Profil Pendidikan, Kesehatan, Dan Sosial Remaja Kota Bandung: Masalah Dan Alternatif Solusinya Juju Masunah, LPPM Universitas Pendidikan Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO PUSKESMAS KEDUNDUNG Jl. BY PASS KEDUNDUNG, TELP.(0321) MOJOKERTO

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun tersebut usia produktif penduduk Indonesia paling banyak dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB 1 : PENDAHULUAN. adalah penggunaan kondom pada hubungan seks risiko tinggi dan penggunaan

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULAN. Kasus kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang sangat. kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian,

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun data susenas 2006

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

PEMERINTAH KOTA DENPASAR DINAS KESEHATAN KOTA DENPASAR PUSKESMAS IV DENPASAR SELATAN JALAN PULAU MOYO NO 63A PEDUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

TINJAUAN HASIL SURVAI INDIKATOR KINERJA RPJMN 2015 BKKBN PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. populasi yang terbesar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

ADOLESCENT UNWANTED PRAGNANCY DIKALANGAN REMAJA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU MENGENAI HIV / AIDS PADA SISWA SISWI KELAS DUA DAN TIGA SALAH SATU SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG TAHUN 2006

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan seksual pranikah umumnya berawal dari masa pacaran atau masa penjajakan.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

Indonesia sebagai salah satu peserta ICPD, melaksanakan program KRR. Faktanya,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak-anak menuju ke jenjang masa

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PELAJAR TERHADAP PROGRAM GENERASI BERENCANA DI SMA NEGERI 13 MEDAN TAHUN 2015

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SEKSUAL KABUPATEN KULON PROGO PUSAT STUDI SEKSUALITAS PKBI DIY 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA MADIUN WALIKOTA MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, fenomena pernikahan dini kian lama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

SURVEI PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PADA SISWA SMA NEGERI PERKOTAAN DAN PEDESAAN DI KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Transkripsi:

Profil Pendidikan, Kesehatan, Dan Sosial Remaja Kota Bandung: Masalah Dan Alternatif Solusinya Juju Masunah, LPPM Universitas Pendidikan Indonesia Latar Belakang Populasi remaja Kota Bandung, usia 10-24 tahun, adalah 28,55% dari total populasi, yaitu sekitar 665.252 jiwa (BPS, 2011). Jumlah tersebut terdiri dari 345.975 remaja lakilaki dan 319.277 remaja perempuan. Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang menentukan keberhasilan bangsa ini di masa depan. Namun demikian, secara natural dalam proses perkembangannya, remaja sering menghadapi banyak konflik dan masalah yang harus diselesaikan dengan baik. Sebagian remaja dapat menjalankan tugas-tugas perkembangannya dengan baik, tapi banyak juga remaja yang tidak berhasil melalui masa-masa sulit yang dihadapinya. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja terkait pendidikan, kesehatan, dan sosial. Kajian ini memotret kondisi dan karakteristik remaja kota Bandung dari tiga aspek, yaitu pendidikan, kesehatan, dan sosial yang seringkali menjadi sumber masalah remaja. Remaja kota Bandung dan Pendidikan Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Bandung, jumlah siswa tahun 2010/2011 mengikuti pola yang menurun dari SD ke SMP. Hal ini dapat menjadi indikasi banyaknya siswa putus sekolah di Sekolah Dasar atau banyak siswa tidak melanjutkan ke SMP setelah lulus Sekolah Dasar. Untuk jumlah siswa SMP dan SLTA (SMA+SMK), ternyata hampir sama. Namun demikian, remaja kota Bandung nampak lebih memilih melanjutkan ke SMK dibandingkan SMA. Hal ini dapat disebabkan oleh lapangan kerja yang lebih luas untuk siswa SMK. Indeks Paritas Gender bidang pendidikan kota Bandung menunjukkan kesetaraan gender yang tertinggi ada di jenjang pendidikan SMK, dengan IPG = 1,00. Hal ini cukup mengagetkan karena asumsi masyarakat selama ini adalah SMK merupakan dominasi remaja laki-laki. Namun demikian, perlu diingat bahwa SMK terdiri dari berbagai program studi yang sangat mungkin gendered, atau program studi tertentu di dominasi oleh jenis kelamin tertentu. Dengan demikian, untuk memastikan apakah kesetaraan gender memang sudah tercapai di jenjang SMK, perlu ada pendataan khusus yang lebih spesifik per program studi di SMK. Untuk jenjang SMP dan SMA ternyata IPG menunjukkan angka 1,05 dan 1,18. Dengan demikian, pada kedua jenjang ini ternyata masih terjadi kesenjangan gender, dimana jumlah siswa perempuan melebihi laki-laki. Kebalikannya, untuk sekolah dasar, IPG menunjukkan angka 0,98 yang juga menunjukan kesenjangan gender dimana jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuan. 1

2 Kesehatan Reproduksi Remaja Kota Bandung Masalah yang terbanyak dialami remaja yang datang ke Puskesmas adalah gangguan haid, yaitu sebanyak 82%. Disusul oleh masalah Penyakit Menular Seksual sebanyak 8%, dan konsultasi KB sebanyak 4%. Masalah kesehatan reproduksi lainnya adalah masalah pacaran (2%), seks pra nikah (1%), abortus (1%), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) (1%), dan HIV/AIDS (1%). Sama dengan data puskesmas, laporan PKPR pun menunjukkan bahwa gangguan haid menduduki peringkat tertinggi (73%) untuk kasus kesehatan reproduksi remaja, diikuti oleh konsultasi kontrasepsi (15.18%), Penyakit Menular Seksual (3,75%), masalah pacaran (2,4%), seks pra nikah (2%), dan HIV/AIDS (1,92%). Data dari puskesmas dan PKPR tersebut, terutama tentang PMS, seks pra nikah, KTD, konsultasi KB, dan HIV/AIDS menunjukkan bahwa di kota Bandung terdapat remaja yang sudah aktif secara seksual. Walaupun angkanya relatif kecil, fenomena aktivitas seksual remaja sangat mungkin jauh lebih besar dari yang terdata oleh Puskesmas dan PKPR. Data ini juga menunjukkan adanya kebutuhan remaja untuk dapat mengakses layanan kesehatan reproduksi termasuk KB. Data berdasarkan kasus yang ditangani PKPR pada tahun 2010 dan 2011 adalah sebagai berikut.

3 Kasus Remaja yang Ditangani PKPR tahun 2010/2011 Jenis Kasus Remaja Thn. 2010 % Thn. 2011 % Gangguan haid 919 73,40 42 12,10 Seks pranikah 25 2,00 7 2,02 Kehamilan tak diinginkan 7 0,56 - - Abortus 10 0,80 - - IMS/PMS 47 3,75 - - HIV/AIDS 24 1,92 - - Konsultan Kontrasepsi 190 15,18 298 85,88 Masalah Pacaran 30 2,40 - - Total 1.252 100 347 100 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bandung Remaja Kota Bandung dan Seks Pra Nikah Diberitakan oleh Tribun Jabar (13 Agustus 2008) bahwa hasil penelitian baseline survey pengetahuan dan perilaku remaja kota Bandung oleh 25 Messenger Jawa Barat menunjukkan bahwa 56% dari 100 responden remaja dalam penelitian tersebut pernah melakukan hubungan seksual. Remaja yang disurvey berusia 15-24 tahun (Fatimah, 2008). Dari survey yang sama diketahui bahwa 30% remaja melakukan hubungan seks dengan pacarnya sendiri, 11% dengan pekerja seks komersial, 3% dengan orang yang baru dikenalnya, dan 40% ternyata bergonta-ganti pasangan (Fatimah, 2008). Survey lain yang dilakukan LSM SAHARA Indonesia yang dilakukan terhadap 1000 orang mahasiswa di kota Bandung pada tahun 2002 menemukan bahwa 44,8% mahasiswi remaja kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim. Sebagian besar dari pelaku adalah mahasiswa yang tinggal di tempat kost, dan tempat yang paling sering digunakan untuk melakukan hubungan seksual tersebut adalah tempat kost (51,5%) (Seksualitas.net). Remaja Kota Bandung dan HIV/AIDS Data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung di atas menunjukkan adanya peningkatan penderita HIV/AIDS di Kota Bandung dalam kurun waktu 2001-2009. Pada tahun 2009 terdapat 996 orang terinfeksi HIV dan 975 penderita AIDS. Jika dihitung rata-rata kenaikan per tahunnya adalah 78,18% untuk orang yang terinfeksi HIV dan 1071,43% untuk penderita AIDS. Dengan total penderita AIDS yang meninggal dunia untuk periode 2001-2009 adalah 105 orang. Angka ini jelas merupakan angka yang luar biasa. KPA (2011) bahkan menyatakan bahwa kota Bandung saat ini menempati peringkat tertinggi di Jawa Barat dalam hal penyebaran HIV.

4 Dilihat dari kelompok umur, data Dinas Kesehatan Kota Bandung (2011) menunjukkan penderita HIV/AIDS usia produktif 20-29 tahun mencapai 61,20%, paling tinggi dibandingkan dengan usia 30-39 tahun (25,26%) dan usia 15-19 tahun (2,97%), serta usia 0-14 tahun (2,86%) atau sebanyak 55 kasus yang 43 kasus diantaranya pada usia balita. Meskipun tidak ditemukan data yang persis kategori usia 10-24 thn, dilihat dari prosentase tersebut, sebagian remaja masuk ke dalam kategori usia produktif yang mendominasi penderita HIV/AIDS (20-29 tahun, 15-19 tahun, dan 0-14 tahun). Dapat diperkirakan, persentasenya cukup tinggi. Penularan tertinggi terjadi pada usia produktif dengan penularan terbesar melalui jarum suntik penggunaan narkoba sekira 43 % (Global-news.com). Remaja dan Masalah Kesehatan Lainnya Data Dinas Kesehatan Kota Bandung menunjukkan bahwa masalah kesehatan tertinggi remaja kota Bandung adalah rokok (63%), diikuti oleh masalah gizi/anemia (26%), alkohol (6%), gangguan belajar (3%), masalah tumbuh kembang (1%), dan Kekurangan Energi kronis (KEK) (1%).

5 Data dari PKPR menunjukkan bahwa NAPZA (34,65%) menempati peringkat tertinggi masalah kesehatan remaja, diikuti oleh gangguan gizi (13,27%), gangguan belajar (1,45%), dan masalah tumbuh kembang (0,24%). Masalah Kesehatan Remaja Menurut Kunjungan ke PKPR Jenis Kasus Remaja Thn. 2010 % Thn. 2011 % Gangguan gizi 1.689 13,27 - - Napza 4.409 34,65 - - Gangguan Belajar 185 1,45 - - Masalah Tumbuh Kembang 30 0,24 - - Lain-lain 6.411 50,39 320 100 Total 12.724 100,00 320 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bandung Remaja Kota Bandung dan Prostitusi Telah banyak diberitakan media bahwa perilaku seksual remaja di Bandung termasuk transaksi seksual. Salim, Sawariyanto, dan Syahban (2003) memberitakan dalam Gatra bahwa banyak remaja kota Bandung yang masih berstatus pelajar SLTA menawarkan transaksi seksual yang bukan hanya untuk uang di salah satu Mall terbesar di Bandung. Dalam berita lain yang dikutip dalam rakyatdemokrasi.wordpress.com menuliskan bahwa tempat-tempat yang biasa digunakan untuk nongkrong dan mencari pelanggan adalah di sekitar jalan Braga, Asia Afrika, Jend. Sudirman, Oto Iskandar Dinata, dan Dewi Sartika. Baru-baru ini, tanggal 1 Desember 2011, PJTV memberitakan telah terjaring 25 PSK berusia di bawah 25 tahun dalam razia Dinas Sosial kota Bandung (pjtv.co.id). Remaja Kota Bandung dan Penyalahgunaan Narkoba Kota Bandung sebagai sebuah kota besar memiliki risiko yang tinggi untuk menjadi kota dengan tingkat penyalahgunaan narkoba yang tinggi. Data tahun 2010 yang dicatat oleh PKPR kota Bandung menunjukkan ada 4.409 kasus narkoba yang ditangani PKPR. Ditambah dengan data Dinas Sosial kota Bandung yang mencatat 82 kasus penyalahgunaan narkoba. Gabungan kedua data tersebut jauh lebih besar dari prevalensi penyalahgunaan narkoba yang ditangani Polwitabes kota Bandung pada tahun 2007-2009 yang hanya 699 kasus (Apriyani, 2010). Disinyalir bahwa 40% pengguna Narkoba di kota Bandung berasal dari kalangan pelajar yang tentunya masih remaja (Republika Online, 2007). Remaja Kota Bandung dan Geng Motor Berita-berita negatif tentang geng motor di Bandung seringkali mewarnai lembar harian surat kabar ataupun berita di media elektronik. Salah satunya adalah seperti yang diberitakan oleh Suarakarya online (17 Nopember 2007) bahwa pada saat itu Polwiltabes mencatat 12 kasus kriminal yang dilakukan oleh geng motor. Kasus tersebut terdiri dari 6 kasus kekerasan, 5 kasus pengeroyokan, dan satu kasus penembakan senjata api rakitan terhadap masyarakat yang memakan korban.

6 Setidaknya ada lima geng motor di kota Bandung, yaitu XTC (Exalt to Coitus), BRIGEZ (Brigade Seven), M2R (MoonRaker), GBR (Grab on the Road), dan Semut Merah. Geng motor di Bandung disinyalir sering meresahkan masyarakat. Kekerasan kerap mewarnai aksi-aksi geng motor tersebut. Hal ini disebabkan oleh budaya yang dibangun dalam geng tersebut adalah budaya agresif. Dalam proses pelantikan anggota barunya, elemen kekerasan menjadi elemen utama. Perpeloncoan yang dilakukan adalah dengan tes keberanian dalam bentuk perkelahian dengan anggota lama, dan melakukan kebutkebutan di jalan raya tanpa alat pengaman dan rem (Dewi, 2011). Remaja Kota Bandung dan Pernikahan Dini Pernikahan dini, dimana pengantin berumur di bawah 16 tahun, masih sering dilakukan di Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Di Jawa Barat diperkirakan 36 % terjadi pernikahan dini. Pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama. Padahal pernikahan dini berarti mendorong remaja untuk menerabas alur tugas perkembangannya, menjalani peran sebagai dewasa tanpa memikirkan kesiapan fisik, mental dan sosial si pengantin. Di Kota Bandung terdapat 10,6% remaja perempuan yang menikah dibawah 16 tahun dan 6,1% menikah di usia 16 tahun. Remaja Kota Bandung dan Trafficking Kota Bandung saat ini merupakan daerah asal sekaligus penerima korban trafficking. Data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Jawa Barat menunjukkan bahwa dari 148 kasus korban trafficking yang dipulangkan ke Jawa Barat, 18 orang diantaranya adalah berasal dari kota Bandung. Dengan demikian kota Bandung menduduki posisi kedua tertinggi untuk daerah asal korban trafficking dari Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung (30 orang) (BPPKB Jabar, 2011). Selain sebagai daerah asal, Bandung juga merupakan daerah penerima. Yustiana (2011), dalam lokakarya pembentukan sub gugus tugas PTPPO kota Bandung, memaparkan penelitian yang dilakukan oleh LPA Provinsi Jawa Barat pada tahun 2005 terhadap 100 orang perempuan pekerja di tempat-tempat hiburan. Penelitian tersebut menemukan bahwa 39% responden berasal dari kota Bandung, 21% dari kabupaten Bandung, 31,6% dari kota lain di Jawa Barat, dan 8,4% dari luar Jawa Barat. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa 48,42% responden merupakan korban trafficking, dan 43,5% dijual pada usia 14-17 tahun. Menurut penelitian yang sama, usia yang paling rawan menjadi korban trafficking adalah 17 tahun (Yustiana, 2011). Alternatif solusi Permasalahan Remaja Menghadapi permasalahan di atas, berbagai alternative solusi untuk kebijakan penananganan remaja di Kota Bandung adalah sebagai berikut. a. Penanganan terintegrasi dari instansi lintas sektor sehingga program kegiatan untuk remaja ditangani secara multi aspek;

7 b. Program Ramah Remaja mutlak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, baik institusi formal maupun LSM; c. Program advokasi tentang kesehatan reproduksi remaja PIK-R mesti lebih giat dilakukan melalui organisasi siswa (OSIS), organisasi mahasiswa (ORMAWA), organisasi remaja di masyarakat, organisasi guru seperti KKG di SD dan MGMP di sekolah menengah, assosiasi pendidik, dan organisasi masyarakat lainnya; d. Program untuk Remaja di Luar Sekolah perlu digabungkan dengan Program Life Skill bagi Remaja, yakni dalam forum kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan seputar kesehatan, pendidikan dan sosial juga diikuti dengan Kegiatan Ekonomi Produktif Bagi Remaja, terutama Remaja Putus Sekolah dan yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi; e. Pendekatan kepada remaja melalui jalur kegiatan keagamaan hendaknya tidak bersifat intimidatif, karena remaja yang bermasalah akan menjauh bila diterapkan pendekatan yang menghakimi mereka; f. Pendekatan keluarga yang telah dikembangkan BKKBN melalui Bina Keluarga Remaja perlu diperkuat dan ditingkatkan eksistensinya melalui integrasi dengan Bina Keluarga Balita dan Bina Keluarga Lansia. Policy Brief ini ditulis oleh Juju Masunah, peneliti pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis Policy Brief ini disampaikan pada acara Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Kependudukan - BKKBN di Hotel Horison Bekasi, 16-18 Desember 2011.