BINA KELUARGA SETARA UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN KELUARGA (FAMILY DEVELOPMENT EQUIVALENT TO INCREASE FAMILY RESILIENCE)

dokumen-dokumen yang mirip
MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

LATAR BELAKANG KRISIS EKONOMI PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN KASUS PEMBUNUHAN KEKERASAN PADA ANAK KASUS PENJUALAN BAYI KOMUNIKASI SUAMI DAN ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun dengan lawan jenis merupakan salah satu tugas perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. rumah, mengurus, mendidik, dan mengasuh anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

#### Selamat Mengerjakan ####

1. Pendahuluan PENYULUHAN TENTANG PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS KELUARGA DI DESA TANJUNGWANGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang peranan Peradilan Agama dalam

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN KETAHANAN KELUARGA DIY

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau yayasan, orangtua, guru, dan juga siswa-siswi itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB III BEBERAPA UPAYA ORANG TUA DALAM MEMBINA EMOSI ANAK AKIBAT PERCERAIAN. A. Fenomena Perceraian di Kecamatan Bukit Batu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan/ perkawinan adalah ( ikatan lahir batin antara seorang

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. Tiba diriku di penghujung mencari cinta Hati ini tak lagi sepi Kini aku tak sendiri

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

BAB III BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN JEPARA DAN PERANNYA DALAM PENYELESAIAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

Latar Belakang kasus kasus. per KELAHIRAN HIDUP

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

PORTAL PELATIHAN PRA-NIKAH (PORPLAN) UNTUK MENGURANGI TINGKAT PERCERAIAN PADA PERNIKAHAN DINI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB I PENDAHULUAN. makhluk Allah SWT. Perkawinan adalah cara yang dipilih oleh. sebagaimana tercantum didalam Al-Qur an surat An-nur ayat 32 :

SUSI RACHMAWATI F

BAB I PENDAHULUAN. mengarungi suka duka hidup di dunia bersama sama. Setelah akad nikah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah. dalam sebuah pernikahan. Seperti pendapat Saxton (dalam Larasati, 2012) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan berbagi tugas seperti mencari nafkah, mengerjakan urusan rumah tangga,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. system kesehatan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga, Jakarta: Kencana, 2012, hlm Ibid, hlm. 6-7.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika seseorang memasuki tahapan dewasa muda, menurut Erickson

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TENTANG PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENYULUHAN TENTANG PENGASUHAN ANAK DI DESA DAMPIT KEC. CICALENGKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kejadian yang sakral bagi manusia yang menjalaninya.

Transkripsi:

BINA KELUARGA SETARA UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN KELUARGA (FAMILY DEVELOPMENT EQUIVALENT TO INCREASE FAMILY RESILIENCE) Nurul Hidayati Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas 45 Surabaya e-mail: nurul.iedha@gmail.com abstract Surabaya is one of the cities with the highest divorce rates in East Java. One of the efforts made is to conduct interventions to improve family resilience in Surabaya. Activities to improve family resilience are carried out through understanding eight family functions and the implementation of the eight family functions. The goal of the equal family development activity is to increase the role of family members in realizing a quality and equal family. Other goals in the long term can reduce divorce rates and increase family resilience, increase gender equality in the family, improve the role and function of husband and wife in the family, increase the roles of men and women in educating children, and implement children's rights in the family. Socially, family resilience must be built through increasing the capacity of family members. Family resilience is also closely related to the gender construction that develops in society. This article aims to understand how an equal family building program is an effort to improve family resilience in Surabaya families. Keywords: equal family, family resilience abstrak Kota Surabaya termasuk kota yang memiliki tingkat perceraian yang tertinggi di Jawa Timur. Salah satu upaya yang perlu dilakukan yakni mengadakan intervensi untuk meningkatkan ketahanan keluarga pada keluarga-keluarga di Surabaya. Kegiatan peningkatan ketahanan keluarga yang dilakukan yakni melalui pemahaman delapan fungsi keluarga, dan praktek implementasi kedelapan fungsi keluarga tersebut. Tujuan Kegiatan Bina Keluarga Setara adalah meningkatkan peran anggota keluarga dalam mewujudkan keluarga berkualitas dan setara dalam relasi. Tujuan lain dalam jangka panjang dapat menurunkan angka perceraian dan meningkatkan ketahanan keluarga. Tujuan khusus yakni meningkatkan kesetaraan gender dalam keluarga, meningkatkan peran dan fungsi suami istri dalam keluarga, meningkatkan peran laki-laki dan perempuan dalam mendidik anak, dan menerapkan hak anak dalam keluarga. Secara sosial budaya ketahanan keluarga harus dibangun melalui peningkatan kapasistas anggota keluarga agar mampu melaksanakan peran dalam keluarga secara optimal. Ketahanan keluarga juga berkaitan erat dengan konstruksi gender yang berkembang dalam masyarakat. Secara ringkas, artikel ini bertujuan untuk memahami bagaimana program bina keluarga setara sebagai upaya meningkatkan ketahanan keluarga pada keluarga Surabaya. Kata kunci: keluarga setara, ketahanan keluarga. 122 10.20473/jlm.v4i1.2020.122-127 Open acces under CC BY-SA license Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License

PENDAHULUAN Ketahanan keluarga merupakan kondisi dinamis suatu keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untu hidup harmonis dan meningkatkan kesejahteraan lahir batin (UU No.10 tahun 1992). Akhir-akhir ini, semakin banyak kondisi keluarga yang kurang harmonis, yang kemudian berujung perceraian. Angka perceraian di Jawa Timur adalah yang terbesar secara nasional (pada tahun 2017 sebesar 89.376 kasus perceraian), sedangkan angka perceraian di Surabaya sebesar 634 kasus di tahun 2017. Angka tersebut termasuk yang tertinggi di Jawa Timur. Ketahanan keluarga mengalami goncangan, antara lain karena bagi sebagian orang, keluarga tidak lagi dianggap sebagai lembaga yang berperan penting. Dinamika dan beban kehidupan modern juga telah membuat anggota keluarga kehilangan waktu bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lain. Hal ini memicu terjadinya masalahmasalah keluarga seperti komunikasi yang buruk, konflik dalam keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan perceraian. Di Jawa Timur pada tahun 2014 ini misalnya, hingga bulan Agustus saja sudah tercatat 57.845 kasus perceraian yang masuk pada Pengadilan Agama di 38 kabupaten/kota. Data tersebut menunjukkan jika setiap hari ada 241 pasangan suami istri (pasutri) di Jatim yang bercerai. Angka tidak jauh dari tahun sebelumnya. Tahun 2013 Jawa Timur mencatat rekor angka perceraian terbesar nasional. Sebanyak 89.376 keluarga yang bercerai atau ada 178.752 orang dalam setahun berubah status menjadi duda atau janda. Angka perceraian dua tahun terakhir melonjak tajam dibanding tahun 2010, yang berada di kisaran angka 69.000. Tingkat perceraian tertinggi terjadi di Kabupaten Malang dengan jumlah kasus mencapai 4.577 pasangan yang bercerai. Di tempat kedua adalah Kabupaten Banyuwangi dengan 4.388 perceraian, lalu Kabupaten Jember dengan 4.307 perceraian (http://www.tribunnews.com). Kota Surabaya dengan luas wilayah 326.81 km 2 Secara administrasi jumlah kecamatan yang ada di Kota Surabaya sebanyak 31 kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 154 kelurahan yang terbagi atas 1.368 Rukun Warga (RW) dan 9.118 Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, jumlah penduduk Kota Surabaya yang ber-nik per triwulan I tahun 2017 sebesar 3.316.131jiwa di 31 wilayah kecamatan. Di Surabaya, tingkat perceraian yang terjadi juga tinggi. Dan, pasangan yang menikah di bawah usia 20 tahun, merupakan kelompok usia yang rentan mengalami perceraian. Sebagaimana data SDKI (2007) dan BAPPENAS (2008) yang juga menunjukkan bahwa pernikahan usia muda beresiko lebih tinggi mengalami KDRT, mengalami ketidakharmonisan, dan mengalami perceraian. Kesetaraan menjadi isu penting karena konstruksi gender ditengarai telah memunculkan berbagai masalah seperti subordinasi, marginalisasi, kekerasan, diskriminasi gender, beban kerja ganda, dan sebagainya. Permasalahan gender juga sering berkembang 123

Nurul Hidayati: Bina Keluarga Setara untuk Meningkatkan Ketahanan Keluarga dalam keluarga, khususnya terkait konstruksi masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga, pembagian kerja dalam keluarga, dan juga terkait hak anak. Dalam program bina keluarga setara, yang dilakukan dengan bekerjasama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak, diharapkan dapat membantu keluarga-keluarga di Surabaya untuk meningkatkan ketahanan keluarga dan meningkatkan kesetaraan dalam keluarga. METODE PENGABDIAN MASYARAKAT Di awal, para peserta mengerjakan Self Assessment dan Pre Test. Dari Keluarga yang hadir, dikategorikan dalam tiga kategori: Hijau, Kuning, dan Merah. Di akhir dilakukan Post Test. Secara umum, diharapkan para peserta bina keluarga setara akan mengalami peningkatan, setidaknya pemahaman mereka mengenai ketahanan keluarga dan keluarga setara, dan nantinya akan dilanjutkan dengan proses monitoring, yang akan berlangsung hingga tiga bulan ke depan. Penulis melakukan kegiatan bina keluarga setara bersama Tim Psikologi dan program ini bekerjasama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP5A) Kota Surabaya. Analisis meneyeluruh akan dilakukan secara tim di akhir proses monitoring program. Tulisan ini merupakan kajian parsial dari bina keluarga setara yang dilakukan di sebagian wilayah di Surabaya, yang menjadi wilayah pengabdian penulis. Yakni: Kecamatan Wonokromo, Gayungan, Sukomanunggal, Tambaksari, dan Benowo. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Kegiatan Bina Keluarga Setara Kegiatan peningkatan ketahanan keluarga yang dilakukan yakni melalui pemahaman delapan fungsi keluarga, dan praktek implementasi kedelapan fungsi keluarga tersebut. Tujuan Kegiatan Bina Keluarga Setara adalah meningkatkan peran anggota keluarga dalam mewujudkan keluarga berkualitas dan setara dalam relasi. Tujuan lain dalam jangka panjang dapat menurunkan angka perceraian dan meningkatkan ketahanan keluarga. Tujuan khusus yakni meningkatkan kesetaraan gender dalam keluarga, meningkatkan peran dan fungsi suami istri dalam keluarga, meningkatkan peran lakilaki dan perempuan dalam mendidik anak, dan menerapkan hak anak dalam keluarga. Secara sosial budaya ketahanan keluarga harus dibangun melalui peningkatan kapasistas anggota keluarga agar mampu melaksanakan peran dalam keluarga secara optimal. Ketahanan keluarga juga berkaitan erat dengan konstruksi gender yang berkembang dalam masyarakat. Kegiatan pembinaan dilakukan di seluruh kecamatan di Surabaya. Namun yang dimasukkan dalam tulisan ini meliputi lima kecamatan. Peserta yang hadir telah memenuhi kriteria berusia 20 tahun atau di bawahnya saat menikah dulu. Keluarga yang hadir dalam kegiatan ini diharapkan lengkap yakni sebanyak 10 Keluarga tiap Kecamatan. Materi pertama berfokus pada materi Deteksi Masalah Ketahanan Keluarga dan Penguatan Fungsi Keluarga, sedangkan Materi kedua berfokus pada materi Pembagian Peran dalam Keluarga Berdasar pada Kesetaraan Gender. Di awal, para peserta mengerjakan Self Assessment dan Pre Test. Diperoleh kategori 124

masing-masing keluarga, apakah masuk kategori hijau (baik), kuning (sedang), atau merah (kurang). Dari Hasil Pre Test dibandingkan Post Test, secara umum pengetahuan / pemahaman para peserta tentang keluarga meningkat sesudah mengikuti Bina Keluarga Setara. Sesi diskusi dilakukan dengan membagi keseluruhan peserta menjadi 3 (tiga) kelompok berdasarkan peran. Ada kelompok ayah, kelompok ibu, dan kelompok anak. Para peserta Bina Keluarga Setara umumnya cukup aktif saat mengikuti sesi diskusi maupun presentasi kelompok. Setelah materi disampaikan selanjutnya di akhir, peserta diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. Permasalahan dalam Keluarga Berbagai permasalahan berhasil terungkap dari program bina keluarga setara. Dari program ini juga diperoleh gambaran bagaimana keluarga-keluarga tersebut memahami peran gender masing-masing (para ayah dan para ibu). Diperoleh juga gambaran bagaimana harapan dan permasalahan yang dialami anak. Kecamatan Wonokromo. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ayah adalah bekerja menafkahi anak istri, menyekolahkan anak, terus belajar sehingga bisa menjadi panutan anak. Peran Ibu yakni: mendidik anak, mengarahkan anak dalam kedisiplinan, menyiapkan kebutuhan makanan anak. Muncul permasalahan yang dihadapi para ibu yakni: bagaimana pengawasan anak usia remaja. Para ibu juga bertanya mengenai mendidik anak di era digital saat ini. Harapan mereka, bila ada permasalahan, anak-anak mereka tidak curhat ke teman, apalagi media sosial, melainkan curhat ke orang tua. Para ibu juga mengeluhkan pendapatan yang kurang dari para suami. Peran anak yakni: belajar, membantu orang tua, menaati perintah dan peraturan dalam keluarga. Harapan yang muncul dari diskusi kelompok anak. Bahwa mereka merasa uang sakunya kurang, waktu bermain kurang lama, dan kadang keinginan mereka tidak dituruti orang tua. Para ayah menanggapi keluhan pendapatan kurang, bahwa memang penghasilan saat ini kadang menurun, diharapkan ibu-ibu memahami bahwa suami mereka sudah berusaha. Anak-anak juga diharapkan memahami kondisi kesulitan ekonomi orang tua. Tidak semua keinginan bisa dituruti. Waktu bermain dirasa cukup, bahkan terlalu banyak main gadget. Dalam mendidik dan mengasuh anak, sebagian peserta masih menerapkan unsur kekerasan, baik itu verbal maupun fisik. Tampaknya dampak negatif pola asuh semacam ini masih belum banyak disadari. Para ayah mengeluhkan sulit membagi waktu sehingga kurang terlibat dalam mendidik anak. Kecamatan Gayungan. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ayah adalah menafkahi anggota keluarga, menjadi imam yang baik, melindungi anggota keluarga dari efek negatif lingkungan, memikul tanggung jawab, dan berperilaku adil terhadap semua anggota keluarga. Peran Ibu yakni: Ikut membantu suami mengelola keuangan, menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga, ikut mencari uang, dan 125

Nurul Hidayati: Bina Keluarga Setara untuk Meningkatkan Ketahanan Keluarga mendidik anak. Peran anak yakni: menghormati orang tua, mematuhi orang tua, menyayangi orang tua, tidak membantah perintah orang tua dalam hal kebaikan, membantu orang tua untuk tugas sehari-hari (bersih-bersih), belajar, mengaji, beribadah, dan membahagiakan orang tua. Harapan yang muncul dari diskusi kelompok anak. Bahwa mereka ingin menjadi anak yang sukses. Mereka tidak ingin terjadi pertengkaran di antara orang tua mereka. Mereka juga ingin selalu membahagiakan orang tua. Kecamatan Sukomanunggal. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ayah adalah sebagai kepala keluarga.para ayah juga menyampaikan permasalahan- permasalahan sebagai berikut: Dalam hal pendidikan, terkait keterbatasan biaya. Terkait kebersihan, banyak orang yang kurang peduli. Dalam hal ekonomi: kebutuhan sehari-hari yang terus meningkat, PHK. Peran Ibu sesuai hasil diskusi yakni: mengurus rumah tangga, membantu mencari nafkah, mendidik anak, saling meningatkan, memberi kasih sayang. Muncul permasalahan yang dihadapi para ibu yakni: kondisi ekonomi yang tidak stabil, kesulitan dalam mengarahkan anak, kondisi emosi tidak stabil Peran anak dari hasil diskusi yakni: Sebagai jembatan atau penengah orang tua, ikut mengingatkan (saling mengingatkan) karena anak dan orang tua bisa berbuat kesalahan. Harapan yang muncul dari diskusi kelompok anak. Bahwa mereka merasa orang tua kadang marah-marah tanpa alasan, dan membatasi kreativitas anak. Kecamatan Tambaksari. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ayah terkait mencari nafkah, melindungi, mendidik, dan menyayangi keluarga. Permasalahan yang muncul: penghasilan tidak tetap, kecanduan rokok, kesulitan membatasi anak main gadget. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ibu lebih terkait mencukupi kebutuhan keluarga, pengelolaan keuangan, pendidikan dan pengasuhan anak. Para ibu juga menyampaikan permasalahanpermasalahan sebagai berikut: keuangan, kecapekan, emosi, kurang perhatian dengan anak, kurang adil terhadap keluarga. Peran Ibu sesuai hasil diskusi yakni: mengurus rumah tangga, membantu mencari nafkah, mendidik anak, saling meningatkan, memberi kasih sayang. Muncul permasalahan yang dihadapi para ibu yakni: kondisi ekonomi yang tidak stabil, kesulitan dalam mengarahkan anak, kondisi emosi tidak stabil. Peran anak dari hasil diskusi yakniterkait kebutuhan bermain, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari mereka. Permasalahan / keluhan yang muncul dari diskusi kelompok anak. Bahwa mereka merasa orang tua membatasi mereka bermain, membatasi jam malam, menginginkan mereka patuh. Antara anak dan orang tua tampak saling mengeluhkan satu sama lain. Kecamatan Benowo. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ayah terkait mencari nafkah, peran pengasuhan, kepala keluarga (pemimpin). Permasalahan yang muncul: penghasilan tidak tetap, kesulitan membatasi anak main gadget. Dari sesi diskusi, para peserta menyampaikan bahwa peran ibu lebih terkait membantu mencukupi kebutuhan keluarga, pengelolaan keuangan, pendidikan dan pengasuhan anak. 126

Sebagian Ibu-Ibu memang merasa penghasilan keluarga mereka terbantu dengan mereka ikut bekerja. Mereka bekerjasama dengan suami membuat produk tertentu ataupun memasarkan ke PGS, ada pula yang menjadi buruh di tempat orang. Para ibu juga menyampaikan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: Ingin meningkatkan pengetahuan tentang parenting. Peran anak dari hasil diskusi yakni terkait belajar, beribadah, membantu orang tua. PENUTUP Simpulan dan Saran Seperti yang telah penulis sampaikan sebelumnya, program bina keluarga setara ini ditujukan sebagai upaya meningkatkan ketahanan keluarga, serta penguatan relasi yang setara antar anggota keluarga. Hal yang penting yang diperoleh dalam program bina keluarga setara ini adalah bahwa keluarga-keluarga peserta program telah mulai memahami mengenai bagaimana fungsifungsi keluarga, bagaimana meningkatkan ketahanan keluarga melalui peningkatan kedelapan fungsi keluarga tersebut, dan memahami pentingnya relasi yang setara. Lanjutan dari program ini berupa monitoring yang dilakukan selama tiga bulan, berfungsi melakukan pendampingan pada keluarga-keluarga peserta bina keluarga setara. Pendampingan bersifat sukarela, sehingga tidak semua keluarga peserta pembinaan pasti mengikutinya. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007(SDKI). Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bappenas, 2008, Evaluasi 3 Tahun Pelaksanaan RJJMN 2004-2009 Bersama Menata Perubahan. Jakarta : Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. http://www.tribunnews.com [Online] (diakses pada 10 Juli 2018) UU No.10 tahun 1992. Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera 127