II. TINJAUAN PUSTAKA. Kriminologi (sebagai ilmu pengetahuan) mempelajari sebab-sebab timbulnya



dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Kehidupan di dunia terdapat suatu nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik dan

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB III PERANAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK SABAGAI DASAR HUKUM DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN ANAK

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

KAJIAN KRIMINOLOGI ATAS KEJAHATAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAYAPURA KOTA

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

KONVENSI KETATANEGARAAN

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PERCOBAAN (POGING)

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

Institute for Criminal Justice Reform

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori-Teori Kajian tentang Sebab Kejahatan 1. Kajian Kriminologi Kriminologi (sebagai ilmu pengetahuan) mempelajari sebab-sebab timbulnya kejahatan dan keadaan-keadaan yang turut mempengaruhinya, serta mempelajari cara pemberantasannya. Kriminologi merumuskan kejahatan sebagai setiap tingkah laku yang merusak dan tidak susila (dalam arti luas), yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat tertentu, karena masyarakat tidak menyukai tingkah laku tersebut. Jadi, kriminologi mengartikan kejahatan sebagi gejala dalam masyarakat yang tidak pantas dan termasuk tidak/belum terikat kepada ketentuanketentuan yang telah tertulis. 1 W.A Bonger memberikan batasan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki kejahatan seluas-luasnya. 2 Sementara abdul Syani dalam teorinya mengatakan ada dua faktor penyebab seorang melakukan tindak kejahatan, yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu itu sendiri (internal) dan faktor yang bersumber dari luar individu (eksternal). 3 1 SR Sianturi.Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya.alumni ahaempethaem. Jakarta. 1996. hlm.34 2 Zikri manshur. Pengantar Kriminologi. 16 April 2013 http://manshurzikri.wordpress.com/2009/12/01/pengantar-kriminologi/.(jam 15.35 WIB) 3 Abdul Syani. Opcit. hlm.44-45

14 Kriminologi, (criminology dalam bahasa Inggris, atau kriminologie dalam bahasa Jerman) secara bahasa berasal dari bahasa latin, yaitu kata crimen dan logos. Crimen berarti kejahatan, dan logos berarti ilmu. Dengan demikian kriminologi secara harafiah berarti ilmu yang mempelajari tentang penjahat. 4 2. Etiologi Kriminil Terdapat tiga mashab yang melatarbelakangi timbulnya kejahatan. Pertama, mashab antropologis yang mengartikan sebab-sebab timbulnya kejahatan adalah karena bersumber pada bentuk-bentuk jasmaniah, watak, dan/atau rohaniah. Dengan kata lain seseorang telah ditakdirkan lahir sebagi seorang penjahat. Paham ini dikemukakan oleh Cesare Lombroso. Kedua ialah sosiologis, yang mengartikan faktor-faktor dari lingkunganlah yang mempengaruhi seorang melakukan tindak kejahatan pidana. Faktor ekonomilah yang menjadi dasar dan merusak moril seseorang sehingga ia menjadi seorang penjahat. Mashab ketiga ialah mashab biososiologis, menurut ajaran ini, timbulnya berbagai bentuk kejahatan di pengaruhi oleh sederetan faktor-faktor dimana watak dan lingkungan seseorang mempengaruhi. Fakor-faktor tersebut antara lain: sifat, bakat, watak, intelek, pendidikan dan pengajaran, suku, bangsa, seks, umur, kebangsaan, agama, ideologi, pekerjaan,keadaan ekonomi, dan keluarga. B. Pengertian Anak dan Dasar Hukum Perlindungan Anak 1. Pengertian Anak. Anak dalam pengertian yang umum tidak hanya mendapat perhatian dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi dapat juga ditelaah dari sisi pandang sentralis kehidupan. 4 Abdul Syani. Sosiologi Kriminalitas.Remaja Karya.Bandung. 1987. hlm.9-10

15 Seperti agama, hukum dan sosiologinya yang menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial. Dalam masyarakat, kedudukan anak memiliki makna dari subsistem hukum yang ada dalam lingkungan perundang-undangan dan subsistem sosial kemasyarakatan yang universal. Agar dapat memahami pengertian tentang anak itu sendiri sehingga mendekati makna yang benar, diperlukan suatu pengelompokan yang dapat dilihat dari aspek hukum. Hal ini adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri. Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari pandangan sistem hukum atau disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum. Kedudukan anak dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Pengertian Anak menurut Hukum Pidana. Pengertian kedudukan anak dalam hukum pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran hukum secara negatif. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, pengertian anak adalah : 1. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. 2. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan

16 pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri. 3. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. 4. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak mengklarifikasikan pengertian anak nakal adalah orang yang dalam perkara telah mencapai umur delapan tahun, tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Anak nakal adalah : 1. Anak yang melakukan tindak pidana. 2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dimasyarakat. b. Pengertian Anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

17 berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Defenisi pengertian tentang anak di atas sebenarnya, memberikan suatu kesimpulan yang menggambarkan apa atau siapa sebenarnya yang dimaksud dengan anak dan berbagai konsekwensi yang diperolehnya sebagi penyandang gelar anak tersebut. 2. Dasar Hukum Perlindungan Anak. Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian maka perlindungananak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara, bermasyarakat dan bekeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil dan sejahtera bagi anak. Melindungi anak adalah melindungi manusia dan membangun manusia seutuh mungkin, pembangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur. Mengesampingkan masalah perlindungan anak sama dengan tidak memantapkan pembangunan nasional, akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang dapat mengganggu kinerja penegakan hukum, ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional maka dari itu bahwa perlindungan anak harus diusahakan, apabila kita ingin mengusahakan

18 pembangunan naional yang memuaskan. Perlindungan anak dalam suatu keluarga, masyarakat dan bangsa merupakan tolak ukur peradaban keluarga, masyarakat dan bangsa tertentu, jadi demi pengembangan manusia seutuhnya dan peradaban setiap orang wajib mengusahakan perlindungan anak sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan yang dimilikinya. Setiap anak memiliki hak untuk melaksanakan kewajibannya untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya, tumbuh-kembang dirinya, perlindungan bagi dirinya sesuai dengan kemampuannya pada usia tertentu. Antara hak dan kewajiban harus ada keseimbangan dan pengembangan kemanusiaan yang positif dengan demikian maka akan terwujud adanya perlakuan adil terhadap anak, oleh karena itu keadilan adalah suatu kondisi yang memungkinkan setiap orang melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang dan manusiawi. Sebagai generasi penerus bangsa, anak adalah harapan dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas, kelangsungan hidup, pengembangan jasmani dan rohani serta perlindungan dari berbagai bahaya yang dapat mengancam kemerdekaan dan masa depan mereka, perlu ada upaya perlindungan dan pengembangan yang berkelanjutan terpadu. Dalam dunia nyata, upaya perlindungan dan pengembangan kualitas anak, sering kali dihadapkan dengan banyak masalah yang sangat sulit dihindari, antara lain dijumpainya penganiayaan oleh orang tua, penyimpangan sikap perilaku sementara si anak, bahkan lebih parah dari itu, terdapat sebagian anak-anak yang melakukan

19 perbuatan melanggar hukum, baik anak dari kalangan sosial ekonomi tinggi, menengah, maupun bawah. Selain itu terdapat pula anak yang dalam keadaan terlantar atau tidak terurus, yakni anak yang karena satu dan lain hal ternyata sebagian besar kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi dengan layak, baik dibidang ekonomi, sosial, rohani maupun jasmaninya. Karena keadaan diri sendiri yang tidak memadai tersebut, anak-anak tersebut naik dengan sengaja atau tidak, sering juga melakukan perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku, bahkan merugikan masyarakat dan dirinya sendiri baik dalam bentuk perbuatan melanggar (melawan) hukum atau perbuatan yang terlarang bagi anak-anak. Oleh karena itu dalam hal menghadapi anak nakal dan terlantar masyarakat dan sekelilingnya dan terutama orang tua lebih bertanggung jawab dari pada anak itu sendiri. Hubungan anak dengan orang tua adalah suatu hubungan yang hakiki, termasuk hubungan mental spiritual maupun mental psikologis. Mengingat pada pentingnya hubungan antara anak dan orang tua, sebisa mungkin anak tidak boleh terpisah dari orang tuanya meskipun tidak dapat dipungkiri, ada banyak faktorfaktor yang menyebabkan anak harus berpisah dari orang tua. Dan jika harus terpisah, harus tetap dipertimbangkan bagaimana segala kepentingan menjaga perkembangan dan pertumbuhan anak secara sehat dan layak. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum perlindungan anak antara lain: a. Undang-UndangNomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak b. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

20 c. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 b jo 34 tentang Perlindungan terhadap Anak. Instrumen-Instrumen hukum di atas merupakan bentuk peraturan untuk melindungi setiap anak dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. C. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan. Manusia merupakan mahkluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain dikehidupannya. Dalam proses interaksi sesama manusia mudah sekali ditemui adanya perbedaan, baik itu ide maupun pendapat, dan dengan adanya berbagai perbedaan yang terjadi ini tak jarang berujung pada sebuah konflik yang menimbulkan terjadinya suatu tindak pidana. Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya diletakkan sanksi pidana. Dengan demikian dilihat dari istilahnya, hanya sifatsifat dari perbuatan saja yang meliputi suatu tindak pidana sedangkan sifat-sifat orang yang melakukan tindak pidana menjadi bagian dari persoalan lain, yaitu pertanggungjawaban pidana. Para ahli hukum umumnya mengidentifikasikan adanya tiga persoalan mendasar dalam hukum pidana, adanya pemisahan mengenai perbuatan dengan unsur yang melekat pada diri orangnya tentang tindak pidana.

21 Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjelaskan bahwa : a) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: Ke-1. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Ke-2. Mereka yang dengan memberiatau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memeberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. b) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Ketentuan Pasal 55 diatas mengkategorikan pelaku sebagai orang yang melakukan sendiri suatu tindak pidana dan orang yang turut serta atau bersamasama untuk melakukan tindak pidana. Ketentuan Pasal 56 KUHP menjelaskan bahwa : 1. Mereka yang sengaja member bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. 2. Mereka yang dengan sengaja memeberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Ketentuan dalam Pasal 56 KUHP menjelaskan pelaku juga merupakan pembantu yang melakukan suatu kejahatan, yang terdiri dari :

22 1. Pembantu saat kejahatan. 2. Pembantu sebelum kejahatan dilakukan. Menurut Prof. Satochid Kartanegara, unsur-unsur tindak pidana terbagi dua: a. Unsur objektif adalah unsur-unsur yang terdapat dari luar diri manusia yang berupa tindakan, akibat tertentu (een bepald gevolg), keadaan (omstandigheid). b. Unsur Subjektif adalah perbuatan yang dilakukan oleh diri manusia itu sendiri. Yang dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvat baarheid) dan kesalahan (schuld). 5 Berdasarkan pada kamus besar bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang. Penganiayaan adalah istilah yang digunakan dalam KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti dari penganiayaan tersebut. Pengertian yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yaitu yang termasuk sangkutannya dengan perasaan atau batiniah. Sedangkan penganiayaan yang dimaksud dalam hukum pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat para sarjana, doktrin, dan penjeleasan Menteri Kehakiman. Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut penganiayaan, mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak perbedaan antara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atas luka (letsel) pada tubuh orang lain. 5 Satochid, Kertanegara. Hukum Pidana. Balai Lekur. Sumatra Barat.: 1973 hlm.179

23 Adapula yang memahami penganiayaan adalah dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan. 6 Pada dasarnya penganiayaan terdahap anak sebenernya tidak terbatas pada deraan yang bersifat badani seperti menampar, menggigit, memukul, menendang, melempar, karena adapula bentuk-bentuk penganiayaan lainnya yang bersifat kejiwan atau emosi. Penganiayaan ini bisa dalam bentuk penanaman rasa takut melalui intimidasi, ancaman, hinaan, makian, sampai membatasi ruang geraknya. Dalam KUHP tindak pidana penganganiayaan dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut: a. Penganiayaan Biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP. b. Penganiayaan Ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352KUHP. c. Penganiayaan Berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP. d. Penganiayaan Berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP. e. Penganiayaan Berat Berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 355 KUHP. f. Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 356 KUHP. Tindak pidana penganiayaan diatas lebih diperjelas dalam uraian berikut: 7 1. Penganiayaan Biasa (Pasal 351 KUHP) Pemberian kualifikasi sebagai penganiayaan biasa yang dapat disebut juga dengan penganiayaan bentuk pokok terhadap ketentuan Pasal 351 KUHP sungguh tepat, setidak-tidaknya untuk membedakannya dengan bentuk-bentuk penganiayaan lainnya. 6 Sonenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 1994. hlm.211 7 http://www.negarahukum.com/hukum/kejahatan-terhadap-tubuh.html (diakses 7 mei 2013 jam 19.15)

24 Pasal 351 merumuskan sebagai berikut: 1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan pidana denda setinggi-tingginya tiga rupiah (sekarang Rp. 4.500,-). 2) Jika perbuatan tersebut menyebabkan luka berat pada tubuh, maka orang yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. 3) Jika perbuatan tersebut menyebabkan kematian, maka orang yang bersalah dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun. 4) Disamakan dengan penganiayaan, yakni kesengajaan merugikan kesehatan. 5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dipidana. Melihat dalam doktrin/ilmu hukum pidana, berdasarkan sejarah pembentukan dari Pasal 351 KUHP di atas, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit (pijn) atau luka (letsel) pada tubuh orang lain. 2. Penganiayaan Ringan (Pasal 352) Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan merumuskan sebagai berikut : 1) kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiyaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500. 2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang berkerja padanya atau menjadi bawahannya.

25 Batasan penganiyaan ringan adalah penganiayaan yang: 1) Bukan berupa penganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP) 2) Bukan penganiayaan yang dilakukan: a) Terhadap ibu atau bapaknya yang sah, istri atau anaknya. b) Terhadap pengawai negeri yang sedang dan atau karena menjalankan tugasnya yang sah. c) Dengan memasukkan bahan ).yang berbahaya bagi nyawa atau untuk dimakan atau diminum (Pasal 356 KUHP) 3) Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. Tiga unsur itulah, di mana unsur b dan c terdiri dari beberapa alternatif, yang harus dipenuhi untuk menetapkan suatu penganiayaan sebagai penganiayaan ringan. Dengan melihat unsur penganiayaan ringan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penganiayaan ringan tidak mungkin terjadi pada penganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP) dan penganiayaan terhadap orang-orang yang memiliki kualitas tertentu dalam Pasal 356 KUHP, walaupun pada penganiayaan berencana itu tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. 3. Penganiayaan Berencana (Pasal 353 KUHP) Pasal 353 KUHP mengenai penganiayaan berencana merumuskan sebagai berikut:

26 1) Penganiayaan dengan rencana lebih dulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. 2) Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. 3) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Ada 3 macam penganiayaan berencana, yakni: 1) Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau kematian. 2) Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat. 3) Penganiayaan berencana yang berakibat kematian. Kejahatan yang dirumuskan Pasal 353 KUHP dalam praktik hukum diberi kualifikasi sebagai penganiayaan berencana, oleh sebab terdapatnya unsur direncanakan lebih dulu sebelum perbuatan dilakukan. Direncanakan lebih dulu (disingkat berencana), adalah bentuk khusus dari kesengajaan (opzettelijk) dan merupakan alasan pemberat pidana pada penganiayaan yang bersifat subjektif, dan yang juga terdapat pada pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP). 4. Penganiayaan Berat (Pasal 354) Penganiayaan berat terdapat pada Pasal 354 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut: a) Barangsiapa sengaja melukai berat orang lain, dipidana karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama 8 tahun.

27 b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun. Mengingat pengertian penganiayaan seperti yang sudah diterangkan di bagian muka, dengan menghubungkannya pada rumusan penganiayaan berat di atas, maka pada penganiayaan berat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a) Kesalahannya: kesengajaan (opzettelijk). b) Perbuatan: melukai berat. c) Objeknya tubuh orang lain. d) Akibat: luka berat. Penganiayaan berat hanya ada 2 bentuk, yakni: a) Penganiayaan berat biasa (ayat 1), dan b) Penganiayaan berat yang menimbulkan kematian (ayat 2). 5. Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP) Penganiayaan berat berencana, dimuat dalam Pasal 355 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut: 1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. 2) Jika perbuatan itu menimbulkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Dipandang dari sudut untuk terjadinya penganiayaan berat berencana ini, maka kejahatan ini adalah berupa bentuk gabungan antara penganiayaan berat Pasal 354

28 ayat 1 KUHP dengan penganiayaan berencana Pasal 353 ayat 1 KUHP, dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjadi dalam penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara bersama, maka harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana. Artinya suatu penganiayaan berat berencana dapat terjadi apabila kesengajaan petindak tidak saja ditujukan pada perbuatannya (misalnya memukul dengan sepotong besi) dan pada luka berat tubuh orang lain (sebagaimana pada penganiayaan berat), melainkan juga pada direncanakan lebih dulu (sama sebagaimana pada penganiayaan berencana). 6. Penganiayaan Terhadap Orang yang Berkualitas (Pasal 356) Penganiayaan terhadap orang berkualitas dimuat pada pasal 356 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut: Pidana yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354 dan 355 KUHP dapat ditambah dengan sepertiga: 1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya. 2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah. 3) Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

29 4) Ketentuan Pasal 356 merupakan ketentuan yang memperberat berbagai penganiayaan. Berdasarkan Pasal 356 KUHP ini terdapat dua hal yang memberatkan berbagai penganiayaan yaitu : a) Kualitas korban, yaitu apabila korban penganiayaan tersebut berkualitas sebagi ibu, bapak, istri atau anak serta pegawai negeri yang ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah. b) Cara atau modus penganiyaan, yaitu dalam hal penganiayaan itu dilakukan dengan cara member bahan untuk dimakan atau diminum. Tindak pidana penganiyaan telah mencapai suatu tingkat yang dipandang serius yaitu dengan semakin beraninya pelaku tindak pidana penganiayaan menganiaya secara sadis bahkan korban yang akhirnya meninggal dunia. Terjadinya tindak pidana penganiayaan ini menimbulkan adanya korban yang menderita kerugian, baik itu kerugian fisik maupun psikis. Untuk merestorasi atau memperbaiki korban dalam keadaan semula memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar pula. Untuk itu dalam tindak pidana penganiayaan korban harus mendapat perhatian khusus terutama mengenai masalah pelindungan hukum korban tindak pidana penganiyaan. D. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penganiayaan. Hukum pidana memiliki fungsi ganda, yakni fungsi primer sebagai sarana penangulangan (sebagai bagian politik kriminal) dan fungsi sekunder sebagai sarana pengaturan tentang kontrol sosial. Bertujuan untuk menemukan cara-cara memberantas tindak pidana setelah menemukan penyebab-penyebab dari suatu

30 tindak pidana, maka hasil dari penemuan itu digunakan untuk menemukan cara pemberantasan dan pencegahannya. Maka diperlukanlah upaya preventif maupun refresif. Upaya preventif dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana, dengan cara menghimbau dan memberi peringatan akan bahaya dan hukuman apabila melakukan tindak pidana criminal atau tindak pidana. Sedangkan upaya represif diterapkan dengan cara pemidanaan. Upaya Penangulangan Tindak Pidana dapat dilakukan dengan menggunakan sistem peradilan pidana (SPP), atau disebut juga penanggulangan secara penal. Disamping itu penanggulangan lain dapat juta dilakukan dengan sistem non peradilan atau disebut juga non penal. 1. Sarana Non penal Upaya non penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat preventif, yaitu upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Meskipun demikian apabila pencegahan diartikan secara luas maka tindakan represif yang berupa pemberian pidana terhadap pelaku kejahatan dapatlah dimasukan kedalamnya, sebab pemberian pidana juga dimaksudkan agar orang yang bersangkutan dan masyarakat pada umumnya tidak melakukan tindak pidana. 8 2. Sarana Penal Upaya penal adalah upaya penangulangan kejahatan yang bersifat bagi pelanggar hukum atau pelaku kejahatan. Jadi upaya ini dilakukan setalah kejahatan terjadi. Upaya penanggulangan tindak pidana sangat erat kaitannya dengan tujuan 8 Barda Nawawi. Kebijakan Hukum Pidana. Prenada Media Group. Jakarta. 1998. hlm. 55

31 pemidanaan. Didalam literaturnya Van Hammel menunjukan bahwa prevensi khusus suatu pidana ialah : 1. Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak melakukan niat buruknya. 2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana. 3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mungkin diperbaiki. 4. Tujuan satu-satunya suatu pidana adalah mempertahankan tata tertib hukum. 9 Pengertian mengenai tujuan pemidanaan juga diatur lebih rinci didalam rancangan KUHP nasional : 1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan meneggakan norma hukum demi pengayoman masyarakat. 2. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna. 3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan kesimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Memebebaskan rasa bersalah pada terpidana. Upaya penanggulangan secara penal dilandasi oleh Pasal 10 KUHP khususnya mengatur jenis-jenis hukuman, hukum pidana formal, maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui system peradilan pidana. Sedangkan upaya penanggulangan secara non penal, meliputi bidang-bidang yang sangat luas dalam sektor kebijakan sosial untuk memperbaiki kondisi sosial. 9 Andi Hamzah.Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. 1994. hlm.35