Siti Julaeha - Jumanah - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. secara umum memberikan penafsiran yang berbeda-beda akan tetapi ada juga yang

PENGELOLAAN LIMBAH TERNAK SAPI MENJADI BIOGAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979)

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN (JERAMI) DAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: BIOGAS DARI LIMBAH DAUN BAWANG MERAH SEBAGAI SUMBER ENERGI RUMAH TANGGA ALTERNATIF DI KABUPATEN BREBES

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SNTMUT ISBN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

TEKNOLOGI BIOGAS PADA PETERNAK SAPI DI DESA KOTA KARANG KECAMATAN KUMPEH ULU

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap pemerintahan yang tengah memimpin saat ini sudah seharusnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak dunia. Meskipun

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dipelihara di. Berdasarkan data populasi ternak sapi perah di KSU

SNTMUT ISBN:

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY

pelaku produksi tahu, sedangkan bagi warga bukan pengolah tahu, gas dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangganya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ringkasan Makalah. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan. Disampaikan Oleh : Sri Wahyuni, MP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

JURNAL PENGEMBANGAN BIODIGESTER BERKAPASITAS 200 LITER UNTUK PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

Ian Hariananda, M. Ramdlan Kirom, Amaliyah Rohsari Indah Utami Prodi S1 Teknik Fisika, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

Model Mazmanian dan Sabatier

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

PENGGUNAAN PERALATAN DENGAN TEKNOLOGI RAMAH LINGKUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman dimana bakteri

IMPLEMENTASI SISTEM LEISA PADA BUDIDAYA SAPI KELOMPOK PETERNAK GADING TANI, DESA ARISAN GADING, KECAMATAN INDRALAYA SELATAN, KABUPATEN OGAN ILIR

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

APROKSIMASI PERSAMAAN MAXWELL-BOLZTMANN PADA ENERGI ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PROPOSAL LOMBA INOVASI TEKNOLOGI TINGKAT KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2016 PEMANFAATAN LIMBAH TAHU SEBAGAI BAHAN BIOGAS

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Chrisnanda Anggradiar NRP

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

PEMBUATAN INSTALASI UNTUK BIOGAS DARI ENCENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES ) YANG EFISIEN UNTUK LAHAN KECIL

adanya kereta khusus wanita dengan factor penghambat pengadaan kereta khusus wanita. A. Faktor Pendukung Berlangsungnya Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NO. 3 TAHUN 2008 DI KELURAHAN KANAAN KECAMATAN BONTANG BARAT

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

Transkripsi:

Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018 IMPLEMENTASI PROGRAM PEMANFAATAN LIMBAH KOTORAN SAPI UNTUK PEMBUATAN BIOGAS SEBAGAI UPAYA KETAHAN ENERGI DI DESA SODONG KECAMATAN SAKETI KABUPATEN PANDEGLANG Siti Julaeha - StJulaeha123@yahoo.co.id Jumanah - Jumanah1011@gmail.com Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Banten ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan indikasi masalah di lapangan meliputi: (1) kurang memahami akan manfaat biogas, (2) sumber daya manusia belum memadai, (3) Kualitas hasil pemanfaatan limbah masih kurang, (4) Sarana dan prasarana yang belum memadai, (5) Kurangnya sosialisasi terhadap pemanfaatan limbah sehingga partisipasi masyarakat masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi sebagai upaya ketahanan energi. Metode penelitian ini dengan pendekatan kualitatif, menggunakan sumber data primer dan sekunder. Adpun imforman dalam peneliti adalah pihak penerima manfaat, kelompok dan dari pihak pemerintah. Penelitian ini menggunakan teori Grindel dan Mazmanian Sabatier meliputi dimensi; (1) Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, (2) Tipe manfaat, (3) Derajat perubahan yang ingin dicapai, (4) Letak pengambilan keputusan, (5) Pelaksana program, (6) Sumber-sumber daya yang digunakan, (7) Dukungan public. Hasil penelitian ini menunjukan Implementasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas sebagai upaya ketahanan energi hal ini dapat dilihat dari beberapa yang sesuai dengan teori implementasi yang peneliti gunakan yaitu teori Mazmanian Sabatier dan grindle yaitu Tipe manfaat yang dihasilkan belum maksimal dimanfaatkan, masyarakat menggunakan manfaat biogas tidak semuanya baik itu dari biogas maupun pupuk slurrynya. Dilihat dari indikator sumber daya yang digunakan masih kurang salah satunya sumber daya manusianya yang belum benar-benar terlatih untuk dapat memanfaatkan biogas dan mengurus ternak sapi karena mereka terbiasa dengan berternak kerbau. dan Dukungan publik yaitu melihat apakah masyarakat mendukung atau mematuhi program ini melihat pada kenyataaanya masyarakat kurang sedikit sekali masyarakat yang masih bertahan menggunakan biogas bahkan kelompok yang menjadi agen pelaksana pun sudah mulai tidak menggunakan biogas disebabkan masyarakat masih terbiasa menggunakan kayu bakar juga terbiasa dengan program yang praktis. Kata Kunci: Implementasi program, Pemanfaatan biogas sebagai ketahanan energi Pendahuluan Perkembangaan sistem energi di Indonesia selama ini menunjukan bahwa sumber daya energi fosil masih menjadi penopang utama sumber energi dalam memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Energi fosil yang menjadi andalan adalah minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Namun tidak selamanya energi tersebut bisa mencukupi seluruh kebutuhan manusia dalam jangka waktu yang panjang mengingat cadangan energi yang semakin lama semakin menipis dan juga proses produksinya yang membutuhkan waktu jutaan tahun. Bahkan sejak tahun 2004, Indonesia harus melakukan impor untuk memenuhi 71

kebutuhan bahan bakar fosil tersebut, khususnya yang bersumber dari bahan bakar minyak (BBM). Tahun 2006 telah ditetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang di dalamnya disebutkan bahwa untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri dan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan maka perlu dikembangkan sumber-sumber energi terbarukan dan diversifikasi energi dengan tujuan dan sasaran untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri, tercapainya elastisitas energi, dan terwujudnya energi (primer) mix yang optimal. Salah satu implementasi dari kebijakan tersebut adalah melalui pengembangan bioenergi, yang juga telah tertuang dalam Blue Print - Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025. Blue print arah kebijakan energi nasional untuk mencapai ketahanan energi nasional menjelaskan bahwa penyediaan energi tahun 2025 ditargetkan bersumber dari penggunaan minyak bumi < 20%, gas bumi > 30%, batubara > 33%, bahan bakar nabati > 5%, panas bumi > 8%, batubara yang dicairkan > 2%, dan energi terbarukan lainnya 2%. Menurut peraturan pemerintah no 79 tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional bahwa Sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknolog baru, baik yang berasal dari sumber energi yang terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bead methane), batubara tercairkan (liquified coal) dan batubara tergaskan (gasified coal) dengan mengutamakan sumber daya energi setempat untuk penyediaan energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap energi listrik, gas rumah tangga, dan energi untuk transportasi, industri, dan pertanian. pemerintah mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumbersumber alternatif lainnya yang dianggap layak dilihat dari segi teknis, ekonomi dan lingkungan salah satunya dengan adanya program biogas. Melalui kementerian desa, pembanguan desa tertinggal dan transmigrasi untuk menagani kebutuhan akan energi yang sumber dananya berasal dari DIPA sebagai projek proyek petani bio energi. Program ini melalui BAPEDA dibantu dengan satuan kerja perangkat daerahnya yaitu badan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa (BPMPD) serta dinas pertanian dan peternakan (DISTANAK) yang bertugas melakukan pembinaan, pengawasan dan pemeriksaan kesehatan ternak sapi secara berkala, pemberian suplemen dan obat-obatan. Bentuk program ini yaitu bantuan sapi yang setiap kelompok mendapatkan Ternak sapi bibit peranakan ongole (po), setiap kelompok mendapatkan 4 ekor sapi, 1 jantan 3 betina, kandang, dan instalansi biogas Serta obat-obatan Untuk Sapi. Berikut ini Nama lokasi dan kelompok penerima program: Tabel 1.1 Kelompok dan lokasi penerima program Lokas No. Nama Kelompok i Desa/ Kelurahan Kecamatan Ketua 1 Laksana Jaya Ciandur Saketi H. Yayat rusyadi 2 Tunas Karya Ciandur Saketi Muhyi 3 Saden Asri Talagasari Saketi Sarno 72

4 Bangkonol Asri Talagasari Saketi Jaenul 5 Pelopor Kebangkitan Medalsari Saketi Mohammad safaat 6 Tunas Muda Sodong Saketi Yogi purnama aji 7 Karya Bersama Sodong Saketi Nani 8 Galih Kiara Sodong Saketi Eris ristiawan 9 Mandala Berkah Mandalasari Kaduhejo Heri haeruloh 10 Cihaseum Berkah II Kupahandap Cimanuk Abdul latif 11 Panandean Subur I Kupahandap Cimanuk Abdurohman 12 Kelompok Ikamajaya Kupahandap Cimanuk Achmad Feriyanto 13 Cihaseum Berkah I Kupahandap Cimanuk Jaenudin 14 Panandean Subur II Kupahandap Cimanuk Sokari Sumber : hasil observasi peneliti, 2016 Program ini sesuai dengan potensi di Pandeglang yang wilayahnya masih pertanian. Desa Sodong merupakan salah satu desa yang mendapatkan program ini karena dilihat dari potensi lahan yang digunaka untuk pertanian yaitu 146 Ha dibandingkan dengan desa Ciandur hanya 90 Ha dan desa Talagasari 133 Ha. Kemudian sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani 274 orang dan buruh tani 633 orang masih banyak lahan yang tidak gunakan juga masih banyak masyarakat yang menganggur. Dengan melihat kondisi dan potensi kementerian desa, pembagunan daerah tertinggal dan transmigrasi melalui BUMDesa menggulirkan program pemanfaatan limbah kotoran sapi untuk pembuatan biogas sebagai penganti atau alternatif energi gas bumi yang berasal dari fosil juga sebagai salah satu program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya ketahanan energi. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 114 tahun 2014 pasal 6 butir ke 3 bagian (d) tentang Perencanaan Pembagunan Desa menyatakan bahwa: Pengembangan usaha ekonomi produktif serta pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi desa.sejalan dengan undang undang no 6 tahun 2014 pasal 78 menyatakan bahwa: Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Namun pada saat implementasi program ini masih banyak terjadi permasalahan yaitu Pertama, masih kurangnya akan manfaat biogas hanya ada dua rumah tangga yang menggunakan biogas, masih banyak masyarakat yang kurang tahu bahwa terdapat potensipotensi lokal yang ada disekitar masyarakat yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi.bahwa dari kotoran ternak dapat dihasilkan energi yang dapat mengantikan peranan energi fosil yang selama ini di pergunakan. Kedua, sumber daya manusia belum memadai, hal ini berdasarkan tabel berikut ini: 73

NO Tabel 1.2 Tingkat Pendidikan Desa sodong tahun 2015 Tingkat Pendidikan Jumlah masyarkat yang mengikuti Persentase 1 Lulusan SD / Sederajat 1104 26,4 2 Tidak Lulus SD / Sederajat 140 3,4 3 Lulusan SMP /sederajat 628 15,0 4 Lulusan SMA / sederajat 225 5,4 5 Lulusan D3 2 0,45 6 Lulusan S1 19 0,47 Sumber: Kantor Desa Sodong 2015 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat tingkat pendidikan di Desa Sodong sebagian besar berpendidikan rendah hanya lulusan SD sehingga masih banyak masyarakat yang belum bisa memanfaatkan teknologi secara maksimal. Ketiga, kualitas hasil pemanfaatan limbah masih kurang, kotoran ternak tidak hanya bisa digunakan untuk pembuatan biogas tetapi masih bisa dimanfaatkan menjadi pakan ikan, atau pupuk sehingga dapat mengurangi pengeluaran belanja masyarakat dan dapat menambah pendapatan masyarakat Keempat, sarana dan prasarana yang belum memadai untuk pemasangan instalansi biogas relatif mahal dan bervariasi tergantung bahan yang dipilih juga untuk perawatannya sehingga membuat masyarakat merasa berat untuk mengolah kotoran sapi menjadi biogas. Kelima, kurangnya sosialisasi terhadap pemanfaatan limbah sehingga partisipasi masyarakat masih rendah dalam perencanaan dan pelaksanaan program ini untuk pembangunan desa. Kajian Pustaka Teori implementasi meliputi Model- Model Implementasi 1) Model Van metter dan Van horn Dalam Agustino (2014:141) Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan seara linear dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana dan kinerja kebijakan publik.ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut adalah: a) Ukuran dan tujuan kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosiokultur yang mengada di level pelaksana kebijakan.ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil. b) Sumber daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitassesuaidengan 74

pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. c) Karakteristik agen pelaksana Agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi nonformal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri- ciri yang tepat secara cocok dengan para agen pelaksananya misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah prilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah prilaku dasar manusia, maka dapat dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga di perhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. d) Sikap atau Kecenderungan (disposition) para pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor pelaksanaan adalah kebijakan dari atas (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan. e) Komunkasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya f) Lingkungan Ekonomi, Sosial, Politik Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. 2) Model Danel Mazmanian dan Paul Sabatier Dalam bukunya Agustino (2014:144) Model Implementasi yang ditawarkan disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis.Kedua ahli kebijakan ini 75

berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasi variabel- variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Dan variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar yaitu: a) Mudah atau tidaknya Masalah yang akan digarap, yg meliputi : (1) Kesukaran-kesukaran teknis Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya:kemampuan untuk mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak terlalu mahal serta pemahaman mengenaiprinsip-prinsip hubungankausalyang mempengaruhimasalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhijugaoleh tersedianyaatautelah dikembangkannya teknikteknik tertentu. (2) Keragaman perilaku yang diatur Semakin beragam prilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana (administrator atau birokrat) di lapangan. (3) Persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang prilakunya akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan. (4) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki Semakin besar jumlah perubahan prilaku yang dikehendaki oleh kebijakan, maka semakin sukar atau sulit para pelaksana memperoleh implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih dapat kita kendalikan bila tingkat dan ruang lingkup perubahan yang dikehendaki tidaklah terlalu besar. b) Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat. Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara: (1) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang akan dicapai Semakinmampusuatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk yang cermat dan disusun secara jelas skala prioritas atau urutan kepentingan bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut. 76

(2) Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi kebijakan. (3) Ketetapan alokasi sumberdana Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal. (4) Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-lembaga atau instansiinstansi pelaksana Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hirarki badan-badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dinas, badan dan lembaga alpa dilaksanakan, maka kordinasi antar instansi yang bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan. (5) Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang, harus pula dapat mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana. (6) Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam undang-undang Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena, top down policy bukanlah perkara yang mudah untuk diimplementasikan pada para pejabat pelaksana di level lokal (7) Akses formal pihak-pihak luar Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sejauhmana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para aktor diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Ini maksudnya agar kontrol pada para pejabat pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya. c) Variabel-variabel diluar undangundang yang mempengaruhi implementasi (1) Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayahwilayah hukum pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan dalam suatu undang-undang. Karena itu, faktor eksternal juga menjadi hal penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya pengejawantahan suatu kebijakan publik. (2) Dukungan publik Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan 77

kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan dukungan dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat penting artinya dalam proses pelaksanaan kebijakan publik di lapangan. (3) Sikap dan sumber daya yang dimiliki kelompok masyarakat Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan publik akan sangat berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki sumber-sumber dan sikap-sikap masyarakat yang kondusif terhadap kebijakan yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam local genius (kearipan lokal) yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik. Dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki oleh warga masyarakat. (4) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana Kesepakatan para pejabatpejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan pelaksana melalui penyeleksian instansiinstansi dan pejabat-pejabat terasnya.selain itu pula, kemampuan berinteraksi antarlembaga atau individu di dalam lembaga untuk menyukseskan implementasi kebijakan menjadi hal indikasi penting keberhasilan kinerja kebijakan publik. 3) Model George Edward III George Edward III, dalam buku agustino (2014:149) menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan beureucratic structures. a) Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. b) Resources berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. c) Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut, kecakapaan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. d) Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasiyangmenjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan adalah bagaimana agar tidak terjadi beureucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. 4) Model Grindle Dalam buku agustino (2014:154) Model Implementasi Kebijakan Publik yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa Keberhasilan 78

proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh Content of Policy (isi kebijakan) dan Contex of Implementation (konteks implementasinya). Isi kebijakan yang dimaksud meliputi: a) Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi (interest affected) Interest affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan.indikator ini beragumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyakkepentingan,dan sejauhmana kepentingankepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya, hal inilah yang ingin diketahui lebih lanjut. b) Tipe manfaat (type of benefits). Pada poin ini content of policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. c) Derajat perubahan yang ingin dicapai (extent of change envision) Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas. d) Letak pengambilan keputusan (site of decision making) Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan di implementasikan. e) pelaksana program (program implementer) Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksanaan kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan, ini harus sudah terdata atau terpapar dengan baik. f) Sumber-sumber daya yang digunakan (Resources committed) Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumberdayasumberdaya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud: 1) Kekuasaan, kepentingankepentingan, dan strategi dari actor yang terlibat ( power, interst, and strategy af actor involved) Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi Bil kebijakan. a hal ini tidak diperhitungkan dengan matang sangat besar kemungkinan program yang hendak di implementasikan akan jauh arang dari api. 2) Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa (institution and regime characteristic) Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga 79

yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. 3) Tingkat kepatuhan dan adanya respondaripelaksana (compliance and responsiveness). Hal lain yang dirasakan penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menganggapi suatu kebijakan. Jadi dari definisi di atas dapat diketahui bahwa implementasi suatu proses yang dinamis. Implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: adanya tujuan atau sasaran kebijakan kemudian adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan dan adanya hasil kegiatan. Konsep Limbah Kotoran Ternak Menurut Djaja (2008:2) menyatakan bahwa limbah adalah: Bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas manusia atau proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, tetapi justru memiliki dampak negatif. Umumnya limbah terdiri dari limbah padat, cair, dan gas. Limbah kotoran ternak adalah salah satu jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan peternakan, kegiatan petenakan memicu terciptanya gas rumah kaca. berdasarkan laporan FAO dalam wahyuni (2013:6) pada tahun 2006, Limbah kotoran ternak merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar yaitu sebesar 18%. gas yang dihasilkan terdiri dari korbondioksida (9%), metana (37%), dinitrogen oksida (65%), dan amonia (64%). Diantara gas yang dihasilkan, metana memiliki potensi pemanas yang lebih tinggi dibandingkan dengan karbondioksida. Energi panas yang dihasilkan dari metana merupakan potensi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi yang terbarukan. Konsep Energi Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi: Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. Energi merupakan kebutuhan menusia yang paling dasar. Energi dimanfaatkan dalam berbagai bidang untuk menunjang berbagai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Energi yang paling banyak dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia yakni energi minyak bumi Jenis energi ini merupakan energi yang tidak dapat diperbaharui, sehingga dalam rentang waktu tertentu akan terjadi kekurangan energi. Terdapat dua jenis energi yaitu energi terbarukan dan energi tak terbarukan. Energi terbarukan merupakan sumber energi yang bisa diperbarui lagi atau bisa digunakan secara berulang. Di sisi lain, sumber energi tak terbarukan tidak bisa digunakan terus menerus serta akan habis pada satu titik. Konsep Biogas Menurut Wahyuni (2011:13) Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerobik) Prinsip dasar teknologi biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob) untuk menghasilkan campuran dari beberapa gas, seperti metan dan CO, biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri 80

metanogen atau metanogenik. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik seperti limbah ternak dan sampah organik. Proses tersebut dikenal dengan istilah anaerobik digestion atau pencernaan secara anaerob. Umumnya biogas diproduksi menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang dirancang agar kedap udara (anaerobik), sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal. Biodigester merupakan tempat dimana material organik diurai oleh bakteri secara anaerob (tanpa udara) menjadi gas CH4 dan CO2. Biodigester harus dirancang sedemikian rupa sehingga proses fermentasi anaerob dapat berjalan dengan baik.dari segi konstruksi digester dibedakan menjadi tiga yaitu fixed dome (kubah tetap), floting drum (kubah apung) dan fiberglass. Dari segi aliran bahan baku untuk reaktor biogas, biodigester dibedakan menjadi dua yaitu bak (batch) dan aliran (continuous). Perawatan yang paling penting untuk alat penghasil biogas yaitu menjaga kebersihan dan menjaga kalau terjadi kebocoran. Jika timbul kebocoran, perlu cepat dilakukan penambalan agar gas tidak terbuang percuma. Pembersihan alat dilakukan setiap enam bulan sekali. Hal ini penting dilakukan karena dasar lubang tabung mudah timbul kerak kotoran dan mudah berkarat. Dari proses produksi biogas akan dihasilkan limbah atau sisa bahan organik. Limbah dari digester biogas tersebut ternyata memiliki nilai manfaat yang cukup tinggi, yaitu dapat dijadikan sebagai pupuk organik. Bahkan pupuk tersebut dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman. Limbah yang keluar dari digester biogas berbentuk lumpur yang mengandung cairan dan padatan. Limbah tersebut umumnya disebut dengan istilah sludge. Limbah tersebut akan keluar secara otomatis ketika digester diisi dengan bahan organik yang baru. Menurut wahyuni (2011:13) Dilihat dari aspek ekologis, sosial maupun budaya. Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan biogas terutama untuk pemenuhan kebutuhan energi di kalangan rumah tangga. Hal ini didorong oleh beberapa kondisi di bawah ini: 1. ketersediaan bahan baku biogas, terutama yang berasal dari limbah peternakan sangat mendukung produksi biogas dalam skala industri. Pasalnya jumlah peternakan di Indonesia cukup banyak, tetapi pemanfaatan limbah kotoran ternak belum tergarap secara maksimal. 2. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki problematika penyediaan energi yang belum merata di semua wilayah. Hal ini disebabkan oleh sulitnya penyaluran bahan bakar hingga ke daerah-daerah pelosok yang belum memiliki sarana dan prasarana penghubung memadai. Hal ini kemudian berakibat banyak wilayah perdesaan di pelosok negri yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya. 3. adanya regulasi nasional yang baru dibidang energi seperti kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga gas LPG, minyak tanah dan harga sumber energi lainnya sehingga hal ini mendorong adanya upaya untuk pengadaan energi alternatif. Harapannya energi alternatif tersebut selain lebih terjangkau biayanya juga berkelanjutan dan ramah lingkungan. Salah satunya melalui pengembangan biogas yang lebih terjangkau oleh masyarakat kelas menegah ke bawah. 4. pengadaan industri biogas di tingkat petani juga turut menunjang pengunaan pupuk organik sebagai 81

penganti pupuk kimia yang harganya semakin mahal dan langka. Selain itu, penggunaan pupuk organik juga memberikan keuntungan secara ekologis, yaitu ramah lingkungan dan tidak merusak karakteristik fisik tanah (Zero Waste). Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sesuai dengan tujuan yang di capai maka dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (indefenden) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang lain. Interprestasi Hasil Penelitian Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian tentang Implementasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi sebagai upaya ketahanan energi telah dijalankan, walaupun belum cukup baik. Adapun dengan adanya permasalahan yang terkait pemanfaatan limbah menjadi biogas dikarenakan kurangnya manfaat yang dirasakan masyarakat, masih kurangnya SDM yang digunakan, derajat perubahan yang ingin dicapai belum tercapai dan sedikit sekali masyarakat yang mau menggunakan biogas. Hal tersebut dilihat dari berbagai aspek yang sesuai dengan teori implementasi yang peneliti gunakan yaitu: 1. Kepentingan yang mempengaruhi dalam Implemetasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas sebagai upaya ketahanan energy, Program biogas tersebut berasal dari kementrian desa tertinggal kementerian yang dibantu satuan kerja perangkat daerahnya yaitu BAPEDA, BPMPD dan DISTANAK. bahwa agen pelaksana mengetahui siapa saja yang terlibat dalam program biogas ini dan sejauhmana keterlibatannya dari mulai program ini turun sampai dengan sekarang. 2. Manfaat yang dihasilkan dari implementasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas sebagai upaya ketahanan energi belum memberikan manfaat secara maksimal atau menyeluruh untuk kelompok peternak hanya hanya satu rumahtangga yang dapat merasakan manfaatnya dalam satu kelompok. 3. Derajat perubahan yang ingin dicapai dalam implementasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas agar dapat memenuhi kebutuhan energi masyarakat juga memberikan pendapatan tambahan tetapi sampai saat ini belum mencukupi. 4. Pelaksana dalam program pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas sebagai upaya ketahanan energi, sudah mencukupi karena sudah diberikan pembekalan berupa pelatihan. 5. Sumber daya yang digunakan dalam program ini belum sepenuhnya mencukupi masih ada yang kurang, dari SDM masyarakat belum terbiasa berternak sapi sehingga masih kesulitan dalam melakukan perawatan. 6. Dukungan publik serta tingkat kepatuhan masyarakat dalam implementasi program pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas sebagai upaya ketahanan energi masih kurang masyarakat banyak mengeluhkan dengan program ini. Simpulan Simpulan yang dapat diambil hasil penelitian tentang Implementasi program pemanfaatan limbah kotoran 82

sapi menjadi biogas sebagai upaya ketahanan energi hal ini dapat dilihat dari beberapa yang sesuai dengan teori implementasi yang peneliti gunakan yaitu teori Mazmanian Sabatier dan grindle yaitu Tipe manfaat yang dihasilkan belum maksimal dimanfaatkan, masyarakat menggunakan manfaat biogas tidak semuanya baik itu dari biogas maupun pupuk slurrynya. Dilihat dari indikator sumber daya yang digunakan masih kurang salah satunya sumber daya manusianya yang belum benar-benar terlatih untuk dapat memanfaatkan biogas dan mengurus ternak sapi karena mereka terbiasa dengan berternak kerbau. dan Dukungan publik yaitu melihat apakah masyarakat mendukung atau mematuhi program ini melihat pada kenyataaanya masyarakat kurang sedikit sekali masyarakat yang masih bertahan menggunakan biogas bahkan kelompok yang menjadi agen pelaksana pun sudah mulai tidak menggunakan biogas disebabkan masyarakat masih terbiasa menggunakan kayu bakar juga terbiasa dengan program yang praktis. Daftar Pustaka Agustino, Leo, 2014. Dasar- Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta. Dewi, Irra Chrisyanti, 2011. Pengantar Ilmu Administrasi, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Djaja, willyan, 2008. Langkah Jitu membuat kompos dari kotoran ternak dan sampah, Jakarta: Agromedia Pustaka. Moleong, J.Lexy, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Pasolog, Harboni, 2013. Teori Administrasi Publik, Bandung: Alfabeta. Sugiyono, 2012. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : CV. Alfabeta., 2008. Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta. Suharto, Edi. 2014. Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta. Syafiie, Inu Kencana, 2010. Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Rineka Cipta., 2013. Sistem Administrasi Negara, Jakarta: Bumi Aksara. Wahab, Solichin Abdul, 2008. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan, Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Wahyuni, Sri, 2011. Menghasilkan Biogas Dari Aneka Limbah. Jakarta: Agromedia Pustaka., 2013. Biogas Energi Allternatif Penganti BBM, Gas dan Listrik, Jakarta: Agromedia Pustaka. Winarno, Budi, 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses, Jakarta: Media Pressindo. Sumber Lain: Febrianita, wahyu. 2015.Pengembangan Biogas dalam Rangka Pemanfaatan Energi Terbarukan di Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negri Semarang http://lib.unnes.ac.id/22092/1/32114110 51-S.p, (Skripsi diakses 16/4/ 2016) Modul Pengantar 4 Kebijakan Biogas Tahun 2015 BAPEDA Kabupaten Pandeglang Peraturan Menteri Dalam Negri No 114 tahun 2014 tentang Pembagunan Desa Peraturan Pemerintah No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional Rahayu, Sugi dkk. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai 83

Jurnal Ilmiah Niagara Vol. X No. 1, Juni 2018 Sumber Energi Alternatif Ramah Undang Undang No 6 Tahun 2014 Lingkungan Beserta Aspek Sosio tentang Desa Kulturalnya. FISE Universitas Negri Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 Yogyakarta. tentang Energi http://journal.uny.ac.id/index.php/i notek/article/downloadsuppfile/38/ 2, (Jurnal diakses 16/4/2016 84

85