PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK



dokumen-dokumen yang mirip
PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PENGELOLAAN PKBM MANDIRI DAN BERKUALITAS

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan urusan wajib yang harus dipenuhi oleh pemerintah

PROGRAM SANGIHE MENGAJAR: Kiat Baru Pemenuhan Guru di Pulau-Pulau dan Desa Terpencil DI KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE, SULAWESI UTARA

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS JAMINAN RUJUKAN PERSALINAN BAGI IBU HAMIL RISIKO TINGGI

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PANDUAN PENERAPAN PRAKTIK CERDAS PROGRAM GURU TIDAK TETAP DI DAERAH TERPENCIL DAN KEPULAUAN

Pengarusutamaan Gender di Sulawesi Tenggara Percepatan Pengarusutamaan Gender Dengan Kerjasama Multipihak

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BEASISWA SISWA DAN MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA TIDAK MAMPU

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRAKTIK CERDAS : INOVASI PEMERINTAH DAERAH DALAM RANGKA PERCEPATAN PENCAPAIAN SPM DAN MDGs BIDANG PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DI INDONESIA APRIL 2014

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2014

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 46 NOMOR 46 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI POLEWALI MANDAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 22 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 2 Tahun : 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

MANAJEMEN DATA : Peningkatan Pengelolaan Data untuk Mencapai Target SPM Bid. Kesehatan dan Pendidikan Dasar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 113 TAHUN 2012

TUJUAN 2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP dan BUPATI CILACAP MEMUTUSKAN :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

SERI ANALISA ANGGARAN MULTIPIHAK BERBASIS SPM/MDGs & BERKEADILAN GENDER PANDUAN ANALISA PRAKTIS APBD BAGI DPRD VERSI UJICOBA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara formal dilakukan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis.

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN BUPATI BUTON UTARA NOMOR : 53 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN LITERASI KABUPATEN SEMARANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

Teknik-teknik Pemetaan Swadaya (PS) Kajian Pendidikan

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 74 Tahun : 2016

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 3 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

Transkripsi:

A

PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK Praktik Cerdas ini didukung oleh Proyek BASICS melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative pada tahun 2010-2013 Penulis Tim BASICS Penyunting Theresia Erni Penasehat Tim Babcock Kontributor Pemerintah Kota Bitung, Sulawesi Utara Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara Dicetak di Jakarta Maret 2014 Publikasi ini didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) Canada melalui Proyek BASICS. Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak dengan syarat disebarkan secara gratis dan mencantumkan sumbernya. Versi elektronik dokumen ini dapat diunduh dari situs internet www.basicsproject.or.id

PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK PUTUS SEKOLAH MELALUI KERJASAMA MULTIPIHAK Proyek BASICS mendefinisikan Praktik Cerdas sebagai beragam upaya yang berhasil dilakukan pemerintah daerah bersama masyarakat dalam menjawab tantangan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan dan berkontribusi pada pencapaian SPM dan MDGs di bidang kesehatan dan pendidikan dasar. i

ii

SEKILAH TENTANG PROYEK BASICS BASICS (Better Approaches for Service Provision through Increased Capacities in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek inisiatif kerjasama antara Pemerintah Kanada melalui Canadian International Development Agency (CIDA) dengan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman pada tanggal 25 September 2007 di Jakarta. Cowater International dipilih sebagai Badan Pelaksana Kanada untuk melaksanakan seluruh proyek termasuk administrasi keuangan dan pengelolaan teknis proyek dalam dokumen Project Implementation Plan (PIP) yang disepakati bersama. Proyek BASICS bekerja di 10 Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dalam rangka berkontribusi bagi percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dan pendidikan, dan Millennium Development Goals (MDGs). Lima kabupaten/kota Propinsi Sulawesi Utara terdiri atas: Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab. Siau Tagulang dan Biaro, dan Kab. Kepulauan Sangihe. Sedangkan lima kabupaten/kota Propinsi Sulawesi Tenggara meliputi Kota Baubau, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab. Konawe Selatan dan Kab. Kolaka Utara. Pada tahun 2014, Proyek BASICS menambah 4 kabupaten sebagai mitra kerja di Propinsi Sulawesi Utara (Kab. Kepulauan Talaud dan Kab. Minahasa Tenggara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (Kab. Bombana dan Kab. Konawe Utara). Proyek BASICS mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama adalah pengembangan kapasitas (Capacity Development) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para pihak (eksekutif, legislatif, dan organisasi masyarakat sipil) di daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, melalui: (1) peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam perencanaan dan penganggaran untuk meningkatkan pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan; (2) penguatan kapasitas DPRD bersama Organisasi Masyarakat Sipil dalam mendukung dan mengawasi kinerja pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan di daerah; dan (3) pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan. Komponen kedua adalah BASICS Responsive Initiative (BRI) yang merupakan dana hibah yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendukung inovasi atau praktik cerdas yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan untuk percepatan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dan pendidikan dan Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs). Informasi lebih lanjut tentang Proyek BASICS dapat dilihat pada www.basicsproject.or.id iii

iv

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ABSTRAKSI BAB I MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? A. Latar Belakang B. Tujuan C. Landasan Hukum D. Ruang Lingkup E. Pemanfaat BAB II KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME A. Konsep Dasar dan Pengertian B. Strategi Penanganan C. Mekanisme Operasional BAB III LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN A. Tahapan Persiapan 1. Pembentukan Tim Kerja Pendidikan 2. Pendataan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar 3. Rapat Koordinasi Pendidikan Tingkat Kabupaten 4. Pembentukan Kebijakan Daerah 5. Pencanangan Gerakan Pengetasan Putus Sekolah B. Tahapan Pelaksanaan 1. Kunjungan Rumah 2. Pemberian Bantuan Pembiayaan Pendidikan 3. Pendirian Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) 4. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Miskin 5. Penguatan Tim Kerja Pendidikan 6. Mendorong Kemitraan dengan Masyarakat D. Pembiayaan Program C. Monitoring dan Evaluasi vii ix 1 1 2 2 3 3 7 7 7 8 13 13 13 13 15 16 16 17 17 17 18 18 19 19 20 20 v

vi

KATA PENGANTAR Proyek BASICS ikut mendukung pencapaian MDGs bidang pendidikan pada tahun 2015 yang menargetkan pendidikan dasar untuk semua dengan memastikan bahwa pada tahun 2015 semua anak akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Salah satu indikator keberhasilannya adalah meningkatnya Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs). Makin tinggi APM berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah. Selain putus sekolah, tentu saja masih ada faktor lain yang berkontribusi pada pencapaian APM, seperti jumlah anak yang tidak pernah bersekolah dan umumnya menjadi buta huruf. Salah satu upaya peningkatan APM pendidikan dasar yang didukung Proyek BASICS adalah melalui pengentasan anak putus sekolah, yang merupakan masalah klasik pendidikan Indonesia. Pendekatan multipihak dan multisektor dipilih dalam penanganan anak usia sekolah pendidikan dasar putus sekolah. Pendekatan ini sudah diterapkan di Kabupaten Minahasa Utara melalui Program Sumikolah (Kembali Sekolah), dan Kota Bitung melalui Program Basekolah (Ayo Sekolah). Kedua program yang didukung pendanaannya melalui mekanisme BASICS Responsive Initiative selama tahun 2011-2013 ini telah berkontribusi pada meningkatnya jumlah anak putus sekolah yang kembali bersekolah dan dengan demikian berkontribusi pada percepatan peningkatan APM pendidikan dasar. Panduan ini disusun dalam rangka membagikan pengalaman dan pembelajaran yang didapat dari program penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah melalui pendekatan multipihak dan multisektor yang sudah dilakukan mitra kerja Proyek BASICS. Harapan kami semoga Buku Panduan ini dapat membantu memberikan masukan bagi pengambil kebijakan dan kelompok-kelompok masyarakat pemerhati pendidikan di daerah-daerah dengan permasalahan yang sama. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan berkontribusi dalam pengembangan praktik cedas ini sekaligus menyampaikan apreasiasi kepada seluruh kontributor yang mendukung penyusunan panduan ini. Maret 2014 Bill Duggan Project Director BASICS vii

viii viii

ABSTRAKSI Permasalahan putus sekolah pendidikan dasar dan penanganannya merupakan tema utama yang diangkat dalam panduan ini. Panduan Penerapan Praktik Cerdas ini disusun sebagai upaya untuk mendokumentasikan proses penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kerjasama multipihak antara Pemerintah Daerah dan berbagai pemangku kepentingan pendidikan yang ada di daerah, mulai tingkat Kabupaten/Kota, sampai di tingkat desa/kelurahan. Dalam panduan ini dijelaskan langkah-langkah yang dilakukan dua daerah mitra kerja Proyek BASICS di Propinsi Sulawesi Utara, yaitu Kota Bitung dengan Program Basekolah dan Kabupaten Minahasa Utara dengan Program Sumikolah. Dua model inovasi tersebut merupakan sedikit dari banyak inovasi lain yang bisa dikembangkan oleh Pemerintah Daerah. Langkah-langkah yang dijabarkan dalam bagian ini selalu dapat dikembangkan sesuai kebutuhan, masalah atau tantangan dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal yang sangat penting dalam mendukung keijakan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan dasar di bidang pendidikan adalah komitmen dan keterlibatan aktif para pemangku kepentingan pendidikan baik unsur pemerintah maupun masyarakat. ABSTRACT The problem of school dropouts in primary education and some innovative steps taken to overcome this problem is the main theme in these guidelines. These guidelines on the ìsmart practiceî implementation was developed in an effort to document the process of handling the problems of drop out students in basic education through multi-stakeholder collaboration between the local government and various education stakeholders, from the district /city level to the community level. These guidelines explain the steps implemented by two BASICS Projectís partners in North Sulawesi, the city of Bitung with its ìbitung Basekolahî program and North Minahasa District with its ìsumikolahî program. The two models of innovation are just a few of the many other innovations that can be developed by local government according to the assets, opportunities, needs, challenges and potential problems or areas concerned. The most important thing to support governmentís policy to improve the basic services in education is the commitment and active involvement of education stakeholders, both from the government and the community levels. ix ix

x

SETIAP ANAK BERHAK MEMPEROLEH PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRIBADINYA DAN TINGKAT KECERDASANNYA SESUAI DENGAN MINAT DAN BAKATNYA. (Undang-Undang Perlindungan Anak) A

B

BAB I MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? A. Latar Belakang Salah satu hak anak, termasuk hak seluruh warga negara Indonesia, adalah memperoleh pendidikan. Mengapa pendidikan menjadi hal yang penting? Karena pendidikan dapat memperbaiki kehidupan suatu masyarakat. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dengan tegas menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. 1 Ditegaskan juga bahwa negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. 2 Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar sembilan tahun. Program Wajib Belajar di Indonesia dimaknai sebagai pemberian kesempatan belajar seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan sampai jenjang yang pendidikan tertentu atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut antara lain: (1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk SD/MI; (2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SMP/MTs; dan (3) pendidikan untuk semua (education for all). MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME Kebijakan tersebut kemudian ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mewajibkan semua anak usia 7 sampai dengan 15 tahun untuk memperoleh pendidikan dasar, dan secara khusus diatur melalui Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Pada tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali mencanangkan Wajib Belajar 12 tahun dengan target pada tahun 2020 semua warga Indonesia berpendidikan minimal SMA/SMK/MA. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN Kenyataannya, program Wajib Belajar Sembilan Tahun tidak benar-benar tuntas. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di Indonesia terbilang masih tinggi. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa pada tahun 2007, dari 100% anak-anak yang masuk SD/MI, hanya 80% yang bisa belajar sampai lulus, sedangkan 20% lainnya putus sekolah. Lebih memprihatinkan lagi, dari 80 persen yang bisa lulus SD/MI, hanya 61% yang bisa melanjutkan ke SMP/MTs, dan dari jumlah itu hanya 48% yang bisa belajar sampai lulus SMP/MTs. Dari 48% yang lulus SMP, hanya 21% yang melanjutkan ke SMA/MA tetapi yang berhasil lulus hanya 10%. Data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas tahun 2012 bahkan menyebutkan ada sekitar 4,7 juta siswa pendidikan dasar yang terancam (beresiko tinggi) putus sekolah. 1 Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 2 Pasal 49 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 1

Dari jumlah itu sedikitnya 2,7 juta siswa tingkat SD/MI dan 2 juta siswa setingkat SMP/MTs. Melihat angka-angka tersebut, memang sungguh sangat memprihatinkan. Fenomena putus sekolah seakan menjadi masalah klasik yang sekian lama tidak berhasil dituntaskan oleh Pemerintah. Tampaknya faktor kesulitan ekonomi (kemiskinan) masih menjadi penyebab utama anak menjadi putus sekolah di Indonesia. Untuk megatasi hal tersebut, Pemerintah menggulirkan berbagai program bantuan pendidikan, antara lain: BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BSM (Bantuan Siswa Miskin), dan PKH (Program Keluarga Harapan). Meskipun masalah ekonomi merupakan penyebab utama, masih banyak faktor-faktor lain yang juga ikut berkontribusi pada tingginya anka putus sekolah di Indonesia. Beberapa faktor lain diantaranya: masalah keluarga, lingkungan pergaulan anak, situasi belajar mengajar di sekolah, kondisi psikologis anak, ketidakmampuan fisik dan mental, ketidaktersediaan akses ke sekolah, dan lain-lain. Mengingat kompleksnya permasalahan anak putus sekolah, maka penanganannya perlu dilakukan secara terpadu dan lintas sektor, dan secara bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat. Harapannya agar faktorfaktor penyebab putus sekolah dapat ditangani secara efektif dan tuntas. B. Tujuan Tujuan disusunnya Panduan Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah melalui Kerjasama Multipihak ini adalah sebagai berikut: a) Memberikan pedoman bagi pengambil kebijakan di Pemerintahan Daerah dalam membuat kebijakan dalam rangka penuntasan masalah putus sekolah pendidikan dasar; b) Memberikan pedoman bagi SKPD teknis urusan pendidikan (termasuk Kantor Kementrian Agama) dalam merencanakan program dan kegiatan terkait penanganan anak putus sekolah; c) Memberikan pedoman bagi kelompok/lembaga/organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan dalam merencanakan program dan kegiatan terkait penanganan pendidikan anak putus sekolah melalui kerjasama aktif dengan pemerintah daerah; C. Landasan Hukum Landasan hukum disusunnya Panduan Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar melalui Kerjasama Multipihak ini adalah sebagai berikut: a) Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak; 2

b) Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; c) Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; d) Undang-Undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan; e) Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 1992 tentang Peran Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional; f) Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; g) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; h) Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Antara Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; i) Peraturan Pemerintah nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar; j) Peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan; k) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 23 tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar. MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME D. Ruang Lingkup Panduan Ruang lingkup pembahasan dalam Panduan ini meliputi konsep dasar dan strategi serta langkah-langkah penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui pendekatan multipihak dan multisektor. Adapun isi panduan ini tidak bersifat kaku, tetapi disusun atas dasar pengalaman awal ujicoba pelaksanannya di wilayah kerja BASICS di Sulawesi dan dapat dan perlu disesuaikan dengan keadaan, potensi dan minat masyarakat dan pemerintah di setiap daerah. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN E. Pemanfaat Panduan Panduan Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar Melalui Pendekatan Multipihak ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam menyusun kebijakan pengentasan putus sekolah pendidikan dasar di daerahnya; 3

2. SKPD teknis pendidikan termasuk Kantor Kementerian Agama yang terlibat dalam urusan pendidikan, sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam proses perencanaan program dan kegiatan terkait penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui pendekatan multipihak dan multisektor; 3. Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa/Kelurahan, sebagai bahan masukan dan pembelajaran untuk lebih memahami peran dan tugasnya dalam penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kemitraan aktif dengan pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan, baik instansi pemerintah maupun non pemerintah; 4. Guru, Organisasi Profesi Guru, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, dan organisasi masyarakat sipil lainnya yang bergerak dalam bidang pendidikan, sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam memahami peran dan tugasnya dalam penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar melalui kemitraan bersama Pemerintah Daerah; dan 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sebagai bahan masukan dan pembelajaran dalam melakukan penganggaran untuk pendidikan dan menjalin kerjasama dengan Pemerintah Daerah dalam program dan kegiatan terkait penanganan anak putus sekolah pendidikan dasar. 4

MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN NEGARA, PEMERINTAH, KELUARGA, DAN ORANG TUA WAJIB MEMBERIKAN KESEMPATAN YANG SELUAS-LUASNYA KEPADA ANAK UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN (Undang-Undang Perlindungan Anak) 5

6

BAB II KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME A. Konsep Dasar dan Pengertian Pendekatan multipihak yang dilakukan dalam penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar didasari atas konsep bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, keluarga, dan semua elemen dalam masyarakat. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Undang- Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Khusus mengenai kewajiban Pemerintah, dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tersebut ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga wajib menjamin tersedianya dana bagi terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun. Anaku putus sekolah yang dimaksud meliputi anak dalam kondisi normal dan anak berkebutuhan khusus (fisik maupun mental). MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME Ruang lingkup penanganan anak putus sekolah dalam panduan ini adalah penanganan putus sekolah pada tingkat pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan awal selama sembilan tahun pertama masa sekolah, baik formal (SD/MI dan SMP/MTs) maupun non formal (Kelompok Belajar Paket A dan Paket B). B. Strategi Penanganan Anak Putus Sekolah Secara umum, terdapat tujuh strategi penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah pendidikan dasar yang akan dibahas dalam panduan ini, yaitu: 1. Optimalisasi peran instansi pemerintah mulai dari tingkat desa/ kelurahan sampai kabupaten dan individu/kelompok/lembaga non pemerintah dalam penanggulangan pendidikan untuk anak usia sekolah putus sekolah; 2. Penyediaan dan pemutakhiran data anak putus sekolah pendidikan dasar secara berkala; 3. Sosialisasi program penanggulangan anak usia sekolah putus sekolah kepada seluruh komponen masyarakat dalam setiap kesempatan; 4. Peningkatan kepedulian dan peran serta aktif semua komponen masyarakat dalam pelaksanaan program penanggulangan pendidikan untuk putus sekolah pendidikan dasar; LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN 7

5. Penguatan peran sekolah dalam melakukan pembinaan terhadap anak-anak putus sekolah yang kembali bersekolah dan dalam melakukan upaya pencegahan bagi anak yang terancam putus sekolah. 6. Penyediaan anggaran yang memadai bagi pengembangan dan pelaksanaan program dan kegiatan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. 7. Mekanisme pengawasan yang efektif terhadap program bantuan pembiayaan pendidikan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat agar benar-benar tepat sasaran dan bermanfaat. C. Mekanisme Operasional 1. Mekanisme Integrasi Program penanggulangan pendidikan untuk anak putus sekolah dilaksanakan secara terpadu melalui penanganan secara menyeluruh di semua tingkat pemerintahan daerah yang mulai dari tingkat Kabupaten, Kecamatan sampai Desa/Kelurahan, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan terhadap berbagai aspek yang menjadi penyebab utama terjadinya putus sekolah. Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan pendidikan adalah semua pihak, baik individu maupun kelompok yang terkait dalam penyelenggaraan pendidikan atau yang mempunyai kepedulian pada pendidikan. Program penanganan anak putus sekolah diintegrasikan dalam program dan kegiatan yang ada di masing-masing instansi pemerintah, kelompok/lembaga sehingga program tersebut merupakan bagian integral dari program-program yang relevan di berbagai instansi atau kelompok/ lembaga. Misalnya, Dinas Sosial mempunyai Program Keluarga Harapan yang salah satu sasaranya adalah membantu biaya pendidikan, bisa memprioritaskan anak-anak putus sekolah dari keluarga miskin sebagai penerima bantuan. Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah bisa memprioritaskan pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin yang anaknya putus sekolah. Demikian juga dengan Badan Pemberdayaan Perempuan yang mempunyai program pemberdayaan ekonomi perempuan, bisa memprioritaskan pada perempuan miskin yang anaknya putus sekolah. Dengan adanya sinergi antar instansi pemerintah ini, persoalan anak putus sekolah yang disebabkan karena kemiskinan bisa ditangani dengan lebih efektif. 2. Mekanisme Pengelolaan Data Data anak putus sekolah yang digunakan sebagai acuan untuk perencanaan dan pelaksanakan program penanggulangan anak putus sekolah dikelola oleh Dinas Pendidikan Kabupaten (termasuk anak putus sekolah yang dikelola Kantor Kementerian Agama). Pengelolaan data anak 8

putus sekolah dilakukan pada bidang atau bagian yang relevan di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga melalui Keputusan Kepala Dinas. Sebagai acuan awal, data anak putus sekolah yang digunakan adalah data yang telah dikumpulkan oleh Tim Pengembang Pendidikan Kecamatan dan telah divalidasi oleh Dinas Pendidikan. Data anak putus sekolah pendidikan dasar yang dipakai sebagai acuan awal sekurangkurangnya memuat informasi mengenai nama, alamat tempat tinggal, nama orang tua atau wali/pengampu, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan alasan utama tidak dapat mengikuti/melanjutkan pendidikan. Ketersediaan data terpilah berdasarkan jenis kelamin sangat penting sebagai bahan untuk melakukan analisa gender terkait penanganan pendidikan anak putus sekolah. Informasi lain dapat dikembangkan berdasarkan temuan di lapangan pada waktu dilakukan verifikasi data. Sebagai tambahan referensi adalah data-data yang telah dikumpulkan oleh instansi atau kelompok/ lembaga lainnya. Data anak putus sekolah wajib untuk dimutakhirkan setiap tahun. MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN 9

10

MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PENDIDIKAN ADALAH TIKET KE MASA DEPAN HARI ESOK DIMILIKI OLEH ORANG-ORANG YANG MEMPERSIAPKAN DIRI SEJAK DINI 11

12

BAB III LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN Pada bagian ini akan dijelaskan langkah-langkah penanganan pendidikan untuk anak putus sekolah pendidikan dasar dengan pendekatan multipihak yang dilakukan dua daerah mitra kerja Proyek BASICS. Langkah-langkah yang dijabarkan dalam bagian ini selalu dapat dikembangkan sesuai kebutuhan, masalah atau tantangan dan potensi daerah yang bersangkutan. MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? A. Tahapan Persiapan 1. Pembentukan Tim Kerja Pendidikan Pembentukan Tim Kerja Pendidikan tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan ini merupakan salah satu bentuk kerjasama multipihak dalam penyelenggaraan pendidikan, dan secara khusus dalam hal ini untuk melakukan penanganan putus sekolah pendidikan dasar. Ada dua bentuk Tim Kerja Pendidikan yang dapat dibentuk, yaitu Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan (TPPK) dan Bina Keluarga Remaja (BKR). TPPK dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan bertugas melakukan koordinasi penanganan anak putus sekolah di tingkat kecamatan. TPPK terdiri dari unsurunsur pemerintah kecamatan, UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, komite sekolah, Dewan Pendidikan, lembaga pendidikan negeri dan swasta, dan organisasi/ kelompok lain yang memiliki kepedulian pada pendidikan di wilayah kecamatan bersangkutan. Tim BKR bekerja pada tingkat desa/kelurahan dengan memberikan penanganan langsung kepada keluarga yang memiliki anak putus sekolah. Tim BKR terdiri dari kader-kader remaja serta didukung oleh Kepala Desa/Lurah, kepala lingkungan, ketua dasawisma, ketua rukun tetangga, tokoh masyarakat dan agama. Tugas utama Tim BKR adalah memberikan konsultasi dan pembinaan pada anak putus sekolah dan orang tua/walinya. Pembinaan difokuskan pada masalah mental dan sosial anak yang bersangkutan yang seringkali menyebabkan anak malas kembali ke sekolah, walaupun telah diberi dukungan pembiayaan. KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN 2. Pendataan Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar Pendataan anak putus sekolah dilakukan oleh Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, TPPK dan BKR dengan dukungan pemerintah kecamatan dan kelurahan. Sebagai tambahan referensi adalah data-data yang telah dikumpulkan oleh instansi atau organisasi 13

dan kelompok lainnya. Sasaran pendataan adalah anak putus sekolah usia pendidikan dasar 7 sampai 15 tahun. Pendataan dilakukan dengan survei langsung ke masyarakat dengan mendatangi setiap rumah penduduk yang diketahui mempunyai anak usia sekolah pendidikan dasar. Dalam proses pendataan anak putus sekolah pendidikan dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bersama Kantor Kemenetrian Agama bertugas untuk: a) menyiapkan anggaran; b) menyiapkan format-format yang dibutuhkan dalam pendataan; c) melakukan pelatihan bagi petugas pendataan; d) melakukan analisa hasil pendataan; dan e) melakukan pengelolaan data. Data atau informasi yang dikumpulkan dalam pendataan ini adalah: a) identitas anak putus sekolah (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, alamat tempat tinggal, pekerjaan, kondisi fisik dan mental); b) identitas orang tua/wali anak putus sekolah (nama, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat, jumlah anggota keluarga, kondisi ekonomi, bantuan yang pernah diterima); c) faktor-faktor penyebab anak putus sekolah (diusahakan untuk mengungkapkan faktor-faktor penting selain alasan klasik yaitu kurang biaya atau anak perlu bantu-bantu orang tua ) karena data ini akan membantu mencari solusi yang paling tepat; dan d) intervensi atau penanganan yang sudah pernah dilakukan sebelumnya untuk mengembalikan anak ke sekolah (oleh orang tua/wali, sekolah, pemerintah setempat, pihakpihak lain); Hasil pendataan yang dilakukan di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan kemudian dikirimkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota untuk dilakukan analisa. Pengumpulan data anak putus sekolah sebaiknya dilakukan setiap tahun agar selalu didapatkan data yang mutakhir. Apabila diperlukan, pendataan dapat diperluas pada anakanak yang terancam (beresiko tinggi) putus sekolah. Data ini bisa didapatkan dari pihak sekolah, karena umumnya pihak sekolah mengetahui siswa yang sudah tidak lagi masuk sekolah selama kurun waktu tertentu sehingga dikhawatirkan akan putus sekolah. Dari hasil pendataan yang dilakukan akan dapat diketahui dan dianalisa: a) jumlah seluruh anak putus sekolah di Kabupaten/Kota; b) faktor faktor utama penyebab putus sekolah; 14

c) sebaran atau lokasi anak-anak putus sekolah, termasuk daerah-daerah yang merupakan kantong putus sekolah ; dan d) efektivitas dari intervensi yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Dalam semua upaya pengumpulan dan analisa data, mutlak perlu memperhatikan faktor gender dan faktor faktor sosial lain, misalnya sejauh mana kelompok- kelompok marjinal tertentu (penyandang cacat, kelompok etnis tertentu, dll) berhalangan dalam melanjutkan pendidikannya. Menyangkut aspek kesetaraan gender, perlu diteliti sejauh mana terdapat ketimpangan dalam jumlah/proporsi anak laki-laki dan perempuan yang putus sekolah. Analisa gender membantu mencari akar masalah dan solusinya. Misalnya, di daerah pesisir pantai lebih banyak anak laki-laki putus sekolah karena diajak melaut oleh orang tuanya. Di desa terpencil lebih banyak anak perempuan putus sekolah karena dinikahkan pada usia muda. Dalam hal ini, intervensi yang dilakukan tidak hanya dengan memberikan bantuan biaya pendidikan tetapi juga pendekatan budaya kepada masyarakat serta menyediakan pendidikan alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi daerah. 3. Rapat Koordinasi Pendidikan Tingkat Kabupaten Rapat Koordinasi Pendidikan tingkat Kabupaten dilakukan untuk membahas hasil analisa pendataan anak putus sekolah pendidikan dasar yang telah dilakukan dan merencanakan intervensi program dan kegiatan yang tepat sesuai dengan masalah- masalah yang ditemukan. Rapat koordinasi ini menghadirkan instansi terkait dari unsur pemerintah (Dinas Pendidikan, Kantor Kementerian Agama, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa/ Kelurahan, Dinas Kesehatan, Badan Pemberdayaan Perempuan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Pendidikan, Tim Pengembangan Pendidikan Kecamatan, dan pengurus Bina Keluarga Remaja, organisasi profesi pendidik, akademisi, dan pengelola lembaga pendidikan non formal baik pemerintah maupun swasta. MENGAPA, UNTUK APA, DAN UNTUK SIAPA PANDUAN INI DIBUAT? KONSEP DASAR, STRATEGI DAN MEKANISME LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN Intervensi yang dilakukan dalam penanganan pendidikan anak putus sekolah pendidikan dasar ditujukan pada anak putus sekolah dan orang tua/wali. Intervensi yang dilakukan pada anak putus sekolah meliputi konseling dan pemberian bantuan biaya bagi yang akan melanjutkan pendidikan formal, penyediaan lembaga pendidikan non formal bagi anak yang akan melanjutkan pendidikan di jalur non formal, penyediaan lembaga pendidikan bagi anak dengan kondisi khusus. 15