BAB II. Tinjauan Pustaka. sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ahli pada saat merumuskan. Definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB 2 LANDASAN TEORI. peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Sementara

Gubernur Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda, tetapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

Terdapat definisi mengenai kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukan oleh Safri Nurmantu. dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi. Pajak mempunyai definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang yang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 13 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian landasan teori akan dijelaskan mengenai beberapa teori yang

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebagai berikut :

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak membutuhkan kajian teori sebagai berikut : digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu

BAB II LANDASAN TEORI

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Transkripsi:

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pajak juga dapat diartikan sebagai sumber dana dari sebuah negara yang berfungsi untuk mengatasi berbagai masalah-masalah seperti masalah sosial, peningkatan kesejahteraan, kemakmuran serta menjadi kontrak sosial antara pemerintah dengan warga negaranya. Banyaknya definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaan hanya terletak pada sudut pandang dan persepsi yang digunakan oleh para pakar pada saat merumuskan pengertian pajak. Untuk lebih jelasnya penulis mengemukakan definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut: Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2): Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dipaksakan yang terutang) oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan Dalam definisi diatas memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu mengatur. Apabila

memperhatikan coraknya dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi, dan berbagai segi lainnya. Hal ini juga akan mewarnai titik berat yang diletakannya, sebagai contoh: segi penghasilan dan segi daya beli, namun kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi. Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1), memberikan pengertian pajak sebagai berikut: Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum Menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M, dan Brock Horace R. Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa: Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Pengertian pajak menurut Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2.1.2 Unsur-Unsur Pajak Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Iuran dari rakyat kepada negara 2. Bersifat memaksa

3. Berdasarkan Undang-Undang 4. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat dituntut 5. Digunakan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran-pengeluaran negara yang bermanfaat bagi masyarakat 2.1.3 Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011:1) sebagai salah satu sumber penerimaan negara, pajak memiliki dua fungsi yaitu: 1. Fungsi Budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara 2. Fungsi Regulerend, yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 2.1.4 Pengelompokan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:5), pajak di kelompokan kedalam tiga tinjauan yaitu: 1. Menurut Golongannya a. Pajak Langsung Pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Pajak Tidak Langsung Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. 2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif Pajak yang berpangkal atau berdasar pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. b. Pajak Objektif Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. 3. Menurut Lembaga Pemungutnya a. Pajak Pusat Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 2.1.5 Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2011:4) tata cara pemungutan pajak terdiri dari: 1. Stelsel Pajak a. Stelsel Nyata (Real Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan, kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyatan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan maka wajib pajak harus menambah, sebaliknya jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali. 2. Sistem Pemungutan a. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. - Wajib pajak bersifat pasif.

- Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang berarti memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: - Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. - Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. - Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah wewenang yang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak. 3. Asas Pemungutan a. Asas Domisili Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri. b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. 2.1.6 Syarat-syarat Pemungutan Pajak Syarat-syarat pemungutan pajak dalam buku Mardiasmo (2012:2) yaitu: 1. Syarat Keadilan Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat kemampuan wajib pajak dalam membayar pajak. 2. Syarat Yuridis Pemungutan pajak yang diatur dalam Pasal 23 ayat 2 UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum yang adil bagi negara maupun Warga Negara Indonesia. 3. Syarat Ekonomis Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan perekonomian dan tidak mengganggu kehidupan ekonomi dari wajib pajak. 4. Syarat Finansial Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya pemungutan pajak tidak terlalu besar. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.1.7 Tarif Pajak Menurut Mardiasmo (2011:9) ada 4 (empat) macam tarif pajak, yaitu: 1. Tarif Sebanding Proporsional Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenakan pajak. 2. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. 3. Tarif Progresif Presentase yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar. 2.1.8 Wajib Pajak 2.1.8.1 Pengertian Wajib Pajak Dalam Undang-Undan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dijelaskan bahwa: Wajib Pajak adalah Orang Pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.1.8.2 Hak Wajib Pajak Dalam Diana Sari (2013:170), hak-hak wajib pajak yang diatur dalam Undang- Undang perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Hak untuk Mendapatkan Pembinaan dan Pengarahan dari Fiskus Ini merupakan konsekuensi logis dari sistem self assessment yang mewajibkan Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajaknya sendiri. Dan merupakan prioritas dari seluruh hak wajib pajak yang ada. 2. Hak untuk Membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT apabila terdapat kesalaan atau kekeliruan, dengan syarat belum melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian pajak atau tahun pajak dan fiskus belum melakukan tindakan pemeriksaan. 3. Hak untuk Memperpanjang Waktu Penyampaian SPT Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan SPT Taunan dengan mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT ke Dirjen Pajak dengan menyampaikan alasan-alasan secara tertulis sebelum tanggal jatuh tempo. 4. Hak untuk Menunda atau Mengangsur Pembayaran Pajak Wajib Pajak dapat mengajukan permoonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Dirjen Pajak secara tertulis disertai alasanalasannya. 5. Hak untuk Memperole Kembali Kelebihan Pembayaran Pajak Dalam hal pajak yang terutang untuk satu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayarkan atau dipotong atau dipungut lebih besar dari seharusnya terutang. 6. Hak untuk Mengajukan Keberatan dan Banding

Wajib Pajak yang tidak merasa puas atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana WP terdaftar. Jika WP tidak puas dengan keputusan keberatan, maka WP dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. 7. Hak Kerahasiaan Wajib Pajak Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Di pihak lain yang melaksanakan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak. 8. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam an juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang. 9. Hak untuk Pembebasan Pajak Dengan alasan-alasan tertentu, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan. 10. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebian Pembayaran Pajak Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPn dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal pembayaran.

11. Hak untuk mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultanm dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah. 12. Hak untuk Mendapatkan Insentif Pajak Di bidan PPn, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPn atau PPn Tidak Dipungut. Perusaaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat, mendapat fasilitas PPn Tidak dipunngut antara lain atas impor dan perolehan barang baku. 2.1.8.3 Kewajiban Wajib Pajak Dalam Diana Sari (2013:173), kewajiban Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban Mendaftarkan Diri Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaa yang dikenakan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). 2. Kewajiban Mengisi dan Menyampaikan Surat Pemberitahuan Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. 3. Kewajiban Membayar atau Menyetor Pajak

Kewajiban ini dilakukan di kas negara melalui kantor pos atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan. 4. Kewajiban Membuat Pembukuan atau Pencatatan Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan Indonesia diwajibkan membuat pembukuan. Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 5. Kewajiban Menaati pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka pemeriksaan pajak serta memberikan keterangan yang diperlukan oleh pemeriksa pajak. 6. Kewajiban Melakukan Pemotongan atau Pemungutan Pajak Wakib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara. 7. Kewajiban Membuat Faktur Pajak Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP. 8. Dalam hal ini terjadi Pemeriksaan, Wajib Pajak wajib:

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas, Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberikan keterangan yang diperlukan. 2.2 Pajak Daerah 2.2.1 Definisi Pajak Daerah Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2008 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengertian pajak daerah adalah: Iuran Wajib Pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. 2.2.2 Ciri-ciri Pajak Daerah 1. Pajak Daerah dapat berasal dari Pajak Asli Daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah. 2. Pajak Daerah dipungut oleh daerah terbatas dalam wilayah administratif yang dikuasainya. 3. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga atau membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum.

2.2.3 Jenis-jenis Pajak Daerah yaitu: Menurut Marihot Siahaan (2013:38), pajak daerah dibagi menjadi dua bagian 1. Pajak Provinsi, yang terdiri dari: - Pajak Kendaraan Bermotor - Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor - Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor - Pajak Air permukaan - Pajak Rokok 2. Pajak Kabupaten/Kota, yang terdiri dari: - Pajak Hotel - Pajak Restoran - Pajak Reklame - Pajak Penerangan Jalan - Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan - Pajak Parkir - Pajak Sarang Burung Walet - Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan - Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Banguna 2.2.4 Tarif Pajak Daerah Tarif pajak daerah berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut: 1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor dengan perincian sebagai berikut:

- Untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen) - Untuk kepemilik Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah 2% (dua persen) dan paling tinggi 10% (sepuluh persen). - Tarif pajak kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi 1% (satu persen). - Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi 0,2% (nol koma dua persen). 2. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: - Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen) - Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen) 3. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 4. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) 5. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok.

6. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen). 7. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10% (sepuluh persen). 8. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35% (tiga puluh lima persen). Khusus untuk hiburan berupa pergelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klub malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan paling tinggi 10% (sepuluh persen). 9. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen). 10. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen). 11. Tarif Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen). 12. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30% (tiga puluh persen). 13. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen). 14. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). 15. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). 16. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). 2.2.5 Dasar Pengenaan Pajak Daerah Menurut Marihot Pahala Siahaan (2010:90), dasar pengenaan pajak daerah adalah sebagai berikut:

1. Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan atas hasil perkalia dari dua unsur pokok nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relative tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dikenakan atas nilai jual kendaraan bermotor. 3. Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor dikenakan atas nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai. 4. Pajak Air Permukaan dikenakan atas nilai perolehan air. 5. Pajak rokok dikenakan atas cukai yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap rokok. 6. Pajak hotel dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh hotel. 7. Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang seharusnya diterima restoran. 8. Pajak hiburan dikenakan atas jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. 9. Pajak Reklame dikenakan ataas nilai sewa reklame. 10. Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik. 11. Pajak Parkir dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. 12. Pajak Air Tanah dikenakan atas nilai perolehan air tanah. 13. Pajak Sarang Burung Walet dikenakan atas nilai jual sarang burung walet. 14. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dikenakan atas harga jual objek pajak.

15. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan dikenakan atas nilai jual objek pajak. 2.3 Pajak Kendaraan Bermotor 2.3.1 Definisi Pajak Kendaraan Bermotor Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah, pengertian Pajak Kendaraan Bermotor adalah : Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Sedangkan yang dimaksud kendaraan bermotor menurut Undang-undang No. 28 2009 adalah sebagai berikut: Semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2013 alat-alat berat dan alat-alat besar sebagaimana yang dimaksud di atas meliputi: 1. Forklift (crane) 2. Traktor 3. Loader. 4. Excavator. 5. Motor Grader. 6. Track loader/shovel/logloader. 7. Vibrator roller/compactor. 8. Backhoe loader. 9. Pipe layers. 10. Conveyor belt mover.

11. Wheelloader. 12. Bulldozer. 13. Stoom walls. 14. Jenis alat-alat berat dan alat-alat besar lainnya di luar angka 1 sampai dengan 13. Dikecualikan dari Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor, meliputi: 1. Kereta Api 2. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. 3. Kendaraan bermotor yang tidak digunakan karena disegel, disita dan/atau dibekukan/diblokir oleh negara atau atas permintaan sendiri untuk dibekukan/diblokir. 4. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Lembaga-lembaga Internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah dengan asas timbal balik. 5. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai pabrikan atau importer yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan. 2.3.2 Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 3 pasal 7, subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah: Subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi, badan, pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, TNI dan Polri yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor

Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 tahun 2013 dalam paragraf 4 pasal 8, wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah: adalah: Wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi, badan, pemerintah, pemerintah daerah, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, TNI dan Polri yang memiliki atau menguasai kendaraan bermotor Sedangkan yang bertanggung jawab atas pembayar Pajak Kendaraan Bermotor 1. Orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasanya, ahli waris dan/atau pengampunya, engan ketentuan: - Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak kepemilikannya. - Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan bermotor. - Ahli waris. - Pengampu (Orang atau badan yang mempunyai tanggung jawab hukum untuk mewakili seseorang yang tidak mampu menangani urusannya). 2. Badan, diwakili oleh pengurus atau kuasanya. 3. Pemerintah, Pemerintah Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, TNI dan Polri, oleh pengguna barang atau kuasa pengguna barang. 2.3.3 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Peraturan Gubernur Provinsi Jawa barat Nomor 33 Tahun 2013 menyatakan bahwa : 1. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil dari 2 (dua) unsur pokok, yaitu : - Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).

- Bobot, yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. 2. Khusus untuk kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar, dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah NJKB. 3. Dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada nomor 1 dan 2, ditetapkan dalam Peraturan Gubernur tersendiri, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dalam Negeri. 4. Untuk kendaraan bermotor yang NJKB-nya belum tercantum dalam Peraturan Menteri dalam Negeri dan Peraturan Gubernur, ditetapkan dasar perhitungan pengenaan PKB dengan Keputusan Kepala Dinas. 5. Dasar perhitungan PKB sebagaimana dimaksud pada nomor 4, ditentukan oleh salah satu atau beberapa faktor sebagai berikut: - Harga pasaran umum, ditetapkan 10% (sepuluh persen) dibawah harga kosong (off the road) atau 21,75% (duapuluh satu koma tujuh puluh lima persen) dibawah perkiraan harga isi (on the road). - Harga kendaraan bermotor dengan isi silinder dan/atau satuan horse power yang sama. - Harga kendaraan bermotor dengan merek dan/atau tipe atau model sejenis yang hampir sama. - Harga kendaraan bermotor dengan tahun pembuatan dan produsen kendaraan bermotor yang sama.

- Harga kendaraan bermotor berdasarkan dokumen pemberitahuan import barang. - NJKB dari provinsi lain. - Harga kendaraan bermotor berdasarkan harga uang tercantum di faktur. 2.3.4 Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor Berdasarkan pokok pajak kendaraan bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut: Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x ( NJKB x Bobot) 2.4 Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Menurut Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Barat, pembayaran pajak Kendaraan Bermotor bisa dilayani di SAMSAT outlet yang merupakan bagian dari Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat yang tersebar di beberapa daerah. Wilayah layanan samsat tersebar dalam bentuk: - e-samsat Jabar - Samsat Online Sentralise - Samsat Online 3 Provinsi - Samsat Nampi Iuran Wajib Ti Wengi (NITE) - Samsat Outlet - Samsat Outlet Bank Jabar - Samsat Drive Thru - Samsat Keliling - Samsat ISO-9001-2000

2.5 Kesadaran Wajib Pajak 2.5.1 Pengertian Kesadaran Wajib Pajak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya yang tulus dan ikhlas. Dikutip oleh Muslikhatul dalam Suyatmin (2004) Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti untuk memenuhi kewajiban berdasarkan hati nuraninya perihal pajak tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakan masyarakan untuk memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyangkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepafa Wajib Pajak selaku pihak pemberi bagi negara. Dan tergantung pada kemauan Wajib Pajak sejauh mana Wajib Pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu 2010:141). 2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Menurut Mangkoesoebroto (1998:52) kesadaran wajib pajak sering dikaitkan dengan kerelaan dan kepatuhan dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama pada hal sebagai berikut:

a. Pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi mudah bagi pemerintah untuk menyadarkan wajib pajak terutama mengenai hubungan antara biaya dan manfaat dari setiap aktivitas pemerintahan. b. Tingkat pendidikan, hal ini perlu dalam pemahaman pajak dan pengisian formulir pajak yang terkadang terasa rumit bagi masyarakat. c. Sistem yang berlaku terutama sistem pajak yang adil dan sistem administrasi yang mudah dan sederhana. 2.5.3 Indikator Kesadaran Wajib Pajak (2005:36): Indikator yang mempengaruhi kesadaran wajib pajak menurut Irianto a. kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara. b. Kesadaran bahwa menunda pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. c. Kesadaran bahwa wajib pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. 2.5.4 Dimensi Kesadaran Wajib Pajak Dimensi kesadaran wajib pajak menurut Suryadi (2006) dibentuk oleh dimensi persepsi wajib pajak, pengetahuan wajib pajak, karakteristik wajib pajak dan penyuluhan perpajakan. Kesadaran wajib pajak akan meningkat bilamana dalam masyarakat melalui pendidikan formal maupun nonformal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak.

Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan ekonomi, akan dominan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. Dengan penyuluhan perpajakan yang dilakukan secara intensif dan berulang akan meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud kegotong royongan nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan. 2.6 Kualitas Pelayanan Pajak 2.6.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Pajak Menurut Goest dan Davish (1994) yang dikutip oleh Tjiptjono (2009:51) kualitas adalah: kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut Tjiptono (2007:61) kualitas pelayanan adalah: manusia atau orang yang berupaya dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaian dalam mengimbangi harapan konsumen. Dengan kata lain, faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan ialah jasa yang diharapkan dan jasa yang diterima. Apabila jasa yang diterima terasa sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan baik. Jika jasa yang diterima melebihi harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan ideal. Tetapi jika jasa yang diterima lebih rendah dari harapan pelanggan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. 2.6.2 Model Kualitas Pelayanan Model kualitas pelayanan yaitu suatu model yang menyoroti kebutuhan utama untuk menghantarkan kualitas jasa yang lebih tinggi.

Fandy Tjiptono (2009:147) mengidentifikasikan lima kesenjangan tersebut: 1. kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan jasa. 3. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa. 4. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. 5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. 2.6.3 Indikator Kualitas Pelayanan Dalam mengevaluasi pelayanan yang bersifat tidak berwujud, konsumen pada umumnya menggunakan beberapa atribut alat ukur. Menurut Pasuraman et. Al yang dikutip oleh Tjiptono (2009:70) adalah: 1. Keandalan (Reliability) Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 2. Daya tanggap (Responsiveness) Keingina para staff dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 3. Jaminan (Assurance) Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risilp atau keragu-raguan. 4. Empati (Empathy)

Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadin, dan memahami para kebutuhan pelanggan. 5. Bukti Langsung (Tangible) Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2.7 Kepatuhan Wajib Pajak 2.7.1 Pengertian Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dalam Mohammad Zain & Suryoo Hermana (2010:2), Wajib Pajak adalah: Orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dam pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Menurut Simanjuntak dan Mukhlis, (2012:84) kepatuhan wajib pajak adalah : Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekadar menyangkut sejauh mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku. Menurut Gunadi (2005:14) pengertian kepatuhan Wajib Pajak adalah: Kepatuhan Wajib Pajak adalah wajib pajak yang mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi bai hukum maupun administrasi Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela merupakan suatu sikap sadar pada kewajibannya. Kepatuhan yang dikemukakan oleh Norman D Nowak merupakan suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang tercermin dalam situasi sebagai berikut:

a. Wajib pajak paham atau berusaha memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan wajib pajak. b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar. d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Sedangkan menurut Arief Rachman, Rindah FS, dan Gita Arasy (2008), kepatuhan wajib pajak dapat dinilai dari : 1. Membayar pajak tepat pada waktunya 2. Membayar pajak tanpa ada pemaksaan 3. Patuh terhadap kepatuhan wajib pajak 4. Patuh terhadap sanksi perpajakan 5. Melaporkan informasi yang diperlukan 2.7.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak Untuk dapat ditetapkan menjadi wajib pajak yang patuh harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007, yaitu : a. tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir. d. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 28, dan dalam

hal tergadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terhutang paling banyak 5%. e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan auditnya harus disusun dalam bentuk panjang (long form report) yang menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal wajib pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh akuntan publik dipersyaratkan untuk memenuhi ketentuan pada huruf a, b, c, dan d diatas. 2.7.3 Faktor-faktor yang Mengakibatkan Ketidak Patuhan Wajib Pajak Ketidak patuhan wajib pajak terhadap pemenuhan atas kewajibannya menurut Susanto, 2012 diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Prasangka negatif terhadap aparat perpajakan 2. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasamam dengan instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi wajib pajak baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal. 3. Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan nefara dan segi-segi positif lainnya. 4. Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontraprestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wuju

pembangunan sarana prasarana belum merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air. 5. Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak. 2.8 Penelitian Terdahulu Paparan diatas didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu sebagai berikut: Tabel 2.1 Penelitian terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Muslikatul Pengaruh Kesadaran Wajib (X) Kesadaran Wajib Pajak, Terdapat pengaruh positif antara Ummah Pajak, Sanksi Pajak, Sanksi Pajak, Pengetahuan Kesadaran Wajib Pajak, Sanksi (2015) Pengetahuan Perpajakan dan Perpajakan dan Pelayanan Pajak, Pengetahuan Perpajakan Pelayanan Fiskus terhadap Fiskus dan Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor di Kendaraan Bermotor di Kendaraan Bermotor di Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Kabupaten Semarang Ketut Evi Pengaruh kesadaran (X) Kesadaran Wajib Terdapat Pengaruh positif Susilawati, wajib pajak, pengetahuan Pajak, Pengetahuan antara kesadaran wajib Ketut pajak, sanksi perpajakan Pajak, Sanksi Perpajakan, pajak, pengetahuan pajak, Budiartha dan akuntabilitas Akuntabilitas Pelayanan sanksi perpajakan dan (2013) pelayanan publik pada Publik akuntabilitas pelayanan kepatuhan wajib pajak (Y) Kepatuhan Wajib publik pada kepatuhan kendaraan bermotor Pajak Kendaraan wajib pajak kendaraan Bermotor bermotor IG. A. M Pengaruh Kesadaran (X) Kesadaran Wajib Terdapat pengaruh positif Agung Mas Wajib Pajak, Kualitas Pajak, Kualitas antara Kesadaran Wajib Andriani Pelayanan, Kondisi Pelayanan, Kondisi Pajak, Kualitas Pelayanan, Pratiwi, Putu Perusahaan, Dan Persepsi Perusahaan, Dan Persepsi Kondisi Perusahaan, Dan

Erry Setiawan Tentang Sanksi Tentang Sanksi Persepsi Tentang Sanksi (2014) Perpajakan Pada Perpajakan (Y) Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak Reklame Di Dinas Reklame Di Dinas Reklame Di Dinas Pendapatan Kota Pendapatan Kota Pendapatan Kota Denpasar Denpasar Denpasar Aditia Iwan Pengaruh Kualitas (X) Kualitas Pelayanan Terdapat pengaruh positif Rizki Nugraha Pelayanan Pajak Pajak Kendaraan antara kualitas Pelayanan (2015) Kendaraan Bermotor Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor terhadap Kepatuhan (Y) Kepatuhan Wajib terhadap Kepatuhan Wajib Wajib Pajak dalam Pajak dalam Membayar Pajak dalam membayar membayar Pajak PKB Pajak Kendaraan Bermotor Kendaraan Bermotor 2.9 Kerangka Pemikiran Tujuan utama dari perpajakan adalah untuk mendukung tujuan fiskan dan non-fiskal dari pemerintah. Dalam aspek ini pajak terus menjadi sumber penting pendapatan untuk hampir dalam setiap pemerintahan baik di negara-negara maju ataupun berkembang. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa warga negaranya membayar pajak secara sukarela. Ada banyak faktor yang mempengaruhi sikap kepatuhan wajib pajak. (Benk, Serkan 2016) Kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem administrasi perpajakan di suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, pergerakan hukum perpajakan di suatu negara, pemeriksaan pajak dan tarif pajak (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140). Upaya dalam mengoptimalkan penerimaan pajak membutuhkan suatu sistem administrasi yang efektif yang juga dapat digunakan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan baik di daerah maupun di pusat. Selain itu

penegakan hukum yang tegas pun harus selalu ditingkatkan. Menurut Carlos A. Silvani dalam Siti Kurnia Rahayu (2010) menyatakan bahwa administrasi perpajakan dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah-masalah wajib pajak yang tidak terdaftar, yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), penyelundupan pajak, dan penunggakan pajak. Tinggi rendahnya wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kesadaran wajib pajak. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perpajakan melalui pendidikan membawa dampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk kewajiban perpajakannya (Suryadi, 2006 dalam Alifa, 2012). Tinggi rendahnya kepatuhan pajak juga dipengaruhi oleh kualitas pelayanan. Semakin baik kualitas pelayanan akan menyebabkan semakin tingginya tingkat kepatuhan wajib pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2012), menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan dari kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan pajak. Konsumen akan cenderung meningkatkan kepatuhan pajak apabila pelayanan yang diberikan oleh petugas pajak dalam melayani kebutuhannya selama mengurus pajak (IG. A. M Agung Mas Andriani Pratiwi, Putu Erry Setiawan, 2014) 2.9.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran Wajib Pajak merupakan sebuah itikad baik seseorang untuk memenuhi kewajiban membayar pajak berdasarkan hati nuraninya yang tulus dan ikhlas. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka pemahaman pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Muliari dan Erry, 2009).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ketut Evi Susilawati, Ketut Budiartha (2013) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 2.9.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:140) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak, dan tarif pajak. Administrasi baik tentunya karena instansi pajak, sumber daya aparat pajak dan prosedur perpajakannya baik. Dengan kondisi tersebut maka usaa memberikan pelayanan bagi Wajib pajak akan lebih baik, lebih cepat dan menyenangkan. 2.9.3 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Pelayanan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010) menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan suatu negara, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan wajib pajak, dan tarif pajak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh IG. A. M Agung Mas Andriani Pratiwi, Putu Erry Setiawan (2014) menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh positif teradap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka diilustrasikan Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

sebagai berikut Kesadaran Wajib Pajak Kualitas Pelayanan Pajak Persepsi wajib pajak Karakteristik wajib pajak Penyuluhan perpajakan Kesadaran wajib pajak meningkat bila dalam masyarakat muncul persepsi positif terhadap perpajakan (Suryadi, 2006) Bukti Langsung Keandalan Daya Tanggap Jaminan Empati Fandy Tjiptono (2005:14) Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Kendaraan Bermotor 1. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan 4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 pasal 28 5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal PMK No 192/PMK.03/2007 Kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak yang mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi bai hukum maupun administrasi Gunadhi (2005:14) 2.10 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini, sebagaimana penelitian-penelitian sebelumnya adalah penetapan hipotesin nol (H 0 ) yang menyatakan bahwa koefisien determinasi tidak berarti atau tidak signifikan. Sedangkan hipotesis alternatif (H a ) menyatakan bahwa koefisien determinasi berarti atau signifikan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. H 0 : Kesadaran wajib pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.

H 1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar kendaraan bermotor. 2. H 0 : Kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor. H 2 : Kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor. 3. H 0 : Kesadaran Wajib Pajak, dan kualitas pelayanan pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor. H 3 : Kesadaran Wajib Pajak, dan kualitas pelayanan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak kendaraan bermotor.