ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

STUDI PUSTAKA. ekonomi. Schumpeter dan Ursula (dalam Jhingan, 1992) mengemukakan. Masalah negara berkembang menyangkut pengembangan sumber-sumber yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERTUMBUHAN KAWASAN AGLOMERASI PERKOTAAN YOGYAKARTA TAHUN

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

JIIA, VOLUME 2 No. 3, JUNI 2014

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adam Smith (1776) terdapat dua aspek utama pertumbuhan

Analisis Perubahan Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

: AJIE HANDOKO F FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori perubahan struktural (structural-change theory) menitikberatkan pada

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

Hak Cipta milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Schumpeter dalam Sukirno (2006:251) pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

DINAMIKA PEREKONOMIAN WILAYAH DAN SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Verry Octa Kurniawan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

VARIASI TINGKAT PEREKONOMIAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN NGANJUK SEBELUM DAN SELAMA OTONOMI DAERAH SKRIPSI

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB TESIS. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

Judul : Analisis Potensi Ekonomi Daerah Provinsi Bali Nama : Luh Nyoman Fajar Nur Ayu NIM : Abstrak

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

ANALISIS EKONOMI WILAYAH KABUPATEN DI EKS- KARESIDENAN SURAKARTA (BOYOLALI, SUKOHARJO, KARANGANYAR, WONOGIRI, SRAGEN DAN KLATEN) TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Transkripsi:

ANALISIS POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh : Aditya Nugraha Putra NIM : 109084000070 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap : Aditya Nugraha Putra 2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta Pusat, 16 Oktober 1991 3. Jenis Kelamin : Laki-Laki 4. Agama : Islam 5. Alamat : Pondok Timur Indah II, Jalan Galaksi 5, No. 118, Mustikasari, Mustika Jaya, Bekasi, Jawa Barat 6. Telepon : 08998276783/085717227852/02191897054 7. Email : putraaditya@yahoo.com B. PENDIDIKAN FORMAL 1. TK Aulia Bekasi, 1995-1997 2. SDN Mustika Jaya 2 Bekasi, 1997-2003 3. SMPN 26 Bekasi, 2003-2006 4. SMAN 1 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, 2006-2009 C. PENDIDIKAN NON FORMAL 1. 2006-2007 Kursus Bahasa Inggris di LPIA, Bekasi 2. 2006-2009 Latihan Tae Kwon Do, Bekasi 3. 2008-2009 Kusus BKB Nurul Fikri, Bekasi 4. 2011-2012 Kursus Bahasa Arab di Lughatuna Language Center, Bekasi vi

D. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Sencoko 2. Ibu : Paryati 3. Alamat : Pondok Timur Indah II, Jalan Galaksi 5, No. 118, Mustikasari, Mustika Jaya, Bekasi, Jawa Barat 4. Telepon : 08567699825 5. Anak ke : 1(satu) dari 2 (dua) bersaudara vii

ABSTRACT The study was backed by the excellent potential of the phenomenon by the classification as well as the County/city in the Yogyakarta special region province have not been identified and utilized optimally for the development of construction. This study aims to find out and analyse sectors base/top which has a competitive advantage and specialization in each kabupaten/kota, as well as determine priority regions and sectors of the typology of the base for the development of the construction of Regency/city. The Data used in this study is secondary data in the period 2006-2010. Data sourced from BPS Province BPS regency/town in Province of DIY, and also Bappeda Province of DIY. The Analysis Model used the analysis of LQ, Shift-Share, Typology Klassen and growth Ratio Model (MRP). The results of this research concluded that the district/city has the potential of each according to its condition. Agricultural Sector, mining and quarrying Sector, manufacture sevtor, and services sector still represent dominant bases sector because its 3 regency have bases / pre-eminent in this sector; While other sectors varied. The electricity, gas and clean water, and transportation and communication sector only owned by Yogyakarta Town as well as the city of the most numerous having sector basis same as district sleman ( 5 sector base ). The city of Yogyakarta which are classified into fast forward and fastgrowing. Then the Sleman Regency which are classified into fast-growing areas. Three other regencies terklasifikasi into the relative left behind. from the results of the analysis of LQ, Shift-Share, Klassen thypology and sectoral growth Typology can be determined regency/city priority development sectors flagship owned. Yogyakarta city and Regency of gunung Kidul have first priority to the development of all sectors of the area of the base. Keywords: GDP, Location Analysis and Shift Share Quetiont. Priority Development viii

ABSTRAK Studi ini dilatarbelakangi oleh adanya fenomena potensi unggulan serta klasifikasi daerah kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum teridentifikasi dan dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan pembangunan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sektorsektor basis/unggulan yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di masing-masing kabupaten/kota, serta menentukan tipologi daerah dan prioritas sektor basis guna pengembangan pembangunan kabupaten/kota. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam kurun waktu tahun 2006-2010. Data bersumber dari BPS Provinsi, BPS kabupaten/kota. Serta Bappeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Model analisis yang digunakan yakni Analisis LQ, Shift-Share, Tipologi Klassen serta Model Rasio Pertumbuhan (MRP). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kabupaten/kota mempunyai potensi masing-masing sesuai dengan kondisinya. Sektor Petanian, Sektor pertambangan dan penggalian, sektor Industri pengolahan serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang dominan di Provinsi DIY karena 3 Kabupatennya mempunyai basis/unggulan di sektor ini; sedangkan sektor lainnya bervariasi khusus sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi hanya dimiliki Kota Yogyakarta sekaligus sebagai Kota yang paling banyak memiliki sektor basis sama seperti Kabupaten Sleman (5 Sektor basis). Kota Yogyakarta masuk dalam Tipologi daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Kemudian Kabupaten Sleman yang masuk dalam Tipologi daerah berkembang cepat. Tiga kabupaten lainnya masuk dalam tipologi daerah relative tertinggal. Dari hasil analisis LQ, Shift-Share, Tipologi daerah dan pertumbuhan sektoral dapat ditentukan kabupaten/kota yang menjadi prioritas pengembangan sektor-sektor unggulan yang dimiliki. Kota Yogyakarta dan Kabupaten gunung Kidul mempunyai prioritas pertama untuk pengembangan wilayah atas semua sektor basis yang dimilikinya. Kata kunci : PDRB, Analisis Location Quetiont dan Shift Share, Prioritas Pembangungan ix

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Ta ala yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang- Nya kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shollallahu alaihi Wassalam sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Disamping itu, dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Apresiasi dan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah Ta ala dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada: 1. Ayahanda Sencoko dan Ibunda Paryati atas doa dan kasih sayang yang tidak terbatas kepada peneliti hingga saat ini. Banyak hal yang sampai saat ini tidak dapat peeneliti berikan untuk mereka. Semoga Allah Ta ala selalu menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS,. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membaca, mengoreksi dan mengarahkan penulis selama penulisan skripsi. 3. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan SE, M.Sc., selaku dosen pembimbing II yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terimakasih bapak atas jasa dan support serta selama ini sangat baik kepada saya, mudah ditemui, mudah. x

4. Bapak Dr. Lukman, M.Si selaku Ketua jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekretaris jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kepada Bapak Lukman, Bapak Darmajaya, dan Ibu Utami Baroroh penguji ujian komprehensif yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan soal dan juga nilainya. 7. Seluruh Staf dan karyawan/karyawati khususnya Ibu Siska dan Bapak Ajis yang telah membantu penulis dalam hal hal akademik sehingga dapat dilancarkan segala urusan penulis saat ini 8. Bonita dan Chandra sebagai adikki paling teramat banyak bantuannya sampai sampai tidak dapat disebutkan apa saja yang sudah diberikannya olehnya,terima kasih. 9. Keluarga besar IESP (Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan) seluruh angkatan, khususnya angkatan 2009 : kelas B yaitu Gery, Raihan, Udin, Aziz dan semua teman dari kelas B yang lain. Kami berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan. Jazákumullah Khoiron. Bekasi, Mei 2013 Aditya Nugraha Putra xi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PERNYATAAN. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ABSTRACT. ABSTRAKSI... KATA PENGANTAR.... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN... I II III VI VIII IX X XII XVII XIX XX BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Perumusan Masalah... 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 11 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil... 13 1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah... 13 a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) 13 b. Teori Lokasi.. 14 c. Teori Tempat Sentral 16 d. Teori Kausasi Kumulatif... 16 e. Model Daya Tarik (Attraction). 17 2. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah... 17 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah 18 a. Teori Adam Smith 18 b. Teori Whilt Whitman Rostow.. 19 xii

c. Teori Harrod Domar dalam Sistem Regional... 19 d. Teori Thomas Robert Malthus.. 20 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)... 21 5. Analisis Shift-Share... 22 6. Tipologi Ekonomi Regional.. 23 B. Penelitian Sebelumnya... 24 C. Kerangka Berpikir... 29 BAB III : METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian... 31 B. Metode Penentuan Sampel. 32 C. Metode Pengumpulan Data... 32 1. Field Research... 32 2. Library Research... 33 D. Metode Analisis... 33 1. Analisis Location Quotient (LQ)... 33 2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)... 35 3. Analisis Overlay... 37 4. Analisis Shift-Share (S-S)... 40 5. Penentuan Tipologi Daerah... 44 6. Penentuan Prioritas Sektor Basis untuk Pembangunan Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta... 46 E. Operasional Variabel Penelitian... 47 1. Potensi Ekonomi... 47 xiii

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)... 47 3. Pertumbuhan Ekonomi... 48 4. Pendapatan Perkapita... 48 5. Sektor-Sektor Ekonomi... 48 6. Kegiatan Ekonomi... 49 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian... 50 1. Pembentukkan Provinsi DIY... 50 2. Letak Geografis... 50 3. Demografi... 52 4. Kondisi Perekonomian Provinsi DIY... 53 B. Pembahasan. 57 1. Sektor-Sektor Basis di Masing-masing Kabupaten/Kota 57 a. Sektor Pertanian... 57 b. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 59 c. Sektor Industri Pengolahan... 60 d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih... 61 e. Sektor Bangunan... 62 f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran... 63 g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi... 64 h. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 65 i. Sektor Jasa-Jasa... 66 2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP).. 68 xiv

a. Analisis MRP Kabupaten Kulon Progo... 70 b. Analisis MRP Kabupaten Bantul... 71 c. Analisis MRP Kabupaten Gunung Kidul... 72 d. Analisis MRP Kabupaten Sleman... 74 e. Analisis MRP Kota Yogyakarta... 75 3. Hasil Analisis Shift-Share Tentang Keunggulan Komparatif dan Spesialisasi... 78 4. Analisis Tipologi Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY... 83 5. Prioritas Wilayah Untuk Pengembangan Pembangunan 86 a. Prioritas Sektor Pertanian... 86 b. Prioritas Sektor Pertambangan dan Penggalian 87 c. Prioritas Sektor Industri Pengolahan... 88 d. Prioritas Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih... 88 e. Prioritas Sektor Bangunan... 88 f. Prioritas Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 89 g. Prioritas Sektor Pengangkutan dan Komunikasi.. 90 h. Prioritas Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan... 90 i. Prioritas Sektor Jasa 91 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 95 B. Saran... 97 xv

DAFTAR PUSTAKA... 99 LAMPIRAN 101 xvi

No DAFTAR TABEL Keterangan Halaman 1.1 Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi se Jawa Tahun 2010 4 1.2 Perbandingan PDRB, PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi se Jawa Tahun 2004 dan 2008 Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.3 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000 5 7 2.1 Tipologi Daerah 2.2 Penelitian-Penelitian Sebelumnya Tahun 2007-2010 4.1 Luas Wilayah Kabupaten/Kota Di Provinsi DIY Tahun 2010 4.2 Jumlah, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DIY Tahun 2008-2010 52 4.3 Struktur Ekonomi Provinsi DIY Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006-2010 (Persentase) 54 4.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi DIY Tahun 2007-2010 (persentase) 55 24 26 51 4.5 PDRB, PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan 2000 Propinsi DIY Tahun 2010 56 4.6 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pertanian Tahun 2005-2010 58 4.7 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pertambangan dan Penggalian Tahun 2005-2010 60 4.8 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Industri Pengolahan Tahun 2005-2010 61 4.9 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih Tahun 2005-2010 62 4.10 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Bangunan Tahun 2005-2010 63 4.11 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor 64 xvii

Perdagangan, Hotel, dan Restoran Tahun 2005-2010 4.12 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Tahun 2005-2010 65 4.13 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Tahun 2005-2010 65 4.14 Hasil Perhitungan LQ tiap Kabupaten/Kota Untuk Sektor Jasa- Jasa Tahun 2005-2010 67 4.15 Hasil Kompilasi Analisis LQ di Provinsi DIY Tahun 2005-2010 68 4.16 Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005-2010 71 4.17 Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Bantul Tahun 2005-2010 72 4.18 Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2005-2010 74 4.19 Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Sleman Tahun 2005-2010 75 4.20 Overlay RPr, RPs, dan LQ Perekonomian Kabupaten Kota Yogyakarta Tahun 2005-2010 76 4.21 Hasil Analisis Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 82 4.22 Analisis Tipologi Klassen Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Periode 2005-2010 86 4.23 Prioritas Untuk Sektor Pertanian dilihat dari Analisis LQ, Shift- Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 4.24 Prioritas Untuk Sektor Pertambangan dan Penggalian dilihat dari Analisis LQ, Shift-Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 4.25 Prioritas Untuk Sektor Industri Pengolahan dilihat dari Analisis LQ, Shift-Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 4.26 Prioritas Untuk Sektor Bangunan dilihat dari Analisis LQ, Shift- Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 87 87 88 89 xviii

4.27 Prioritas Untuk Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran dilihat dari Analisis LQ, Shift-Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 4.28 Prioritas Untuk Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dilihat dari Analisis LQ, Shift-Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 4.29 Prioritas Untuk Sektor Jasa-Jasa dilihat dari Analisis LQ, Shift- Share, Tipologi Daerah dan Pertumbuhan Sektoral Tahun 2005-2010 90 91 91 4.30 Prioritas Pengembangan Pembangunan Sektor Basis di Provinsi DIY Tahun 2005-2010 92 xix

DAFTAR GAMBAR No Keterangan Halaman 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran 30 3.1 Klasifikasi Tipologin Klassen 45 4.1 Peta Pulau Jawa 51 4.2 Skema Tipologi Daerah Provinsi DIY Tahun 2005-2010 85 xx

DAFTAR LAMPIRAN No Keterangan Halaman I Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005 2010 (Juta Rupiah) 101 II III IV V VI Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005 2010 (Juta Rupiah) 102 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bantul Tahun 2005 2010 (Juta Rupiah) 103 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2005 2010 (Juta Rupiah) 104 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Sleman Tahun 2005 2010 (Juta Rupiah) 105 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Kota Yogyakarta Tahun 2005 2010 (Juta Rupiah) 106 VII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Kulon Progo 107 VIII Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Bantul 110 IX Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Gunung Kidul 113 X Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Sleman 116 XI Perhitungan Location Quotient (LQ) Kota Yogyakarta 119 XII XIII Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten Kulon Progo 122 Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten Bantul 125 xxi

XIV XV Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten Gunung Kidul 128 Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kabupaten Sleman 131 XVI Perhitungan Rasio Pertumbuhan Studi (RPs) Kota Yogyakarta 134 XVII Perhitungan Rasio Pertumbuhan Referensi (RPr) Provinsi DIY 137 XVIII Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Kulon Progo 140 XIX XX XXI XXII Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Bantul 144 Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Gunung Kidul 148 Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi menurut Sektor di Kabupaten Sleman 152 Perhitungan Shift-Share tentang Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi menurut Sektor di Kota Yogyakarta 156 XXIII Perhitungan Tipologi Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY (Pertumbuhan %) 160 xxii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim pada umumnya terfokus pada pembangunan ekonomi dengan memprioritaskana upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan standar hidup yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto pada tingkat daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota. Indonesia yang masyarakatnya mayoritas Muslim melaksanakan pembangunan tidak terlepas dari pandangan tersebut. Pembangunan nasional harus memperhatikan kondisi masyarakat (mayoritas Muslim). Namun demikian tetap harus memperhatikan minoritas yang sama-sama mempunyai hak dalam menikmati hasil pembangunan. Selain itu, pembangunan nasional juga harus memperhatikan kondisi daerah-daerah diseluruh Indonesia karena pembangunan daerah tidak bisa disamaratakan dengan alasan perbedaan karakteristik, budaya, keadaan sosial dan sebagainya. Maka dari itu, keberhasilan pembangunan nasional bisa terlihat dari pembangunan daerahdaerah yang ada. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan 1

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002:108). Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Dengan perencanaan yang baik dan kebijakan yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan ekonomi daerah tersebut. Todaro mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, meningkatkan rasa harga diri, dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih. Namun begitu harus diperhatikan bahwa pembangunan ekonomi tanpa pembangunan moral masyarakatnya dari sisi agama akan menjadi salah satu penyebab tidak berkembangnya pembangunan tersebut. Sudah dua belas tahun Indonesia menghadapi perubahan kondisi pembangunan secara keseluruhan. Pemerintahan dan pembangunan diseluruh Indonesia sudah memasuki otonomi daerah yang memiliki hakikat bahwa pengelolaan pembangunan diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perubahan sistem pemerintahan dan pengelolaan pembangunan daerah serta terjadinya globalisasi kegiaatan ekonomi tersebut tentunya akan menimbulkan perubahan yang cukup drastis dalam pengelolaan 2

pembangunan daerah. Pola pembangunan daerah yang selama ini cenderung seragam mulai berubah dan bervariasi. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi daerah tergantung pada potensi dan permasalahan pokok yang dialami oleh daerah yang bersangkutan (Sjafrizal, 2008:229). Arsyad (2002) mengatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja (job creation). Jika dilihat dari kemakmuran suatu daerah, maka daerah satu tidak akan sama dengan daerah yang lainnya walaupun dalam satu provinsi. Kaum klasik berpandangan bahwa daerah yang memiliki atau kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan daerah yang miskin SDA (Emilia, 2006). Perbedaan SDA tersebut merupakan modal awal dalam pembangunan yang selanjutnya harus terus dikembangkan. Selain mengandalkan SDA yang ada dibutuhkan juga sinergi dengan faktor-faktor lain sepeti SDM yang mengelola SDA, teknologi sebagai alat tools untuk mengelola SDA. Sehingga akan dihasilkan barang dan jasa yang baik dan berkualitas, yang akhirnya berdampak pada pendapatan daerah tersebut. Seketika tejadi multiplier effect dalam kegiatan perekonomian dan perputaran uang akan terjadi. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, merupakan provinsi terkecil kedua di pulau Jawa setelah DKI 3

Jakarta bila ditinjau dari segi luas wilayah. DIY mempunyai luas wilayah sebesar 3185,80 km 2 sedangkan provinsi DKI Jakarta hanya sebesar 664,01 km 2, provinsi yang paling besar luas wilayahnya di pulau jawa yaitu Jawa Timur dengan luas wilayah 47.799,75 km 2, kemudian provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar 35.377,76 km 2 dan provinsi Jawa Tengah mempunyai luas wilayah 32800,69 km 2 serta provinsi Banten yang memiliki luas wilayah sebesar 9.662,92 km 2. Namun demikian dengan luas wilayah yang relatif kecil DIY memiliki jumlah penduduk yang tidak banyak yaitu sebesar 3.457.491 jiwa berbeda jauh dengan propinsi DKI Jakarta dengan luas wilayah yang kecil dengan jumlah penduduk sebanyak 9.607.787 jiwa, seperti yang terlihat dalam Tabel 1.1 berikut: Tabel.1.1. Perbandingan Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Provinsi se-jawa Tahun 2010 No Wilayah Luas Wilayah Jumlah Penduduk (km 2 ) (jiwa) 1 DKI Jakarta 664,01 9.607.787 2 Jawa Barat 35.377,76 43.053.732 3 Banten 9.662,92 10.632.166 4 Jawa Tengah 32.800,69 32.382.657 5 DIY 3185,80 3.457.491 6 Jawa Timur 47.799,75 37.476.757 Sumber data: BPS-Statistik Indonesia 2011 Provinsi DIY mempunyai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang paling rendah yakni hanya sebesar Rp. 5009 milyar pada tahun 2004 dan tahun 2008 sebesar Rp. 19.212,5 milyar atau berada diurutan paling bawah setelah Provinsi Banten dengan PDRB-nya sebesar Rp. 68.802,9 milyar tahun 2008 dan Propinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 168.034,5 milyar pada tahun 2008. Laju pertumbuhan ekononomi DIY sebesar 5,03%, jauh dari laju 4

pertumbuhan provinsi lainnya di pulau jawa seperti Jawa Barat dengan 6,21% dan DKI Jakarta dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 6,23%. Hal inilah yang harus dilakukan Pemda DIY untuk meningkatkan pertumbuhan agar tidak tertinggal jauh dari provinsi lainnya seperti ditunjukkan dalam tabel.1.2. Tabel.1.2. Perbandingan PDRB, PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan ekonomi Propinsi se Jawa tahun 2004 dan 2008 atas dasar harga konstan 2000 No Wilayah PDRB Thn 2004 (miliar Rp) PDRB Thn 2008 (miliar Rp) PDRB/kap Thn 2008 (ribu Rp) Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 1 DKI Jakarta 31.832,2 353.723,4 37.782,5 6,23 2 Jawa Barat 5.957,0 291.205,8 7.005,5 6,21 3 Banten 6.011,8 68.802,9 6.814,3 5,77 4 Jawa Tengah 4.172,7 168.034,5 5.220,7 5,61 5 DIY 5.009,0 19.212,5 5.662,4 5,03 6 Jawa Timur 6.639,7 305.538,7 8.264,0 6,16 Sumber: BPS-Statistik Indonesia 2011 Sebuah hasil studi tentang anatomi makro ekonomi regional di provinsi DIY menunjukkan bahwa pertumbuhan Propinsi DIY masih di bawah pertumbuhan nasional yakni berkisar antara 3,70% sampai 5,02% (Ma ruf, 2009). Bencana alam terjadi di salah satu kabupaten di DIY yaitu Kabupaten Bantul pada tahun 2006 dan berkelanjutan hingga tahun 2010 di Kabupaten Sleman. Seiring dengan terjadinya bencana alam di daerah tersebut jelas mempengaruhi DIY secara keseluruhan. Ini memiliki dampak yang besar terhadap kegiatan ekonomi di daerah karena bencana alam dapat menimbulkan dampak langsung berupa kematian, kerugian materiil, rusaknya sektor-sektor 5

ekonomi seperti yang terjadi di Kabupaten bantul 2006 yang lalu. Hal ini jelas memperparah kondisi ekonomi daerah meskipun saat ini DIY berada dalam taraf pemulihan dari adanya bencana alam yang sering melanda. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah kabupaten/kota dituntut untuk mandiri mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satu indikatornya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD merupakan hasil murni yang didapatkan oleh suatu daerah. Semakin besar PAD, maka menunjukkan kemandirian daerah tersebut. Untuk meningkatkan PAD nya yang nanti akan berpengaruh terhadap PDRB, maka pemerintah daerah harus terus menggali potensi ekonomi yang ada. Salah satunya dengan memanfaatkan warisan alam untuk pariwisata yang ada di Provinsi DIY dan selalu mensyukuri pemberian dari Allah Ta ala sehingga nikmat tersebut akan ditambah oleh Allah Ta ala. Di Provinsi DIY terdapat empat kabupaten dan satu kota dimana tentunya setiap kabupaten dan kota masing-masing mempunyai potensi ekonomi yang khas sesuai keadaan daerahnya masing-masing sehingga akan mempunyai PDRB, tingkat pertumbuhan dan prioritas sektoral yang berbedabeda pula seperti yang terlihat dalam Tabel.1.3. berikut ini. 6

Tabel.1.3. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi DIY Atas Dasar Harga Konstan 2000 No Kabupaten/Kota PDRB tahun 2005 (Juta Rp) Perse ntase (%) PDRB Tahun 2009 Perse ntase (%) Laju pertumb uhan ekonomi rata-rata (%) 1 Kulonprogo 1.465.477 9,05 1.728.304 8,62 4,31 2 Bantul 3.080.313 19,02 3.779.948 18,85 3,98 3 Gunungkidul 2.613.269 16,14 3.197.365 15,95 4,11 4 Sleman 4.837.435 29,88 6.099.557 30,42 4,74 5 Yogyakarta 4.194.945 25,91 5.244.851 26,16 4,56 DIY 16.191.439 100 20.050.025 100 4,41 Sumber Data: BPS-DIY Dalam Angka 2010 Tabel di atas memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing Kabupaten/Kota tahun 2005-2009 terdapat kabupaten yang mempunyai laju pertumbuhan ekonomi rata-rata terendah dalam kurun waktu lima tahun dibandingkan kabupaten lainnya berada di bawah 4% yaitu Kabupaten bantul sebesar 3,98%. Hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius dari pemerintah DIY terutama Pemda Kabupaten Bantul. Meskipun diketahui bahwa untuk kabupaten Bantul kemunduran ekonominya lebih dipengaruhi oleh adanya bencana alam yang melanda pada tahun 2006 sehingga pertumbuhan ekonomi pada saat itu hanya sebesar 2,02 %. Gempa yang melanda Kabupaten Bantul membuat lumpuh sektor-sektor ekonomi yang ada. Perhatian dan pengembangan pembangunannya perlu direncanakan kembali sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut dan antisipasi bencana harus disiapkan. 7

Selain bencana alam yang menjadi salah satu masalah di Provinsi DIY, ada beberapa masalah lain yang berhubungan dengan potensi ekonomi itu sendiri. Setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi di masing-masing kabupaten/kota, namun belum diketahui sektor apa saja yang menjadi sektor basis sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut. Hal ini penting dan bagian dari identifikasi potensi ekonomi. Masalah selanjutnya, dari pertumbuhan ekonomi yang ada belum diketahui sektor ekonomi yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif. Sehingga pertumbuhan yang ada hanya terbatas pada nagka-angka kuantitatif saja. Untuk itu setelah sektor basis diketahui, dilanjutkan dengan identifikasi sektor-sektor yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif. Tidak hanya itu, masalah lain yang harus diselesaikan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya sebatas angka-angka dan memiliki arti penting adalah dengan mengidentifikasi sektor ekonomi yang memiliki potensidaya saing kompetitif dan spesialisasi. Ini menjadi penting, dikarenakan potensi yang belum diketahui keunggulannya sulit dikembangkan. Namun jika sudah diketahui sektor mana saja yang memiliki potensi masing-masing, maka pemerintah bisa mengambil sikap dan kebijakan terhadap sektor-sektor tersebut dengan lebih tepat. Masalah yang melanda Provinsi DIY berhubungan dengan potensi ekonomi yaitu belum diketahui daerah masing-masing kabupaten.kota yang digunakan untuk memacu pengembangan pembangunan. Dengan adanya 8

otonommi daerah, semua kabupaten/kota berjalan sendiri-sendiri membangun daerahnya. Tapi Provinsi memiliki peran sebagai kordinasi antar kabupaten/kota sehingga Provinsi harus mengetahui daerah mana yang bisa dijaidkan contoh untuk memacu pengembangan pembangunan. Masalah terakhir yang penting yaitu belum adanya prioritas sektor basis dalam pengembangan pembangunan. Sembilan sektor yang dimiliki oleh kabuaten/kota memiliki program dalam kegiatan ekonominya. Namun tidak semua dapat dijalankan serentak. Hal ini terkendala oleh anggaran yang dialokasikan, kemudian RPJMD dan urgensi program tersebut. Untuk itu prioritas penentuan sektor basis harus dilaksanakan dengan harapan pemerintah dengan kebijakanya dan keterbatasan anggarannya memprioritaskan sektorsektor basis. Meskipun laju pertumbuhan ekonomi selama lima tahun terakhir di kabupaten/kota yang lain cukup baik, namun masing-masing kabupaten/kota harus lebih meningkatkan PDRB nya. Agar hasil pendapatan daerah berkah untuk rakyat setempat, perlu dihindari kegiatan ekonomi atau sektor-sektor yang haram, bertentangan dengan syariat Islam serta merugikan orang banyak. Pemda harus kreatif dan inovatif untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada. Karena masih banyak potensi yang dimiliki belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga kabupaten/kota di DIY menemukan dan mengetahui sektorsektor yang unggul di daerahnya. Banyaknya provinsi serta kabupaten/kota di Indonesia yang meyebar dari Sabang sampai Merauke dan beragamnya potensi daerah yang berbeda 9

diperlukan perhatian yang serius dalam upaya pengembangan pembangunan oleh Pemerintah. Tidak setiap daerah memiliki potensi ekonomi yang sama, untuk itu penelitian dan studi lanjutan secara terus-menerus harus dilakukan agar pembangunan di daearah lebih cepat dan sesuai dengan keadaan daerah tersebut. Pemerintah juga harus menjaga agar potensi-potensi tersebut tidak dikuasai pihak asing dengan sesukanya sehingga akan berdampak merugikan daerah tersebut. Dari uraian diatas maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah kabupaten dan kota yang berada dalam wilayah DIY sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di era otonomi daerah. Peneliti mengambil judul penelitian Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). B. Perumusan Masalah Provinsi DIY termasuk daerah yang perekonomiannya paling rendah dibandingkan dengan lima provinsi lainnya yang setara di Jawa yakni DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten, yang tercermin dari tingkat Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB)nya (lihat Tabel 1.2.). Demikian pula dengan volume ekspornya. Hal ini disebabkan belum optimalnya pemgembangan potensi daerah. Mengacu pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikaji adalah: 10

1. Sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Provinsi DIY; 2. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY; 3. Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY; 4. Daerah mana yang dapat digunakan untuk memacu pengembangan pembangunan.; 5. Bagaimana penentuan prioritas sektor basis untuk pengembangan pembangunan di DIY ditiap kabupaten/kota. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi di masing-masing kabupaten/kota di wilayah DIY dengan cara: 1. Mengetahui sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing bagi kabupaten/kota di Provinsi DIY; 2. Mengetahui Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY; 3. Mengetahui Sektor ekonomi apa saja yang mempunyai potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi bagi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY 11

4. Menganalisis tipologi masing-masing daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya. 5. Menentukan priorotas sektor basis guna pengembangan pembangunan di DIY umumnya serta Kabupaten dan Kota Khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi, informasi dan pedoman bagi pengambil kebijakan serta peneliti lainnya yang berminat dibidang ini: 1. Memudahkan pemerintah provinsi DIY membuat perencanaan kebijakan pembangunan ekonomi daerah baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang berdasarkan potensi ekonomi dan tipologi yang dimiliki tiap kabupaten/kota. 2. Sebagai bahan informasi untuk dipertimbangkan oleh pemerintah DIY tentang kinerja masing-masing sektor. 3. Menambah referensi tentang pertumbuhan ekonomi di suatu daerah untuk dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan studi-studi selanjutnya. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang berkenaan dengan Variabel yang diambil 1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah a. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 2002:116). Teori basis ini digolongkan ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis merupakan sektor yang melakukan aktifitas berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Sektor basis memiliki peran penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. 13

Strategi pembangunan daerah yang muncul berdasarkan teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006:24). LQ menggunakan rasio total nilai PDRB disuatu daerah (kabupaten/kota) dibandingkan dengan rasio PDRB pada sektor yang sama di wilayah referensi (provinsi/nasional). b. Teori Lokasi Alfred Weber seorang ahli ekonomi Jerman menulis buku berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Buku ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1929 oleh C.J.Friedrich dengan judul Alfred Weber s Theory of Location of Industries (Tarigan, 2005:96). Teori yang dipelopori oleh Weber ini khusus untuk kegiatan industri pengolahan. Sehingga teori ini sangat terkait dengan pengembangan kawasan industri. Untuk lebih mendalami digunakan 14

pendekatan Least cost analysis dalam penerapannya. Teori ini mengemukakan mengenai perusahaan yang meminimumkan biaya dengan cara pemilihan lokasi yang strategis dan mendekati pasar. Strategis dalam arti mudah dalam mendapatkan bahan baku dan mudah dalam distribusi barang atau jasa. Analisis least cost ini didasarkan pada beberapa asumsi pokok yaitu lokasi pasar dan sumber bahan baku, sebahagian bahan baku adalah localized materials, tidak terjadi perubahan teknologi serta ongkos transportasi tetap. Weber menyimpulkan bahwa lokasi optimum dari suatu perusahaan industri umumnya terletak dimana permintaan terkonsentrasi atau sumber bahan baku. Bila suatu perusahaan industri memilih lokasi pada salah satu dari kedua tempat tersebut, maka ongkos angkut untuk bahan baku dan hasil produksi akan dapat diminimumkan dan keuntungan aglomerasi yang ditimbulkan dari adanya konsentrasi perusahaan pada suatu lokasi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin (Emilia, 2006:16). Banyak variabel yang mempengaruhi kualitas atau suitabilitas suatu lokasi misalnya upah tenaga kerja, biaya energi, ketersediaan pemasok, komunikasi, fasilitas-fasilitas pendidikan dan latihan (diklat), kualitas pemerintah daerah dan tanggung jawabnya serta sanitasi (Arsyad, 2002:116). 15

c. Teori Tempat Sentral Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat (hierarchy of places). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di perkotaan maupun di pedesaaan. Misalnya perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang berbatasan. Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah pemukiman (Arsyad, 2002:117). d. Teori Kausasi Kumulatif Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative causation) ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderng memperpanjang kesenjangan antara daerah-daerah tersebut. Maka dari itu kita mengenal ada yang disebut daerah maju dan daerah terbelakang. Daerah maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya. Inilah yang disebut sebagai backwash effect (Mrydal, 1957 dalam Arsyad, 2002). Menurut model ini, ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalui program pemerintah. Apabila hanya 16

diserahkan pada mekanisme pasar, maka ketimpangan regional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan (Sjafrizal, 2008:98). e. Model Daya Tarik (Attraction) Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi pasarnya terhadap industrialis melaui pemberian subsidi dan insentif (Arsyad, 2002:118) 2. Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah Tujuan perencanaan pembangunan ekonomi yang utama adalah untuk memberikan kesempatan kerja bagi penduduk. Selanjutnya untuk mencapai stabilitas ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi akan sukses jika mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha seperti lahan, keuangan, dan infrastruktur. Selain sukses, pembangunan ekonomi akan berkah apabila aktifitas di dalamnya terhindar serta terbebas dari praktek-praktek ribawi. Tujuan berikutnya, untuk mengembangkan sektor basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam. Hal ini sebagai antisipasi kemungkinan fluktuasi ekonomi sektoral yang akan mempengaruhi keempatan kerja masyarakat. Secara garis besar, strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: (1) Strategi Pengembangan Fisik/Lokalitas, (2) Strategi Pengembangan Dunia Usaha, (3) Strategi 17

Pengembangan Sumber Daya Manusia, (4) Strategi Pengembangan Masyarakat. (Evi dan Hastarini, 2008:167) 3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Daerah a. Teori Adam Smith Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi lima tahap yang berurutan dimulai dari masa berburu, masa berternak, masa bercocok tanam, masa berdagang, dan tahap masa industri. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional kemasyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya sistem pembagian kerja antar pelaku ekonomi. Smith memandang pekerja sebagai salah satu input produksi, pembagian tenaga kerja merupakan titik sentral pembahasan dalam teori ini sebagai upaya peningkatan produktifitas kerja. Dalam pembangunan ekonomi, modal memegang peranan penting. Akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama lainnya. Timbulnya peningkatan kerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya 18

harus tunduk pada funsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi (Kuncoro, 1997 dalam Akrom, 2010) b. Toeri Whilt Whitman Rostow Menurut Rostow dalam bukunya The Stage of Economics Growth (1965) proses pertumbuhan ekonomi bisa dibedakan kedalam lima tahap yaitu: pertama, masyarakat tradisional dimana pada tahapan ini masyarakat menggunakan metode produksi yang masih primitif dengan kebiasaan turun-temurun. Kedua, tahapan prasyarat tinggal landas dimana terjadi transformasi diseluruh sektor kehidupan seperti transformasi dari sektor pertanian menuju sektor perkotaan. Ketiga, tahapan tinggal landas dimana terjadi berbagai perubahan yang drastis baik berbentuk revolusi politik, terciptanya berbagai inovasi dan munculnya pasar-pasar baru. Keempat, tahap menuju kedewasaan dimana industri sudah berkembang dengan pesat, penggunaaan teknologi secara efektif disemua sektor produksi, keahlian tenaga kerja meningkat dan terjadi perubahan-perubahan sosial. Kelima, tahap konsumsi tinggi dimana segala sesuatu berorientasi pada masalah konsumsi bukan produksi (Zakaria, 2009:113-116). c. Teori Harrod Domar dalam Sistem Regional Teori ini dikembangkan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Berbeda dengan Keynes yang melihat perekonomian dalam jangka pendek, teori ini melihat dari sisi jangka panjang yang didasarkan beberapa asumsi: 1) Perekonomian bersifat tertutup 19

2) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan 3) Proses produksi memiliki koefesien yang tetap 4) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan timgkat pertumbuhan penduduk. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = k= n, Keterangan : g = Growth (tingkat pertumbuhan output k = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). (Tarigan, 2007:49). d. Teori Thomas Robert Malthus Malthus menitikberatkan perhatian pada perkembangan kesejahteraan suatu negara, yaitu pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan suatu negara. Kesejahteraan suatu negara sebagian tergantung pada jumlah output yang dihasilkan oleh tenaga kerja dan sebagian lagi pada nilai atas produk tersebut (Jhingan, 1993 dalam Akrom, 2010). 20

4. Produk Domestik regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator makro ekonomi yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut Badan Pusat Statistik (2011:2) PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB ata dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga tetap pada suatu tahun tertentu sebagai dasar/referensi. Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan harga tahun berjalan. PDRB atas dasar berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitunan PDRB, yaitu: a. Pendekatan produksi, yaitu jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi/sektor dalam suatu wilayah pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun). b. Pendekatan pengeluaran, yaitu jumlah semua komponen permintaan akhir di suatu wilayah, dalam jangka waktu tertentu. Komponen permintaan akhir meliputi: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori/stok, dan ekspor neto. 21

c. Pendekatan pendapatan, yaitu jumlah semua balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Komponen balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah: upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Semoa komponen tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Namun pada pendekatan pendapatan ada satu komponen balas jasa yang bertentangan dengan kaidah Islam, yaitu adanya balas jasa dari modal yang dipinjamkan berupa bunga. jika landasannya investasi hendaknya balas jasa berupa bagi hasil bukan bunga karena dalam investasi belum diketahui keuntungan maupun kerugian di masa mendatang. 5. Analisis Shift-Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingnkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu (Arsyad, 2002:139-140): a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. 22

b. Pereseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang yang lebih besar untuk dijadikan acuan. Dengan demikian dapat diketahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan. c. Peregeseran diferensial (differential shift) digunakan untuk menentukan seberapa besar daya saing industri daerah dengan perekonomian yang dijadikan acuan. 6. Tipologi Ekonomi Regional Menurut Leo Klassen (1965) analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan eonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah (Emilia, 2006:55). Kemudian daerah yang diamati dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu: a. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh b. Daerah maju tapi tertekan c. Daerah berkembang cepat d. Daerah relatif tertinggal Untuk jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut: 23

PDRB perkapita (y) Tabel.2.1. Tipologi Daerah Laju yi > y yi < y Pertumbuhan (r) ri > r Daerah maju dan Tumbuh Cepat Daerah berkembang cepat ri < r Daerah maju tapi Daerah relatif tertinggal tertekan Sumber: Mudrajat Kuncoro dalam Nudiatulhuda (2007) Keterangan: r = Rata-rata pertumbuhan kabupaten/kota y = Rata-rata PDRB per kapita kabupaten/kota ri = Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati yi = PDRB per kapita kabupaten/kota yang diamati B. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai sektor basis telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Analisis yang digunakan sebagian besar adalah analisis shift-share dan LQ. Selain menggunakan analisis tersebut, ada pula yang menggunakan analisis klassen tipologi atau analisis LQ digabungkan dengan klassen tipologi dan Logistic Regression. Wali I Mondal (2009) hasil analisis mengenai potensi pembangunan industrial di Malaysia. Hasil dari penelitian ini dengan menggunakan pendekatan shift-share menunjukan bahwa malaysia mempunyai sektor basis di wilayah Klantan, Terengannu, Pahong dan Johar Utara dimana ke empat wilayah tersebut mempunyai mix industri yang unik dibandingkan wilayah lainya di Malaysia, hal tersebut didukung dengan sumberdaya alam yang berlimpah. Pada Semenanjung Malaysia kaya akan sektor pertanian dan sektor 24

perikanan, selain itu konstribusi sektor pariwisata memiliki peranan penting dalam perekonomian Malaysia. AguS Tri Basuki (2009) hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Yapen, Provinsi Papua Tahun 2004-2008. Kabupaten kepulauan Yapen adalah sebuah kabupaten yang baru sebagai hasil pemisahan regional dan terletak di daerah yang sangat dekat ke leher kepala butung Provinsi Papua. Penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten Yapen memiliki Keuntungan ekonomi di sebagian besar sektor kecuali sektor pertambangan dan industri manufaktur. Sektor yang paling menguntungkan adalah keuangan,, persewaan, dan jasa perusahaan jasa, serta sektor konstruksi. Sektor lain yang menguntungkan adalah industri wisata, seperti perdagangan, hotel dan restoran. Secara lengkap penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel 2.3 berikut: 25

Tabel.2.2. Penelitian-Penelitian Sebelumnya Tahun 2007-2010 No Peneliti Alat Analisis Judul dan Hasil Penelitian 1 Wali I. Mondal (2009) - Shift Share Judul: An Anlysis of The Industrial Development Potential of Malaysia: A shift-share Approach Hasil Penelitian: Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa malaysia mempunyai sektor basis di wilayah Klantan, Terengannu, Pahong dan Johar Utara dimana ke empat wilayah tersebut mempunyai mix industri yang unik dibandingkan wilayah lainya di Malaysia, hal tersebut didukung dengan sumberdaya alam yang berlimpah. Pada Semenanjung Malaysia kaya akan sektor pertanian dan sektor perikanan, selain itu konstribusi sektor pariwisata memiliki peranan penting dalam perekonomian Malaysia. 2 Agus Tri Basuki (2009) - Klasifikasi Pertumbuhan - LQ - MRP (Rps, Rpr) - Overlay - Shift-Share - Klassen Tipology - overlay Judul: Analisis Potensi Unggulan Kabupaten Yapen dalam Menopang Pembangunan Provinsi Papua Tahun 2004-2008 Hasil Penelitian: Kabupaten kepulauan Yapen adalah sebuah kabupaten yang baru sebagai hasil pemisahan regional dan terletak di daerah yang sangat dekat ke leher kepala butung Provinsi Papua. Penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten Yapen memiliki Keuntungan ekonomi di sebagian besar sektor kecuali sektor pertambangan dan industri manufaktur. Sektor yang paling mneguntungkan adalah layanan, keuangan, perusahaan jasa, dan konstruksi. Sektor lain yang menguntungkan adalah industri wisata, seperti perdagangan, hotel dan restoran. 3 Fafurida (2009) - LQ - Shift Share - Analisis Indeks Judul: Perencanaan Pengembangan Sektor Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan di Kabupaten Kulonprogo Hasil Penelitian: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat perencanaan 26

4 Kartika Hendra Titisari (2009) Sentralitas - Perbandingan PDRB - Tipologi Klassen - LQ - MRP dalam pengembangna sektor pertanian terutama makanan pertanian. hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk produksi padi dipusatkan di Kecamatan Temno, Panjatan, Galur, Lendah, Kokap, Girimulyo, Nanggulan dan Kecamatan Samigaluh. Sedangkan untuk penggilingna beras dikembangkan di Kecamatan Wates, dan Kecamatan Pengasig. Untuk komoditas jagung pengembangan industri pengolahannya bisa dikembangkan di Kecamatan Sentolo dan Pengasih dan pusat produksi bisa dilakukan di Kecamatan Temonb, Lendah, Kokap, Kalibawang, dan Samigaluh. Untuk komoditas tanaman singkong pusat produksi di Kecamatan Temon, Kokap, Girimulyo, Kalibawang, dan Samigaluh. Sedangkan industri pengolahannya bisa dilakukan di Kecamatan Sentolo dan Pengasih. Pusat produksi Ubi jalar di Kecamatan Panjatan, Pengasih dan Girimulyo. Sedangkan untuk industri pengolahan di Kecamatan Wates. Untuk komoditas Kacang Pusat produksi di Kecamatan Temon, Lendah, Kokap, Girimulyo, dan Samigaluh. Sedangkan industri pengolahannnya di Kecamatan Wates, dan Pengasih. Pusat produksi kedelai terletak di Kecamatan Temon, Galur, Lendah, Nanggulan, dan Kalibawang. Sedangkan industri pengolahannya di Kecamatan Sentolo, dan Pengasih. Kecamatan Temon, Sentolo, dan Pengasih adalah pusat produksi tanaman kacang hijau sedangkan industri pengolahnanya di Kecamatan Wates. Judul: Identifikasi Potensi Ekonomi Daerah Boyolali, Karanganyar, dan Sragen Hasil Penelitian: Analisis Potensi internal (pertumbuhan dan kontribusi) yang menempati psosisi prima dan berkembang di Boyolali ialah sektor listrik, gas dan air bersih, lembaga keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa. Sedangkan di Karanganyar sektor yang menduduki posisi berkembang adalah sektor listrik, gas dan air bersih, pengangkutan dan perhubungan, sewa bangunan dan jasa perusahan, serta jasa-jasa. Untuk Sragen yang menduduki posisi prima dan berkembang adalah sektor industri dan sektor jasa-jasa. 27

Hasil Tipologi Klassen menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata per kapita di Karanganyar di atas pendapatan per kapita rata-trata di Jawa Tengah. Sedangkan Boyolali dan Sragen berada di bawah rata-rata pendapatan per kapita Jawa Tengah. 5 Ahmad Mar ruf (2009) - LQ (DLQ) - Shift-Share - ICOR 6 Janaranjana Heralth, Tesfa G. Gebremedhin dan Blessing M. Maumble (2010) - Shift-Share Dinamis Judul: Anatomi Makro Ekonomi Regional: Studi Kasu Provinsi DIY. Hasil Penelitian: Tujuan dari penelitianj ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, deskripsi struktur ekonomi daerah dan menganalisis sektor perekonomian ynag potensial serta mengetahui tingkat investasi dan stabilitas perekonomian di DIY. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dinamika pertumbuhan ekonomi DIY sejalan dengan pertumbuhan nasional. Kemudian sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah perdagangan, hotel dan restoran. Tipologi Klassen menunjukkan bahwa sektor-sektor yang potensial untuk dikembangkan adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa. Judul: A Dynamic Shift Share Analysis of economic Growth in West Virginia. Hasil Penelitian: pertanian, pertambangan dan manufaktur tidak lagi menjadi tulang punggung perekonomian Virginia Barat. Tiga sektor menunjukkan kinerja yang menurun dalam periode 38-tahun. Layanan,keuangan asuransi dan real estat adalah sektor yang paling kuat berkontribusi 91 persen dari pertumbuhan pekerjaan sejak 1970 hingga 2007. Terlepas dari dua sektor, sektor grosir dan ritel dan konstruksi menunjukkan positif pertumbuhan ekonomi. Identifikasi investasi prioritas dalam sektor ini potensi dan pelaksanaan rencana kebijakan pembangunan daerah komprehensif pasti akan mempercepat pertumbuhan ekonomi di WVirginia Barat 28

C. Kerangka Berpikir Suatu daerah memiliki potensi ekonomi masing-masing. Namun tidak semua potensi ekonomi yang ada yang teridentifikasi dengan benar. Provinsi DIY yang terdiri dari empat kabupaten dan satu kota memiliki potensi ekonomi terhadap sektor-sektornya. Namun belum teridintifikasi dengan benar. Seperti sektor basis dengan keungguylan kompetitif, komparatif dan spesialisasi belum diketahui. Ini menjadi masalah dalam pengembangan pembangunan di daerah tersebut. Begitu juga dengan daerah acuan sebagai pengembangan pembangunan yang belum terlihat. Merujuk kepada Teori yang ada seperti teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah, maka untuk mengidentifikasi daerah yang bisa dijadikan acuan pembangunan bisa digunakan alat analisis Tipologi Klassen. Sedangkan untuk mengetahui sektor potensial dalam pengembangan wlayah dapat digunakan alat analisis LQ. Lalu Pengembangan potensi ekonomi daerah dapat menggunakan Alat analisis MRP dan Overlay. Setelah semua alat analisis digunakan, maka akan didapatkan suatu hasil. Hasil tersebut dijadikan kesimpulan dan pengambilan kebijakan. Dengan kebijakan tersebut akan ada implikasinya berupa prioritas pembangunan daerah. Dengan demikian terlihat dari penelitian ini akan memiliki peran dalam penentuan prioritas pembangunan daerah khususnya di Provinsi DIY. Dari uraian diatas maka dapatlah disusun suatu skema sebagai berikut: 29

Gambar.2.1. Bagan Kerangka Pemikiran Potensi Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Belum teridentifikasi daerah yang menjadi acuan pembangunan dan prioritas sektor basis Belum Teridentifikasinya Sektor-Sektor Basis yang Potensial Baik Kompetitif, Komparatif maupun Spesialisasi Teori Pembangunan & Pertumbuhan EkonomiWilayah Sektor Potensial Dalam Pengembangan Wilayah Pengembangan potensi Ekonomi Daerah Tipologi Klassen Analisis LQ Analisis MRP & Overlay Analisis Shift- Share Kesimpulan dan Pengambilan Kebijakan Implikasi Kebijakan Berupa Prioritas Pembangunan Daerah 30

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah daerah di provinsi DIY yaitu seluruh kabupaten dan kota. Periode waktu yang digunakan pada penelitian ini meliputi tahun 2005-2010 dengan menggunakan data series (time series). Sedangkan jenis data yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari hasil pengolahan pihak kedua (data eksternal) dan data yang digunakan merupakan data tahunan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah expost facto, dimana menggunakan data masa lampau yang sudah ada tanpa memberi perlakuan maupun treatment khusus pada variabel yang diteliti. Di dalam bukunya Sugiyono (2005:7), mengemukakan expost facto adalah: Suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Penelitian ini hanya mengungkapkan gejala-gejala seperti apa adanya tanpa intervensi langsung dari peneliti, sehingga dalam penelitian ini tidak perlu memberikan treatment atau perlakuan apapun terhadap variabel dalam penelitian. 31

B. Metode Penentuan Sampel Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, dikutip dalam Kuncoro, 2003). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh Provinsi di Indonesia. Sedangkan menurut Sugiyono (2005:56) sampel adalah sebagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel dari penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbanganpertimbangan tertentu dari peneliti. Sugiyono (2005:78) mengungkapkan: Purposive Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah Provinsi DIY. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data sangat penting untuk mempertanggungjawabkan kebenaran ilmiah suatu penelitian, selain itu metode penelitian juga diperlukan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian yang dikehendaki. Metode yang peneliti gunakan yaitu: 1. Field Research Penulis melakukan penelitian ke tempat-tempat yang menyediakan data-data sekunder yang diperlukan sebagai bahan referensi seperti Badan Pusat Statistik. 32

2. Library research Landasan dan teori yang kuat dibutuhkan dalam pemecahan masalah, sehingga penulis melakukan penelitian keputusan dengan mengumpulkan buku-buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel ilmiah, data-data dari internet, dant lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Dengan metode field research dan library research didapatkan berbagai informasi data sekunder untuk digunakan dalam penelitian ini yang dipublikasikan oleh berbagai instansi atau lembaga terkait antara lain: 1. Badan Pusat Statistik (BPS) (DIY Dalam Angka 2005-2009). 2. Badan Pusat Statistik (BPS) (Kabupaten Dalam Angka Se-DIY). 3. Buku Statitik Tahunan Indonesia serta berbagai jurnal ilmiah lainnya. D. Metode Analisis 1. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ berguna untuk mengidentifikasi basis ekonomi (sektor basis) suatu wilayah. Dengan analisis ini dapat diketahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan (leading sector) di suatu wilayah. Data yang digunakan adalah kesempatan kerja (tenaga kerja) dan PDRB. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah PDRB.(Emilia, 2006:24). Analisis LQ mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan ekonomi sejenis pada lingkup yang 33

lebih luas (regional atau nasional). Secara matematis rumus LQ sebagai berikut: Keterangan: X ij = Nilai Tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota) X j = Total nilai tambah sektor i di daerah j Y i = Nilai tambah sektor i di daerah p (propinsi/nasional) Y = Total nilai tambah sektor di p (Propinsi/Nasional) X ij /X j = Prosentasi employment regional dalam sektor i Y i /Y = Prosentasi empolyment nasional dalam sektor i Setelah dihitung, maka hasil LQ tersebut dapat diinterpretasikan. Kriteria pengukuran menurut Bendavid Val ada tiga kemungkinan yang terjadi yaitu (Choliq, 2007:56): a. Jika LQ > 1 maka sektor tersebut dikategorikan sektor basis, artinya tingkat spsesialisasi kabupaten/kota lebih tinggi dari tingkat provinsi. Produksi komoditas yang bersangkutan sudah melebihi kebutuhan konsumsi di daerah dimana komoditas tersebut dihasilkan dan kelebihannya dapat dijual keluar daerah (ekspor). b. Jika LQ = 1 maka tingkat spesialisasi kabupaten/kota sama dengan di tingkat provinsi. Produksi komoditas yang bersangkutan hanya cukup untuk kebutuhan daerah setempat. Produksi komoditas tersebut belum 34

mencukupi kebutuhan konsumsi di daerah yang bersangkutan dan pemenuhannya didatangkan dari daerah lain c. Jika LQ < 1 maka sektor tersebut dikategorikan sektor non basis, artinya tingkat spesialisasi kabupaten/kota lebih rendah dari tingkat provinsi. 2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Analisis Model Rasio Pertumbuhan merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi (sektor ekonomi) yang potensial, terutama struktur ekonomi kabupaten/kota maupun provinsi DIY berdasarkan pada kriteria pertumbuhan struktur ekonomi wilayah baik internal maupun eksternal (Yusuf, 1999, dalam Agus, 2009). Analisis MRP ini dibagi lagi ke dalam dua kriteria, yaitu Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr). Berikut ini penjelasan dari masing-masing kriteria MRP: a. Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) yaitu perbandingan antara pertumbuhan pendapatan dalam hal ini ialah pertumbuhan PDRB sektor i di wilayah studi dengan pertumbuhan pendapatan PDRB sektor i di wilayah referensi (Kabupaten/Kota terhadap Provinsi). Berikut formula dari RPs: Keterangan: 35

E ij = Perubahan PDRB sektor i di wilayah E ij = PDRB sektor i di wilayah j pada awal tahun penelitian E in = Perubahan PDRB sektor i secara nasional/provinsi E in = PDRB sektor i secara nasional/provinsi pada awal tahun penelitian Jika nilai RPs > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi (kabupaten/kota) lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah referensi (provinsi/nasional). Jika nilai RPs < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi (kabupaten/kota) lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah referensi (provinsi/nasional). b. Rasio pertumbuhan wilayah referensi (RPr) yaitu perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan kegiatan i di wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB) wilayah referensi (Provinsi). Berikut formula dari RPr: Keterangan: E in = Perubahan PDRB sektor i secara nasional/provinsi 36

E in = PDRB sektor i secara nasional/provinsi pada awal tahun penelitian E n = Perubahan PDRB nasional/provinsi E n = Total PDRB nasional/provinsi pada awal tahun penelitian Jika nilai RPr > 1 diberi notasi positif (+) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah referensi (provinsi/nasional) lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB total wilayah tersebut (provinsi/nasional). Jika RPr < 1 diberi notasi negatif (-) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan suatu sektor tertentu dalam wilayah referensi (provinsi/nasional)lebih rendah dari pertumbuhan PDRB total wilayah tersebut (provinsi/nasional). 3. Analisis Overlay Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggul baik dari segi kontribusi maupun pertumbuhannya dengan menggabungkan hasil dari analisis LQ dan Analisis MRP. Sehingga analisis ini terdiri dari tiga kompenen yaitu Location Quotient (LQ), Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs). Setiap komponen kemudian disamakan satuannya dengan diberi notasi postif (+) atau notasi negatif (-). Jika koefisien komponen bernilai lebih dari satu diberi notasi positif (+) dan jika koefisien komponen bernilai kurang dari satu diberi notasi negatif (-). 37

Ada 8 kriteria dalam hasil intepretasi dari analisis overlay. Kriteria tersebut yaitu: a. Hasil overlay yang menunjukkan ketiga komponen bernotasi positif yang berarti kegiatan ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral ditingkat Provinsi DIY tinggi. Pertumbuhan sektoral tersebut lebih tinggi di kabupaten/kota dibandingkan dengan di Provinsi DIY dan kontribusi sektoral di kabupaten/kota juga lebih tinggi dari Provinsi DIY. Hal ini menandakan sektor ekonomi tersebut memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif yang lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan yang sama pada tingkat Provinsi DIY. Kemudian, kegiatan ekonomi tersebut mempunyai prospek yang bagus, ini terlihat dari pertumbuhan sektor yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total kegiatan ekonomi. b. Hasil overlay yang menunjukkan notasi positif untuk RPs dan LQ yang berarti kegiatan sektoral di kabupaten/kota lebih unggul dari kegiatan yang sama di Provinsi DIY, baik dari sisi pertumbuhan maupun kontribusinya. Sektor tersebut merupakan spesialisasi kegiatan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi DIY. c. Hasil overlay yang menunjukkan ketiga komponen bernotasi negatif yang berarti kegiatan ekonomi tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral yang rendah ditingkat Provinsi DIY maupun kabupaten/kota dan kontribusi sektoral di kabupaten/kota lebih rendah dari DIY. Artinya sektor tersebut kurang memiliki daya saing kompetitif maupun 38

komparatif yang lebih unggul dibandingkan kegiatan yang sama pada tingkat DIY. d. Hasil overlay yang menunjukkan notasi (-) untuk Rps, (+) untuk Rpr dan (-) untuk LQ. Artinya pertumbuhan sektoral tersebut di kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah DIY, begitu juga dengan kontribusi sektoral di kabupaten/kota lebih rendah dari DIY. Namun dari sisi pertumbuhan suatu sektor ekonomi tertentu di DIY lebih tinggi dari pertumbuhan total wilayah di DIY. e. Hasil overlay yang menunjukkan notasi (+) untuk Rps, (-) untuk Rpr dan (-) untuk LQ. Artinya pertumbuhan sektoral pada tingkat kabupaten/kota lebih tinggi dari pertumbuhan sektor pada wilayah DIY. Sedangkan sisi pertumbuhan suatu sektor ekonomi di DIY lebih rendah dari pertumbuhan total wilaya DIY. Begitu juga kontribusi sektoral di kabupaten/kota lebih rendah dari DIY. f. Hasil overlay yang menunjukkan notasi (+) untuk Rps, (+) untuk Rpr dan (-) untuk LQ. Artinya pertumbuhan sektoral pada tingkat kabupaten/kota lebih tinggi dari pertumbuan sektor pada wilayah DIY. Begitu juga sisi pertumbuhan suatu sektor ekonomni di DIY lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total di DIY. Namun untuk kontribusi sektoral di kabupaten/kota lebih rendah dari DIY. g. Hasil overlay yang menunjukkan notasi (+) untuk Rps, (-) untuk Rpr dan (+) untuk LQ. Artinya pertumbuhan sektoral pada tingkat kabupaten/kota 39

lebih tinggi dari pertumbuhan sektor pada wilayah DIY. Begitu juga kontribusi sektoral di kabupaten/kota lebih tinggi dari DIY. Namun sisi pertumbuhan suatu sektor ekonomi di DIY lebih rendah dari pertumbuhan total wilayah DIY. h. Hasil overlay yang menunjukkan notasi (-) untuk Rps, (-) untuk Rpr dan (+) untuk LQ. Artinya pertumbuhan sektoral pada tingkat kabupaten/kota lebih rendah dari pertumbuhan sektor pada wilayah DIY. Begitu juga sisi pertumbuhan sektor ekonomi di DIY lebih rendah dari pertumbuhan total di DIY. Namun kontribusi sektoral di kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan DIY. Adapun dalam penelitian ini akan diidentifikasi dengan menggunakan 3 kriteria saja. Dengan pertimbangan 3 kriteria tersebut menjawab permasalahan dari masalah yang ada. Kriteria yang digunakan yaitu kriteria (+++), (-++), dan (---). Sehingga dalam interpretasi hasil akan terlihat sektor mana yang memiliki keunggulan kmompetitif dan komparatif. 4. Analisis Shift-Share (S-S) Analisis shift-share merupakan teknik teknik dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional) (Arsyad, 2002). 40

Analisis ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel daerah selama waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan nasional (N), bauran industru (M) dan keunggulan kompetitif (C). Pengaruh pertumbuhan dari wilayah yang lebih besar disebut pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift dan pengaruh keunggulan kompetitif disebut differential shift atau regional share (Soepono, 1993 dalam Agus, 2009). Menurut Prasetyo Soepomo yang dikutip dalam Akrom (2010) bentuk umum persamaan dari Analisis Shift-Share dan komponenya adalah sebagai berikut: Keterangan: D ij = N ij + M ij + C ij i j n D ij N ij = Sektor-sektor ekonomi yang diteliti (9 Sektor) = Variabel wilayah yang diteliti (kabupaten/kota) = Variabel wilayah provinsi/nasional (Provinsi) = Perubahan sektor i di kabupaten/kota = Pertumbuhan nasional sektor i di kabupaten/kota M ij = Bauran Industri sektor i di kabupaten/kota C ij = Keunggulan kompetitif sektor i di kabupaten/kota Dalam penelitian ini variabel daerah yang digunakan adalah PDRB yang dinotasikan sebagai (E). Persamaan (1) di atas dapat dicari dengan formulasi berikut: 41

Keterangan: E ij = PDRB sektot i di kabupaten/kota E * ij = PDRB sektor i di kabupaten/kota akhir tahun analisis r ij r in r n = Laju pertumbuhan sektor i di kabupaten/kota = Laju pertumbuhan sektor i di provinsi = Rata-rata Laju pertumbuhan PDRB di provinsi Rata-rata Laju pertumbuhan PDRB di provinsi (rn) dapat didefinisikan sebagai berikut: Keterangan: E in = PDRB sektor i di Provinsi E * in = PDRB sektor i di Provinsi akhir tahun analisis E n = Total PDRB semua sektor di Provinsi E* n = Total PDRB semua sektor di Provinsi akhir tahun analisis Sehingga persamaan (1) tersebut bisa dijabarkan sebagai berikut: D ij = E ij (r n ) + E ij (r in r n ) + E ij (r ij r in ) 42

Penelitian ini akan melihat keunggulan kompetitif dan spesialisasi suatu daerah, maka dari analisis shift share tersebut dimodifikasi dengan rumus Shift-Share Estaban Marquillas (Sopono, 19933 dalam Nudiatulhuda, 2007). Komponen differentional shift yaitu berupa keunggulan kompetitif dapat disempurnakan dengan Shift-Share Estaban Marquillas sebagai berikut: C ij = E ij (r ij r n ) Disempurnakan menjadi: C ij = E ij (r ij r n ) Keterangan: C ij = Persaingan atau ketidak \unggulan kompetitif disektor i pada perekonomiansuatu wilayah menurut analisis S-S tradisional. E ij = E ij yang diharapkan Rumus untuk mencari E ij adalah sebagai berikut: E ij = E j (E in / E n ) Sedangkan pengaruh alokasi sebagai bagian yang belum dijelaskan dari suatu variabel wilayah (A ij ) dapat dirumuskan sebagai berikut: A ij = (E ij E ij ) (r ij r in ) Keterangan: A ij = pengaruh alokasi dibagi menjadi dua bagian yaitu adanya tingkat spesialisasi sektor i di kabupaten/kota dikalikan dengan keunggulan kompetitif. 43

(E ij E ij ) = Tingkat spesialisasi terjadi apabila variabel wilayah nyata (Eij) lebih besar dari variabel yang diharapkan (E ij) (r ij r in ) = Keunggulan kompetitif terjadi bila laju pertumbuhan sektor di kabupaten/kota lebih besar dari pada laju pertumbuhan sektor di provinsi. Maka pengaruh alokasi ini disubstitusikan dalam analisis S-S tradisional menjadi S-S yang dimodifikasi oleh Estaban Marquillas (E-M) menjadi berikut: D ij = E ij (r n ) + E ij (r in - r n ) + E ij (r ij r in ) + (E ij E ij ) (r ij r in ) Berdasarkan analisis ini maka akan diketahui sektor-sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi dimasing-masing kabupaten/kota yang ada di Provinsi DIY. 5. Penentuan Tipologi Daerah Tipologi wilayah (tipologi klassen) digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal. Kemudian terbagilah kedalam 4 klasfikasi atau empat kuadran (Emilia dan Amilia, 2006) yaitu: 44

a. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh yang berarti memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih tinggi dibanding rata-rata provini/nasional (dalam hal ini provinsi DIY). b. Daerah maju tapi tertekan yang berarti memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata provinsi. c. Daerah berkembang cepat yang berarti memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih randah dibanding ratarata provinsi. d. Daerah relatif tertinggal yang berarti memilikitingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata provinsi. Berikut ini gambaran atau skema dari Tipologi Klassen Gambar.3.1. Klasifikasi Tipologi Klassen Kuadrann III Yi < Y dan Ri > R Daerah Berkembang Cepat Kuadran I Yi > Y dan Ri > R Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh Kuadrann IV Yi <Y dan Ri < R Daerah Relatif Tertinggal Kuadrann II Yi > Y dan Ri < R Daerah Maju tapi Tertekan 45

Untuk menghitung rata-rata pertumbuhan PDRB kabupaten/kota selama beberapa periode da[at digunakan rumus rata-rata deometrik (Geometric Mean) sebagai berikut: Atau Keterangan: G = antilog (log G) = Rata-rata geometrik G X i = data ke-i N = banyak data Sedangkan untuk menghitung rata-rata pendapatan perkapita kabupaten/kota dan Provinsi DIY digunakan rumus rata-rata hitung sebagai berikut: Keterangan: = Rata-rata pendapatan perkapita N = Jumlah tahun pengamatan Xi = Pendapatan perkapita tiap tahun Dengan analisis ini dapat ditentukan tipologi masing-masing kabupaten/kota di Provinsi DIY yang dapat digunakan sebagai acuan pendukung untuk menentukan prioritas dalam pengembangan daerah. 6. Penentuan Prioritas Sektor Basis untuk Pembangunan Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta Dari hasil analisis LQ, Shift-Share untuk keunggulan kompetitif dan spesialisasi serta tipologi daerah yang semua komponen diberi skor sesuai dengan range yang ada di masing-masing sektor, maka dapat ditentukan wilayah yang doprioritaskan dalam pengembangan 46

pembangunan bagi sektor-sektor yang potensial untuk kabupaten/kota di Provinsi DIY. Interval kelas mengikuti Tipologi Daerah, sedangkan rangenya (Purbayu dan Ashari, 2003 dalam Nudiatulhuda, 2007) adalah: D. Operasional Variabel Penelitian 1. Potensi Ekonomi Potensi Ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang dimiliki daerah yang mungkin atau layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara lkeseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Soeparmoko dalam Nudiatulhuda, 2007) 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian di suatu daerah (BPS, 2010). PDRB merupakan salah satu indikator untuk mengetahui perkembangan ekonomi suatu daerah. PDRB dihitung berdasarkan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB dalam penelitian ini dilihat berdasarkan atas harga konstan tahun 2000. 47

3. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan PDRB rata-rata sejak tahun 2005-2010 yang dihitung dengan menggunakan rumus: a. Untuk pertumbuhan menurut lapangan usaha digunakan (E* ij - E ij )/ E ij b. Untuk pertumbuhan PDRB digunakan (E* j - E j )/ E j. Di mana : E = Output I = Lapangan usaha (sektor) J = Kabupaten/Kota *adalah tahun terakhir 4. Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro. Semakin tinggi PDRB yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut dapat dikatakan baik. Dengan pendapatan perkapita tersebut dapat dilihat gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing perkepala penduduk. Pendapatan perkapita tersebut dihasilkan dengan membagi pendapatan regional dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. 5. Sektor-Sektor Ekonomi Merujuk kepada data yang dikeluarkan oleh BPS Kabupaten/Kota di Provinsi DIY terdapat 9 sembilan sektor ekonomi yang diteliti, maka yang dimaksud dengan sektor ekonomi yaitu: 48

a. Pertanian b. Peertambangan dan Penggalian c. Industri Pengolahan d. Listrik, Gas, dan Air e. Bangunan f. Perdagangan, Hotel dan Restoran g. Pengangkutan dan Komunikasi h. Keuangna, Sewa dan Jasa Perusahaan i. Jasa-Jasa 6. Kegiatan Ekonomi Dalam kajian ekonomi regional ada istilah yang disebut dengan kegiatan ekonomi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kegiatan ekonomi yaitu kegiatan ekonomi basis dan kegiatan ekonomi non basis. 49

50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Pembentukan Provinsi DIY Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara legal formal berdasarkan UU No. 3 Tahun 1950, mengatur wilayah dan ibu kota, jumlah anggota DPRD serta macam kewenangan. Kemudian direvisi dengan UU No. 19 Tahun 1950 yang berisi penambahan wewenang. Status DIY menjadi provinsi di Indonesia baru pada tahun 1965. Dasar filosofi pembangunan DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. 2. Letak Geografis Propinsi DIY dengan luas wilayah 3185,80 km 2, terletak diantara 7 0 33 Lintang Utara dan 8 0 12 Lintang Selatan serta 110 0 00 dan 110 0 50 Bujur Timur dengan batas-batas wilayahnya: Sebelah Barat Laut Sebelah Tenggara Sebelah Selatan Sebelah Barat : Kabupaten Magelang : Kabupaten Wonogiri : Samudra Indonesia : Kabupaten Purworejo Secara administratif terbagi dalam 4 kabupaten dan 1 kota dengan 78 kecamatan serta 438 Desa/Kelurahan definitif (BPS, DIY 2010). Luas wilayah sampai tahun 2011 adalah 3185,80 km 2 atau sekitar 0,17% dari luas 50

wilayah Indonesia serta 0,24 persen dari luas wilayah Pulau Jawa dan menempati urutan empat. Kabupaten yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Gunung Kidul yaitu sebesar 1.485,36 km 2 atau 46,63% dari seluruh luas wilayah Propinsi DIY, sedangkan yang paling kecil adalah Kota Yogyakarta dengan luas wilayah 32,50 km 2 atau sekitar 1,02% dari luas wilayah Provinsi. Lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 4.1 berikut: Tabel.4.1. Luas Wilayah Kabupaten/Kota Di Provinsi DIY Tahun 2010 No Kabupaten/Kota Luas Wilayah (Km 2 ) Persentase terhadap luas provinsi 1 Kab. Kulon Progo 586,27 18,40 2 Kab. Bantul 506,85 15,91 3 Kab. Gunung kidul 1.485,36 46,63 4 Kab. Sleman 574,82 18,04 5 Kota Yogyakarta 32,50 1,02 Sumber : Profil DIY 2011 Selanjutnya Gambar 4.1 berikut memperlihatkan Peta Letak Propinsi DIY di pulau Jawa dan Wilayah Republik Indonesia sebagai berikut : Gambar.4.1. Peta Pulau Jawa 51