Kajian Komoditas Unggulan Kehutanan dalam Mendukung Industri Kreatif Batik Kayu Kabupaten Gunungkidul

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara penghasil bambu yang cukup besar. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

I. PENDAHULUAN. penduduk di Indonesia bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber. kehidupan utama (Suparyono dan Setyono, 1994).

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

BAB I PENDAHULUAN. manfaatkan untuk tempat tinggal dan usaha pertanian (Adhitya, 2008).

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB II TINJAUAN UMUM

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. devisa non migas, penyedia lapangan kerja, dan berkaitan langsung dengan

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

DAFTAR ISI Riko ArRasyid, 2014 potensi pengembangan budidaya karet (hevea brasiliensis) di kabupaten bandung barat

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 2.8 Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Urusan Kehutanan Dinas Pertanian dan Kehutanan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB III METODE PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

KEADAAN UMUM WILAYAH

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisa Kesesuaian Lahan Dan Potensi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Tanah Laut Menggunakan Sistem Informasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

ISSN 2549-3922 EISSN 2549-3930 Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan) DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jp2wd.2020.4.3.186-194 Kajian Komoditas Unggulan Kehutanan dalam Mendukung Industri Kreatif Batik Kayu Kabupaten Gunungkidul Identification of Leading Forest Commodities in Supporting Batik Wood Creative Industry in Gunungkidul Regency Mohammad Reza 1* & Fardiah Qonita Ummi Naila 1 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Nasional, Jalan Sigura-gura Nomor 2 Kota Malang 65152, Jawa Timur, Indonesia; * Penulis korespondensi. e-mail: rz.abang@gmail.com (Diterima: 21 April 2020; Disetujui: 24 Juli 2020) ABSTRACT The forestry sector is one of the sectors that has a role in increasing revenue in Gunungkidul Regency, contributing more than a quarter of the regency s GRDP with main commodities of mahogany, acacia, and sengon. With a forest area of 56,592 Ha, it is possible for Gunungkidul Regency to produce large amounts of wood. Wood produced in Gunungkidul Regency are processed into wood-derived products in the form of wooden batik handicrafts, with an average annual turnover of Rp 4,134,801,000.00. This study aims to identify leading commodities using Location Quotient method and to provide land suitability factor for forestry commodities as batik wood industry raw material. Secondary data and primary data are used in this study. Secondary data were obtained through data collection from related institutions, such as the Office of Cooperatives and SMEs of Gunungkidul Regency and Gunungkidul Regency in Figures, Meanwhile, primary data were sourced from interviews. From the results of the study, it was concluded that mahogany and acacia are leading commodities compared to sengon. The implications of this research are expected to be input for the formulation of local government strategies, as well as for batik wood craft producers concentrated at Patuk District in developing the creative economy sector using raw material from Gunungkidul Regency. Keywords: creative economy, forestry commodity, leading commodity, Gunungkidul Regency, Location Quotient ABSTRAK Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan dalam meningkatkan pendapatan di Kabupaten Gunungkidul. Sektor kehutanan berkontribusi hingga mencapai lebih dari seperempat nilai PDRB dengan komoditas utama berupa kayu Mahoni, Akasia, dan Sengon. Luasan hutan 56,592 Ha memungkinkan Kabupaten Gunungkidul menghasilkan kayu dalam jumlah besar. Kayu yang dihasilkan di Kabupaten Gunung Kidul diolah menjadi produk turunan berupa kerajinan batik kayu, dengan omset rata-rata per tahun mencapai Rp 4,134,801,000.00. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi komoditas unggulan dengan metode Location Quotient dan memberikan pada faktor kesesuaian lahan terhadap komoditas kehutanan sebagai bahan baku industri batik kayu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui proses pengumpulan data dari instansi terkait, diantaranya Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Gunungkidul dan dari Kabupaten Gunungkidul 186

Dalam Angka. Sementara data primer bersumber dari hasil wawancara. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa tanaman mahoni dan akasia merupakan tanaman yang lebih unggul dibanding dengan jenis tanaman sengon. Implikasi dari adanya penelitian ini, diharapkan mampu menjadi masukan dalam penyusunan strategi pemerintah daerah maupun pelaku usaha kerajinan batik kayu yang terpusat di Kecamatan Patuk dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif dengan berbahan baku komoditas kehutanan Kabupaten Gunungkidul. Kata kunci: ekonomi kreatif, komoditas kehutanan, komoditas unggulan, Kabupaten Gunungkidul, Location Quotient LATAR BELAKANG Ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi yang memiliki bagian utama yaitu ide, gagasan sebagai kesatuan kreativitas yang memberikan nilai tambah. Dalam ekonomi kreatif, Peranan individu yang memiliki kreatifitas jauh lebih penting dibandingkan dengan yang bekerja dengan menggunakan alat. Sektor ekonomi kreatif tidak dapat diabaikan. Menurut data hasil survei ekonomi kreatif, Indonesia memiliki kontribusi PDB ekonomi kreatif terbesar yaitu pada subsektor kuliner, fashion dan kriya. Besarnya peranan berbagai sektor ekonomi dalam memberikan nilai tambah tiap komoditas akan menentukan struktur ekonomi pada sebuah daerah. Struktur ekonomi tersebut kemudian terbentuk sebagai penggambaran dari besar pengaruh suatu sektor ekonomi atau bidang usaha pada suatu daerah. Potensi lahan kehutanan di Kabupaten Gunungkidul cukup luas dan menjanjikan, dimana sudah terdapat industri batik kayu sebagai subsektor ekonomi kreatif yang terpusat di Kecamatan Patuk, sehingga perlu pemanfaatan yang optimal. Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan dalam meningkatkan pendapatan di Kabupaten Gunungkidul, hingga mencapai lebih dari seperempat nilai PDRB (Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, 2016) Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat bagi kehidupan masyarakat baik dalam segi perekonomian, ekologi, sosial maupun budaya. Oleh karena itu, hutan perlu dikelola dengan baik sehingga dapat terjamin kelestariannya (Taati, 2015). Menurut Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 2030, Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi dalam hal pengembangan wilayah untuk peruntukan hutan produksi tetap kurang lebih 12,810,100 Ha yang tersebar di 10 Kecamatan dan lahan dengan status hutan rakyat seluas kurang lebih 38,444 Ha. Dengan luasan hutan eksisting 56,592 Ha atau 74% dari luas administrasi Kabupaten Gunungkidul, merupakan hutan dengan status hutan rakyat sehingga industri batik kayu di Kabupaten Gunungkidul sangat potensial untuk dikembangkan. Di samping melakukan analisis terhadap keunggulan komoditas, penting untuk memperhatikan kesesuaian biofisik lahan hutan produksi. Data biofisik yang dimaksud antara lain luasan hutan, ketinggian dari permukaan air laut, jenis tanah, kondisi geologi, hidrologi curah hujan, topografi dan bentang alam lainnya (Nizar et al., 2016) Karakteristik biofisik Kabupaten Gunungkidul ditentukan oleh curah hujan, kemiringan lereng, topografi, geologi, jenis tanah, dan hidrologi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi komoditas kehutanan yang unggul di Kabupaten Gunungkidul dalam mendukung sektor ekonomi kreatif industsri batik kayu yang terpusat di Kecamatan Patuk dan memberi saran kepada pemangku kebijakan dalam melakukan perencanaan pembangunan ke depan, khususnya pada kawasan hutan produksi di Kabupaten Gunungkidul. METODOLOGI Metodologi memuat metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dan metode Location Quotient yang 187 Kajian Komoditas Unggulan

digunakan untuk penentuan komoditas unggulan kehutanan sebagai pendukung sektor ekonomi kreatif batik kayu di Kabupaten Gunungkidul. Metode penentuan lokasi, dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan potensi wilayah hutan produksi sebagaimana yang telah tercantum pada Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 2030 serta perannya dalam mendukung sektor ekonomi kreatif sebagai bagian dari industri pengolahan di Kabupaten Gunungkidul. Metode Pengumpulan Data Data yang didapatkan bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara pelaku usaha Batik Kayu. Data yang kami peroleh melalui wawancara yaitu terkait dengan bahan baku yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi batik kayu di Kabupaten Gunungkidul. Data sekunder didapatkan dari instansi pemerintah Kabupaten Gunungkidul, salah satunya yaitu Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Dalam Angka dan studi literatur. Metode Identifikasi Jenis Tanaman Prioritas Hutan dengan status hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul memiliki peran dalam meningkatkan pendapatan masyarakat serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat perdesaan. Potensi kehutanan dan perkebunan dapat dikembangkan dengan beberapa hasil komoditas kehutanan di antaranya kayu jati, mahoni, sonokeling, bambu, dan akasia. Namun untuk mengetahui jenis tanaman prioritas dalam penelitian ini dibutuhkan data yang diperoleh melalui proses wawancara terhadap pelaku usaha ekonomi kreatif di Kabupaten Gunungkidul khususnya yang membutuhkan dukungan komoditas kehutanan yaitu batik kayu sebagai preferensi dalam menentukan jenis tanaman prioritas. Metode Penentuan Komoditas Unggulan Komoditas dikategorikan sebagai komoditas unggulan apabila mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar domestik di Kabupaten Gunungkidul maupun pasar di luar daerah. Sektor unggulan juga disebut sebagai sektor basis (Muta'ali, 2015). Pada penelitian ini, metode penentuan komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis Location quotient. Analisis Location quotient (LQ) merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam pemodelan ekonomi basis sebagai langkah awal dalam mengetahui sektor yang mampu memacu laju pertumbuhan pada suatu daerah. Metode LQ digunakan untuk mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi dengan melakukan pendekatan perbandingan (Jumiyanti, 2018). Metode ini sesuai untuk diterapkan dalam penentuan komoditas unggulan khususnya ditinjau dari faktor produksi. Data yang digunakan untuk analisis LQ adalah jumlah produksi komoditas kehutanan Kabupaten Gunungkidul tahun 2014 2018 [Tabel 1]. Persamaan perhitungan LQ adalah: Keterangan: pi = Produksi jenis komoditas i pada tingkat Kabupaten pt = Total Produksi subsektor komoditas pada tingkat Kabupaten Pi = Produksi jenis komoditas i pada tingkat Provinsi Pt = Total Produksi subsektor komoditas pada tingkat Provinsi Apabila Nilai LQ lebih besar dari 1 maka dapat dikatakan komoditas i merupakan komoditas basis dan unggul, Nilai LQ sama dengan 1, maka dikatakan komoditas i merupakan komoditas non-basis dan hanya mampu memenuhi kebutuhan domestic, Nilai LQ lebih kecil dari 1, maka dikatakan komoditas i merupakan komoditas non-basis dan perlu melakukan impor untuk dapat memenuhi kebutuhan domestiknya. M. Reza & F. Q. U. Naila 188

Tabel 1. Produksi komoditas kehutanan Kabupaten Gunungkidul tahun 2014 2018 No. Komoditas Jumlah Produksi Komoditas Kehutanan Kayu Bulat per Tahun 2014 2015 2016 2017 2018 1 Sengon 5,707 8,827 7,683 6,127 6,254 2 Mahoni 7,031 6,573 6,034 6,801 6,740 3 Akasia 5,458 5,031 5,078 5,890 5,527 Kabupaten Gunungkidul 18,196 20,431 18,795 18,818 18,521 Metode Penentuan Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan diartikan sebagai kecocokan sebidang lahan dalam hal pemanfaatan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut berlaku bagi kondisi saat ini maupun setelah dilakukan upaya perbaikan maupun konservasi untuk mengurangi faktor pembatas pemanfaatan lahan. Secara detail, kesesuaian lahan juga diartikan sebagai kesesuaian sifat fisik pada suatu lingkungan, yang dipengaruhi oleh kondisi iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase dalam usaha tani atau komoditas yang ingin dioptimalkan (Ritung et al., 2011). Metode Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas Analisis kesesuaian lahan yang digunakan dalam menentukan ketiga jenis kayu potensial di Kabupaten Gunungkidul menggunakan sistem klasifikasi yang disusun oleh Soepraptohardjo (1962), yang kemudian direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan ilmu tanah di dunia. Dimana, definisi-definisi yang digunakan disesuaikan dengan legenda pada Soil Maps of The World setelah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Ordo merupakan klasifikasi kesesuaian (kecocokan) lahan. Pada tingkat ordo, Kesesuaian lahan dibagi menjadi lahan dengan dua klasifikasi, sesuai (N) dan tidak sesuai (S). Pembagian kelas untuk ordo S sebanyak 3, yaitu S1, S2, S3 dan sementara ordo N tidak dibagi kelas. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih spesifik dari ordo dan menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu ordo. Kelas sangat sesuai (S1) merupakan kelas lahan yang tidak mempunyai faktor yang dapat membatasi atau berarti dalam pemanfaatan lahan secara berkelanjutan, atau hanya mempunyai faktor pembatas yang sangat sedikit dan cenderung dapat diabaikan. Kelas kedua untuk ordo S yaitu lahan sesuai (S2) merupakan lahan yang mempunyai faktor yang dapat menurunkan tingkat produktivitas, sehingga membutuhkan adanya tambahan perlakuan. Biasanya faktor pembatas tersebut masih dapat diatasi oleh petani di antaranya yaitu dengan melakukan pengolahan tanah dan tindakan konservasi. Kelas ketiga, ordo S yaitu kelas sesuai marginal (S3) merupakan lahan yang mempunyai faktor pembatas yang dapat sangat mempengaruhi tingkat produktivitasnya, dan lebih banyak membutuhkan upaya pengolahan yang lebih kompleks dan hati-hati. Pada kelas 3 ordo S, memerlukan biaya yang tinggi sehingga diperlukan adanya keterlibatan pemerintah serta pihak swasta untuk membantu petani dalam mengatasi faktor pembatas tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Industri Batik Kayu di Kabupaten Gunungkidul memiliki kontribusi 5% dari jumlah pendapatan rata-rata per tahun sektor ekonomi kreatif di Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar Rp 4,134,801,000 dengan serapan tenaga kerja pengrajin batik kayu sebanyak 332 jiwa. Menariknya, industri batik kayu di Kabupaten Gunungkidul merupakan satusatunya industri pada sektor ekonomi kreatif yang bahan baku utamanya yaitu kayu mahoni, sengon dan akasia yang didapatkan langsung dari Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul memiliki 56,592 Ha luas hutan dengan status hutan, hutan rakyat maupun hutan negara atau 38% dari luas keseluruhan Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan hasil analisis LQ diketahui bahwa nilai LQ pada komoditas kehutanan sebagai 189 Kajian Komoditas Unggulan

pendukung sektor ekonomi kreatif batik kayu adalah sebagai berikut: Tabel 2. LQ Komoditas kehutanan pendukung sektor ekonomi kreatif Komoditas Jumlah LQ Sengon 4.98 Mahoni 5.01 Akasia 5.01 Hasil analisis pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ketiga komoditas tersebut memiliki nilai di atas 1 sehingga komoditas yang bersangkutan dapat disimpulkan merupakan sektor unggulan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 dan sudah mampu memenuhi kebutuhan di daerahnya sendiri. Berdasarkan nilai LQ yang paling besar, kita dapat lihat bahwa urutan nilai LQ yaitu Mahoni dan Akasia serta Sengon. Kemungkinan rendahnya nilai LQ pada tanaman sengon juga dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik masing-masing komoditas kehutanan yang menjadi pendukung produk ekonomi kreatif batik kayu. Pohon sengon merupakan jenis tanaman yang memiliki nama latin Albizia chinensis merupakan jenis tanaman yang akan optimal tumbuh pada jenis tanah latosol, andosol, alluvial, dan podsolik dengan ph antara 6-7, curah hujan 2,000 2,700 mm/tahun dan ketinggian 30 1,185 m diatas permukaan laut (Suita et al., 2016 ). Jenis tanah, curah hujan dan ketinggian merupakan faktor yang saling berkaitan dan mempengaruhi pertumbuhan pohon sengon pada suatu daerah. Kabupaten Gunungkidul, memiliki sebaran tanah andosol pada dataran menengah dengan kelerengan >45% yang terbentuk dari bahan induk yaitu vulkanik andesitik yang berasal dari aktivitas Gunung Merapi. Karakteristik tanah andosol yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul memiliki keunikan yaitu ditemukannya kandungan mineral liat imogilit yang hanya ditemukan di Kabupaten Gunungkidul dan Gunung Salak yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Pembentukan imogilit sendiri dipengaruhi oleh faktor curah hujan dan temperatur, dan kandungan alofan yang berasal dari abu vulkanik. Semakin baik kondisi drainase yang dipengaruhi oleh tingginya curah hujan akan mempercepat proses pencucian silika yang terdapat pada mineral alofan. Rendahnya kandungan alofan di Indonesia jika dibandingkan negara lain merupakan faktor penyebab sedikitnya imogilit ditemukan di Indonesia (Sukarman et al., 2014) Kandungan mineral liat imogilit sendiri bermanfaat untuk menjaga kandungan bahan organik di permukaan tanah. Tentunya keberadaan jenis tanah andosol yang melimpah ini dapat mendukung pertumbuhan sengon. Sementara untuk kedua jenis komoditas kehutanan sebagai bahan baku batik kayu yaitu, pohon mahoni dan akasia memiliki karakteristik yang berbeda dengan pohon sengon. Pohon mahoni yang memiliki nama latin Swietenia mahagoni, dikategorikan sebagai jenis tanaman yang tidak membutuhkan karakteristik tanah tertentu dan dapat bertahan pada kondisi yang minim. Walaupun demikian, pertumbuhan akan optimal pada tanah subur, memiliki solum dalam atau memiliki lapisan permukaan dan subsoil yang mengalami proses pembentukan tanah dan aerasi baik, memiliki derajat keasaman antara 6.5 sampai dengan 7.5. Dapat tumbuh dengan baik sampai dengan ketinggian 1,000 meter dari permukaan laut namun masih dapat ditemui pada ketinggian maksimum 1,500 meter dpl, mudah ditemui pada daerah dengan iklim tropis basah hingga daerah beriklim musim (tipe iklim A-C menurut Schmidt-Ferguson). Dengan curah hujan antara 1,500 5,000 mm/tahun, dan memiliki suhu udara rata-rata 11 36 C (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten, 2017). Dari pesyaratan tumbuh tanaman mahoni dapat diketahui bahwa tanaman Mahoni memiliki faktor pembatas yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sengon, hal ini memungkinkan proses budidaya lebih optimal dilakukan. Pohon akasia dengan nama latin Acacia mangium, dapat tumbuh baik pada lahan yang mengalami erosi, berbatu dan memiliki jenis tanah Alluvial serta tanah yang memiliki ph rendah. Dan dapat tumbuh pada ketinggian M. Reza & F. Q. U. Naila 190

antara 30 130 mdpl diatas permukaan laut, dengan curah hujan yang bervariasi antara 1,000 4,500 mm. setiap tahun. Pertumbuhan Acacia mangium kurang baik pada ketinggian lebih dari 300 mdpl (Adinugraha et al., 2007). Perbedaan karakteristik tanaman akasia juga akan mempengaruhi faktor yang mendukung pertumbuhan, oleh karena itu perlu dilakukan analisis pada kesesuaian lahan di Kabupaten Gunungkidul untuk menentukan strategi pengembangan budidaya komoditas kehutanan pendukung ekonomi kreatif. Dari penjabaran karakteristik ketiga jenis komoditas kehutanan terpilih yaitu pohon sengon, mahoni dan akasia sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tanaman sengon memiliki faktor pembatas yang lebih banyak dibandingkan tanaman akasia dan mahoni. Lebih detail terkait potensi budidaya ketiga komoditas tersebut sebagai bahan baku penunjang sektor ekonomi kreatif di Kabupaten Gunungkidul maka diperlukan analisis terhadap kesesuian jenis lahan ketiga komoditas kehutanan yang mendukung subsektor ekonomi kreatif yaitu batik kayu metode yang digunakan yaitu analisis overlay dengan data kesesuaian lahan warna hijau sebagai indikator lahan yang sangat sesuai, warna kuning merupakan lahan yang sesuai dan warna merah merupakan lahan yang sesuai marjinal. Gambar 1. Peta kesesuaian lahan sengon Tabel 3. Hasil analisis kesesuaian lahan sengon Kabupaten Gunungkidul Keterangan Luasan (Ha) Persentase Sangat Sesuai 29,579.75 20% Sesuai 78,129.99 53% Sesuai Marjinal 39,960.64 27% Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa komoditas tanaman sengon menunjukkan persentase luasan lahan yang sesuai untuk ditanami pohon sengon, lahan yang memiliki klasifikasi sangat sesuai adalah lahan yang dalam pemanfaatannya dalam penanaman pohon sengon dapat secara lestari tanpa adanya resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya, dimana di Kabupaten Gunungkidul memiliki luasan sebesar 20%, pada Gambar 1 Peta Kesesuaian Lahan Sengon Kabupaten Gunungkidul ditandai dengan warna hijau muda. Untuk klasifikasi kelas sesuai presentase luasan sebesar 53%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa luasan lahan yang dapat ditanami tanaman sengon tanpa perlu adanya upaya mengurangi faktor pembatas yaitu sebesar 73%. 191 Kajian Komoditas Unggulan

Pada Tabel 4 hasil analisis kesesuaian lahan mahoni Kabupaten Gunungkidul menunjukkan persentase luasan lahan yang sangat sesuai yaitu sebesar 34% dan kelas sesuai yaitu sebesar 49% dengan jumlah akumulasi luasan lahan yang dapat dimanfaatkan secara lestari untuk penanaman mahoni adalah sebesar 83% lebih besar 10% dibandingkan dengan tanaman sengon [Gambar 2]. Tabel 4. Hasil analisis kesesuaian lahan mahoni Kabupaten Gunungkidul Keterangan Luasan (Ha) Persentase Sangat Sesuai 50,538.88 34% Sesuai 71,912.04 49% Sesuai Marjinal 23,011.53 16% Tidak Sesuai 2,380.49 2% Gambar 2. Peta kesesuaian lahan mahoni Tabel 5. Hasil analisis kesesuaian lahan akasia Kabupaten Gunungkidul Keterangan Luasan (Ha) Persentase Sangat Sesuai 46,031.67 31% Sesuai 74,994.43 51% Sesuai Marjinal 26,644.25 18% Berdasarkan Tabel 5, hasil analisis kesesuaian lahan akasia Kabupaten Gunungkidul diketahui persentase luasan lahan yang termasuk kelas sangat sesuai yaitu sebesar 31% dan 51% untuk kelas sesuai. Akumulasi luasan lahan yang dapat dimanfaatkan secara lestari tanpa perlu adanya upaya mengurangi faktor pembatas adalah sebesar 82% [Gambar 3]. M. Reza & F. Q. U. Naila 192

Gambar 3. Peta kesesuaian lahan akasia Persentase tersebut lebih rendah 1% dibandingkan dengan luasan tanaman mahoni dan lebih tinggi 9% dibandingkan dengan tanaman sengon. Analisis kesesuaian lahan dengan metode overlay menunjukkan efisiensi penanaman komoditas mahoni sebagai komoditas unggulan penunjang sektor ekonomi kreatif di Kabupaten Gunungkidul. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:. 1. Apabila ditinjau dari hasil perhitungan LQ, komoditas kehutanan yang merupakan bahan baku pendukung ekonomi kreatif batik kayu di Kabupaten Gunungkidul yaitu sengon, mahoni dan akasia yang memiliki nilai lebih dari satu, sehingga merupakan komoditas basis atau unggulan di Kabupaten Gunungkidul. 2. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan maka diketahui bahwa Kabupaten Gunungkidul lebih potensial untuk ditanami komoditas mahoni dengan presentasi 83% luas lahan yang sesuai untuk dapat ditanami sengon 3. Strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas dan keunggulan tanaman akasia dan sengon di Kabupaten Gunungkidul adalah dengan melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi lahan hutan rakyat khususnya untuk tanaman sengon dan melakukan pembinaan terhadap masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Adinugraha, H. A., Pudjiono, S., & Herawan, T. (2007). Teknik Perbanyakan Vegetatif Jenis Tanaman Acacia mangium. Info Teknis, 5 (2), 1 6. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten. (2017). Budidaya Mahoni (Swietenia macrophylla King.). Banten. Jumiyanti, K. R. (2018). Analisis Location Quoetient dalam Penentuan Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Gorontalo. Gorontalo Development, 29 43. Muta'ali, L. (2015). Teknik Analisis Regional. Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFP). 193 Kajian Komoditas Unggulan

Nizar, M., Malik, A., & Wahid, A. (2016). Studi Komposisi dan Potensi Vegetasi Hutan Produksi di Wilayah KPHP Model Dampelas Tinombo Desa Lembah Mukti Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. Warta Rimba, 4 (1), 65 73. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. (2016). Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2021. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Ritung, S., Nugroho, K., Ramadhan, A. G. (2017). Strategi Pengembangan Subsektor Pertanian di Kabupaten Bogor dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Soepraptohardjo. (1962). Suatu Cara Penilaian Kemampuan Lahan. Fakultas Geografi UGM. Suita, E., Sudrajat, D., & Nurhasybi. (2016). Pertumbuhan Bibit Sengon Merah (Albizia chinensis (osbeck) Merr.) Pada Media Semai Cetak dan Perbandingannya Dengan Bibit Polybag. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 7 (2), 141 149. Sukarman & Dariah, A. (2014). Tanah Andosol di Indonesia. (M. Anda, Himatullah, & Y. Sulaeman, Eds.) Bogor, Jawa Barat, Indonesia: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. ISBN: 978-602-8977-84-5. Taati, L. (2015). Analisis Komposisi dan Potensi Hutan Produksi di Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dampelas Tinombo Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. e-jurnal Katalogis, 3 (11), 203 216. M. Reza & F. Q. U. Naila 194