampah (waste utilisation), dan pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan. Penerapan prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan sejak dari hulu pada saat barang dan kemasan belum dimanfaatkan dan menjadi sampah, sampai dengan hilir pada saat barang dan kemasan mencapai akhir masa gunanya (end of life). 1) Pengelolaan Sampah Perkotaan Program Adipura mendorong tumbuhnya kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan sampah di beberapa kota. Salah satu contohnya adalah Kota Surabaya yang telah melakukan berbagai upaya dalam pengelolaan sampah dari hulu ke hilir yang diintegrasikan dengan kegiatan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan lainnya seperti pembangunan taman kota dan peningkatan kualitas air sungai yang mengalir di tengah-tengah kota, sehingga telah mewarnai perkembangan kota menjadi kota yang berpredikat environmentally sustainable city. Melalui kerjasama dengan Kota Kitakyushu di Jepang, dan telah diikuti oleh Kota Balikpapan meraih penghargaan environmentally sustainable city 2014, Kota Tangerang meraih penghargaan clean air city 2014 dan sedang dipersiapkan untuk kota-kota lainnya. 45

Kota penerima Adipura mulai tahun 2011-2014 kecenderungannya terus meningkat, akan tetapi pada tahun 2014 menurun dibandingkan tahu sebelumnya. Secara terinci disajikan dalam gambar sebagai berikut : 400 DATA KOTA PENERIMA ADIPURA 2011-2014 380 379 374 380 200 63 125 134 101 0 1 2 3 4 JUMLAH KOTA KOTA PENERIMA ADIPURA Linear (KOTA PENERIMA ADIPURA) Gambar 3.9 Data Kota Penerima ADIPURA Tahun 2011-2014 Program Adipura pernah berhenti pada tahun 1997 dan mulai kembali tahun 2002, yang terjadi adalah kota-kota menjadi kotor dan sampah dimana-mana. Pada intinya program Adipura mendorong kewajiban kota-kota sesuai amanat Undangundang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah untuk melaksanakan kewajibannya dalam pelayanan pengelolaan sampah kepada masyarakat. Adipura kedepan penekanan pada pengelolaan sampah, kriteria TPA minimal control landfill, dan kebersihannya kontinu karena pemantauan verifikasi dapat dilakukan sewaktuwaktu serta mewadahi masukan masyarakat. 2) Jumlah timbulan sampah Secara umum pola penanganan sampah di Indonesia hanya melalui tahapan paling sederhana, yaitu kumpul, angkut, dan buang. Selama puluhan tahun pola penanganan tersebut telah berlangsung dan terpateri menjadi kebijakan yang umum dilaksanakan pemerintah. Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh mindset bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang. Sehingga pendekatan yang dijalankan adalah pendekatan melalui penyelesaian di tempat pemrosesan akhir (end of pipe). Perubahan pola konsumsi masyarakat dengan pertumbuhan ekonomi pada saat ini akan menghasilkan timbulan sampah yang semakin meningkat. 46

TIMBULAN SAMPAH 2010-2019 (dalam Juta ton) 68.00 66.5067.10 65.20 65.80 66.00 64.50 64.00 63.10 63.80 62.40 62.00 61.0061.70 60.00 58.00 56.00 1 Gambar 3.10. Prakiraan timbulan sampah 2010-2019 berdasarkan baseline 2010-2014 Target Sampah terkelola 2014-2015 (dalam juta ton) 52 50.5 50 48.5 48 46.7 46.3 46.1 46 44 44 42 40 1 Gambar 3.11. Target sampah yang terkelola dari tahun 2014 2015 3) Strategi Pengelolaan Sampah Untuk mencapai target pengelolaan sampah dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut : a) Harmonisasi peraturan dan perundangan yang berkualitas dalam pengelolaan sampah ; b) Penurunan beban pencemaran adalah melalui (1) Pengembangan pelaksanaan kegiatan reduce, reuse dan recycle (3R), (2) Pengembangan program ADIPURA,(3) Pembangunan Bank Sampah dan rumah kompos, (4) Pembangunan Recycle Centre, (5) Pelaksanaan program Extended Producer Responsibility (EPR), dan Pembuatan Urban Farming (Kampong Organic) c) Penguatan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) dalam pengelolaan sampah 47

d) Pengembangan Energi terbarukan dengan Waste to Energy melalui pemanfaatan sampah menjadi energi baru terbarukan melalui : (1) Penangkapan gas metan (anaerob methane cupture), (2) substitusi bahan bakar sampah melalui Refused Direct Fuel (RDF) dan, (3) Incinerator dengan teknologi ramah lingkungan. e) Penurunan angka kesehatan masyarakat akibat dampak pencemaran sampah khususnya terjadinya banjir dan penyakit seperti disentri, cholera dan ISPA. f) Menambah penghasilan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru melalui pelaksanaan Bank Sampah, produksi kompos, dan pusat daur ulang (recycle centre). g) Membantu ketahanan pangan dalam pemanfaatan kompos pada fasiltas urban farming skala kota. 4) Upaya untuk mencapai target dalam pengelolaan sampah Untuk mencapai target dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan sebagai berikut : a) Harmonisasi peraturan perundangan dalam rangka pengelolaan sampah melalui perbaikan kualitas regulasi dalam rangka mendorong peraturan daerah untuk dapat melaksanakan dengan baik dan mengatasi hambatan pemerintah kabupaten/kota; b) Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) bidang persampahan dan pengadaan sarana dan prasarana pengolahan sampah melalui e-catalog. c) Mendorong produsen dan retailer menerapkan Extended Producer Reponsibility (EPR) dalam pengelolaan sampah. d) Pelaksanaan gerakan tiga jari kelola sampah yaitu pilah, kompos, dan daur ulang e) Pengembangan Kota Bersih dan Teduh melalui Program ADIPURA di 380 kota menuju sertifikasi kota Adipura dan mendatangkan peluang berusaha untuk tujuan wisata. f) Pengembangan kota berwawasan lingkungan berbasis 3R di daerah destinasi wisata 48

g) Pembangunan Bank Sampah dan rumah kompos Skala Kota dengan kapasitas 20 ton per hari h) Pembangunan pusat daur ulang (recycle centre) dengan kapasitas 20 ton per hari i) Pembangunan sarana dan prasarana urban farming melalui pemanfaatan kompos j) Pembangunan beberapa sarana dan prasarana pemanfaatan sampah sebagai sumber energi terbarukan degan kapasitas 10 MW. k) Pelaksanaan bimbingan teknis kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah l) Kerjasama luar negeri melalui bilateral dan multilateral dalam pengelolaan sampah. Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah pada akhirnya diharapkan akan mendapatkan manfaat (outcome) sebagai berikut: a) Penurunan angka kesehatan masyarakat akibat dampak pencemaran sampah khususnya terjadinya banjir dan penyakit seperti disentri, cholerae dan ISPA; b) Menambah penghasilan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru melalui pelaksanaan Bank Sampah, Produksi kompos, dan Pusat Daur Ulang (recycle centre) skala kota. c) Menyokong ketahanan pangan dalam pemanfaatan kompos pada fasiltas urban farming skala kota. d) Meningkatkan kualitas pembangunan kota dan mendatangkan peluang berusaha melalui promosi untuk tujuan wisata seperti kebun raya kota, pantai wisata, taman kota dan ekosistem desa dengan program Adipura. Target penurunan timbulan sampah dapat tercapai, bahkan melewati angka target yang ditetapkan. Pengurangan jumlah timbulan sampah tersebut antara lain dilakukan dengan mengembangkan (a) kebijakan pengurangan sampah adalah mengembangkan regulasi untuk menghindari dan membatasi timbulnya sampah pada saat mendisain produk dan kemasan serta pada saat memanfaatkan produk dan kemasan; (b) peraturan untuk mendorong pelaksanaan daur ulang sampah, baik skala individu, skala komunal, skala kawasan maupun skala industri. 49

Kegiatan-kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan dalam rangka pengurangan jumlah timbulan sampah sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Gambar 3.12. Kegiatan-kegiatan Pengolahan Sampah Adapun beberapa kegiatan dan outcomes tahun 2014 terhadap pencapaian Sasaran Strategis 1 adalah sebagai berikut: 1) Pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan sampah dengan tujuan strategis penyusunan draft PP pengelolaan sampah spesifik dan Peraturan Menteri (Permen) Pengelolaan Sampah, pada tahun 2014 dihasilkan 1 draft PP mengenai pengelolaan sampah spesifik dan 3 draft Permen tentang pedoman TPS 3R. 2) Pembatasan sampah dengan tujuan strategis penurunan bahan-bahan berpotensi sebagai timbulan sampah melalui indikator kunci 40.000 ton/tahun, pada tahun 2014 dihasilkan sekitar 25.000 ton. 50

3) Daur ulang sampah dengan prinsip 3R, dengan tujuan strategis peningkatan daur ulang sampah dan penyediaan sumber daya alternatif melalui indikator kunci pengurangan sampah 20% atau sebesar 14.600.000 ton. 4) Penerapan upaya pengurangan volume sampah skala kota dengan tujuan strategis penerapan pengurangan sampah pada 28 kota dengan hasil terolahnya sampah menjadi kompos. 5) Penguatan infrastruktur dengan tujuan strategis terbangun fasilitas pengelolaan sampah skala kecamatan untuk mendukung 3R melalui indikator kunci 250 bank sampah per tahun terbangun, baseline 1.950 bank sampah tahun 2013. Di samping itu terbangun TPS 3R dan Kampung Organik. 6) Peningkatan pengelolaan lingkungan perkotaan dengan tujuan strategis peningkatan kota yang mendapatkan Adipura melalui indikator kunci Peningkatan kota mendapatkan Adipura 8% per tahun, baseline 149 kota periode tahun 2012-2014. Sedangkan kerja sama internasional yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 dalam mendukung pencapaian Sasaran Strategis 1 adalah sebagai berikut: 1) AWGESC : ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities merupakan kerjasama antara negara-negara ASEAN terkait dengan pengelolaan lingkungan perkotaan. Kerjasama tersebut telah meghasilkan berbagai kegiatan yaitu Environmental Sustainable Cities Model City, ESC Award yang merupakan pengembangan Program ADIPURA tingkat ASEAN. 2) Forum 3R Asia-Pasifik membahas kerjasama kemajuan Negara-negara Asia- Facifik dalam penerapan 3R (reduce, reuse, recycle) dan komitmen melaksanakan Deklarasi Hanoi secara efektif melalui kerjasam multilayer dalam rangka mewujudkan resource efficient and zero waste society di Asia dan Pacifik sebagai forum kerjasama internasional. 3) JICA Jepang untuk pengembangan 3R di kota Palembang dan Balikpapan pertama, pembuatan muatan teknis draft peraturan penerapan 3R dan pengelolaan sampah sesuai dengan amanat Undang-undang No.18/2008; kedua, persiapan rencana pengelolaan sampah (rencana aksi jangka menengah (10 tahun) dengan pendekatan reduksi sampah) sesuai dengan peraturan daerah; ketiga, penguatan dan peningkatan kapasitas melalui 51