ANALISIS PENGELOLAAN DANA DESA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 113 TAHUN 2014 DI DESA POLOBOGO, GETASAN KABUPATEN SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 25 TAHUN 2015 SERI

WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN WALIKOTA PRABUMULIH NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI REMBANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERATURAN DESA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2017

Analisis Perencanaan Dan Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Kantor Desa Kunir Kidul Kecamatan Kunir Kabupaten Lumajang)

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAHKABUPATEN BREBES NOMOR 004 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES

BUPATI KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI KUPANG NOMOR : 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI JEMBRANA,

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BLORA

Analisis Kepatuhan Implementasi UU RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal Serta Peraturan Turunannya Di Desa Simpang Empat

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 10 Tahun : 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 25 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

SALINAN WALIKOTA BATU

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

Pengelolaan Keuangan Desa Blitar, 30 September 2016

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 01 TAHUN PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUKABUMI NOMOR 98 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LAMPUNG TIMUR PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERDES APBDes DESA MARGAHAYU TENGAH TAHUN ANGGARAN 2017

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 26

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR : 19 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

BUKU PINTAR PENYUSUNAN RANCANGAN APBDESA TAHUN ANGGARAN 2016 DI KECAMATAN BUAYAN

BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI KAMPAR NOMOR 8 TAHUN 2016

JUKNIS PENYUSUNAN RKPDESA KABUPATEN REMBANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

KEPALA DESA LICIN KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA LICIN NOMOR 7 TAHUN 2015 T E N T A N G

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR 2 0 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BATANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 114 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau village diartikan sebagai a groups of hauses or shops in a country area,

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA BADAMITA KABUPATEN BANJARNEGARA PERATURAN DESA BADAMITA NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2017

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN BUPATI BONE BOLANGO NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

PERATURAN DESA MALLASORO NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN DESA (RKPDes)

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG DANAA DESA (ADD) DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA WONGSOREJO KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

PEDOMAN UMUM PENGATURAN DAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA DAN TUNJANGAN PENGHASILAN APARATUR PEMERINTAH DESA DI KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2014

Elsa et al., Analisis Perencanaan Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Boreng...

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 7 TAHUN 2016

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

SALINAN KEPALA DESA CLURING KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA CLURING NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 11 TAHUN 2017

KEPALA DESA SEMPU KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA SEMPU NOMOR : 4 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA TAHUN 2016

KEPALA DESA ROWOSARI KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DESA ROWOSARI NOMOR 6 TAHUN 2015

PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS PENGELOLAAN DANA DESA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 113 TAHUN 2014 DI DESA POLOBOGO, GETASAN KABUPATEN SEMARANG Isnantiya Sofitriana 1, Eka Resmi Hartati 2, Nurika Rizki Amalia 3 Mustofa 4, Saiful Anwar 5 Muammar Taufiqi Lutfi 1,2,3) Program Studi Akuntansi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Salatiga 4) Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Salatiga 5) Staf Pengajar Akuntansi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Salatiga Korespondensi : isnantiya_sofitriana@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan dana desa di Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, dan menganalisis faktorfaktor yang menghambat pengelolaan dana desa dan upaya dalam mengatasi pengelolaan dana desa. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode penelitian kualitatif dengan mengurai data secara deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, serta studi dokumen dan arsip dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Informasi kunci ditentukan secara purposive sampling untuk mendapatkan hasil informasi yang tepat dan cepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pengelolaan dana desa dan pemanfaatan dana desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pertanggungjawaban di Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, sudah mengacu pada Pemendagri No. 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa. (2) Faktor tidak terlaksananya dengan baik pengelolaan keuangan desa di Desa Polobogo yaitu kualitas SDM mengenai pemahaman APBDes. Kata kunci : Pengelolaan, dana desa, peraturan menteri, ABSTRACT This study aims to analyze the management of village funds in Polobogo Village, Getasan Subdistrict, Semarang Regency, Central Java Province, and analyze the factors that hamper the management of village funds and efforts in overcoming the management of village funds. To achieve these objectives, qualitative research methods are used to parse the data descriptively. Data collection techniques are done by observation, interviews, and study of documents and archives using qualitative descriptive analysis techniques. Key information is determined by purposive sampling to get the right and fast information. The results showed that: (1) Management of village funds and utilization of village funds starting from planning, implementation, and reporting of accountability in Polobogo Village, Getasan District, Semarang Regency, Central Java Province, had referred to the Minister of Home Affairs No. 113 of 2014 concerning village financial management. (2) The factor of not well-implemented village financial management in Polobogo Village is the quality of human resources regarding the understanding of APBDes. Keywords: Management, village funds, ministerial regulations, 28 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

PENDAHULUAN Menurut Permendagri No. 113 Tahun 2014 desa adalah kesatuan masyarakat umum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Kadjudju, Morasa, & Lambey, 2017). Pembangunan desa akan semakin memberikan tantangan di masa depan dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang lebih demokratis. Akan tetapi desa sampai saat ini masih belum beranjak dari profil lama yakni terbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyai peranan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa dipandang rendah dalam hal ekonomi ataupun hal yang lainnya. (Sofiyanto, Mardani, & Salim). Pembangunan desa mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka menciptakan pemerataan pembangunan dan menyentuh secara langsung kepentingan masyarakat. Dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, otonomi diberikan secara leluasa untuk memanfaatkan potensi sebagimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dana desa dapat diartikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dana desa yang diberikan kepada desa akan dikelola oleh pemerintah desa, agar tujuan adanya dana desa dapat tercapai. Tahap pengelolaan dana desa sama halnya dengan pengelolaan keuangan desa, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat (6) tentang Pengelolaan Keuangan Desa, menjelaskan bahwa Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa. Pemerintah desa bertugas untuk melakukan pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Keuangan desa dikelola berdasarkan asasasas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Berdasarkan latar belakang diatas adanya penelitian ini oleh peneliti dimaksudkan untuk menganalisis apakah pengelolaan keuangan desa di Desa Polobogo telah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Selanjutnya penelitian ini akan melihat bagaiamana kesesuaian penerapan, pemanfaatan, dan pengelolaan dana desa menurut permendagri no. 113 tahun 2014. Selain itu juga akan mengidentifikasi faktor yang menjadi penghambat penerapan, pemanfaatan, dan pengelolaan dana desa menurut permendagri no.113 tahun 2104 tersebut beserta upaya pemerintah setempat melakukan exit strategy. KERANGKA TEORETIS Teori Keuangan Desa Istilah keuangan pada mulanya berasal dari terjemahan kata monetary atau moneter. Sedangkan kata yang lain yakni finance mempunyai makna atau arti sebagai pembiayaan. Dalam diskursus penglolaan anggaran ada istilah keuangan Negara, yakni terminologi yang 29 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

biasa dikaitkan dengan public finance. Maka itu finance atau pembiayaan adalah kegiatan yang berkaitan secara spesifik dengan anggaran atau dalam hal ini riilnya adalah uang. Prof Padmo Wahyono memberikan pengertian keuangan negara yaitu APBN plus dikatakan bahwa: APBN adalah anggaran pendapatan dan belanjanya pemerintah pusat. kekayaan Negara yang dipisahkan untuk mendirikan perusahaan milik Negara bukanlah penge luaran konsumtif melainkan pengeluaran produktif yang diusahakan untuk menjadi sumber pendapatan baru bagi APBN. Dengan perkataan lain, meskipun dipisahkan dari APBN, namun dalam waktu tertentu dan secara berangsur-angsur diharapkan dapat 'bergabung' kembali. APBN diadakan berdasarkan atas kuasa undangundang yang membagi wilayah Negara kesatuan kita menjadi daerah-daerah otonom. Demikian juga kedudukan perusahaan daerah terhadap APBD adalah serupa dengan kedudukan perusahaan milik pusat terhadap APBN Jimly Assiddiqie berpendapat keuangan daerah sebenarnya adalah juga keuangan Negara (Jimly Asshiddiqie, 2008). Desa sebagai kesatuan pemerintahan terkecil dalam pemerintahan Indonesia memiliki sistem keuangan tersendiri yang terintegral kedalam pendapatan asli desa dan merupakan bagian dari APBN. Diagram Sumber Keuangan Desa (Google.com) Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa pendapatan desa terbagi menjadi tujuh bagian diantaranya: (1) Pendapatan Asli Desa; (2. Alokasi APBN; (3) Bagian dari PDRD Kabupaten /kota; (4). Alokasi Dana Desa (ADD); (5) Bantuan Keuangan dari APBN Provinsi /kota Kabupaten; (6). Hibah dan sumbangan pihak ketiga; (7). Lain-lain pendapatan yang sah. Dari ketujuh poin diatas, Dana Desa (DD) memiliki posisi yang sangat strategis bagi pendapatan desa. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Dana Desa paling banyak digunakan untuk pembangunan desa, selanjutnya diikuti oleh pemberdayaan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. Pragmatisme keuangan desa, pada awal pengaturannya adalah melalui Peraturan Menteri dalam Negeri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Permendagri tersebut ditelurkan bertujuan untuk memudahkan para kuasa anggaran setempat dalam pelaksanaan 30 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

pengelolaan atau manajemen keuangan desa. Ada harapan ideal dari aturan itu, yakni implementasinya tidak menimbulkan multitafsir yang membingungkan dan berpotensi berujung pidana. Melalui instrument yuridis tersebut, desa dapat mewujudkan pengelolaan keuangan yang sangkil dan mangkus. Bukan itu saja, diharapkan pula dapat diwujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik dan berintegritas. Tata kelola yang baik itu indikatornya adalah adanya penerapan tiga pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Dengan itu, maka mekanisme penyusunan APBDesa yang diatur dalam Permendagri tersebut akan menjelaskan siapa yang bertanggungjawab, dan kepada siapa bertanggungjawab, dan bagaimana cara pertanggungjawabannya. Untuk itu perlu ditetapkan sebuah pedoman umum tatacara pelaporan dan model pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintah desa, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 35 Tahun 2007. Dalam perjalanannya seiring dengan perkembangan otonomi desa maka pengaturan keuangan desa mengalami berbagai perubahan. Dana Desa Batasan konseptual mengenai dana desa ialah dana yang diterima desa setiap tahun, dimana dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa. Dana desa tersebut dikucurkan dengan cara ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan dengan peruntukan guna membiayai penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat di daerah pedesaan. Beriringan dengan visi Pemerintah untuk Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam Kerangka NKRI, dialokasikan dana yang lebih besar pada APBN-P 2016 untuk memperkuat pembangunan desa. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Pasal 11 ayat (3) mengatur bobot untuk jumlah penduduk sebesar 30%, luas wilayah 20% dan angka kemiskinan sebesar 50% dan dikalikan dengan Indeks Kemahalan Kontruksi Kabupaten. Data yang digunakan adalah sumber data dari perhitungan Alokasi Dana Umum (DAU). Kemudian Peraturan Pemerintah tersebut direvisi dengan rincian untuk jumlah penduduk bobotnya sebesar 25%, luas wilayah 10%, angka kemiskinan 35% dan Indeks Kesulitan Geografis sebesar 30%. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan eksploratori (exploratory approach.) Metode penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2015) sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Metode kualitatif ini dipilih agar data yang diperoleh akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Menurut Arikunto (2010) metode eksploratori adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menggali suatu informasi. Ibrahim (2015) menjelaskan bahwa pendekatan eksploratori dalam penelitian kualitatif adalah cara kerja penelitian yang dimaksudkan untuk menemukan lebih jauh dan mendalam terhadap kemungkinan-kemungkinan lain dari permasalahan yang diteliti. Dengan pendekatan eksploratori, penelitian tidak lagi sekedar menggambarkan atau melukiskan atau menjelaskan seperti apa adanya realitas yang dikaji sebagaimana pada metode deskriptif. Menurut Satori dan Komariah (2013) dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber, dan berbagai cara. 31 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (a) Wawancara. Sugiyono (2015) mengemukakan bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Dalam penelitian ini wawancara digunakan untuk menggali hal-hal penting dan menarik untuk diungkapkan dalam penelitian sehubungan dengan Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Desa di Kecamatan Damau yang mengacuh pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, untuk pengelolaan Dana Desa sedangkan untuk pemanfaatan Dana Desa mengacuh pada Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 21 tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016. Jawaban dari informan tidak dibatasi oleh penulis sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya mengenai pengelolaan dan pemanfaatan Dana Desa. Wawancara dilakukan dengan menggunakan jenis In-depth interviews dengan metode semi terstuktur dengan durasi waktu 30-60 menit dan menggunakan alat perekam tape recorder. Pengumpulan data selanjutnya (b) Dokumentasi. Menurut Ibrahim (2015:93) dokumen atau dokumentasi dalam penelitian mempunyai 2 (dua) makna yang pertama dokumen yang dimaksudkan sebagai alat bukti tentang sesuatu, termasuk catatan-catatan, foto, rekaman video atau apapun yang dihasilkan oleh peneliti. Kedua dokumen yang berkenaan dengan peristiwa atau momen atau kegiatan yang telah lalu, yang padanya mungkin dihasilkan sebuah informasi, fakta dan data yang diinginkan dalam penelitian. DISKUSI Pengelolaan APBDes Desa Polobogo Pendapatan APBDes Polobogo diperoleh dari PADesa yakni hasil sewa tanah bengkok, bagi hasil dari ibu kepala desa, pendapatan transfer, dan pendapatan lain-lain. Selain dari pendapatan tersebut biasanya desa Polobogo juga akan menerima SILPA pada tahun sebelumnya sebagai sumber pembiayaan untuk tahun selanjutnya karena di desa Polobogo jarang sekali terjadi defisit. Pengelolaan APBDesa untuk keseluruhan Kabupaten Semarang termasuk di Desa Polobogo, sudah wajib mengacu kepada Permendagri No.113 Th.2014 dimana harus mencakup kepemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan. Pengelolaan keuangan dilaksanakan secara transparan dengan pembuatan MMT yang berisikan hasil pemanfaatan APBDes yang dipasang dibeberapa titik wilayah desa Polobogo sebagai wujud transparansi pengelolaan APBDes. Laporan keuangan juga akan disusun secara akuntabel yang mana laporan tersebut nantinya akan dibacakan dalam Musrenbang. APBDes Polobogo dikelola oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yakni Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendhahara Desa dan anggota PTPKD lainnya sebagai penanggung jawab pengelola keuangan APBDes Polobogo. Proses Perencanaan APBDes Desa Polobogo Proses perencanaan keuangan Desa Polobogo meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang disusun secara berjangka dan ditetapkan dengan peraturan desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dalam jangka waktu 6 tahun melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Musrenbangdes adalah forum musyawarah yang membahas usulan-usulan rencana kegiatan pembangunan desa yang 32 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

berpedoman pada prinsip pembangunan partisipasi masyarakat desa, serta transparasi pemerintah kepada masyarakat. Musrenbangdes diadakan untuk membahas dan menyepakati Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dalam jangka pendek untuk 1 tahun berdasarkan RPJMDes dengan diwakili para Kader Pemerdayaan Masyarakat Desa (KPMD). Dalam jangka 1 tahun sekali RKPDes akan dievaluasi, suatu kegiatan yang mulanya tidak terncantum dalam RPJMDes akan disepakati dalam RKPDes apabila bersifat darurat. Proses Pelaksanaan APBDes Desa Polobogo Proses pelaksanaan APBDes adalah rangkaian kegiatan untuk melaksanakan APBDes dalam satu tahun anggaran yang dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Desa Polobogo melaksanakan APBDes dalam 1 tahun anggaran dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) di Desa Polobogo selalu menyusun rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan yang menjadi dasar pengajuan surat permintaan pembayaran (SPP). Proses Pertanggungjawaban APBDes Desa Polobogo Proses pertanggungjawaban Desa Polobogo, bendahara desa wajib melaporkan penggunaan dana anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) kepada kepala desa. Tanggungjawab tersebut harus dibuat secara rinci dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk sistem pelaporannya digunakan sistem aplikasi siskeudes, yakni aplikasi khusus untuk pelaporan APBDes secara online. Dalam penggunaan siskeudes, apabila data telah diisikan dan dikirim ke Dinas Pemberdayaan Desa, maka data tidak dapat diubah lagi. Penginputan data siskeudes meliputi perencanaan RKPDes, SKTPK, SKKPMD, SPJ, dll. Selain itu PTPKD Desa Polobogo juga akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban APBDes kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dan Kejaksaan. Siklus Keuangan Desa (keuangandesa.info) 33 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

Faktor penghambat pemanfaatan dan pengelolaan APBDes Desa Polobogo Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak hanya memiliki tujuan untuk pembangunan desa, namun juga untuk pemberdayaan dan pembinaan masyarakat. Dalam pemanfaatan dan pengelolaan APBDes di desa Polobogo terdapat beberapa faktor penghambat yaitu : (1) Kualitas SDM masyarakat dalam memahami fungsi dan manfaat dari APBDes. Masyarakat desa Polobogo memiliki persepsi bahwa APBDes hanyalah untuk pembangunan fisik desa saja. Masyarakat desa Polobogo kurang memaksimalkan penggunaan APBDes untuk pemberdayaan masyarakat, (2) Keengganan masyarakat untuk tahu pengalokasian APBDes apakah telah disalurkan dengan sebagaimana mestinya atau masih dalam kendala. Implementasi Permendagri no. 113 tahun 2014 Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti dapat dilihat bahwa secara garis besar pengelolaan dana desa di Desa Polobogo telah sesuai dengan permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan dana desa. Berikut adalah analisis peneliti dengan indikator pengelolaan keuangan desa di Desa Polobogo berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014: Desa Polobogo Permendagri no. 113 tahun 2014 Ket. Perencanaan keuangan Desa Polobogo mengacu pada (RPJMDes) yang disusun secara berjangka dan ditetapkan dengan peraturan desa Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa tahun berkenaan dengan mengacu pada RPJMDes Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dalam jangka waktu 6 tahun melalui Musyawarah Perancanaan pembangunan Desa Musrenbangdes yang diadakan untuk membahas dan menyepakati RKPDes dalam jangka pendek untuk 1 tahun dengan diwakili para Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) Dalam melaksanakan APBDes di Desa Polobogo selalu menyusun rencana anggaran biaya (RAB) untuk setiap kegiatan yang menjadi dasar pengajuan surat permintaan pembayaran (SPP) Bendahara desa telah melaporkan penggunaan dana anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) kepada kepala desa sesuai dengan ketentuan yang berlaku PTPKD Desa Polobogo juga menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dan Kejaksaan Rancangan peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama melalui musrenbangdes Berdasarkan rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran 34 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

Faktor penghambat pengelolaan APBDes Informasi terkait penggunaan APBDes belum dipahami secara menyeluruh oleh masyarakat di Polobogo sehingga melahirkan Sumber daya manusia yang belum menunjang untuk dapat mengelola APBDes secara ahli. Keadaan tersebut diatas juga lahir atas dasar keengganan masyarakat di Polobogo itu sendiri untuk mengetahui pengolahan anggaran APBDes. Pemerintah setempat melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai penggunaan APBDes, penyuluhan dilakukan dari tingkat Rukun Tetangga, Rukun Warga hingga Kelurahan. Pemerintah setempat juga memberikan contoh nyata penggunaan APBDes yang bukan hanya digunakan untuk pembangunan fisik desa berupa penggelontoran dana bantuan untuk acara peringatan haribesar agama dan nasional, bantuan dana untuk posyandu guna kesehatan anak-anak di Polobogo. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Dalam proses pengelolaan, perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDes desa Polobogo sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.113 Tahun 2014, (2) Dalam proses pengelolaan APBDes desa Polobogo terdapat dua hambatan yang dihadapi yakni permasalahan akan kualitas SDM dan faktor ketidak ingin tahuan masyarakat akan pengalokasian APBDes.. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan diatas peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) Pengelolaan, perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban APBDes yang sudah sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014 harus senantiasa dipertahankan untuk pembangunan desa yang lebih baik, (2) Untuk mengatasi kualitas SDM masyarakat desa Polobogo mengenai APBDes, sebaiknya PTPKD yang dibantu oleh KPMD mengadakan sosialisasi dengan memberikan penjelasan dan pengarahan tentang fungsi dari APBDes disetiap pertemuan RT/RW. Dan pemanfaatan APBDes dalam segi pemberdayaan masyarakat dinilai lebih memiliki banyak kemanfaatan daripada hanya memanfaatkannya untuk pembangunan. Karena, dengan pemberdayaan masyarakat yang bagus diharapkan desa Polobogo akan menjadi desa mandiri yang tidak perlu lagi mengandalkan bantuan APD maupun Pemerintah seperti yang diharapkan pemerintah. Dengan adanya pembinaan ini diharapkan masyarakat dengan kualitas SDM yang lebih baik dapat menghilangkan rasa ketidak ingin tahuannya akan pengalokasian APBDes, dan ikut menyumbang ide juga bisa bekerjasama dengan pemerintah desa Polobogo dalam memanfaatkan dan mengelola APBDes di desa Polobogo, dan (3) Selain itu untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian pada beberapa Desa yang lain agar dapat menggambarkan secara umum dan luas penyajian laporan keuangan pemerintah desa. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly (2008). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Arifiyanto, D. F., & Kurrohman, T. (2014). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa. Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 2 (3), 473-485. Fitriani, W. D., Susyanti, J., & Abs, M. K. (2017). Analisis Perencanaan Keuangan Desa Menurut Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 ( Studi Kasus di Desa 35 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR

Masangan Wetan Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo Tahun 2017). E-Jurnal Reset Manajemen, 46-56. Kadjudju, D., Morasa, J., & Lambey, R. (2017). Analisis Penerapan Permendagri No.113 Tahun 2014 dalam Jurnal Riset Akuntansi Going Concern 12(1), 160-168. Manto, H., & Djaelani, A. Q. (N.D.). Analisis Perencanaan Pengelolaan Keuangan Desa (Studi pada Desa Trapang Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang). E-Jurnal Reset Manajemen, 39-53. Noverman, Y. (2018). Analisis Kesesuaian Pengelolaan Dana Desa Dengan Peraturan Perundang-undangan (Studi Kasus di Nagari Bukit Bual Kabupaten Sijunjung). Jurnal Analisis Kebijakan Dan Pelayanan Publik, 68-81. Sofiyanto, M., Mardani, R. M., & Salim, M. A. (N.D.). Pengelolaan Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan. E Jurnal Riset Manajemen Prodi Manajemen. Tikollah, M. R., & Ngampo, M. Y. (2018). Analisis Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) di Kecamatan Mare Kabupaten Bone. Jurnal Ekonomi Dan Pendidikan, 87-96. 36 ISNANTIYA S, EKA RESMI H, NURIKA R A, MUAMMAR T L M, SAIFUL ANWAR