PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM LEGISLASI PERATURAN DI DESA WONOREJO KECAMATAN SUMBERGEMPOL KABUPATEN TULUNGAGUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2017 NOMOR 23 PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

...BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR.. 2 TAHUN TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

BUPATI TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAKALAR NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran singkat tentang Undang-Undang Desa No.6 Tahun 2014

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKALIS,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku, yang mana bertujuan agar masyarakat dalam menjalani

BAB II LANDASAN TEORI

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PROFESIONALISME BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN FUNGSINYA NASKAH PUBLIKASI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 18

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 6 TAHUN 2008

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 01 TAHUN 2008 T E N T A N G BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARO,

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN ANGGOTA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PERIODE DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG

IMPLEMENTASI WEWENANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBAHASAN RAPERDES, PENGAWASAN PELAKSANAAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI CIAMIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 22 Tahun 2006 Serie : E Nomor : 15 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P E M E R I N T A H K A B U P A T E N K E D I R I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 7 TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DESA TANJUNGSARI PERATURAN DESA TANJUNGSARI TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA TANJUNGSARI KECAMATAN SUKAHAJI KABUPATEN MAJALENGKA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 7/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG (BPK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa, sejak kemerdekaan hingga sekarang, banyak pengalaman dan pelajaran

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Transkripsi:

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM LEGISLASI PERATURAN DI DESA WONOREJO KECAMATAN SUMBERGEMPOL KABUPATEN TULUNGAGUNG Oleh; Dwi Bayu Anggara STKIP PGRI Tulungagung ABSTRAK Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan salah satu lembaga baru yang ada di desa, Lembaga tersebut mengantikan lembaga yang lama yaitu di kenal Badan Perwakilan Desa. Saat ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat di tunggu-tunggu peranya oleh masyarakat, selain sebagai penyalur aspirasi masyarakat, juga sebagai pengawas berjalanya pemerintahan desa,dan penyusun peraturan desa bersama pemerintah desa. maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu, Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Kata Kunci: Badan Permusyawaratan Desa (BPD), peraturan desa I. PENGANTAR Bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan tata pemerintahan hingga ke tingkat desa. Hrapan ini penyelenggaraan pemerintahannya, didasarkan atas pemihakan kebijakan wilayah Indonesia terdiri atas beberapa daerah atau wilayah provinsi dan setiap daerah atau wilayah provinsi terdiri atas beberapa daerah kabupaten dan kota. tersebut pada desa sangat tinggi. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan Selanjutnya dalam tiap daerah kabupaten pemberdayaan masyarakat. dan kota terdapat suatu pemerintahan terendah yang disebut desa dan Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem kelurahan. Dengan demikian, desa dan penyelenggaraan pemerintahan, kelurahan adalah satuan pemerintah terendah di bawah pemerintahan kabupaten dan kota (PERDA No. 1 Tahun 2016 tentang Tatacara Penyusunan Peraturan Desa). Di awal pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, banyak pihak berharap akan terjadi perubahan mendasar dalam sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri. Tujuan peneliti kali ini yaitu untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang ikut serta dalam pengesahan legislasi di Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten 23

Tulungagung, serta untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selama penyusunan Legislasi di Desa. Menurut Sarman dan Makarao (2012: 289), Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan munfakat. Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah 6 (enam) Tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Sesuai pasal 13 PP No. 110 Tahun 2016, tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), persyaratan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah: (a). Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b). Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang puluh) tahun atau sudah pernah menikah, (d). Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat, (e). Bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa, (f). Bersedia di calonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), (g). Wakil penduduk Desa yang terpilih secara demokratis. Fungsi dan hak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagaimana diatur dalam PP No. 110 Tahun 2016 dikatakan pada pasal 31 Badan Permusyawaratan Desa berfungsi: 1).Membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa, 2).Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan 3).Melakukan pengawasan kinerja Kepala desa. Pada Pasal 51 PP Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berhak: 1).Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintah desa kepada pemerintah desa, 2).Menyatakan pendapat atas Dasar Negara Republik Indonesia Tahun penyelenggaraan, pelaksanaan 1994, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika, (c). Berusia Paling rendah 20 (dua pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, 3).Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari 24

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Menurut Sutinah, 2015: 12. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu, Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa. Dalam perjalanan Ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Dalam menjalankan pengelolaan pemerintah desa harus disertai dengan Hal yang sama juga fungsi pengawasan yang dilakukan oleh legislatif dan masyarakat. Kerangka berfikir dalam penelitian ini bisa didalam sekema berikut: 1). Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam UUD 1945 Pasal 18, 2). Setelah ada UU No. 1 Tahun 2016 tentang desa yang mengatur tentang susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan desa harus di atur dengan undang-undang, maka di bentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD), 3). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penampung aspirasi, sekaligus legislasi peraturan desa, 4). Badan Permusyawaratan Desa (BPD) beserta pemerintah desa bersama-sama membuat peraturan desa sehingga bisa menghasilkan produk hukum yang bisa di laksanakan dan di patuhi oleh semua masyarakat desa, 5). Peraturan desa yang telah di sahkan tersebut kemudian di umumkan melalui rapat per RT sehingga semua warga bisa mengetahui peraturan desa yang baru di buat, 6). Sehingga pembaharuan terhadap tata pemerintahan desa atau hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat bisa berjalan dengan baik. tanggung jawab publik sehingga memenuhi harapan masyarakat di desa. 25

II. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder. Data primer akan diambil dari dokumen yang berhubungan dengan pemerintah desa yang berada di desa tersebut, dokumen yang dikumpulkan bersifat catatan-catatan, tulisan, laporan, peta dan gambargambar yang menyangkut Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Usaha dalam mendapatkan data yang dapat dipercaya, maka digunakan (snow ball sampling). Dengan demikian informasi awal dipilih dari orang-orang penting yang berada di Kantor Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol. Selanjutnya berdasarkan teknik bola salju pencarian informasi sebagai data pembanding akan digulirkan kepada Kepala Desa dan Sekertaris Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol. Hal ini dilaksanakan karena peneliti mendapatkan data langsung (Firsthand) dengan manusia sebagai instrumen (human instrumen). Untuk mengumpulkan data primer di Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung. 2). Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah dokumen pribadi, dokumen resmi, refrensi-refrensi, foto-foto, dan rekaman kaset. 3). Wawancara dilakukan oleh Peneliti dengan subyek penelitian yang terbatas. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis secara interaktif model Milles dan Humberman. Dalam analisis model interaktif ada tiga kelompok analisis, yang reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan. Peneliti mengambil tempat penelitian di Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung, Desa tersebut terletak di sebelah selatan Ibu Kota Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulngagung. Jarak antara Ibu Kota Kecamatan dengan Desa Wonorejo yaitu kurang lebih 3 km, sedangkan jarak antara Ibu Kota Kabupaten dengan Desa Donorejo yaitu kurang lebih 6 km. Prosedur penelitian ini untuk dan skunder peneliti menggunakan mendapatkan data yang diperlukan, beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: 1). Kegiatan observasi meliputi pengamatan dan pencatatan dengan sisitematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Yakni dengan mengamati secara kawasan dan masyarakat yang ada maka penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut: 1). Tahap Persiapan tahapan ini merupakan tahap awal dalam melakukan penelitian. Dalam tahap ini peneliti melakukan beberapa tindakan, yaitu: a). Mengajukan 26

judul penelitian kepada dosen pembimbing, b). Meminta surat ijin di unit PPM STKIP PGRI Tulungagung untuk mengadakan penelitian, c). Melakukan observasi di desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung, untuk itu peneliti memohon kepada kepala desa untuk memberikan ijin dan fasilitas guna pelaksanaan penelitian, d). Peneliti membuat pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan. Peneliti selanjutanya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Untuk itu, sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapan untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat keputusan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. 2). Tahap Pelaksanaan peneliti ini direncanakan pelaksanaannya dengan tahapan sebagai berikut: a) Tahap Orientasi yaitu kunjungan kepada pejabat desa yang menjadi lokasi penelitian untuk mendalam dilakukan yang diawali dengan verivikasi daftar informasi yang sudah disiapkan peneliti sebelumnya. Kegiatan verivikasi dimaksudkan untuk menanyakan kembali kejelasan dan peran informasi dalam BPD. Peneliti membuat kesepakatan dengan informan mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat oleh peneliti. Peneliti memindahkan hasil catatan dalam tulisan yang rapi dan sistematis, c). Tahap Konfirmasi pada tahap ini peneliti melakukan analisis data, interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data pada bab ini, setelah itu peneliti menyimpulkan temuan-temuan yang diperoleh dilapangan untuk dijadikan sebagai hasil akhir dari penelitian yang menggambarkan bagaimana peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam penelitian ini dari awal pengajuan judul sampai selesai observasi kurang lebih memakan waktu sekitar 4 bulan. memperoleh informasi tentang keberadaan desa. Pada tahap ini meliputi perumusan dan pembatasan masalah serta merumuskan pertanyaanpertanyaan penelitian, b). Tahap ekplorasi bertujuan untuk menajamkan arah penelitian. Pengumpulan data yang III. TEMUAN DAN PEMBAHASAN Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bisa dikatakan berperan dalam menjalankan fungsinya, ini sesuai dengan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berdasarkan pasal 55 No. 110 27

Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Aspek dramaturgi lain di front stage adalah aktor sering mencoba menyampaikan kesan bahwa mereka lebih akrab dengan audiensi daripada keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian Pemerintan Desa Wonorejo setelah adanya Badan Permusyawaratan Desa (BPD), masyarakat desa Wonorejo diharapkan mengetahui apa yang menjadi keputusan pemerintah Desa Wonorejo. Setelah adanya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga diharapkan dapat memperjuangkan pembangunan Desa Wonorejo. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mendukung terhadap pemerintahan desa yang sekarang ini, sebab Badan Permusyawaratan Desa (BPD) itu sendiri merupakan mitra kerja pemerintahan desa. Maka sudah pasti dengan adanya koordinasi yang baik Pemerintah Desa Wonorejo dapat melaksanakan apa yang menjadi keputusan mereka, yaitu keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara demokratis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan pemerintah desa berjalan dengan baik. Dua informan dari pemerintah desa sama-sama menyatakan bahwa koordinasi antar Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan pemerintah desa berjalan dengan baik. Sesuai pemikiran Goffman, hal ini menunjukkan bahwa informasi-informasi dari pemerintah desa bisa dikatakan satu tim yang bekerja sama mementaskan satu rutinitas bersama-sama. Ini sesuai dengan pandangan Goffman tentang analisis kerangka (frame analysis) yang mengarah pada studi struktur kehidupan sosial. Ketika individu mendefinisikan situasi, biasanya mereka tidak menciptakan situasi itu. Sedangkan menurut George Gonos, kerangka sebagian besar adalah peraturan atau hukum yang mengatur interaksi. Aktor harus memutuskan kerangka mana yang akan dipakai dalam situasi tertentu. Kerangka itu sendiri mungkin diubah oleh aktor sesuai kebutuhan. Kerangka itu juga mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ini khususnya terjadi ketika muncul gerakan sosial yang melawan kerangka yang ada atau sukses menggantinya dengan kerangka yang berbeda. Pelaksanaan legislasi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di dalam pembentukan peraturan desa melalui tahap persiapan, pembuatan rancangan dan pembahasan serta pengesahan yang 28

dilakukan bersama-sama dengan kepala desa, di sisni Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima orang lain, karena itu aktor menyesuaikan diri dengan pengendalian audiensi. Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audiensi akan cukup kuat mempengaruhi audiensi dalam menetapkan aktor sebagai aktor yang dibutuhkan. Pada tahap pematangan dan penajaman gagasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sudah banyak berperan dengan ikut serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pembahasan rancangan peraturan desa. Setelah Rancangan Peraturan Desa (RAPERDES) diterima oleh pemerintah desa, kemudian Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengadakan rapat gabungan dengan pemerintah desa yang membahas Raperdes dan dapat dihadiri oleh lembaga kemasyarakatan dan tokoh masyarakat. Rapat ini sah apabila dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), maka Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat menentukan rapat selanjutnya yaitu maksimal tiga hari setelah rapat pertama. Berdasarkan pernyataan tersebut mencerminkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berperan dalam pembahasan rancangan peraturan desa. Cara pengambilan keputusan dengan jalan musyawarah munfakat, tetapi tidak menutup kemungkinan diadakan voting. Kesepakatan pengambilan keputusan ini tercapai minimal disetujui 50%+1 dari jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang hadir. Tahap akhir dari pembuatan peraturan desa, yaitu tahap dimana dilakukan penyusunan bahan ke dalam peraturan yang kemudian akan ditetapkan menjadi peraturan desa dan ditanda tangani oleh kepala desa, serta dilampiri daftar hadir peserta rapat. Dari semua pernyataan tersebut diatas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki peran lagi dalam pengesahan peraturan desa, dan dapat disimpulkan bahwa setelah pemerintah desa menerima kembali rancangan peraturan desa yang dibahas dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) maka langkah selanjutnya adalah kepala desa akan menetapkan rancangan peraturan desa tersebut menjadi peraturan desa. Dalam hal pembentukan peraturan desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bisa dikatakan berperan baik dalam penyerapan aspirasi masyarakat yang nantinya akan dibawa dalam 29

pembahasan rancangan peraturan desa. Agar warga tahu kalau ada peraturan desa yang mengikat di Desa Wonorejo ini, diadakan sosialisasi peraturan desa melalui rapat-rapat RT atau pada saat pertemuan, warga mengundang salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ada di wilayahnya untuk memberikan penjelasan tentang peraturan desa tersebut. Sesuai dengan pasal 31 UU No. 110 Tahun 2016, menyatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi membuat dan menetapkan peraturan desa bersamasama dengan pemerintah desa, selain itu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga berfungsi mengawasi jalanya pemerintah desa. Fungsi dalam pengawasan ini meliputi pengawasan terhadap keputusan kepala desa. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan ini, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berhak meminta pertanggung jawaban kepala desa serta meminta keterangan kepada pemerintah desa. Di dalam peraturan desa terdapat 2 (dua) jenis peraturan desa, yaitu peraturan desa rutin dan peraturan desa insidental. Peraturan desa rutin merupakan peraturan desa yang di buat secara rutin dari tahun ke tahun, yaitu peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Dengan adanya pembahasan RAPBDes oleh Badan Permsyawaratan Desa (BPD) yang disusu oleh kepala desa diikuti masyarakat, berarti produk hukum yang berupa kebijakan anggaran belanja desa bersifat responsif. Kebijakan desa yang bersifat responsif yakni kebijakan yang mendapat tanggapan dan masukan yang baik dari pemerintah desa, Badan Permsyawaratan Desa (BPD), dan masyarakat desa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terjamin yaitu terpenuhinya atau tercukupinya kebutuhan masyarakat. Peraturan desa tentang APBDesa yang telah disusun dan ditetapkan oleh Badan Permsyawaratan Desa (BPD) bersama kepala desa diharapkan dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya peraturan desa insidental merupakan peraturan desa yang dibuat sesuai kebutuhan masyarakat pada saat itu, misalnya peraturan desa tentang lahan bengkok perangkat yang kosong, peraturan desa tentang tata cara pencalonan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala desa. Peraturan desa merupakan produk legislasi oleh Badan Permsyawaratan Desa (BPD) desa Wonorejo telah sesuai dengan hierarki perundang-undangan 30

dan dalam pembuatanya juga melalui tahapan-tahapan yang sesuai aturan yang sudah ditetapkan. Tahapan persiapan untuk peraturan desa dipersiapkan oleh Badan Permsyawaratan Desa (BPD) beserta rancangan-rancangannya dan selanjutnya dibahas untuk ditetapkan bersama-sama dengan kepala desa. Pelaksanaan legislasi dalam arti pembentukan peraturan perundangundangan bukanlah hal yang mudah. Faktor sumberdaya manusia sangat menentukan kualitas peraturan perundang-undangan yang dibentuk. Walaupun demikian dalam suatu kelompok masyarakat khususnya di desa harus ada suatu aturan di dalam kehidupan bermasyarakat dan tersebut, Badan Permsyawaratan Desa (BPD) bisa dikatakan berperan dalam pelaksanaan fungsi legislasi. Legislasi oleh Badan Permsyawaratan Desa (BPD) Desa Wonorejo memang sudah terlaksana dan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada dan tahapan benar. Namun fungsi legislasi Badan Permsyawaratan Desa (BPD) belum dapat berjalan secara maksimal. Badan Permsyawaratan Desa (BPD) dalam melaksanakan fungsi legislasinya tidak lepas dari dukungan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, sumber daya keuangan serta fasilitas dari pemerintah yang lebih tinggi yaitu pemerintah daerah. Dengan demikian apabila kondisi sumberdaya tersebut kurang memadahi, dapat dipastikan akan terjadi hambatan-hambatan atau disebut juga kendala. Badan Permsyawaratan Desa (BPD) juga dianggap sudah berperan dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepemerintahan pemerintah desa baik kinerja dari aparat berlandaskan hukum yang mengikat atau peraturan desa. Menurut Blumer Ritzer, 2014: 292) proses sosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menguatkan aturan, bukan aturan yang menciptakan dan menguatkan kehidupan kelompok. desa maupun pengawasan terhadap anggaran desa (APBDes). Dengan demikian diharapkan tidak ada penyelewengan kekuasaan oleh pemerintah desa. Fungsi pengawasan perlu diwaspadai karena fungsi ini bisa menjadi penyebab timbulnya konflik Berdasarkan pembahasan antara kepala desa dengan Badan Permsyawaratan Desa (BPD). Kehadiran Badan Permsyawaratan Desa (BPD) bisa dilihat sebagai kutub kekuasaan baru di desa. Keaadaan yang seperti ini yang menyebabkan kepala desa dengan Badan Permusyawaran Desa (BPD) saling 31

menjaga jarak hingga hubungan antar kedua lembaga ini kurang harmonis. Hal ini mengarah pada setiap tindakan dari pemerintah desa yang selalu hati-hati dalam yang sejalan dengan pemikiran Goodman (dalam Ritzer, 2014: 285) tentang seni mengelola kesan yang mengarah pada kehati-hatian terhadap serentetan tindakan yang tak diharapkan. Dalam pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaran Desa (BPD) di desa Wonorejo terdapat kendala baik internal maupun eksternal. a. Kendala Internal Kendala dalam pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaran Desa (BPD) di desa Wonorejo secara internal adalah berkurangnya wewenang atau hak dalam mengambil keputusan, misalnya dalam sebuah proses pengesahan peraturan desa, dulu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat berperan penting dalam pengesahan peraturan tersebut. Tetapi sekarang hal tersebut sudah sedikit tidak berfungsi, karena Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hanya sebagai pengawas sekaligus penyalur aspirasi masyarakat, itu semua dibawah kekuasaan Kepala Desa. b. Kendala Eksternal Kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Wonorejo secara eksternal atau kendala dari luar yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah: 1) Fungsi yang kurang Sarana dan prasarana Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Wonorejo yang belum terpenuhi seperti fasilitas ruang kerja untuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Saat ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Wonorejo belum memiliki gedung sendiri. Hal ini mengindikasikan adanya kendala alokasi dana untuk penyediaan gedung Badan Permusyawaran Desa (BPD). 2) Dana operasional tidak mencukupi Dana operasional yang diterima Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Wonorejo tidak mencukupi, sementara mereka dituntut aktif memperjuangkan kepentingan kepentingan masyarakat dan menjalankan berbagai tugas dan wewenang dalam hubungan tata kerja dengan pemerintah desa. Akibatnya produktivitas dan kreatifitas anggota Badan 32

Permusyawaran Desa (BPD) menjadi tidak maksimal karena mereka tentu lebih mengutamakan kepentingan ekonomi keluarga (bekerja) daripada memikirkan tugas-tugas Badan Permusyawaran Desa (BPD) yang merupakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang tidak menyediakan penghasilan berupa gaji atau imbalan lain memadahi. mengarah pada efisiensi. Akibat dari efisiensi tentunya akan dapat menghimpun dan menghemat sumberdaya untuk dialokasikan pada bidang-bidang lain diantaranya bidang legislasi oleh Badan Permusyawaran Desa (BPD). Demikian halnya dengan dana operasional yang tidak mencukupi ditempuh dengan Adapun langkah-langkah langkah yang sama dalam mengatasi kendala BPD telah ditempuh langkah-langkah sebagaimana paparan data hasil penelitian di atas. Guna pembahasan lebih lanjut langkah-langkah mengatasi kendala fasilitas yang kurang memadahi yakni ditempuh dengan perampingan perangkat desa. dalam mengatasi kendala tersebut dapat Berdasarkan penjelasan disajikan ulang sebagai berikut. a. Terbatasnya wewenang dan hak dalam mengesahkan peraturan desa. Langkah yang ditempuh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu tetap saja menjalankan tugas seperti biasanya yaitu tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa langkah yang dilakukan Badan Permusyawaran Desa (BPD) dalam hal fungsi dan wewenang sebagai penyelenggaraan pemerintah desa sudah cukup baik. Ukuran kebaikannya berdasarkan pada kondisi kemampuan mengawasi berjalanya lembaga Badan Permusyawaran Desa pemerintah, sekaligus menegur bila aja kejangalan dalam berjalanya sistim kepemerintahan desa. b. Minimnya fasilitas yang kurang telah ditempuh dengan (BPD) dari segala kekurangan dan keterbatasan. Kemudian guna kelancaran fungsi legislasi Badan Permusyawaran Desa (BPD) diperlukan tenaga yang memfasilitasi atau sebagai fasilitator dibidang pelaksanaan fungsi legislasi. perampingan perangkat desa. Langkah-langkah yang Langkah perampingan dapat dipandangsebagai langkah yang ditempuh oleh Badan Permusyawaran Desa (BPD) dan pemerintah desa dalam 33

mengatasi kendala pelaksanaan fungsi legislasi selama ini meskipun sudah baik tetapi belum menyentuh perlunya fasilitatot. Bagaimanapun juga persoalan peraturan desa adalah persoalan hukum persoalan tersebut mau tidak mau membutuhkan teknisi yang terampil, berkemampuan, memadahi dan memiliki motifasi kerja yang tinggi. fungsi legislasinya, BPD belum dapat menjalankan secara maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan peraturan-peraturan desa yang masih bersifat kebiasaan ataupun kebudayaan di desa seperti pembagian pengairan di sawah, aturan tentan g hibah tanah untuk jalan umum, dan lain sebagainya. Kendala-kendala yang Dihadapi BPD di dalam menjalankan fungsi IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang peran BPD di dalam legislasi Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pelaksanaan Fungsi BPD dalam legislasi di Desa Wonorejo di dalam penyelenggaraan fungsi BPD dalam legislasi cukup baik didalam menyerap dan menampung aspirasi masyarakat. Tetapi setelah melemahnya hak dan wewenang BPD, sehingga berdampak pada kinerja BPD yang kurang optimal. Seharusnya fungsi BPD merupakan wakil dari masyarakat desa agar kebijakan yang dibuat nanti dapat arif dan bijaksana sesuai dengan keinginan dari semua pihak khususnya dari masyarakat sehingga tidak terjadi keresahan yang nantinya dapat mengganggu kestabilan pemerintah desa. Didalam melaksanakan legislasinya adalah: a). Kendala pelaksanaan fungsi legislasi BPD secara internal adalah lemahnya Hak dan wewenang BPD. b). Kendala yang dihadapi BPD Desa Wonorejo secara eksternal atau kendala dari luar yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan fungsi legislasi oleh BPD meliputi: Fasilitas yang kurang memadahi dan dana operasional tidak mencukupi. Berdasarkan hasil penelitian tentang fungsi dan Kendala-kendala BPD dalam legislasi peraturan Desa Wonorejo Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Kepala Desa / Desa tempat penelitian pemerintah desa perlu mengalokasikan dana untuk sarana dan prasarana serta kesejahteraan anggota BPD sesuai dengan kemampuan desa guna meningkatkan motivasi kerja BPD. 34

2. Bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil dari masyarakat desa seharusnya bisa lebih aktif dalam menyerap aspirasi masyarakat. BPD Desa Wonorejo Sumbergempol Kecamatan Kabupaten Tulungagung hendaknya lebih meningkatkan kinerjanya dalam menjalankan fungsi pengawasan, fungsi legislasi, dan fungsi penampung sekaligus penyalur aspirasi masyarakat. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan di masa yang akan datang dapat digunakan sebagai salah satu sumber data untuk penelitian selanjutnya dan dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan faktor lainnya, variabel yang berbeda, jumlah sampel yang lebih banyak, tempat yang berbeda, desain yang lebih tepat dan tetap berhubungan dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). DAFTAR RUJUKAN Amin, Gabriel Silalahi. 2003. Metodologi Peneliti dan Studi Kasus. Sidoarjo: CV. Citra Media. Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Group Persada. Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Desa. (http://website.dprd- tulungagungkab.go.id/perda- 2016/. Diakses tanggal 22 Januari 2017 jam 22.10). Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2016 tentang Desa. (https://www.slideshare.net/ajipanj alu/permendagri-no-110-thn- 2016-tentang-badanpermusyawaratan-desa-bpd. Diakses tanggal 22 Januari 2017 jam 21.10). Ritzer, George & Goodman DJ, 2014. Teori Sosiologi. Bantul: Kreasi Wacana. Sarman, Mohammad Taufik Makarao, 2012. Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta. Sutinah Lis, 2015. Undang-undang No 6 Tentang Desa dan Peraturan Terkait. Jakarta: Visimedia. Syaodih, Nana Sukmadinata, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. (https://www.setneg.go.id/index.p hp?option=com_perundangan&id =18&task=detail&catid=1&Itemid =42&tahun=1999. Diakses tanggal 20 Januari 2017 jam 23.00). 35