DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,



dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

1 dari 8 26/09/ :15

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Institute for Criminal Justice Reform

PP 58/1999, SYARAT-SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWATAN TAHANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

PERATURAN DIRJEN PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA NOMOR: DJ.I/814/2010 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165); 3. Undang-Undang No

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

SK Rektor Nomor : 591/IKIPVET.H/Q/VII/2013 Tentang PERATURAN DISIPLIN KEMAHASISWAAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, T

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174 TAHUN 1999 TENTANG REMISI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Rektor. Nomor : 01 Tahun Tentang. Peraturan Disiplin Mahasiswa

PERATURAN DAERAH KOTA MAKASSAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DISIPLIN MAHASISWA UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SAMARINDA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN HARI DAN JAM KERJA DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

K E P E N D U D U K A N

Institute for Criminal Justice Reform

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 2002 TENTANG KETERTIBAN DALAM KAWASAN PELABUHAN PEMERINTAH KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BERITA NEGARA. No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan.

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1. Peraturan Tata Tertib Kehidupan Kampus Dalam rangka menjaga ketertiban kampus, ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan mahasiswa di lingkungan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN HOTEL, PENGINAPAN ATAU WISMA DAN PONDOK WISATA

WALIKOTA PALANGKA RAYA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PONDOKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 03 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN RETRIBUSI USAHA RUMAH MAKAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP. 125/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

2017, No Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK DAERAH

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin terselenggaranya tertib kehidupan di lembaga pemasyarakatan danrumah tahanan negaradan agar terlaksananya pembinaan narapidana dan pelayanan tahanan perlu adanya tata tertib yang wajib dipatuhi oleh setiap narapidana dantahanan beserta mekanisme penjatuhan hukuman disiplin; b. bahwa kepatuhan terhadap tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara menjadi salah satu indikator dalam menentukan kriteria berkelakuan baik terhadap narapidana dan tahanan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syaratsyarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3858);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3846) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5359); 5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141); 6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142); 7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 676); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TENTANG TATA TERTIB LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN RUMAH TAHANAN NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

2. Rumah Tahanan Negara yang selanjutnya disebut Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 3. Petugas Pemasyarakatan adalah Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan tugas di bidang pemasyarakatan. 4. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. 5. Tahanan adalah seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam Rutan. 6. Tindakan Disiplin adalah tindakan pengamanan terhadap Narapidana atau Tahanan berupa penempatan sementara dalam kamar terasing (sel pengasingan). 7. Hukuman Disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Narapidana atau Tahanan sebagai akibat melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib Lapas atau Rutan. 8. Steril Area adalah tempat atau wilayah di dalam Lapas atau Rutan yang dinyatakan terlarang untuk dimasuki dan/atau dijadikan tempat beraktifitas oleh Narapidana dan Tahanan tanpa izin yang sah. 9. Tim Pengamat Pemasyarakatan yang selanjutnya disingkat TPP adalah adalah Tim yang bertugas memberikan saran mengenai program pembinaan Narapidana. 10. Tim Pemeriksa Hukuman Displin yang selanjutnya disebut Tim Pemeriksa adalahtim yang dibentuk oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan untuk melakukan serangkaian tindakan pemeriksaan terhadap Narapidana atau Tahanan yang diduga melakukan pelanggaran tata tertib. Pasal 2 (1) Setiap Narapidana dan Tahanan wajib mematuhi tata tertib Lapas atau Rutan. (2) Tata tertib Lapas atau Rutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup kewajiban dan larangan bagi Narapidana dan Tahanan. BAB II KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 3 Setiap Narapidana atau Tahanan wajib: a. taat menjalankan ibadah sesuai agama dan/atau kepercayaan yang dianutnya serta memelihara kerukunan beragama; b. mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan; c. patuh, taat, dan hormat kepada Petugas; d. mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan; e. memelihara kerapihan dan berpakaian sesuai dengan norma kesopanan; f. menjaga kebersihan diri dan lingkungan hunian serta mengikuti kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kebersihan lingkungan hunian; dan g. mengikuti apel kamar yang dilaksanakan oleh PetugasPemasyarakatan. Pasal 4 Setiap Narapidana atau Tahanan dilarang: a. mempunyai hubungan keuangan dengan Narapidana atau Tahanan lain maupun dengan Petugas Pemasyarakatan; b. melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpangan seksual;

c. melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian; d. memasuki Steril Area atau tempat tertentu yang ditetapkan Kepala Lapas atau Rutan tanpa izin dari Petugas pemasyarakatan yang berwenang; e. melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatandalam menjalankan tugas; f. membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang berharga lainnya; g. menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-obatan lain yang berbahaya; h. menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol; i. melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi, dan/atau alat elektronik lainnya; j. memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya; k. melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian; l. membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya; m. membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran; n. melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis, terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, atau tamu/pengunjung; o. mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban; p. membuat tato, memanjangkan rambut bagi Narapidana atau Tahanan Laki-laki, membuat tindik, mengenakan anting, atau lainnya yang sejenis; q. memasuki blok dan/atau kamar hunian lain tanpa izin Petugas Pemasyarakatan; r. melakukan aktifitas yang dapat mengganggu atau membahayakan keselamatan pribadi atau Narapidana, Tahanan, PetugasPemasyarakatan,pengunjung, atau tamu; s. melakukan perusakan terhadap fasilitas Lapas atau Rutan; t. melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan; u. menyebarkan ajaran sesat; dan v. melakukan aktifitas lain yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban Lapas atau Rutan. Pasal 5 Untuk menjaga ketertiban, Narapidana dan Tahanan diperbolehkan membawa pakaian pribadi paling banyak 6 (enam) pasang. Pasal 6 (1) Untuk kepentingan perawatan kesehatan atau pengobatan, Narapidana atau Tahanan dapat mengkonsumsi obat-obatan setelah mendapatkan izin dan berada dalam pengawasan dokter dan/atau paramedis Lapas atau Rutan. (2) Dalam hal tidak terdapat dokter dan/atau paramedis Lapas atau Rutan maka izin dan pengawasannya dilakukan oleh dokter atau paramedis lainyang ditunjuk oleh Kepala Lapas atau Kepala Rutan.

Pasal 7 (1) Untuk kepentingan umum, Kepala Lapas atau KepalaRutan dapatmenyediakan: a. televisi dan/atau kipas angin; dan b. kantin yang dikelola oleh koperasi Lapas atau Rutan. (2) Penyediaan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan sidang TPP. BAB III JENIS HUKUMAN DISIPLIN DAN PELANGGARAN DISIPLIN Pasal 8 Narapidana atau Tahanan yang melanggar tata tertib, dijatuhi: a. hukuman disiplin tingkat ringan; b. hukuman disiplin tingkat sedang; atau c. hukuman disiplin tingkat berat. Pasal 9 (1) Hukuman Disiplin tingkat ringan, meliputi: a. memberikan peringatan secara lisan; dan b. memberikan peringatan secara tertulis. (2) Hukuman Disiplin tingkat sedang, meliputi: a. memasukkan dalam sel pengasingan paling lama 6 (enam) hari; dan b. menunda atau meniadakan hak tertentu dalam kurun waktu tertentu berdasarkan hasil Sidang TPP. (3) Menunda atau meniadakan hak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat berupa penundaan waktu pelaksanaan kunjungan. (4) Hukuman Disiplin tingkat berat, meliputi: a. memasukkan dalam sel pengasingan selama 6 (enam) hari dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) kali 6 (enam) hari; dan b. tidak mendapatkan hak remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat dalam tahun berjalan dan dicatat dalam register F dan. (5) Untuk alasan kepentingan keamanan, seorang Narapidana/Tahanan dapat dimasukkan dalam pengasingan dan dicatat dalam register H. Pasal 10 (1) Penjatuhan hukuman disiplin tingkat ringan bagi Narapidana dan Tahanan yang melakukan pelanggaran: a. tidak menjaga kebersihan diri dan lingkungan; b. meninggalkan blok hunian tanpa izin kepada petugas blok; c. tidak mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan; d. tidak mengikuti apel pada waktu yang telah ditentukan; e. mengenakan anting, kalung, cincin, dan ikat pinggang; f. melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak pantas dan melanggar norma kesopanan atau kesusilaan; dan g. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang tim pengamat pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan Hukuman Disiplin tingkat ringan.

(2) Narapidana dan Tahanan yang dijatuhi Hukuman Disiplin tingkat sedangjika melakukan pelanggaran: a. memasuki Steril Area tanpa ijin petugas; b. membuat tato dan/atau peralatannya, tindik, atau sejenisnya; c. melakukan aktifitas yang dapat membahayakan keselamatan diri sendiri atau orang lain; d. melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak pantas yang melanggar norma keagamaan; e. melakukan aktifitas jual beli atau utang piutang; f. melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang mendapatkan Hukuman Disiplin tingkat ringan secara berulang lebih dari 1 (satu) kali; dan g. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang tim pengamat pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan Hukuman Disiplin tingkat sedang. (3) Narapidana dan Tahanan yang dijatuhi Hukuman Disiplin tingkat berat jika melakukan pelanggaran: a. tidak mengikuti program pembinaan yang telah ditetapkan; b. mengancam, melawan, atau melakukan penyerangan terhadap Petugas; c. membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya; d. merusak fasilitas Lapas atau Rutan; e. mengancam, memprovokasi, atau perbuatan lain yang menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban; f. memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik; g. membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan atau mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol; h. membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan, atau mengkonsumsi narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif lainnya; i. melakukan upaya melarikan diri atau membantu Narapidana atau Tahanan lain untuk melarikan diri; j. melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama penghuni maupun petugas; k. melakukan pemasangan atau menyuruh orang lain melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian; l. melengkapi untuk kepentingan pribadi di luar ketentuan yang berlaku dengan alat pendingin, kipas angin, kompor, televisi, slot pintu, dan/atau alat elektronik lainnya di kamar hunian; m. melakukan perbuatan asusila atau penyimpangan seksual; n. melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan; o. menyebarkan ajaran sesat; p. melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang mendapatkan hukuman disiplin tingkat sedang secara berulang lebih dari 1 (satu) kali atau perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban berdasarkan penilaian sidang TPP; dan q. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang TPP termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan Hukuman Disiplin tingkat berat. Pasal 11 Penjatuhan Hukuman Disiplin kepada Narapidana atau Tahanan wajib dicatat dalam kartu pembinaan.

BAB IV PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN Pasal 12 (1) Narapidana atau Tahanan yang diduga melakukan pelanggaran tata tertib wajib dilakukan pemeriksaan awal oleh kepala pengamanan sebelum dijatuhi hukuman disiplin. (2) Hasil pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan sebagai dasar bagi pelaksanaan pemeriksaan selanjutnya. Pasal 13 (1) Kepala Lapas atau Kepala Rutan membentuk tim pemeriksauntuk memeriksa hasil pemeriksaan awal. (2) Tim pemeriksa mempunyai tugas memeriksa Narapidana atau Tahanan yang diduga melakukan pelanggaran tata tertib. (3) Hasil pemeriksaan dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaansertaharus ditandatangani oleh Narapidana atau Tahanan dan tim pemeriksa. (4) Sebelum ditandatangani, terperiksa diberikan kesempatan untuk membaca hasil pemeriksaan. Pasal 14 (1) Tim pemeriksa menyampaikan berita acara pemeriksaan kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan. (2) Kepala Lapas atau Kepala Rutan wajib menyampaikan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada tim pengamat pemasyararakatan dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal berita acara diterima. (3) TPP melaksanakan sidang untuk membahas penjatuhan disiplin terhadap Narapidana atau Tahanan yang diduga melakukan pelanggarandalam jangka waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal berita acara pemeriksaan diterima. Pasal 15 (1) Sebelum dijatuhi Hukuman Disiplin, Narapidana atau Tahanan dapat dikenakantindakan disiplin. (2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penempatan sementara dalam sel pengasingan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) hari. Pasal 16 Dalam hal Tahanan mendapatkan Hukuman Disiplin, Kepala Lapas atau Kepala Rutan segera menyampaikan pemberitahuan kepadapejabat yang berwenang menahan. Pasal 17 Dalam hal pelanggaran yang dilakukan oleh Narapidana atau Tahanan diduga tindak pidana, Kepala Lapas atau Kepala Rutan meneruskankepada instansi yang berwenang.

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta padatanggal 28 Februari 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN Diundangkan di Jakarta padatanggal 4 Maret 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR356

BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 2013 Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Februari 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 356 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Direktur Bina Keamanan dan Ketertiban H. WIBOWO JOKO HARJONO, Bc.IP, SH, MM NIP. 195412301979121001