PERATURAN MENTERI KEHUTANAN



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.35/Menhut-II/2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Izi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor : P.55/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

M E M U T U S K A N :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2009 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 17/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PEMEGANG IZIN USAHA INDUSTRI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.16/Menhut-II/2007 TENTANG RENCANA PEMENUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI (RPBBI) PRIMER HASIL HUTAN KAYU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 7/Menhut-II/2009 TENTANG PEDOMAN PEMENUHAN BAHAN BAKU KAYU UNTUK KEBUTUHAN LOKAL

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 47/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 63/Menhut-II/2008

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.47, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Sanksi Administratif. Pemegang Izin. Pengenaan. Pencabutan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 28/Menhut-II/2009 TENTANG

Lampiran I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.24/Menhut-II/2009 TANGGAL : 1 April 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 43/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 68/Menhut-II/2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.45/Menhut-II/2011 TENTANG PENGUKURAN DAN PENGUJIAN HASIL HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

this file is downloaded from

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.33/MENHUT-II/2009 TENTANG PEDOMAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

MENTERI KEHUTANAN, MEMUTUSKAN :

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. KEHUTANAN. Industri. Bahan Baku. Hasil Hutan Kayu. Pemenuhan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 3/Menhut-II/2012

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

this file is downloaded from

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

this file is downloaded from

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 49/Menhut-II/2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

this file is downloaded from

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.54/MENHUT-II/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 9/Menhut-II/2009 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.35/MENHUT-II/2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing serta memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan regional, lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan, terutama untuk mengantisipasi dampak krisis maka perlu diambil langkah-langkah kemudahan dalam investasi di sub sektor industri kehutanan; a. bahwa sehubungan hal tersebut di atas, dipandang perlu melakukan perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412); 3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 4. Undang-Undang...

- 2-4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 48140); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008; 12. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan P.64/Menhut-II/2008; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan. MEMUTUSKAN...

- 3 - M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.35/MENHUT- II/2008 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2008 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan, diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 1 angka 3 dan angka 4 diubah, dan menambah satu angka baru yaitu angka 3a sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 3. Kayu Bulat adalah bagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran 50 centimeter ke atas. 3a. Kayu Bulat Sedang adalah bagian dari pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang dengan ukuran 30 (tiga puluh) centimeter sampai dengan 49 (empat puluh sembilan) centi meter. 4. Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah pengelompokan kayu yang terdiri dari kayu dengan diameter kurang dari 30 (tiga puluh) centimeter, berupa cerucuk, tiang jermal, tiang pancang, cabang, kayu bakar, dan kayu bulat dengan diameter 30 (tiga puluh) centi meter atau lebih berupa tonggak atau kayu yang direduksi karena mengalami cacat/busuk bagian teras/gerowong lebih dari 40% (empat puluh persen). 2. Ketentuan Pasal 1 angka 5, dihapus. 3. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Jenis industri primer hasil hutan kayu ( IPHHK) terdiri dari: a. Industri Penggergajian Kayu; b. Industri Serpih Kayu ( wood chip); c. Industri Vinir ( veneer ); d. Industri Kayu Lapis ( Plywood ); dan/ atau e. Laminated Veneer Lumber. (2) Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dapat dibangun dengan industri kayu lanjutan dengan menggunakan bahan baku Kayu Bulat, Kayu Bulat Sedang dan atau Kayu Bulat Kecil. (3) Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK) adalah pengolahan bahan baku bukan kayu yang dipungut dari hutan, meliputi antara lain rotan, sagu, nipah, bambu, kulit kayu, daun, buah atau biji, dan getah, serta hasil hutan ikutan antara lain berupa arang kayu. (4) Dalam...

- 4 - (4) Dalam hal satu industri primer hasil hutan kayu lebih dari satu jenis industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin diberikan dalam satu Keputusan yang mencantumkan jenis-jenis industri primer. 4. Diantara Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 3 (2a) Persyaratan permohonan IUIPHHK dengan kapasitas sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun, tidak diperlukan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf e, huruf f, dan huruf i. 5. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf h, dihapus. 6. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 6 (2) Pemegang IUIPHHK dapat melakukan perluasan produksi sampai dengan 30 % (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang diizinkan tanpa izin perluasan, dengan menambah bahan baku yang berasal dari hutan rakyat/perkebunan dan berasal dari hutan alam dengan syarat IUPHHK-HA telah mendapat sertifikat Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari serta melaporkan kepada Menteri Cq Direktur Jenderal: 7. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, dihapus. 8. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e, dihapus. 9. Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 9a yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 9a Pemegang IUI dapat menambah jenis industri di lokasi yang sama melalui permohonan izin perluasan, yang diajukan: a. di atas 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun kepada Menteri Kehutanan; b. sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun kepada Gubernur; c. sampai dengan 2.000 (dua ribu) meter kubik per tahun kepada Bupati/Walikota, dalam hal wewenang pemberian izin industri dilimpahkan kepada Bupati/Walikota. 10. Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) Pasal baru, yakni Pasal 15a yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 15a Pemegang IUI dapat mengurangi jenis industri di lokasi yang sama melalui permohonan persetujuan penurunan kapasitas produksi. 11. Ketentuan...

- 5-11. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 19 Dalam rangka meningkatkan daya saing, dapat diberikan izin industri primer dalam areal kerja IUPHHK. 12. Ketentuan Pasal 20 ayat (1) diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 20 (1) Dalam rangka meningkatkan daya saing, dapat diberikan izin pengolahan limbah pembalakan dalam kawasan hutan produksi : a. di dalam areal kerja IUPHHK-HT; b. di dalam areal kerja IUPHHK-HA yang memiliki sertifikat PHAPL berkategori tidak buruk; c. dalam hal IUPHHK-HA baru diterbitkan dan belum dinilai kinerja untuk mendapat sertifikat PHPL, dapat diberi uji coba paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang setelah dinilai oleh Menteri Kehutanan c.q. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. 13. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 21 1. Pemegang IUPHHK dapat diberikan izin uji coba pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dengan menggunakan mesin pengolah kayu yang bergerak (portable) atau tidak bergerak (non-portable) di areal kerjanya. 2. Jenis mesin portable sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Portable band saw atau portable circular saw dan/atau Portable rotary peeler atau portable slicer dan/atau portable chipper. 14. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 22 Pemegang IUPHHK dapat mengajukan permohonan izin uji coba pengolahan dengan menggunakan mesin portable sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dengan persyaratan sebagai berikut : a. Pemegang IUPHHK telah memiliki Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK); b. Pemegang IUPHHK telah memiliki Rencana Kerja Tahunan (RKT) satu tahun terakhir dan/atau tahun berjalan. 15. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23 (1) Permohonan izin uji coba pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (2) Permohonan...

- 6 - (2) Pemohonan izin uji coba pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan: a. Dokumen AMDAL IUPHHK-HA/IUPHHK-HT; b. Proposal dan kelayakan rencana investasi pengolahan limbah pembalakan; c. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya serta NPWP. (3) Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal menerbitkan surat penolakan permohonan izin uji coba pengolahan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. (4) Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipenuhi, Direktur Jenderal menerbitkan izin uji coba pengolahan selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. (5) Berdasarkan izin uji coba pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemegang izin wajib melaksanakan kegiatan uji coba pengolahan sesuai ketentuan dan batas waktu yang telah ditetapkan dalam izin uji coba, serta menyampaikan laporan kemajuan realisasi kegiatan uji coba pengolahan tiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota, dan Kepala Balai. (6) Direktur menugaskan Kepala Balai untuk melaksanakan pemeriksaan lapangan kegiatan uji coba pengolahan dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan disampaikan kepada Direktur Jenderal. (7) Dalam hal hasil pemeriksaan lapangan kegiatan uji coba pengolahan memberikan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang lebih buruk, Direktur Jenderal mencabut izin uji coba pengolahan setelah diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. (8) Kriteria pemeriksaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Direktur Jenderal. 16. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 24 Masa berlaku Persetujuan Izin Uji Coba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) adalah paling lama 1 (satu) tahun setelah pemasangan alat di lapangan dan tidak dapat diperpanjang. 17. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 25 Permohonan izin usaha industri bagi Pemegang Izin Uji Coba Pengolahan Limbah Pembalakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (4) diajukan kepada Menteri paling lambat 4 (empat) bulan sebelum izin uji coba berakhir. 18.Menambah...

- 7-18. Menambah satu ayat baru pada Pasal 38 yaitu ayat (5), yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 38 (5) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat diterbitkan dan disampaikan setelah Peraturan ini terbit. 19. Ketentuan Pasal 39, dihapus. Pasal II Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 9 Pebruari 2009 MENTERI KEHUTANAN, ttd H. M.S. KABAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Pebruari 2009 MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR : 27 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi ttd Suparno, SH NIP. 19500514 198303 1 001