Delapan kasus mencekam yang memiliki satu kesamaansemuanya dipecahkan dengan brilian oleh Miss Marple



dokumen-dokumen yang mirip
2. Gadis yang Dijodohkan

Pertama Kali Aku Mengenalnya

Kura-kura dan Sepasang Itik

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

Sayang berhenti menangis, masuk ke rumah. Tapi...tapi kenapa mama pergi, Pa? Masuk Sayang suatu saat nanti pasti kamu akan tahu kenapa mama harus

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

Always Proper, Suddenly Scandalous

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul.

Buku BI 1 (5 des).indd 1 10/12/2014 8:43:03

KISSING THE MAID OF HONOR


- Sebuah Permulaan - - Salam Perpisahan -

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap

AKHIR PERJALANAN. ( Kisah Tentang Kehidupan ) Aghana V Idents. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

Fiction. John! Waktunya untuk bangun!

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus

Mengajarkan Budi Pekerti

Puzzle-Puzzle Fiksi. Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan. menginspirasi pembaca

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

.satu. yang selalu mengirim surat

sudah rapi kembali setelah dicukur. Ruangan-ruangan didalam bangunan ini sangat

Seorang gadis sedang berjalan bahagia di

HANYA KAMU BAB 1 AMANDA

pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis.

dan/atau huruf g untuk Peng gunaan Secara Komer sial di pidana dengan

Cermin. Luklukul Maknun

AKU AKAN MATI HARI INI

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya

KOPI DI CANGKIR PELANGI..

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

SATU. Plak Srek.. Srek

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

Cinta, bukan satu hal yang patut untuk diperjuangkan. Tapi perjuangan untuk mendapatkan cinta, itulah makna kehidupan. Ya, lalu mengapa...

Siang itu terasa sangat terik, kami merasa lelah

ayahku selalu mengajarkan bahwa kita harus selalu menghormati orang yang lebih tua. Ambillah sendiri. Kau kenapa nak? Sepertinya ada masalah?

Dari jarak sepuluh meter bisa kukenali siapa lelaki yang duduk menundukkan kepalanya dan bertumpu pada lengannya yang ia letakkan di atas lutut.

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan

Segera jemput dia di bandara! Dan bawa kemari! Awas, jika dia melarikan diri! Siap, Pak! ~1~ Bandara Soekarno Hatta, am. Pesawat dari Singapura

Air mataku berlinang-linang sewaktu dokter mengatakan

Menjalani Hukuman 85

Kierkegaard dan Sepotong Hati

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Tidak, sayang. Nanti kau sakit, tegas Maya sambil mengusap rambut Amanda yang panjang terurai.

Belajar Memahami Drama

Marwan. Ditulis oleh Peter Purwanegara Rabu, 01 Juni :25

Buku BI 2 (9 des).indd 1 11/12/ :46:33

Anam Rufisa. Catatan Anak Kelinci. Penerbit. Ana Monica Rufisa

Tanggal kelima belas bulan Juni. Purnama bersinar

Level 2 Pelajaran 12

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)

Pekerjaan. Menghargai kelebihan orang lain merupakan wujud sikap memiliki harga diri

Aku Tidak Mengerti Orang Biasa

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

ROSE PAPPER AND BLOODY LILY Part 1

Kisahhorror. Fiksi Horror #1: A Midnight Story. Penerbit Dark Tales Inc.

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat

Suzy melangkahkan kaki memasuki lift gedung tempatnya bekerja. Beberapa orang wanita yang tidak ia kenal akrab mengikutinya dari belakang.

Yesus Kristus. David C Cook. All Rights Reserved. Kisah tentang

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

"Apa begitu sulit untuk memulai hidup dengan seorang fotografer?" tanyanya saat aku

CINTA TELAH PERGI. 1 Penyempurna

Bintang Pembuka. Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang.

Stupid Love. June 21 st, 2013

oooooooo "Park Shinhye!!!!!"

Berlatih Membuat dan Mengetahui Sesuatu

Penerbit PT Elex Media Komputindo

PAGI itu Tahir dengan terburu-buru menuju

MENGAMPUNI ORANG LAIN

hijau tuanya, jam tangannya dan topinya. Ia sempat melihat Widya masih sedang membuat sarapan di dapur dekat kamar mandi. Dan pada saat kembali ke

The lost Bone ANNE SPOLLEN

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja

DAFTAR ISI. Christmas Gift 5. Helai Daun Terakhir 17. Houi Dan Chana 27. Issun Boushi 35. Ikkyuu-San 85. Lukisan Sang Putri 61.

Satu Hari Bersama Ayah

Behind the sea there s a kingdom where I could see your sweet smile.

MORIENDO. Terlihat uluran tangan yang melepaskan butiran-butiran yang begitu cemerlang bagaikan kristal ke angkasa

Tukang Grafir. Dari Kumpulan Cerpen "Keberanian Manusia"

Level 1 Pelajaran 6 PERTOBATAN

Kisah Mikhail. Jaman dahulu kala di Rusia hidup pasangan suami-istri Simon dan Matrena. Simon

Yang Mencinta dalam Diam

MUARA HATI. Sedikit rasa curiga yang sempat terlihat dari matanya, kini hilang tak bersisa. Terlebih saat

No Oedipus Complex Keterangan Dialog dalam novel Halaman Ya Tidak. Kemudian ayah itu, selalu tidak sabar, akan lompat dari kedua orang tua yang tidak

Peter Swanborn, The Netherlands, Lima Portret Five Portraits

Ketika mimpi menjadi sebuah bayangan, aku menanyakan "kapan ini akan terwujud?" Mungkin nanti, ketika aku telah siap dalam segalagalanya

Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite

Alifia atau Alisa (2)

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan

KISAH KISAH YANG HAMPIR TERLUPAKAN

Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku!

Kisah Dari Negeri Anggrek

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi.

László Hankó: Kebahagiaan Marina

Aku tau apa yang kau rasakan, John. Rumah ini adalah hasil jerih payah kita selama ini. Tapi aku tak mau John, jika harus tinggal disini lagi.

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak

Sahabat Terbaik. Semoga lekas sembuh ya, Femii, Aldi memberi salam ramah. Kemarin di kelas sepi nggak ada kamu.

Ayo, minum, katanya seolah mengajaknya ikut minum bersamanya.

Transkripsi:

Agatha Christie Kasus-kasus Terakhir Miss Marple Pertama-tama, cerita tentang seorang pria tak dikenal yang muncul di gereja dengan luka tembak di tubuhnya lalu teka-teki harta karun peninggalan seorang lelaki tua yang eksentrik kelakuan aneh seorang penunggu rumah setelah suatu kecelakaan berkuda yang mencurigakan jenazah seorang wanita dan kaitannya dengan tali pengukur gadis yang dituduh melakukan pencurian kasus boneka yang aneh dan menakutkan., misteri cermin yang memantulkan bayangan seorang wanita yang ditikam oleh suaminya dan cerita tentang pengalaman Miss Marple. Delapan kasus mencekam yang memiliki satu kesamaansemuanya dipecahkan dengan brilian oleh Miss Marple Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 2426, Lt.6 Jakarta 10270 ISBN 979-605-829-4 Sanksi Pelanggaran Pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujnh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara pating lama S (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah). AGATHA CHRISTIE KASUS-KASUS TERAKHIR MISS MARPLE Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1997 MISS MARPLES FINAL CASES by Agatha Christie Copyright Š 1979 by Agalha Christie All rights reserved.

KASUS-KASUS TERAKHIR MISS MARPLE Alih bahasa: Ny. Suwami A.S GM 402 97.829 Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta November 1997 Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT) CHRISTIE, Agalha Kasus-kasus Terakhir Miss Marple/Agatha Christie; alih bahasa, Ny. Suwami A.SJakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997 192 him. ; 18 cm. Judul Asli : Miss Marple s Final Cases ISBN 979-605 - 829-4 1. Judul n. A.S., Ny. Suwami 813 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di lnar tanggung jawab percetakan ISI 1. Perlindungan 2. Lelucon yang Aneh 38 3. Pembunuhan dengan Pita Pengukur 57 4. Kasus si Penjaga Rumah 79 5. Kasus Pelayan yang Sempurna 101 6. Miss Marple Bercerita 123 7. Boneka sang Penjahit 138 8. Teka-teki Piinlulan Cermin 168 Perlindungan Wantta itu membelok di rumah kediaman Pendeta, dengan membawa sepemeluk penuh bunga krisan. Ia istri sang pendeta. Pada sepatunya yang kokoh melekat tanah kebun, di hidungnya juga terdapat tanah sedikit, tapi hal itu sama sekali tak disadarinya. Dengan agak susah payah ia membuka pintu pagar rumah yang berkarat dan sudah setengah tergantung pada engselnya. Angin berembus meniup topi lakennya yang sudah tua, hingga topi itu makin miring di kepalanya. Masa bodoh! kata Bunch. Orangtuanya dengan optimis menamainya Diana, tapi pada usia muda nama Mrs. Harmon telah

berubah menjadi Bunch, dan sejak itu nama tersebut melekat padanya. Sambil membawa bunga-bunga krisan itu, ia melewati pekarangan dan langsung ke pintu gereja. Udara bulan November terasa lembut dan lem-bap. Awan bertumpuk-tumpuk di langit, diselingi warna biru di sana-sini. Di dalam gereja gelap dan dingin. Alat pemanas dinyalakan hanya bila ada misa. Brrrr! kata Bunch Kedinginan. Sebaiknya cepat-cepat kuselesaikan tugasku ini. Aku tak ingin mati kedinginan. Dengan gesit diambilnya apa-apa yang diperlukannya: jambangan-jambangan, air, dan pakupaku bunga. Sayang tidak ada bunga lili, pikir Bunch. Aku sudah bosan dengan bunga krisan yang kurus kering ini. Jemarinya yang kaku mengatur bunga di wadahnya. Hasil penataannya tidak, istimewa dan tidak berseni, karena Bunch Harmon sendiri puntidak istimewa dan tidak berseni. Namun rangkaian bunga itu sederhana dan menyenangkan. Sambil membawa jambangan-jambangan itu dengan hati-hati, Bunch melangkah ke arah meja persembahan. Pada saat itu matahari muncul dari balik awan. Cahayanya menembus jendela sebelah timur yang terbuat dari kaca berwarna yang agak kasar, yang sebagian besar berwarna biru dan merahpemberian seorang jemaat yang kaya. Keindahan yang mendadak itu terasa agak mengejutkan. Seperti permata, pikir Bunch. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan ia memandang lurus ke depan. Di tangga ke arah mimbar, sesosok tubuh gelap meringkuk. Setelah meletakkan bunga-bunga dengan hati-hati, Bunch mendatangi sosok itu dan membungkuk. Seorang laki-laki terbaring di situ, dengan tubuh meringkuk. Bunch membungkuk, lalu lambat-lambat dan perlahan-lahan membalikkan tubuh itu. Dirabanya nadi laki-laki itunadi itu demikian lemah dan perlahan, hingga sudah jelaslah keadaan orang itu, apalagi melihat wajahnya yang pucat pasi. Laki-laki ini pasti sudah sekarat, pikir Bunch. Laki-laki itu berumur sekitar empat puluh lima tahun, berpakaian kumal warna gelap. Bunch meletakkan tangan yang sudah tak berdaya itu dan memandangi tangan satunya. Tangan itu terkepal di dada. Setelah melihat dengan lebih cermat, tampak olehnya bahwa jemarinya menggenggam sesuatu seperti kain lebar atau saputangan yang ditekankan kuatkuat di dada. Di sekitar tangan yang terkepal itu terdapat cairan cokelat yang sudah mengering, yang menurut dugaan Bunch adalah darah kering. Bunch berjongkok dan mengerutkan alisnya. Selama itu mata laki-laki itu tertutup, tapi lalu tiba-tiba terbuka dan menatap wajah Bunch. Mata itu tidak kelihatan hampa atau menerawang, melainkan hidup dan tampak cerdas. Bibirnya, bergerak. Bunch membungkuk untuk menangkap apa yang dikatakannya. Ternyata orang itu hanya mengucapkan satu kata. SanctuaryPerlindungan. Bunch serasa melihat seulas senyum lemah ketika laki-laki itu mengucapkan kata tersebut. Tak mungkin salah, karena tak lama kemudian ia berkata lagi, Perlindungan. Lalu, sambil mendesah panjang dan lemah, matanya terkatup lagi. Sekali lagi Bunch meraba nadi 9 nya. Masih terasa, tapi kini makin lemah dan makin tidak teratur. Bunch bangkit dengan tegas. Jangan bergerak, katanya, atau mencoba bergerak Aku akan mencari bantuan.

Mata laki-laki itu terbuka lagi, tapi kini agaknya ia memusatkan perhatian pada cahaya warna-warni dari jendela di sisi timur. Ia menggumamkan sesuatu yang tidak tertangkap oleh Bunch. Bunch terkejut karena mengira yang diucapkan laki-laki itu mungkin nama suaminya. Julian? tanyanya. Anda kemari akan menemui Julian? Tak ada jawaban. Laki-laki itu terbaring dengan mata tertutup, napasnya lambat dan tersengal-sengal. Bunch berbalik, lalu cepat-cepat meninggalkan gereja. Ia melihat ke arlojinya, lalu mengangguk dengan rasa puas. Dr. Griffiths pasti masih ada di tempat prakteknya. Tempat itu hanya berjarak beberapa menit dari gereja, la masuk tanpa mengetuk atau menekan bel terlebih dahulu, melewati ruang tunggu, dan langsung ke ruang pemeriksaan dokter. Kau harus segera datang, kata Bunch. Ada laki-laki yang sekarat di gereja. Beberapa menit setelah memeriksa dengan berlutut, Dr. Griffiths bangkit. Bisakah kita memindahkannya ke rumah Pendeta? Di sana aku bisa menanganinya dengan lebih baik, meskipun sudah tak ada gunanya lagi. Tentu, kata Bunch. Aku akan pergi untuk mempersiapkan segala sesuatu. Sebaiknya kupanggil 10 Harper dan Jones untuk membantumu mengangkatnya, ya? Terima kasih. Aku bisa menelepon dari rumah pendeta Untuk minta didatangkan ambulans, tapi kurasa saat ambulans datang la tidak menyelesaikan kata-katanya. Perdarahan di dalam, ya? tanya Bunch. Dr. Griffiths mengangguk. Entah bagaimana dia sampai bisa kemari? katanya. Kurasa sudah semalaman dia di sini, kata Bunch. Harper biasanya membuka pintu gereja di pagi hari, tapi biasanya dia sendiri tidak masuk. Lima menit kemudian, Dr. Griffiths meletakkan alat penerima telepon dan kembali ke ruang duduk. Orang yang terluka itu terbaring di atas selimut yang diatur cepat-cepat di sofa. Bunch memindahkan baskom berisi air dan berbenah setelah dokter itu selesai memeriksa. Nah, sudah selesai, kata Griffiths. Aku sudah minta didatangkan ambulans dan sudah memberi-tahu polisi. Dengan dahi berkerut ia memandangi pasien yang terbaring dengan mata tertutup itu. Tangan kirinya bergerak-gerak tak menentu di sisinya. Dia ditembak, kata Griffiths. Ditembak dari jarak yang cukup dekat. Saputangannya digulungnya dan disumbatkannya pada lukanya untuk menghentikan perdarahan. Mutigkinkah dia berjalan jauh setelah ditembak? tanya Bunch. Oh ya, itu mungkin saja. Pernah seseorang 11 yang luka parah bisa bangkit dan berjalan, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, lalu tiba-tiba jatuh lima atau sepuluh menit kemudian. Jadi, mungkin saja dia tidak ditembak di dalam gereja. Tidak. Mungkin dia ditembak di tempat yang agak jauh. Tentu ada kemungkinan dia menembak dirinya sendiri, lalu menjatuhkan pistolnya, dan berjalan terhuyung-huyung ke arah gereja. Entah mengapa dia menuju gereja dan tidak menuju rumah pendeta.

Oh, aku tahu, kata Bunch. Dia berkata, Perlindungan.Dokter memandangi Bunch. Perlindungan? Ini Julian, kata Bunch sambil memalingkan kepala ketika mendengar langkah-langkah kaki suaminya di lorong rumah. Julian! Mari sini. Pendeta Julian Harmon memasuki ruangan itu. Sikapnya yang terpelajar selalu membuatnya kelihatan jauh lebih tua daripada umurnya yang sebenarnya. Astaga! kata Julian Harmon, sambil memandangi peralatan kedokteran dan sosok yang tak bergerak di sofa. Bunch menjelaskan dengan gayanya yang ringkas. Dia berada di dalam gereja, sekarat. Dia ditembak. Kenalkah kau padanya, Julian? Kalau tidak salah, dia menyebut namamu. Pendeta mendekati sofa dan memandangi laki-laki yang sekarat itu. Kasihan, katanya, lalu menggeleng. Tidak, aku tidak kenal padanya. Aku yakin aku tak pernah melihatnya. Pada saat itu, laki-laki yang sekarat itu membuka matanya lagi. Mata itu terarah pada Dokter, pada 12 Julian Harmon, dan kemudian pada istrinya. Mata itu terus menatap ke wajah Bunch Griffiths mendekat. Coba ceritakan pada kami, desaknya. Tapi dengan mata tetap menatap Bunch, laki-laki itu berkata dengan suara lemah, Tolonglah tolonglah. Lalu dengan getaran kecil ia meninggal. Sersan Hayes menjilat pensilnya, lalu membalik halaman buku catatannya. Jadi, hanya itu yang bisa Anda ceritakan, Mrs. Harmon? Hanya itu, kata Bunch. Ini barang-barang dari saku mantelnya. Di meja, di dekat siku Sersan Hayes, terletak sebuah dompet, sebuah arloji tua yang sudah pecah kacanya dan bertuliskan huruf-huruf W.S., dan sobekan karcis ke London. Hanya itu. Anda sudah tahu siapa dia? tanya Bunch. Ada orang-orang bernama Mr. dan Mrs. Eccles yang menelepon ke kantor polisi. Agaknya dia saudara laki-laki Mrs. Eccles. Namanya Sandbourne. Sudah beberapa lama kurang sehat dan menderita gangguan saraf. Akhir-akhir ini keadaannya memburuk. Kemarin dulu dia keluar dan tidak kembali. Dia membawa pistol. Lalu dia kemari dan menembak dirinya sendiri dengan pistol itu? tanya Bunch. Mengapa? Yah, katanya dia dalam keadaan tertekan. Bukan itu maksudku, sela Bunch. Maksudku, mengapa di sini? 13 Karena Sersan Hayes tidak tahu jawaban atas pertanyaan itu, maka ia memberikan jawaban lain. Dia datang kemari naik bus jam lima lewat sepuluh. Benar, kata Bunch. Tapi mengapa? Aku tidak tahu, Mrs. Harmon, kata Sersan Hayes. Tak ada penjelasannya. Kalau pikiran orang sudah terganggu

Dia mungkin melakukannya di mana saja, kata Bunch, menyelesaikan kalimat si sersan. Tapi aku tetap beranggapan bahwa dia tak perlu naik bus ke desa kecil seperti ini. Dia tidak kenal siapa-siapa di sini, bukan? Sejauh ini, itu tak bisa dipastikan, kata Sersan Hayes. Ia berdeham, laiu bangkit. Mungkin Mr. dan Mrs. Eccles akan datang menemui Anda, Ma am. Itu pun kalau Anda tidak keberatan. Tentu saja aku tidak keberatan, kata Bunch. Itu biasa. Aku hanya berharap alangkah baiknya kalau aku bisa menjelaskannya pada mereka. Aku harus pergi, kata Sersan Hayes. Sambil mengantar si sersan ke pintu depan, Bunch berkata, Untunglah itu bukan pembunuhan. Sebuah mobil sedang menuju pintu gerbang kediaman pendeta. Sersan Hayes yang melihat mobil itu berkata, Kelihatannya itu Mr..dan Mrs. Eccles yang datang untuk berbicara dengan Anda, Ma am. Bunch membesarkan hatinya sendiri untuk menanggung tugas yang rasanya sulit ini. Bagaimanapun, pikirnya, aku masih bisa meminta Julian membantuku. Kehadiran seorang pendeta akan sa 14 ngat menghibur bagi orang-orang yang sedang berduka cita. Bunch tak pernah membayangkan, seperti apa Mr. dan Mrs. Eccles itu, tapi ketika menyambut mereka, ia terkejut. Mr. Eccles bertubuh besar dan tegap, agaknya bersifat ceria dan Jenaka. Mrs. Eccles tampak agak mencolok. Mulutnya kecil, lancip, dan tampak jahat. Suaranya kecil melengking. Anda tentu bisa membayangkan bahwa ini mengejutkan sekali, Mrs. Harmon, katanya. Oh, saya mengerti, kata Bunch. Pasti begitu. Silakan duduk. Bolehkah saya menawarkan yah, mungkin terlalu awal untuk minum teh. Mr. Eccles mengangkat tangan; jemarinya pendek-pendek. Tidak, jangan suguhkan apa-apa pada kami, katanya. Anda baik sekali. Kami hanya ingin tahu yah apa yang dikatakan oleh William. Dia sudah lama di luar negeri, kata Mrs. Eccles, dan saya rasa dia sudah mengalami beberapa kejadian mengerikan. Sejak kembali, dia banyak diam dan tampak tertekan. Katanya dunia ini sudah tak pantas lagi didiami dan tak ada yang bisa diharapkan. Kasihan Bill, dia selalu murung. Beberapa lamanya Bunch memandangi mereka tanpa berkata apa-apa. Dia mencuri pistol suami saya, lanjut Mrs. Eccles. Tanpa kami ketahui. Lalu agaknya dia kemari naik bus. Saya rasa dia merasa senang melakukannya. Dia tak ingin melakukannya di rumah kami. 15 Kasihan, kasihan, kata Mr. Eccles sambil mendesah. Kita tak bisa menyalahkannya. Keadaan sepi sebentar, lalu Mr. Eccles bertanya, Apakah dia meninggalkan pesan? Katakata terakhir umpamanya? Matanya yang cerah dan seperti mata babi memandangi Bunch dengan cermat. Mrs. Eccles

pun membungkuk, seperti ingin sekali mendengar jawabannya. Tidak, kata Bunch dengan tenang. Dia masuk ke gereja waktu dia sudah sekarat, untuk mencari perlindungan. Dengan nada heran Mrs. Eccles berkata, Perlindungan? Saya kurang Mr. Eccles menyela, Astaga, Sayang, katanya tak sabaran. Itulah maksud ibu pendeta. Kau kan tahu bahwa bunuh diri itu suatu dosa. Kurasa dia ingin minta ampun. Dia mencoba mengatakan sesuatu sebelum meninggal, kata Bunch. Dia mulai dengan berkata Tolonglah, tapi hanya itu yang bisa diucapkannya. Mrs. Eccles menyeka matanya dengan saputangan dan terisak. Aduh, katanya. Membingungkan sekali, ya? Sudahlah, Pam, kata suaminya. Jangan diambil hati. Memang sudah demikian keadaannya. Kasihan Willie. Tapi sekarang dia sudah tenang. Yah, terima kasih, Mrs. Harmon. Saya harap kami tidak mengganggu Anda. Istri pendeta selalu sibuk, kami tahu itu. 16 Mereka bersalaman dengan Bunch. Lalu tiba-tiba Eccles berbalik dan berkata, Oh ya, ada satu hal lagi. Saya rasa mantelnya ada pada Anda di sini, ya? Mantelnya? Bunch mengerutkan dahi. Kami menginginkan semua barangnya, kata Mrs. Eccles, sebagai kenang-kenangan. Ada arloji dan dompet dan karcis kereta api dalam sakunya, kata Bunch. Sudah saya serahkan pada Sersan Hayes. Kalau begitu, baiklah, kata Mr. Eccles. Saya rasa dia akan menyerahkannya pada kami. Surat-surat pribadinya pasti ada di dalam dompet itu. Ada uang kertas bernilai satu pound dalam dompetnya, kata Bunch. Tak ada yang lain. Tak ada surat-surat, atau semacamnya? Bunch menggeleng. Yah, terima kasih sekali lagi, Mrs. Harmon. Mantel yang dipakainya mungkin ada pada sersan itu juga, ya? Bunch mengerutkan alisnya untuk mengingat-ingat. Tidak, katanya. Saya rasa tidak coba saya ingat-ingat. Saya dan Dokter menanggalkannya, untuk memeriksa lukanya. Ia melihat ke sekeliling ruangan itu. Mungkin saya bawa naik ke lantai atas bersama handuk-handuk dan baskom. Kalau Anda tidak keberatan, Mrs. Harmon kami menginginkan mantelnya, barang terakhir yang dipakainya. Istri saya menginginkannya sebagai kenang-kenangan. Tentu, kata Bunch. Apakah Anda tak ingin 17 itu dicuci dulu? Karena mantel itu yah bernoda. Oh, tidak, tak apa-apa. Bunch mengerutkan alisnya lagi. Di mana, ya tunggu sebentar. la naik ke lantai atas dan beberapa menit kemudian kembali lagi.

Maafkan saya, katanya terengah, pasti petugas pembersih rumah kami telah menyisihkannya bersama pakaian lain yang harus dibawa ke binatu. Lama sekali saya baru bisa menemukannya. Ini dia. Biar saya bungkus dengan kertas pembungkus, Tanpa memedulikan protes mereka, dibungkusnya mantel itu, kemudian setelah mengucapkan selamat berpisah sekali lagi, suami-istri Eccles pun berangkat. Perlahan-lahan Bunch menyeberangi ruang depan dan masuk ke ruang kerja. Pendeta Julian Harmon mengangkat wajahnya dan ia tampak senang. Ia sedang mengarang khotbah, dan merasa cemas kalau-kalau ia terseret oleh minatnya mengenai hubungan politik di antara Yudea dan Persia, dalam pemerintahan Cyrus. Ada apa, Sayang? tanyanya penuh harap. Julian, kata Bunch. Apa arti sanctuary sebenarnya? Dengan rasa syukur Julian Harmon menyingkirkan kertas khotbahnya. Begini, katanya. Dalam kuil-kuil Romawi dan Yunani, sanctuary berarti cella, tempat diletakkannya patung seorang dewa. Altar, yang dalam bahasa Latinnya ara, juga berarti perlindungan. Ia me-18 lanjutkan dengan sikap orang pandai, Pada tahun 399 Masehi, hak perlindungan pada gereja-gereja Kristen akhirnya diakui dengan pasti. Di Inggris, hak tentang perlindungan untuk pertama kalinya disebutkan dalam undang-undang yang dikeluarkan oleh Ethelbert pada tahun 600 Masehi. Masih beberapa lama lagi ia melanjutkan penjelasannya, namun sebagaimana sering terjadi, kata-katanya yang penuh pengetahuan itu tidak tertangkap oleh istrinya. Sayangku, kata istrinya. Kau sungguh baik. Sambil membungkuk diciumnya ujung hidung suaminya. Julian merasa seperti seekor anjing yang mendapatkan ucapan selamat karena telah melakukan suatu atraksi yang pandai. Tadi suami-istri Eccles kemari, kata Bunch. Sang pendeta mengerutkan dahinya. Ecless? Rasanya aku tak ingat Kau tidak mengenal mereka. Mereka adalah adik perempuan laki-laki yang di dalam gereja itu, dengan suaminya. Sayangku, seharusnya kau memanggilku. Tak ada perlunya, kata Bunch. Mereka tidak memerlukan kata-kata hiburan. Aku baru ingat Dikerutkannya dahinya. Kalau besok kusiapkan makanan di oven, bisakah kau makan sendiri, Julian? Aku harus pergi ke London, karena ada obral. Obor apa? tanya suaminya tak mengerti. Maksudmu ada festival obor atau apa? Bunch tertawa. Bukan, Sayang. Di toko Burrows 19 and Portman ada obral khusus untuk barang-barang seperti alas tempat tidur, alas meja, handuk, lap-lap gelas, dan lain-lain. Entah apa yang terjadi dengan lap-lap gelas kita, cepat sekali usangnya. Kecuali itu, tambahnya sambil merenung, rasanya aku ingin mengunjungi Bibi Jane. Miss Jane Marple, wanita tua yang manis itu, sedang menikmati suasana London selama dua minggu. Ia menginap di apartemen keponakannya yang merangkap studio.

Baik hati sekali si Raymond itu, gumamnya. Dia dan Joan pergi ke Amerika selama dua minggu, dan mereka berkeras agar aku mau datang kemari untuk bersenang-senang. Dan sekarang, Bunch tersayang, ceritakan apa yang sedang kaususahkan. Bunch adalah anak baptis kesayangan Miss Marple, dan wanita tua itu memandangi Bunch dengan penuh kasih sayang sementara Bunch mendorong topi lakennya yang terbaik lebih jauh ke belakang. Lalu ia memulai ktsahnya. Kisah Bunch singkat dan jelas. Miss Marple mengangguk waktu Bunch selesai bercerita. Oh, begitu, katanya. Ya, aku mengerti. Itulah sebabnya aku merasa harus menemui Anda, kata Bunch. Soalnya, aku tidak pintar. Tapi kau pintar, sayangku. Tidak. Tidak sepintar Julian. Tentu saja Julian punya kecerdasan yang mantap, kata Miss Marple. 20 Itulah, kata Bunch. Julian memiliki kecerdasan, tapi sebaliknya, aku memiliki akal sehat. Kau memiliki akal yang sehat sekali, Bunch, dan kau cerdas sekali. Tapi aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku tak bisa bertanya pada Julian, soalnya Julian banyak sekali pekerjaan gereja Pernyataan itu agaknya dipahami benar oleh Miss Marple, yang berkata, Aku mengerti apa maksudmu, Sayang. Bagi kita wanita, keadaannya berbeda. Katanya lagi, Sudah kauceritakan apa yang terjadi, Bunch, tapi aku ingin tahu dulu apa pendapatmu. Semuanya salah, kata Bunch. Laki-laki yang sedang sekarat di gereja itu tahu semua tentang Perlindungan. Dia mengucapkannya dengan cara yang sama benar dengan cara Julian. Maksudku, dia seorang laki-laki berpendidikan dan banyak membaca. Dan seandainya dia menembak dirinya sendiri, dia tidak akan menyeret dirinya ke sebuah gereja sesudahnya dan mengatakan, Perlindungan. Perlindungan berarti dia dikejar, dan bila dia masuk ke gereja, dia akan selamat. Orang-orang yang mengejarnya tak bisa lagi menyentuhnya. Balikan undang-undang pun tak bisa menuntutnya. Ia menatap Miss Marple dengan pandangan bertanya, dan wanita tua itu mengangguk. Kata Bunch lagi, Orang-orang itu, maksudku suami-istri Eccles, lain sekali. Mereka bodoh dan kasar. Dan ada satu hal lagi. Arloji ituarloji laki-laki yang meninggal itu. Di bagian belakangnya terdapat inisial W.S., 21 sedangkan di dalamnyaaku membukanyatertulis dengan huruf-huruf kecil sekali: Untuk Walter, dari ayahnya, dan tanggalnya. Tapi suami-istri Eccless itu selalu menyebutnya William atau Bill. Agaknya Miss Marple akan berbicara, tapi Bunch cepat-cepat melanjutkan. Aku tahu. Orang tidak selalu dipanggil sesuai dengan nama baptisnya. Maksudku, aku mengerti kalau seseorang dibaptis dengan nama William tapi dipanggil Porgy atau Carrots atau apa saja. Tapi adiknya sendiri tak mungkin menyebutnya William atau Bill kalau namanya Walter. Maksudmu wanita itu bukan adiknya? Aku yakin benar bahwa dia bukan adiknya. Mereka mengerikan sekalikedua orang itu. Mereka datang ke kediaman pendeta untuk mengambil barang-barangnya dan mencari tahu

kalau-kalau dia mengatakan sesuatu sebelum meninggal. Waktu kukatakan bahwa dia tidak mengatakan apa-apa, aku melihat rasa lega di wajah mereka. Jadi, kupikir, kata Bunch menyudahi, Eccles-lah yang menembaknya. Pembunuhan? Ya, kata Bunch. Pembunuhan. Itulah sebabnya aku mendatangi Anda, sayangku. Kata-kata Bunch mungkin tidak mengandung arti bagi pendengar yang tidak tahu, tapi dalam keadaan-keadaan tertentu, Miss Marple terkenal pintar dalam menangani pembunuhan. Dia berkata, Tolonglah,* padaku sebelum meninggal, kata Bunch. Dia ingin aku melakukan 22 sesuatu untuknya. Yang menjengkelkan adalah, aku tidak tahu apa-apa. Miss Marple berpikir sebentar, lalu menanyakan hal yang juga sudah terpikir oleh Bunch. Tapi mengapa dia harus berada di situ? tanyanya. Maksud Bibi, kata Bunch, kalau orang memerlukan perlindungan, bisa saja dia masuk ke gereja mana pun? Dia tak perlu naik bus yang hanya berangkat empat kali sehari dan datang ke tempat sesepi tempat kita? Dia pasti datang ke situ dengan suatu tujuan, pikir Miss Marple. Dia pasti datang akan menemui seseorang. Chipping Cleghorn bukan desa besar, Bunch. Masa kau tidak tahu siapa yang ingin ditemuinya itu? Bunch mengingat-ingat para penghuni desanya, lalu menggeleng dengan ragu. Bagaimanapun, katanya, bisa siapa saja. Tidakkah dia menyebutkan suatu nama? Dia mengatakan Julian, kalau tak salah. Mungkin juga Julia. Tapi, sepanjang pengetahuanku, tak ada orang bernama Julia di Chipping Cleghorn. Bunch memicingkan matanya, mengingat kembali peristiwa tersebut. Laki-laki yang terbaring di tangga mimbar, cahaya matahari yang masuk lewat jendela dengan sinarnya yang bagaikan permata merah dan biru. Mungkinkah dia akan mengatakan, Jewels permata? kata Miss Marple. Sekarang aku akan mengatakan yang terpenting, kata Bunch. Alasan sebenarnya aku datang 23 kemari. Soalnya, suami-istri Eccles itu ribut sekali untuk mendapatkan mantel almarhum. Kami menanggalkannya waktu Dokter akan memeriksanya. Mantel itu sudah tua dan usangrasanya tak ada alasan mengapa mereka menginginkannya. Mereka berpura-pura mengatakan bahwa itu merupakan benda kenang-kenangan, tapi itu tentu omong kosong. Pokoknya, aku naik saja ke lantai atas untuk mencarinya. Waktu sedang menaiki tangga, aku ingat bahwa almarhum telah melakukan gerak seperti mengambil dengan tangannya, seolah-olah dia sedang mencari-cari sesuatu-di mantelnya. Jadi, waktu menemukan mantel itu, kuperhatikan benda itu baik-baik, dan kulihat bahwa salah satu lapisannya dijahit dengan benang yang warnanya lain. Maka kubuka jahitan itu dan aku menemukan secarik kertas di dalamnya. Kukeluarkan, lalu ku-jahit lagi baik-baik dengan benang yang sewarna. Kulakukan dengan cermat sekali, dan kurasa suami-istri Eccles tidak tahu apa yang telah kulakukan. Kurasa tidak, tapi aku tidak yakin. Kubawa turun mantel itu dan kuberikan alasan mengapa aku lama menemukannya.

Lalu kertas itu? tanya Miss Marple. Bunch membuka tasnya. Aku tidak memperlihatkannya pada Julian, katanya, karena dia pasti akan berkata bahwa seharusnya aku memberikannya pada suami-istri Eccles. Tapi kupikir lebih baik kuberikan pada Bibi. Karcis bukti penitipan mantel, kata Miss 24 Marple sambil memandanginya. Di Stasiun Paddington. Di sakunya memang ada tiket untuk kembali ke Paddington, kata Bunch. Kedua wanita itu beradu pandang. Kita harus bertindak, kata Miss Marple dengan bersemangat. Tapi kurasa kita harus berhati-hati. Apakah kausadari, Bunch, apa kau diikuti orang atau tidak, dalam perjalananmu ke London tadi? Diikuti! seru Bunch. Masa Bibi mengira Kupikir mungkin saja, kata Miss Marple. Bila segala sesuatu mungkin, kita harus waspada. Ia bangkit dengan bersemangat. Kau datang kemari dengan berpura-pura akan berbelanja di tempat obral. Oleh karenanya, kupikir yang terbaik adalah pergi ke tempat obral itu. Tapi sebelum berangkat, kita harus mengadakan beberapa persiapan dulu. Kurasa, lanjut Miss Marple, aku memerlukan setelan tuaku dari bahan wol bercorak bintik-bintik dan berkerah bulu berang-berang itu. Kira-kira sejam kemudian, kedua wanita yang tampak lelah itu sudah mengepit bungkusanbungkusan bahan kain keperluan rumah tangga yang usang. Kini mereka duduk di sebuah rumah minum kecil yang bernama Apple Bough, untuk memulihkan tenaga sambil makan bistik dan puding ginjal, yang disusul dengan kue apel dan kue tar. Handuknya benar-benar dari kualitas sebelum perang, desah Miss Marple yang sudah agak kehabisan napas. Dan ada huruf J-nya pula. Untunglah istri Raymond bernama Joan. Akan kusisih 25 kan barang-barang ini sampai aku benar-benar membutuhkannya, dan kelak akan kuwariskan padanya bila aku meninggal lebih cepat daripada yang kuharapkan. Aku benar-benar memerlukan serbet-serbet gelas ini, kata Bunch. Untung murah sekali, meskipun tidak semurah serbet-serbet yang dirampas wanita berambut cokelat itu dari tanganku. Pada saat itu seorang wanita muda yang cantik, dengan pemerah pipi dan lipstik tebal, masuk ke Apple Bough. Setelah melihat berkeliling beberapa lama, ia bergegas ke meja mereka. Diletakkannya sebuah amplop di dekat siku Miss Marple. Nah, ini, Miss, katanya dengan bersemangat. Terima kasih, Gladys, kata Miss Marple. Terima kasih banyak. Kau baik sekali. Saya selalu senang membantu, kata Gladys. Ernie selalu berkata pada saya, Semuanya yang baik telah kaupelajari dari Miss Marple, mantan majikanmu itu, dan saya benarbenar senang kalau bisa menolong Anda, Miss. Baik benar gadis itu, kata Miss Marple setelah Gladys berlalu. Selalu siap sedia dan baik hati.

Ia melihat ke dalam amplop, lalu memberikannya pada Bunch. Berhati-hatilah, Sayang, katanya. Omong-omong, masih adakah inspektur muda yang baik di Melchester itu? Aku ingat dia. Entah ya, kata Bunch. Kurasa masih ada. Yah, kalau sudah tak ada lagi, kata Miss Marple sambil merenung, aku bisa menelepon Kepala Polisi. Kurasa dia masih ingat padaku. 26 Pasti dia masih ingat, kata Bunch. Semua orang ingat pada Bibi. Sebab Bibi lain dari yang lain, sih. Ia bangkit. Setibanya di Paddington, Bunch pergi ke kantor penitipan barang-harang. Beberapa saat kemudian, sebuah koper yang sudah tua dan kumal disorongkan ke arahnya. Sambil menjinjing koper itu, ia berjalan ke arah peron. Dalam perjalanan pulang tidak terjadi apa-apa. Waktu kereta api tiba di Chipping Cleghorn, Bunch bangkit dan mengambil koper tua itu. Baru saja ia turun dari gerbongnya, seorang laki-laki yang berlari di sepanjang peron tiba-tiba merenggutkan koper tersebut dari tangannya dan membawanya lari. Berhenti! teriak Bunch. Hentikan dia, hentikan dia. Dia mengambil koperku. Petugas tiket di stasiun desa itu adalah orang yang lamban. Ia baru saja mengatakan, Hei, Anda tak bisa berbuat begitu, tapi suatu pukulan keras di dadanya membuatnya terdorong ke samping, dan laki-laki yang membawa koper itu melesat keluar dari stasiun. Ia berlari menuju sebuah mobil yang siap menunggu. Dilemparkannya koper itu ke dalam mobil dan ia bersiap-siap akan masuk pula. Tapi sebelum ia bisa bergerak, sebuah tangan mencengkeram pundaknya, dan suara Agen Polisi Abel berkata, Apa-apaan ini? -Dengan terengah-engah Bunch tiba dari stasiun. Dia merebut koperku. Aku baru saja membawanya keluar dari kereta api. 27 Omong kosong, kata laki-laki itu. Aku tidak tahu apa maksud wanita ini. Ini koperku. Aku baru saja membawanya dari kereta api. Dipandanginya Bunch dengan pandangan bodoh tanpa ekspresi. Tak ada orang yang mengira bahwa pada jam-jam istirahatnya, Agen Polisi Abel dan Mrs. Harmon sudah biasa berbincang-bincang tentang baiknya rabuk dan makanan dari tulang bagi tanaman mawar. Madam, Anda berkata bahwa ini adalah koper Anda? kata Agen Polisi Abel. Ya, sahut Bunch. Pasti. Dan Anda, Sir? Ini koperku. Laki-laki itu. jangkung, kulitnya gelap dan pakaiannya rapi, suaranya bernada lamban dan sikapnya angkuh. Sebuah suara wanita berkata dari dalam mobil, Tentu itu kopermu, Edwin. Entah apa maksud wanita itu. Kita harus menyelesaikan perkara ini, kata Agen Polisi Abel. Kalau koper ini memang milik Anda, Madam, apa isinya? Pakaian, kata Bunch. Mantel panjang dari bahan bercorak bintik-bintik dan berkerah bulu berang-berang, dua helai baju kaus, dan sepasang sepatu.

Nah, itu cukup jelas, kata Agen Polisi Abel. Ia berpaling pada laki-laki itu. Aku petugas bagian pakaian di teater, kata laki-laki itu dengan sikap sok penting. Koper ini berisi barang-barang keperluan teater yang kubawa kemari untuk suatu pertunjukan amatir. 28 Baiklah, kata Agen Polisi Abel. Sebaiknya kita melihat isinya. Untuk itu kita harus ke kantor polisi, atau kalau kalian terburu-buru, kita bisa membawanya kembali ke stasiun dan membukanya di situ. Aku setuju saja, kata laki-laki itu. Namaku Moss, Edwin Moss. Agen Polisi kembali ke stasiun sambil membawa koper itu. Aku harus membawa ini ke kantor penyimpanan barang-barang, George, katanya pada petugas pemeriksa tiket Agen Polisi Abel meletakkan koper itu di meja di kantor penyimpanan, lalu membuka tutup koper. Koper itu tidak terkunci. Bunch dan Edwin Moss berdiri mengapitnya, dan saling memandang penuh dendam. Ah! kata Agen Polisi Abel setelah mengangkat tutup koper itu. Di dalamnya terdapat sehelai mantel panjang dari bahan wol yang agak kumal dan berkerah bulu berang-berang. Ada pula dua helai baju kaus dan sepasang sepatu kets. Tepat sekali seperti yang Anda katakan, Madam, kata Agen Polisi Abel sambil berpaling pada Bunch. Mr. Edwin Moss tampak salah tingkah. Rasa sesal dan kecewanya luar biasa. Aku benar-benar minta maaf, katanya. Aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Percayalah, Madam, kalau kukatakan betapa besarnya rasa sesalku. Tak bisa dimaafkansungguh tak bisa 29 dimaafkankelakuanku. Ia melihat arlojinya. Sekarang aku harus buru-buru Mungkin koperku terbawa oleh kereta api. Sambil mengangkat topinya sekali lagi pada Bunch, ia berkata dengan halus, Harap, harap maafkan aku, lalu melesat keluar dari kantor penitipan barang-barang. Apakah akan Anda biarkan dia pergi begitu s saja? tanya Bunch dengan berbisik pada Agen Polisi Abel. Agen itu mengedipkan matanya. Dia tidak akan bisa pergi jauh, Madam. Maksudku, dia tidak akan bisa pergi jauh tanpa diawasi. Anda mengerti kan maksudku? Oh, kata Bunch lega. Wanita tua itu sudah menelepon, kata Agen Polisi Abel, wanita tua yang juga berada di sini beberapa tahun yang lalu. Dia kelihatannya orang yang cerdas, ya? Memang sudah banyak desas-desus sepanjang hari ini. Jangan heran kalau Pak Inspektur atau Sersan mendatangi Anda besok pagi. Yang datang adalah Inspektur. Inspektur Craddock yang diingat oleh Miss Marple. Ia menyalami Bunch sambil tersenyum seperti teman lama. Ada kejahatan lagi di Chipping Cleghorn, katanya dengan ceria, Kita tidak kekurangan

sensasi di sini, bukan, Mrs. Harmon? Aku lebih suka tidak ada sensasi, kata Bunch. Apakah Anda datang untuk menanyaiku, atau Anda ingin menceritakan sesuatu? Pertama-tama, aku akan menceritakan beberapa hal dulu, kata Inspektur. Mr. dan Mrs. Eccles sudah beberapa lama memasang telinga. Beralasan-lah kalau kita percaya bahwa mereka punya hubungan dengan beberapa perampokan di daerah ini. Satu hal lain, meskipun Mrs. Eccles memang punya saudara laki-laki bernama Sandboume yang baru-baru ini kembali dari luar negeri, tapi laki-laki yang Anda temukan sekarat di gereja kemarin sama sekali bukan Sandboume. Aku sudah menduga, kata Bunch. Namanya Walter, bukan Wdliam seperti yang mereka katakan. Inspektur mengangguk. Namanya Walter St. John, dan empat puluh delapan jam yang lalu dia melarikan diri dari Penjara Charrington. Pasti, kata Bunch, berbisik sendiri. Dia dikejar oleh polisi dan dia mencari perlindungan. Lalu dia bertanya, Kejahatan apa yang telah dilakukannya? Ceritanya panjang dan agak rumit. Beberapa tahun yang lalu, ada seorang penari yang mengadakan pertunjukan di kafe-kafe. Kurasa Anda tak pernah mendengar tentang dia. Dia adalah penari khusus tarian-tarian Arab, yang disebut Aladin di Gua Permata. Dia memakai sedikit batu permata dan berpakaian minim. Kurasa dia bukan penari andal, tapi dia yah menarik. Pokoknya, seorang bangsawan Asia jatuh cinta setengah mati padanya. Di antara barang-barang yang diberikannya pada penari itu adalah seuntai kalung zamrud yang luar biasa indahnya. 31 30 Perhiasan-perhiasan seorang Raja Timur yang terkenal? gumam Bunch dengan bersemangat. Inspektur Craddock berdeham. Yah, dalam versi yang lebih modem, Mrs. Harmon. Hubungan cinta itu tidak berlangsung lama, terputus waktu perhatian pangeran kaya itu beralih pada seorang bintang film yang tuntutan-tuntutannya tidak begitu sederhana. Zobeida, begitulah nama panggung penari itu, menjaga kalung itu baik-baik, tapi barang itu kemudian dicuri. Barang itu hilang di ruang pakaiannya di teater. Beberapa lama polisi curiga bahwa penari itu sendirilah yang mendalangi pencurian itu. Hal-hal semacam itu biasa dilakukan untuk meraih popularitas, atau mungkin dengan alasan-alasan lain yang tidak jujur. Kalung itu tak pernah ditemukan kembali, tapi selama diadakan pemeriksaan, perhatian polisi tertarik pada laki-laki bernama Walter St. John itu. Dia seorang laki-laki baikbaik dan berpendidikan, tapi dia jatuh ke dunia hitam. Dia bekerja sebagai ahli permata pada sebuah perusahaan yang tidak jelas, yang dicurigai sebagai penadah batu-batu permata hasil rampokan. Terdapat bukti bahwa kalung itu telah jatuh ke tangannya. Namun dia akhirnya diadili dan kemudian dijatuhi hukuman penjara sehubungan dengan barang-barang perhiasan lain. Sebenarnya masa hukumannya sudah tidak begitu lama lagi, jadi pelariannya merupakan suatu kejutan. Tapi mengapa dia datang kemari? tanya Bunch. 32 Kami ingin sekali mengetahui hal itu, Mrs. Harmon. Setelah diadili, agaknya dia pergi dulu ke London. Dia tidak mengunjungi seorang pun di antara teman-teman lamanya, tapi

dia mengunjungi seorang wanita tua bernama Mrs. Jacobs yang pernah menjadi juru pakaian teater. Wanita itu tak mau bicara sepatah pun mengenai kunjungan itu, tapi menurut penghuni-penghuni lain di rumah tersebut, laki-laki itu pergi sambil membawa sebuah koper. Oh, begitu, kata Bunch. Koper itu ditinggalkannya di ruang penitipan mantel di Paddington, lalu dia kemari. Sementara itu, kata Inspektur Craddock, Eccles dan laki-laki yang menamakan dirinya Edwin Moss itu mencari jejaknya. Mereka menginginkan koper itu. Mereka melihat St. John naik bus. Mereka pasti sudah mendahuluinya naik mobil, dan menunggunya turun dari bus. Lalu dia dibunuh? kata Bunch. Ya, kata Craddock. Dia ditembak. Dengan pistol Eccles, tapi kurasa Moss-lah yang menembak. Nah, Mrs. Harmon, yang ingin kami ketahui adalah di mana koper yang sebenarnya disimpan oleh Walter St. John di Stasiun Paddington itu? Bunch nyengir. Kurasa sekarang sudah ada pada Bibi Jane, katanya, maksudku Miss Marple. Itulah rencananya. Seorang mantan pelayannya disuruhnya menitipkan sebuah koper berisi barang-barangnya di ruang penitipan di Paddington, lalu kami tukarkan karcis penitipan kami. Aku mengam-33 bil kopernya dan membawanya naik kereta api. Agaknya sudah diduganya bahwa akan ada percobaan untuk merampasnya dariku. Kini giliran Inspektur Craddock yang nyengir. Begitulah yang dikatakannya padaku waktu dia menelepon. Aku akan pergi ke London untuk menemuinya. Anda mau ikut, Mrs. Harmon? Yaah, kata Bunch sambil berpikir. Yaah, sebenarnya kebetulan sekali. Semalam gigiku sakit, jadi aku memang harus ikut untuk menemui dokter gigi, bukan? Tentu, kata Inspektur Craddock Miss Marple menatap Inspektur Craddock, lalu beralih memandang wajah Bunch Harmon yang penuh harapan. Koper itu terletak di meja. Aku tentu tidak membukanya, kata wanita tua itu. Tak mungkin aku mau melakukannya sebelum seorang pejabat resmi datang. Apalagi, tambahnya dengan senyum nakal, koper itu terkunci. Inginkah Anda menebak apa isinya, Miss Marple? tanya Inspektur. Kurasa Anda tahu bahwa isinya adalah pakaian teater Zobeida. Apakah Anda perlu pahat, Inspektur? Pahat itu langsung menjalankan tugasnya. Kedua wanita itu agak terengah waktu tutup koper terbuka. Sinar matahari yang masuk lewat jendela menyinari isinya yang merupakan harta karun yang tak ter-hingga jumlahnya, perhiasan bertatahkan permata berwarna merah, biru, hijau, dan Jingga. Gua Aladin, kata Miss Marple. Batu-batu 34 perhiasan kemilau yang dipakai gadis itu untuk menari. Ah, kata Inspektur Craddock. Menurut Anda, seberapakah nilai semua ini sampai seorang laki-laki dibunuh untuk mendapatkannya? Kurasa gadis itu tajam otaknya, kata Miss Marple merenung. Dia sudah meninggal, kan, Inspektur? Ya, tiga tahun yang lalu. Kalung zamrud yang berharga itu ada padanya, kata Miss Marple. Permata-permata itu disuruhnya lepaskan dari ikatannya dan dipasang di sana-sini pada pakaian teaternya, supaya semua orang mengira permata-permata itu

hanya batu-batu berwarna biasa. Lalu disuruhnya membuat tiruan kalung itu. Kalung itulah yang dicuri. Tak heran kalau kalung itu tak pernah sampai ke pasaran. Pencurinya langsung tahu bahwa batu-batunya palsu. Ini ada amplop, kata Bunch sambil menyisihkan beberapa buah batu yang kemilau. Inspektur Craddock mengambilnya, lalu mengeluarkan dua helai kertas yang kelihatannya merupakan surat-surat resmi, la pun membacanya, Surat Nikah antara Walter Edmund St. John dan Mary Moss. Itulah nama asli Zobeida. Jadi, rupanya mereka menikah, kata Miss Marple. Aku mengerti. Apa yang satu lagi? tanya Bunch. Surat keterangan kelahiran seorang anak perempuan, bernama Jewel. Jewel? seru Bunch. Ya, jelas. Jewel! Jill! 35 Aku mengerti sekarang, mengapa dia datang ke Chipping Cleghorn. Itulah yang ingin dikatakannya padaku. Jewel. Anda tentu tahu keluarga Mundy di Laburnum Cottage. Mereka merawat seorang anak perempuan untuk*seseorang. Mereka menganggapnya sebagai cucu mereka sendiri. Ya, aku ingat sekarang, namanya memang Jewel, tapi mereka memanggilnya Jill. Kira-kira seminggu yang lalu Mrs. Mundy mengalami stroke, sedangkan suaminya sakit keras. Mereka sama-sama ingin masuk ke panti jompo. Aku sedang berusaha keras untuk mendapatkan penampungan yang baik bagi Jill. Aku tak ingin dia dimasukkan ke sebuah panti. Kurasa ayahnya yang di penjara mendengar juga tentang hal itu. Dia berhasil melarikan diri dan mengambil koper ini dari wanita tua pengurus pakaian teater. Setahunya, pada wanita itulah istrinya dulu menitipkannya. Kurasa bila permata-permata itu benar-benar milik ibu anak itu, barang-barang itu bisa digunakan untuk anak itu sekarang. Kurasa begitu, Mrs. Harmon. Kalau saja barang-barang itu ada di sini. Oh, pasti ada, kata Miss Marple dengan ceria. Syukurlah kau sudah kembali, Sayang, Pendeta Julian Harmon menyambut istrinya dengan penuh cinta dan mendesah lega. Mrs. Burt memang bekerja keras kalau kau pergi, tapi dia menyuguhkan masakan ikan yang aneh waktu makan siang. Aku tak ingin menyinggung perasaannya, jadi ku-36 berikan pada si Tiglath Pileser kita, tapi diapun tak mau memakannya, jadi terpaksa kubuang lewat jendela. Si Tiglath Pileser ini, kata Bunch sambil membelai kucing yang sedang menggelayut pada lututnya, pemilih sekali tentang ikan yang dimakannya. Aku selalu berkata, dia punya perut yang sombong! Bagaimana dengan gigimu, Sayang? Sudah diobati? Sudah, kata Bunch. Sudah tidak sakit lagi, dan aku juga mengunjungi Bibi Jane. Kasihan orang tua itu, kata Julian. Mudah-mudahan dia tidak sakit. Sama sekali tidak, kata Bunch sambil nyengir. Keesokan paginya Bunch membawa bunga krisan lagi ke gereja. Sekali lagi matahari bersinar lewat jendela di sisi timur, dan Bunch berdiri dalam cahaya yang bagaikan permata di tangga menuju mimbar. Sambil berbisik perlahan ia berkata, Gadis kecilmu

akan baik-baik saja. Aku yang akan berusaha. Aku berjanji. Lalu dirapikannya gereja, kemudian ia duduk di salah satu bangku dan berlutut beberapa saat untuk berdoa, lalu kembali ke kediaman pendeta untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangganya yang sudah dua hari terbengkalai. 37 Lelucon yang Aneh Dan ini, kata Jane Helier, menyudahi perkenalannya, adalah Miss Marple! Sebagai seorang aktris, ia bisa menyatakan maksudnya dengan ekspresif. Jelas bahwa itu merupakan klimaksnya, penutupan penuh kemenangan! Nadanya mengandung rasa hormat yang mendalam, bercampur rasa bangga. Anehnya, orang yang diperkenalkan dengan begitu bangga tak lebih dari seorang perawan tua yang lembut dan kelihatan cerewet. Di mata kedua orang muda, kepada siapa Jane memperkenalkannya, tampak rasa tak percaya dan kecewa. Mereka kelihatannya orang-orang yang baik; yang wanita bernama Charmian Stroud, langsing dan berambut hitam, sedangkan yang laki-laki, Edward Rossiter, berambut pirang dan bertubuh besar; seorang raksasa yang ramah. Dengan agak terengah Charmian berkata, Oh! Kami senang sekali bertemu Anda. Namun matanya membayangkan keraguan. Ia melihat pada Jane 38 Helier dengan pandangan cepat yang mengandung tanda tanya. Sayangku, kata Jane, menjawab pandangan itu, dia benar-benar luar biasa. Serahkan saja padanya. Sudah kukatakan aku akan mendatangkannya kemari, dan aku sudah melakukannya. Pada Miss Marple ditambahkannya, Andalah yang akan menyelesaikannya untuk mereka. Saya yakin itu akan mudah bagi Anda. Dengan matanya yang biru jernih Miss Marple melihat pada Mr. Rossiter. Tolong katakan, katanya, ada apa sebenarnya? Jane adalah sahabat kami, sela Charmian tak sabar. Saya dan Edward dalam kesulitan. Kata Jane, kalau kami mau menghadiri pestanya, dia akan memperkenalkan kami pada seseorang yang yang akan yang bisa Edward membantu. Kata Jane, Anda selalu bisa menyelesaikan masalah-masalah. Miss Marple! Mata wanita tua itu berbinar, tapi ia membantah dengan rendah hati. Ah, tidak, tidak! Sama sekali tidak. Hanya karena tinggal di desa, orang seperti saya jadi tahu banyak tentang sifat manusia. Tapi Anda sebenarnya telah membangkitkan rasa ingin tahu saya. Coba ceritakan masalah Anda. Saya kuatir ini hanya omong kosong saja soal harta terpendam, kata Edward. Begitukah? Tapi kedengarannya mendebarkan sekali! Saya tahu. Seperti Treasure Island. Tapi masalah kami tak ada sentuhan romantikanya. Tak 39 ada titik di peta yang ditandai dengan tengkorak dan tulang-tulang bersilang, tak ada petunjuk-petunjuk seperti empat langkah ke kiri, ke arah barat laut. Petunjuknya singkat sekali; hanya dikatakan di mana kami harus menggali.

Sudahkah Anda mencoba? Sudah kira-kira dua ekar persegi kami gali. Tempat itu akan dijadikan taman pasar. Kami sedang membicarakan apakah akan kami tanami sayuran atau kentang. Dengan agak tegas Charmian berkata, Benar-benarkah kami boleh menceritakan semuanya pada Anda? Tentu, anak manis. Kalau begitu, mari kita cari tempat yang tenang. Mari, Edward. Gadis itu berjalan mendahului mereka keluar dari ruangan yang penuh orang dan asap rokok itu. Mereka menaiki tangga, masuk ke sebuah ruang duduk di lantai dua. Setelah mereka duduk, Charmian memulai dengan tegas, Begini ceritanya! Kisahnya berawal dari Paman Mathew, pamanatau tepatnya, kakek setingkat paman bagi kami berdua. Dia sudah tua sekali. Hanya saya dan Edward-Iah kerabatnya. Dia sayang sekali pada kami dan selalu berkata bahwa bila dia meninggal, dia akan mewariskan uangnya pada kami berdua. Nah, dia meninggal pada bulan Maret yang lalu, dan semua yang ditinggalkannya diwariskannya, supaya dibagi dua antara saya dan Edward. Kedengarannya tidak berperasaan sekali ucapan saya itu. Bukan maksud 40 saya kami senang dia meninggalkami sebenarnya sayang sekali padanya. Tapi dia sudah lama sakit. Persoalannya, segala-galanya yang ditinggalkannya itu boleh dikatakan tak ada apaapa sama * sekali. Dan terus terang itu merupakan pukulan bagi kami berdua, bukankah begitu, Edward? Edward yang ramah itu membenarkan. Soalnya, kata pria muda itu, kami agak mengharapkannya. Maksud saya, kalau kita tahu bahwa kita akan mendapatkan sedikit uang, kita tidak akan yah mengencangkan ikat pinggang dan berusaha mencari uang sendiri. Saya ini tentara dan tak punya apa-apa di luar gaji saya, dan Charmian pun tak punya harta. Dia bekerja sebagai manajer panggung di sebuah teater kecilmemang menarik, dan dia menyukai pekerjaannya, tapi tidak menghasilkan uang. Kami sudah berencana akan menikah, dan kami tidak merisaukan soal keuangannya, karena kami tahu bahwa pada suatu hari kelak hidup kami akan senang. Dan sekarang, tidak demikian halnya! kata Charmian. Apalagi, Ansteysrumah yang sama-sama kami sayangimungkin harus dijual. Saya dan Edward merasa tidak rela! Tapi kalau kami tak bisa menemukan uang Paman Mathew, kami harus menjualnya. Tapi, Charmian, kata Edward, kita belum sampai pada titik terpenting. Kalau begitu, kau saja yang mengatakannya. Edward berpaling pada Miss Marple. Begini 41 persoalannya. Dengan bertambah tuanya Paman Mathew, dia makin lama makin pencuriga. Dia tidak mempercayai siapa pun. Itu bijaksana, kata Miss Marple. Karakter manusia sudah sangat menurun. Yah, mungkin Anda benar. Pokoknya, begitulah pendapat Paman Mathew. Ada seorang temannya yang kehilangan uangnya di bank, dan seorang teman lainnya jatuh miskin garagara pengacaranya melarikan diri, dan dia sendiri kehilangan uang dalam suatu perusahaan yang menipu. Akhirnya dia berpendapat bahwa satu-satunya -cara yang aman dan

masuk akal adalah bahwa uang kita harus dibelikan emas dan perak, lalu dikubur di suatu tempat. Oh, kata Miss Marple. Saya mulai mengerti. Teman-temannya memang menyalahkannya. Kata mereka, dengan cara itu dia tidak akan mendapatkan bunga dari uangnya, tapi dia bersiteguh bahwa itu tak apa-apa. Semua uang kita harus, katanya harus disimpan dalam kotak di bawah tempat tidur, atau dikuburkan dalam tanah. Begitulah kata-katanya. Charmian berkata lagi, Dan waktu dia meninggal, dia boleh dikatakan tidak meninggalkan apa-apa dalam bentuk asuransi, meskipun dia kaya raya. Jadi, kami pikir, apa yang dikatakannya itu benar-benar dilakukannya. Edward menjelaskan, Kami dapati bahwa dia kadang-kadang menjual surat-surat berharga dan menarik uang dalam jumlah besar, dan tak seorang 42 pun tahu diapakannya uang itu. Tapi agaknya dia teuf) bertahan pada prinsipnya, dan dia memang membeli emas, lalu menguburkannya. Apakah dia tidak mengatakan apa-apa sebelum meninggal? Tidak meninggalkan kertas berharga umpamanya? Atau surat? Itulah yang membuat kami heran. Tak ada. Dia tak sadar beberapa hari, tapi dia sadar sebentar sebelum meninggal. Dia memandangi kami berdua, lalu tertawa kecil dengan suara lemah dan samar. Katanya, Kalian akan baik-baik saja, pasangan burung daraku yang cantik. Lalu dia menyentuh matanya-mata kanannyadan mengedipkannya pada kami. Lalu dia meninggal. Kasihan Paman Mathew. Dia mengedipkan matanya, kata Miss Marple sambil merenung. Apakah ada artinya bagi Anda? tanya Edward dengan penuh harapan. Saya jadi ingat akan salah satu cerita Arsene Lupin, bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di mata kaca seseorang. Tapi Paman Mathew tak punya mata kaca. Miss Marple menggeleng. Tidak saat ini tak ada yang terpikir oleh saya. Charmian kecewa dan berkata, Kata Jane, Anda akan segera bisa mengatakan di mana kami harus menggali! Miss Marple tersenyum. Saya sama sekali bukan tukang sulap. Saya tidak mengenal paman Anda, atau pria seperti apa dia itu. dan saya tidak tahu rumah maupun tanah itu. 43 Bagaimana kalau seandainya Anda mengetahuinya? Yah, tentu akan jadi mudah sekali, bukan? kata Miss Marple. Mudah! kata Charmian. Silakan Anda datang ke Ansteys dan lihat bagaimana mudahnya! Mungkin ia tidak bersungguh-sungguh mengundang, tapi Miss Marple menjawab dengan bersemangat, Wah, Anda baik sekali. Saya selalu ingin mendapatkan kesempatan untuk mencari harta terpendam. Apalagi, tambahnya sambil melihat pada mereka dengan berseriseri dan tersenyum, ada hubungannya dengan cinta! Anda lihat sendiri! kata Charmian sambil menggerakkan lengannya dengan dramatis. Mereka baru saja selesai mengelilingi rumah Ansteys yang besar itu. Mereka juga mengitari kebun dapur yang telah digali. Mereka telah memasuki hutan-hutan kecil,

tempat setiap pohon yang kelihatan penting telah digali di sekelilingnya, dan mereka memandangi dengan sedih permukaan yang berlubang-lubang di pekarangan yang semula rata. Mereka sampai naik ke gudang di loteng, tempat peti-peti tua telah dikosongkan isinya. Mereka pun turun ke gudang bawah tanah, tempat semua batu tanggul dicabut dari lubangnya. Mereka mengukur dan mengetuk-ngetuk tembok-tembok, dan kepada Miss Marple diperlihatkan setiap potong perabot antik yang mungkin berisi laci rahasia. Di atas sebuah meja di ruang duduk ada se 44 tumpuk surat yang ditinggalkan almarhum Mathew Stroud. Tak ada selembar pun yang dimusnahkan, sementara Charmian dan Edward mengulangi kembali membaca surat-surat tagihan, undangan-undangan, dan korespondensi bisnis, dengan harapan dari situ bisa didapatkan petunjuk yang mungkin selama ini tak terlihat. Kira-kira masih adakah tempat yang belum kita periksa? tanya Charmian penuh harap. Miss Marple menggeleng. Agaknya Anda sudah teliti sekali, Sayang. Kalau saya boleh berkata, bahkan agak terlalu teliti. Saya selalu berpikir bahwa orang harus punya rencana. Seperti teman saya, Mrs. Eldritch, umpamanya. Dia punya seorang pelayan kecil yang manis sekali. Dia selalu menggosok barang-barang kuningan dengan rajin, demikian rajinnya hingga lantai kamar mandi pun digosoknya pula. Waktu pada suatu hari Mrs. Eldritch melangkah keluar dari bak kamar mandi, dia terpeleset pada keset kakinya. Jatuhnya parah, sampai kakinya patah. Tambahan lagi, pintu kamar mandi terkunci, dan tukang kebun harus menggunakan tangga panjat untuk masuk lewat jendelanya. Kasihan Mrs. Eldritch. Dia sangat tertekan, karena dia pemalu sekali. Edward tampak gelisah. Cepat-cepat Miss Marple berkata, Maafkan saya. Saya menyadari bahwa saya mudah sekali mengalihkan pokok pembicaraan. Tapi sesuatu memang selalu mengingatkan kita pada soal yang lain. Dan kadang-kadang itu ada gunanya. Saya hanya ingin mengatakan bahwa mungkin kalau kita berusaha mempertajam otak kita dan memikirkan kalau-kalau ada tempat Dengan marah Edward berkata, Anda saja yang memikirkannya, Miss Marple. Otak saya dan otak Charmian sekarang sudah hampa! Kasihan sekali. Ini tentu sangat meletihkan. Kalau kalian tidak keberatan, saya ingin melihat-lihat semuanya itu. Ia menunjuk kertas-kertas di meja. Maksud saya, kalau tak ada yang bersifat terlalu pribadisaya tak ingin terlalu mencampuri. Oh, tak apa-apa. Tapi saya rasa Anda tidak akan menemukan apa-apa. Miss Marple duduk di dekat meja, dan secara metodis mempelajari dokumen-dokumen itu. Ia membaginya secara otomatis menjadi tumpukan-tumpukan kecil yang rapi. Setelah selesai, ia duduk menatap ke depan beberapa lama. Dengan agak kesal, Edward bertanya, Bagaimana, Miss Marple? Miss Marple sadar dan agak terkejut. Maaf. Sangat membantu. Anda telah menemukan sesuatu yang bisa memberikan petunjuk? Oh, bukan, bukan begitu, saya rasa saya sekarang tahu pria macam apa Paman Mathew kalian itu. Mirip paman saya sendiri, Paman Henry. Dia suka sekali akan lelucon. Agaknya dia seorang pria lajangentah apa sebabnyamungkin dia pernah dikecewakan di masa muda? Punya sifat teratur sampai batas tertentu, tapi tak suka terikat 46