Perbedaan kondisi karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan bukan air sumur



dokumen-dokumen yang mirip
Kata kunci: plak gigi; indeks plak gigi; ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia Linn.).

PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y

ABSTRAK. Kata kunci: Plak gigi, alat ortodontik cekat, pasta gigi, enzim amyloglucosidase, enzim glucoseoxidase.

ABSTRAK. Plak gigi, obat kumur cengkeh, indeks plak

ABSTRAK. Kata kunci : Kismis, Thompson Seedless, plak gigi, O Leary

ABSTRAK. Kata kunci:berkumur, infusa jeruk nipis (Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle), plak gigi

ABSTRAK. Kata kunci : Plak gigi; susu murni; indeks plak; O Leary

Kata kunci : Plak gigi, pasta gigi, pasta gigi herbal, metode O Leary

ABSTRAK. Kata Kunci : karies gigi, nutrisi, dewasa muda. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS PENGGUNAAN SIKAT GIGI ELEKTRIK DAN SIKAT GIGI KONVENSIONAL TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK

ABSTRAK PERBEDAAN PENGGUNAAN PASTA GIGI MENGANDUNG ENZIM AMYLOGLUCOSIDASE

Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017

ABSTRAK. Kata kunci: alat ortodontik cekat, menyikat gigi, chlorhexidine 0,2%, plak dental, indeks plak modifikasi dari PHP Index.

ABSTRAK PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SIKAT GIGI BIASA DAN KHUSUS DALAM MENURUNKAN JUMLAH BAKTERI AEROB PADA PEMAKAI ALAT ORTODONTI CEKAT

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Karya Tulis Ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum

ABSTRAK. Kata kunci: plak gigi, seduhan kelopak bunga rosella, indeks plak. Universitas Kristen Maranatha

PERBEDAAN INDEKS HIGIENE ORAL DAN ph PLAK KELOMPOK PEMAKAI DAN BUKAN PEMAKAI PESAWAT ORTODONTI CEKAT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD

ABSTRAK. Kata kunci: populasi bakteri aerob, saliva, sari buah delima merah dan putih.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, perilaku, perawatan ortodontik cekat, pasien ortodontik

ABSTRAK. Efektivitas menyikat gigi, indeks plak, metode horizontal, metode roll

ABSTRAK. Kata kunci: Pasta gigi herbal, pasta gigi non herbal, indeks plak, ortodontik cekat.

Kata kunci: budaya menginang, karies gigi, Talaga Paca.

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRAK. Kata kunci: Menggosok gigi, perilaku, pendidikan kesehatan.

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER

GAMBARAN SKOR PLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADYAH GODEAN 1

ABSTRAK. Kata kunci: Status periodontal, self-ligating bracket, conventional bracket, indeks gingiva, indeks plak. Universitas Kristen Maranatha

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN TERATAI (NELUMBO NUCIFERA) 2% SEBAGAI OBAT KUMUR TERHADAP AKUMULASI PLAK PADA MAHASISWA FKG USU ANGKATAN 2011

ABSTRAK EFEKTIVITAS PERBEDAAN UKURAN KEPALA SIKAT GIGI MANUAL MEREK X TERHADAP PENURUNAN INDEKS PLAK

ABSTRAK. Kata Kunci: susu formula dalam botol, indeks karies, anak usia 3 4 tahun

PENURUNAN INDEKS PLAK PADA MURID SEKOLAH DASAR YANG MENGUNYAH BUAH SEMANGKA DENGAN BUAH NENAS DI KABUPATEN AGAM

Pembimbing I : Widura, dr., MS. Pembimbing II: Fanny, dr., MSi.

GAMBARAN PH SALIVA DAN KARANG GIGI PADA KARANG TARUNA DI DESA NGARGOGONDO BOROBUDUR MAGELANG

PENGARUH BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH HIJAU TERHADAP INDEKS PLAK PADA MURID KELAS VI SDN 62 BANDA ACEH TAHUN

Kata kunci: berkumur, bakteri aerob, saliva, baking soda, lemon.

UJI EFEKTIVITAS BERKUMUR MENGGUNAKAN AIR SEDUHAN TEH HITAM (Camellia sinensis) DALAM MENURUNKAN AKUMULASI PLAK

Efektifitas Media Gambar untuk Meningkatkan Wawasan Karir Peserta Didik Sekolah Dasar

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL MENGENAI KESEHATAN RONGGA MULUT DENGAN KESEHATAN PERIODONTAL IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS X BANDUNG ABSTRAK

RADEN RARA VIVY KUSUMA ARDHANI

Kata kunci : Pengetahuan, kesehatan gigi dan mulut, indeks def-t/dmf-t.

ABSTRAK. Pembimbing I : DR. Felix Kasim, dr, M.Kes Pembimbing II : drg. Winny Suwendere, MS

SKRIPSI. Oleh : Luh Putu Ayu Wulandari Nim

PENGARUH BAHAN TUMPAT GLASS IONOMER CEMENT TERHADAP ph SALIVA PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI- PETE,SAYEGAN,SLEMAN,YOGYAKARTA

SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN ANAK PRASEKOLAH (5-6 TAHUN)

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Kata kunci: Body Mass Index (BMI), Underweight, Overweight, Obesitas, Indeks DMF-T, Karies.

Kata kunci: status periodontal, molar band, molar tube, indeks gingiva, bleeding score, poket periodontal.

ABSTRAK. Kata kunci: Plak gigi; teh hitam; indeks plak, O Leary

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN KESEHATAN GIGI MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI Nomor :

PENGARUH MENYIKAT GIGI SEBELUM TIDUR MALAM HARI TERHADAP KARIES PADA ANAK SD NEGERI 15 JATI TANAH TINGGI ABSTRAK

ABSTRAK. Kata kunci: pengetahuan orang tua, cara menyikat gigi, tingkat kebersihan rongga mulut. Universitas Kristen Maranatha

SKRIPSI SENAM JANTUNG SEHAT DAPAT MENURUNKAN PERSENTASE LEMAK TUBUH PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

ABSTRAK PENGARUH TEH HIJAU (Camellia sinensis) TERHADAP PENGHAMBATAN PEMBENTUKAN PLAK GIGI

SUCI ARSITA SARI. R

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERAN LATIHAN FISIK TERHADAP NAFSU MAKAN PADA INDIVIDU OVERWEIGHT ATAU OBESITAS YANG MENDAPATKAN KONSELING GIZI TENTANG LOW CALORIE DIET

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT DALAM PEMBELAJARAN TIK PADA SISWA KELAS VIII SMPN 27 PADANG

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY PADA KONSEP EKOSISTEM DI KELAS VII SMP NEGERI 15 KOTA TASIKMALAYA JURNAL

LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Oleh: Maharani Tri Ayu Ratnasari dan M. Nur Rokhman, M.Pd Universitas Negeri Yogyakarta ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG MEMPENGARUHI KARIES GIGI PADA ANAK SD KELAS V - VI DI KELURAHAN PEGUYANGAN KANGIN TAHUN 2015

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

ABSTRAK. Kata kunci: permen karet, sukrosa, xylitol, kapasitas bufer, ph saliva

THE CONCEPTION OF PLAQUE SCORE ON 7TH GRADE STUDENTS OF SMP MUHAMMADIYAH 1 GODEAN SLEMAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan terhadap

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta

ABSTRAK PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI AEROB DI RONGGA MULUT SEBELUM DAN SESUDAH MENGKONSUMSI YOGHURT

DATA PENELITIAN SUBJEK. Nama :... No. Telp :... Suku Bangsa :...

KEMAMPUAN MENDENGARKAN LAGU BERBAHASA INGGRIS PADA SISWA KELAS X SMA ISLAMIC CENTRE DEMAK PADA TAHUN AJARAN 2006/2007

PRAKTEK MERAWAT GIGI PADA ANAK

PENGARUH SUPLEMENTASI KALSIUM TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN MAHASISWI KEGEMUKAN DI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SKRIPSI

DESCRIPTION OF PLAQUE SCORES ON STUDENTS WHO CONSUME FRIED FOOD IN CANTEEN OF SMP MUHAMMADIYAH I GODEAN

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

SKRIPSI PENGARUH LATIHAN BEBAN TERHADAP PENINGKATAN MASSA OTOT PECTORALIS MAYOR DAN BICEPS PADA USIA REMAJA DAN DEWASA GDE RABI RAHINA SOETHAMA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN. SMA Raksana Medan Tahun Oleh : RISHITHARAN DORAISAMY

ABSTRAK. Xylitol, populasi bakteri aerob, plak gigi.

LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran umum

PENGARUH BAHAN TUMPAT GLASS IONOMER CEMENT TERHADAP Ph SALIVA PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI PETE, SAYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA.

Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan Gigi pada siswa SDN 174 Muara Fajar Pekanbaru

PERBEDAAN PERUBAHAN ph SALIVA ANTARA BERKUMUR TEH CELUP DAN TEH TUBRUK PADA IBU PKK KELURAHAN MUKTIHARJO KIDUL. Erni Mardiati, Prasko

DALAM PEMILIHAN JENIS GIGITIRUAN DI PULAU KODINGARENG SKRIPSI PRAPRIMADANI MURSYID J

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA SMA NEGERI 9 MANADO

PENGARUH PERINGATAN KESEHATAN BERGAMBAR PADA KEMASAN ROKOK TERHADAP MOTIVASI PEROKOK UNTUK BERHENTI MEROKOK

ABSTRAK. Kata kunci : anak SD, jajanan, sukrosa, ph saliva, indikator ph, karies

EFEKTIVITAS IRIGASI LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN NORMAL SALIN YANG DI HANGATKAN TERHADAP NYERI LUKA TRAUMA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA

Jurnal Saintech Vol No.02-Juni 2016 ISSN No

5. The removed-treatment design with pretest & posttest Design: O 1 X O 2 O 3 X O 4 Problem: O 2 - O 3 not thesame with O 3 - O 4 construct validity o

SKRIPSI PELATIHAN TARI GALANG BULAN MENINGKATKAN KEBUGARAN FISIK PADA PELAJAR SMP DI YAYASAN PERGURUAN KRISTEN HARAPAN DENPASAR

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DENGAN TINDAKAN MENJAGA KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA MURID SD SHAFIYYATUL AMALIYYAH PADA TAHUN

ADHE MARLIN SANYOTO G

PENGARUH PH PLAK TERHADAP ANGKA KEBERSIHAN GIGI DAN ANGKA KARIES GIGI ANAK DI KLINIK PELAYANAN ASUHAN POLTEKKES PONTIANAK TAHUN 2013

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

ABSTRAK GAMBARAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI SD SUKASARI I BANDUNG PERIODE

SKRIPSI HUBUNGAN PERAN ORANGTUA DALAM MEMBIMBING MENYIKAT GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI ANAK PRASEKOLAH DI TK AZ-ZAHRA GEDANGAN SIDOARJO

Transkripsi:

Perbedaan kondisi karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan bukan air sumur I Made Budi Artawa, I G A A Pt.Swastini Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Denpasar ABSTRAK Karang gigi merupakan suatu faktor iritasi yang terus menerus terhadap gusi sehingga dapat menyebabkan keradangan pada gusi. Mineral kalsium dan phosphat sebagai pembentuk karang gigi dapat diperoleh dari konsumsi makanan dan minuman. Penduduk Desa Kelan sebagian besar mengkonsumsi air sumur dengan kandungan kalsium cukup tinggi yaitu 132,08 mg/liter air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan terjadi karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air bersumber dari sumur dengan yang bukan dari sumur. Penelitian ini merupakan penelitian komperasi dengan rancangan penelitian prosfektif. Penelitian ini menggunakan dua sampel independen yaitu kelompok terpapar (pengkonsumsi air sumur) dan kelompok tidak terpapar (pengkonsumsi air bukan air sumur). Besar sampel penelitian sebanyak 66 orang. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dan pemeriksaan langsung. Pengolahan data dianalisis secara statistik univariat dan bivariat dengan uji T-test dua sampel berbeda. Hasil analisis kuantitatif uji T-test dua sampel berbeda menunjukkan t hitung dengan equal varience not assumed sebesar 5,907 dan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,005, maka Ho ditolak atau kedua rata-rata skor karang gigi pada pengkonsumsi air bersumber dari sumur dengan yang bukan sumur benar-benar berbeda secara signifikan. Kata Kunci: perbedaan, karang gigi, air sumur Korespondensi: I Md.Budi Artawa, Poltekkes Kemenkes Denpasar, Jurusan Kesehatan Gigi. Jl. P Moyo no 33 Pedungan Denpasar Selatan. Telp: 0361720084 PENDAHULUAN Pemeliharaan kesehatan gigi sangatlah penting, karena gigi bukan hanya sebagai alat pengunyahan melainkan lebih dari itu, maka sepatutnya gigi tersebut dipertahankan keberadaannya di dalam rongga mulut 1. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang tersebar luas di masyarakat Indonesia. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan gigi. Berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta 2. Karang gigi merupakan suatu faktor iritasi yang terus menerus terhadap gusi sehingga dapat menyebabkan keradangan pada gusi. Bila tidak dihilangkan maka akan berlanjut pada kerusakan jaringan penyangga gigi dan lamakelamaan mengakibatkan gigi menjadi goyang serta lepas dengan sendirinya 3. Karang gigi adalah jaringan keras yang melekat erat pada gigi yang terdiri dari bahan-bahan mineral seperti Ca, Fe, Cu, Zn, dan Ni 4. Karang gigi adalah merupakan plak yang berkalsifikasi 5

Karang gigi terbentuk oleh karena adanya pengendapan sisa makanan dengan air ludah dan kuman-kuman maka terjadilah proses pengapuran yang lama kelamaan menjadi keras 6. Karang gigi juga terbentuk oleh karena pengendapan kalsium pada plak basa kemudian terjadi pengapuran dan mengeras maka terbentuklah karang gigi 7 Mineral kalsium dan phosphat sebagai pembentuk karang gigi dapat diperoleh dari konsumsi makanan dan minuman. Sumur gali merupakan salah satu sumber air minum terutama bagi masyarakat yang berada di daerah dataran rendah seperti di pesisir pantai. Salah satu desa yang berada di pesisir pantai adalah Desa Kelan Kecamatan Kuta Selatan. Berdasarkan informasi dari dokter gigi yang praktek swasta di daerah tersebut, menyatakan bahwa banyak pasien yang berasal dari Desa Kelan datang dengan keluhan giginya mudah kotor oleh karang gigi. Hasil observasi dan wawancara pendahuluan terhadap beberapa penduduk Desa Kelan menyatakan sebagian besar masih mengkonsumsi air dengan menggunakan sarana sumur gali atau sumur bor. Hasil tes laboratorium air dari 33 sumur di Desa Kelan menunjukkan kandungan phosphat rata-rata 0,01 dan kalsium cukup tinggi yaitu yaitu rata-rata 132,09 mg/liter air dibandingkan dengan standar normal kalsium dalam air minum yaitu 100 mg/liter air 8. Konsentrasi kalsium pada air minum yang melebihi standar apabila dikonsumsi terus menerus dapat menambah kepekatan air ludah sehingga kalsium bersama dengan phosphat akan membentuk hablur dan menjadi karang gigi. Tetapi belum diketahui apakah ada perbedaan terjadi karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kondisi karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur di Desa Kelan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali 2010. METODE Penelitian ini merupakan penelitian komperasi dengan rancangan penelitian prosfektif. Penelitian ini dilakukan di Desa Kelan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali 2010. Populasii penelitian ini adalah semua masyarakat yang tinggal menetap minimal tujuh bulan di Desa Kelan. Penelitian ini menggunakan dua sampel independen yaitu kelompok terpapar (pengkonsumsi air sumur) dan kelompok tidak terpapar (pengkonsumsi air bukan air sumur). Besar sampel penelitian sebanyak 66 responden. Penelitian ini menggunakan data primer, data dikumpulkan dengan cara wawancara dan pemeriksaan langsung. Kedua kelompok sampel pada awal pengamatan dilakukan pemeriksaan kalkulus indeknya, dan dilakukan pembersihan karang gigi. Pemeriksaan ulang dan menghitung kalkulus indek dilakukan setelah tiga bulan. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer dan dianalisis secara statistik univariat dan bivariat dengan uji T-test dua sampel berbeda. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan terhadap obyek penelitian kelompok pengkonsumsi air sumur maupun yang bukan pengkonsumsi air sumur tentang keadaan karang gigi pada awal pengamatan dan akhir pengamatan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Keadaan Karang Gigi Kelompok Pengkonsumsi Air Sumur pada Awal Pengamatan No Kriteria Frekuensi % 1 Baik (0.0-0,6) 0 0 2 Sedang (0,7-1,8) 5 15.15 3 Buruk (1,9-3,0) 28 84.85 Jumlah 33 100 Rata-rata 2,97 Tabel 1 menunjukkan bahwa keadaan karang gigi responden yang mengkonsumsi air sumur paling banyak berada pada kriteria buruk yaitu sebanyak 28 orang (84.85%) dan tidak ada responden yang mempunyai skor karang gigi dengan kriteria baik. Nilai rata-rata sebesar 2,97 berada pada kriteria buruk. Tabel 2. Keadaan Karang Gigi Kelompok Pengkonsumsi Bukan Air Sumur pada Awal Pengamatan No Kriteria Frekuensi % 1 Baik (0.0-0,8) 18 54,55 2 Sedang (0,9-1,8) 13 39,39 3 Buruk (1,9-3,0) 2 06,06 Jumlah 33 100 Rata-rata 0,57 Tabel 2 menunjukkan bahwa keadaan karang gigi responden yang mengkonsumsi bukan air sumur paling banyak berada pada kriteria baik yaitu sebanyak 18 orang (54,55), dan paling sedikit berada pada kriteria buruk yaitu sebanyak dua orang (06,06%), dan nilai rata-rata 0,57 berada pada kriteria baik. Tabel 3. Keadaan Karang Gigi Kelompok Pengkonsumsi Air Sumur pada Akhir Pengamatan No Kriteria Frekuensi % 1 Baik (0.0-0,6) 0 0 2 Sedang (0,7-1,8) 2 6.06 3 Buruk (1,9-3,0) 31 93.94 Jumlah 33 100 Rata-rata 2,97 Tabel 3 menunjukkan bahwa keadaan karang gigi responden yang mengkonsumsi air sumur paling banyak berada pada kriteria buruk yaitu sebanyak 31 orang (93,94%) dan tidak ada responden yang mempunyai karang gigi kriteria baik. Nilai rata-rata sebesar 2,97 berada pada kriteria buruk. Tabel 4. Keadaan Karang Gigi Kelompok Pengkonsumsi Bukan Air Sumur pada Akhir Pengamatan

No Kriteria Frekuensi % 1 Baik (0.0-0,8) 17 51.52 2 Sedang (0,9-1,8) 14 42.42 3 Buruk (1,9-3,0) 2 6.06 Jumlah 33 100 Rata-rata 0,48 Tabel 4 menunjukkan bahwa keadaan karang gigi responden yang mengkonsumsi bukan air sumur paling banyak berada pada kriteria baik yaitu sebanyak 17 orang (51,52) dan paling sedikit berada pada kriteria buruk yaitu sebanyak dua orang (6,06), dan nilai rerata 0,48 berada pada kriteria baik. Tabel 5. Hasil Uji T-tes pada Awal Pengamatan Kelompok Skor Equal Variance Assumed Equal Variance Not Assumed Levene s Test for quality of t-test for Equality of Means Variances F Sig t df Sig. 2.610 0.111 10.977 10.977 64 63.482 (2-tailed) 0.000 0.000 Tabel 5 menunjukkan t hitung dengan equal varience not assumed sebesar 10,977 dan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,005, maka Ho ditolak atau kedua rata-rata skor karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur di Desa Kelan Kecamatan Kuta Selatan Provinsi Bali 2010 benar-benar berbeda secara signifikan. Besar perbedaannya 1,39 berada diantara perbedaan rata-rata bagian bawah =1,14 dan perbedaan rata-rata bagian atas = 1,65. Tabel 6. Hasil Uji T-tes pada Akhir Pengamatan Levene s Test for quality of t-test for Equality of Means Kelompok Skor Variances F Sig t df Sig. Equal Variance Assumed Equal Variance Not Assumed 2.610 0.111 5.907 5.907 64 63.482 (2-tailed) 0.000 0.000 Tabel 6 menunjukkan t hitung dengan equal varience not assumed sebesar 5,907 dan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,005, maka Ho ditolak atau kedua rata-rata skor karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur di Desa Kelan Kecamatan Kuta Selatan Provinsi Bali 2010 benar-benar berbeda secara signifikan. Besar perbedaannya 0,79 berada diantara perbedaan rata-rata bagian bawah =0,52 dan perbedaan rata-rata bagian atas = 1,05.

PEMBAHASAN Hasil penelitian terhadap 66 responden yang terdiri dari 33 responden yang mengkonsumsi air sumur dan 33 responden yang mengkonsumsi bukan air sumur. Secara deskriptif dapat dijelaskan antara lain keadaan karang gigi responden yang mengkonsumsi air sumur pada awal pengamatan rara-rata 2,97 berada pada kriteria buruk. Sedangkan keadaan karang gigi pada responden yang mengkonsumsi bukan air sumur menunjukkan nilai rata-rata 0,57 berada pada kriteria baik. Keadaan karang gigi responden yang mengkonsumsi air sumur pada akhir pengamatan nilai rara-rata 2,97 berada pada kriteria buruk. Sedangkan keadaan karang gigi pada responden yang mengkonsumsi bukan air sumur menunjukkan nilai rata-rata 0,48 berada pada kriteria baik. Hasil analisis data dengan menggunakan uji T- test dua sampel berbeda pada awal pengamatan didapatkan t hitung dengan equal varience not assumed sebesar 10,977 dan probabilitas sebesar 0,000. Dan hasil analisis data pada akhir pengamatan didapatkan t hitung dengan equal varience not assumed sebesar 5,907 dan probabilitas sebesar 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,005, maka Ho ditolak atau kedua rata-rata skor karang gigi pada pengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur benar-benar berbeda secara signifikan baik pada awal pengamatan dan akhir pengamatan. Besar perbedaannya pada awal pengamatan sebesar 1,39 berada diantara perbedaan rata-rata bagian bawah =1,14 dan perbedaan rata-rata bagian atas = 1,65. Dan besar perbedaannya pada akhir pengamatan sebesar 0,79 berada diantara perbedaan rata-rata bagian bawah =0,52 dan perbedaan rata-rata bagian atas = 1,05. Hasil analisis tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terjadinya karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur di Desa Kelan 2010. Perbedaan yang didapatkan antara lain pada responden yang mengkonsumsi air sumur nilai rata-rata karang gigi berada pada kriteria buruk sedangkan pada responden yang mengkonsumsi bukan air sumur nilai rata-rata karang gigi berada pada kriteria baik. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kandungan air sumur yang dikonsumsi oleh responden banyak mengandung kalsium, sehingga akan mempercepat pengapuran dan pengendapan plak menjadi karang gigi. Hal ini didukung oleh hasil tes laboratorium air sumur Desa Kelan menunjukkan kandungan rata-rata kalsium cukup tinggi yaitu 132,08 mg/liter air dibandingkan dengan standar normal kalsium dalam air minum yaitu 100 mg/liter air 8. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Be Ken Nio, bahwa karang gigi terbentuk akibat dari kalsium yang ada dalam air ludah akan mengendap pada lapisan plak, kemudian terjadilah pengapuran lapisan plak dan mengeras maka terbentuklah karang gigi (calculus) 7. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Houwink, yang mengatakan bahwa karang gigi terbentuk karena plak yang dibiarkan dalam waktu lebih lama pada gigi dan akan berkalsifikasi 5. Konsentrasi kalsium pada air minum yang melebihi standar apabila dikonsumsi terus menerus dapat menambah kepekatan air ludah sehingga kalsium bersama dengan phosphat akan membentuk hablur dan menjadi karang gigi. Jenis karang gigi yang terbentuk adalah karang gigi air ludah (salivary calculus) 9 Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang bermakna terjadi karang gigi pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang bukan air sumur, di Desa Kelan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung

Provinsi Bali 2010. Sehingga disarankan kepada masyarakat Desa kelan pada umumnya dan masyarakat yang mengkonsumsi air sumur pada khususnya, agar lebih memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya, dengan cara menyikat gigi segera setelah makan minimal dua kali dalam sehari, yaitu pagi setelah makan dan malam sebelum tidur, rajin memeriksakan gigi dan membersihkan gigi ke tempat pelayanan kesehatan gigi minimal enam bulan sekali. DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan RI. Tata cara kerja pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik; 1995. h. 30. 2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas. Jakarta: Depkes RI; 2000. h. 13-14. 3. Tarigan R. Kesehatan gigi dan mulut. Edisi IV. Jakarta: EGC; 1995. h. 34-35. 4. Tarigan R. Kesehatan gigi dan mulut. Edisi I. Jakarta: EGC; 1998. h. 32. 5. Houwink BJ. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada; 1993. h. 40-43. 6. Tomasowa RA. Pengetahuan dasar tentang kesehatan gigi dan mulut. Jakarta: Depkes RI; 1995. h. 15-16. 7. Be KN. Preventif dentistry. Bandung: Yayasan Kesehatan Gigi Indonesia; 1997. h. 26-28 8. WHO. Guidelines for Drinking-Water Quality. Geneva: Heal Criteria and Other Supporting Information; 1996. p. 46-47. 9. Ariyantono E. Karang gigi. 2009. Available from: http://www.dhathox. co.cc/2009/12/karang-gigi.html. Accessed September 27, 2010.

The effect of oral rinse from beluntas extract to minimize the creation of plaque Asep Arifin Senjaya Jurusan Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Denpasar ABSTRAK Obat - obat tradisional bukan masalah bagi kehidupan masyarakat khususnya yang hidup di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Beluntas adalah tanaman yang umum tumbuh di Indonesia. Ekstrak beluntas sangat efektif untuk mengurangi pertumbuhan mikrobakteri dalam air ludah. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas kumur - kumur ekstrak beluntas untuk mengurangi pembentukan plak. Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental murni menggunakan pretest design with control. Populasi penelitian 61 orang. Pada penelitian ini tidak dilakukan sampling, tetapi menggunakan total populasi dengan memberlakukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kelompok eksperimen diberikan kumur - kumur ekstrak beluntas, sedangkan kelompok kontrol diberikan kumur - kumur aquadest. Pengukuran plak menggunakan metode Sillness dan Loe. Hasil: Jumlah mahasiswa yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 34 orang, terdiri dari 24 perempuan dan 10 laki - laki. Tidak dijumpai sampel yang ekslusi. Pada sampel yang berkumur - kumur dengan aquadest dijumpai satu orang sampel dengan indeks plak terendah: 1,25 dan satu orang sampel dengan indeks plak tertinggi: 2,71. Pada sampel yang berkumur - kumur dengan ekstrak beluntas dijumpai satu orang dengan indeks plak terendah: 1,04 dan satu orang dengan indeks plak tertinggi: 2,79. Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa indeks rata - rata pada sampel yang berkumur - kumur dengan ekstrak beluntas: 1,76. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan indeks plak rata - rata pada sampel yang berkumur - kumur dengan aquadest, yaitu: 1,98. Uji Mann Whitney menunjukkan nilai signifikansi: 0,106, ini berarti tidak ada perbedaan antara kedua cara berkumur tersebut. Simpulan: Kumur - kumur ekstrak beluntas tidak efektif untuk mengurangi pembentukan plak. Kata kunci: ekstrak beluntas, pembentukan plak Korespondensi: Drg. Asep Arifin Senjaya M.Kes, Poltekkes Kemenkes Denpasar, Jurusan Kesehatan Gigi. Jl. P Moyo no 33 Pedungan Denpasar Selatan. Telp: 0361720084. 1

INTRODUCTION Traditional medicine is not something new in Asia, Africa and Latin America 1. In ancient Egypt, the cultivation of plants needed for traditional medicine started at 2,500 B.C. 2. In recent days, the research and development in medicinal plants was conducted widely in Indonesia as well as overseas. Health Minister of the Republic of Indonesia supports the traditional treatment and healing that is being so progressed in Indonesia. There has been published a decision letter of the Health Minister of the Republic of Indonesia regarding: the center for the development and application of the traditional way of treatment in namely 12 provinces 3. Beluntas (Plucea Indica) is a kind of plant that could been easily found in Indonesia. Beluntas leaves have unique aromas and bitter taste and helps to increase appetite, helps in the digestive system, stop perspiration, lower temperature and also act as freshener 3. Beluntas leaves can also be used to remove body odor and bad breath 1,3,4,5. As a traditional medicine, beluntas leaves is also used to relieve cough and stop diarrhea. Beluntas leaves have an anti bacteria and anti oxidant function and also tends to develop as preservation for food. Beluntas leaves effective to relief any kind of diseases caused by bacteria infection 6. Beluntas is a small plant that grow straight with an average height of 2 meters. This is a wild plant grow on a dry climate and hard and stony soil or some may plant it as fence plants. Beluntas need sunshine, normally grows near sea costal area with height of 1,000 m above sea level 3. The chemical substance that is contained in Beluntas are alkaloid, flavonoida, tannin, and atsiri oil which usually contain several phenol compounds such as eugenol, kavikol, phenyl propane and sineol. This phenol compound has a very strong anti bacterial potency 7. Research: Beluntas leaves extract used to lower the bacterial amount inside the mouth done by Nahak M M and companions (2006) showing that Beluntas leaves extract has capability decrease down the bacteria s growth in saliva. The Beluntas leaves in higher concentration will decrease the microba s growth. However, there is no significant difference in the decrease of microba s growth between sample that using 10%, 20% and 30% extract 8. Oral health is a part of public fundamental health and welfare 8. Health Research Principal Year 2007 shows DMF T: 4.85. Index DMF T shows the amount of damage tooth transpire as decay, missing, and filling 9. Caries is a disease whereby bacterial process damage hard tooth structure (enamel, dentin, and cementum). Caries will only appear if there are 4 factors: bacteria, substrate, susceptible teeth, and timing, which cannot be argued that if there is no plaque then caries will not happen. One of the preventive measure is to remove and prevent the formation of plaques, as well as cleaning the plaque at certain time 10. 2

Bacterial collects directly on enamel, but usually bacteria will be collected first on pellicle. Pellicle is a thin layer, smooth, and colourless from protein especially glycoprotein saliva that collected on teeth surface. Several minutes after pellicle formed, then it will be populated by bacteria. Those populated pellicle that is called plaque 11. Plaque is the pellicle that contains bacteria. Definition of pellicle is thin skin or film consists most of glycoprotein. Pellicle that formed from saliva or gum liquid will be formed first on the tooth. Right after the cuticle formed, bacteria typed coccus (primarily streptococcus) will be collected on the cuticle surface. Plaques consists of two main types: Supragingival and Subgingival on cervical gingival or pocket periodontal. The early shape is more cariogenic. Which the last formation can stimulate the periodontal disease. Tooth plaques takes part in the pathogenic of caries and periodontal disease 11. Dental plaque is a soft deposit that accumulates on the teeth. Plaque can be defined as a complex microbial community with greater than 10 10 bacteria per milligram. It has been estimated that as many as 400 district bacterial species may found in plaque. In addition to the bacterial cells, plaque contains a small number of epithelial cell, leucocytes, and macrophages 12. The primary cause of the periodontal diseases is the bacterial irritation. While the secondary cause consists of two factor namely local and systemic factor. The local factor consists of the following: 1) improper restoration, 2) caries, 3) the accumulation of food debris, 4) removable partial denture which are not properly done, 5) removable or fixed orthodontic appliance, 6) the malformation of teeth, 7) the improper lips formation, 8) mouth breathing, 9) smoking habit, 10) groove formation of on the surface or the cervical area. While the systemic factor consists of: 1) genetic factor, 2) nutrition, 3) hormonal imbalance, 4) hematologic factor 11. Periodontal disease can be prevented and the early treatment is very simple. If the disease progresses, then it will require more complicated therapy. When there is good and accurate plaque control then most of the patient will not experience gingivitis or periodontitis. Cleaning teeth is to remove plaque 13. To show plaque on the teeth surface can be done using disclosing agent 13 and determining plaque score using plaque index as stated by Silness and Loe.(1964) 13,14. Plaque controlling method can be with chemical ingredients (mouthwash solution), water irrigation and mechanisms (teeth polishing and brushing teeth) regular prevention / cure from plaque accumulation is the best method to keep off periodontal diseases and the most important prevention measure is using tooth brush effectively. Brushing teeth effectively is the very method to prevent accumulation of plaque 13. The main objectives on this analysis the effect of using beluntas extract to decrees plaque formation. The research question: Is oral rinse using beluntas extract effective to minimize the plaque formation? 3

The Purpose of this research: first is to increase knowledge on the usage of Beluntas leaves as antiseptic oral rinse suspension and the second as an additional information for further research. Hypothesis of research is: oral rinse using beluntas extract effective to minimize the plaque formation. MATERIAL AND METHOD This is a pure experimental study using pretest design with control. The test being done on November to the early December at 2009. The research population is the entire students of Dental Nursing Departement in Health Polytechnic Denpasar at 2009/2010, with the sum of 61 students. No samples being done. The test is done using the total population with inclusive and exclusive criteria. Criteria of Inclusive samples are the following: 1) Available to be the research sample, 2) Posses at least 28 teeth, 3) Posses a healthy teeth condition, 4) Do not suffer from gingivitis or periodontal disease. Criteria of exclusive sample are the following: 1) The sample is absent due to sickness or other reason, 2) The sample has done tooth brushing when the research time set. When the research time was done, there are 34 students have completed the inclusive criteria. No exclusive samples was found. The data gathering as of the following: 1) A week before the data gathering. There should did the tooth polishing and plaque removal and the entire students were taught the manner of proper tooth brushing by the Dental Nursing in Health Polytechnic Denpasar who have qualified the inclusive sample criteria. 2) During the time when the research being done (which is on Thursday), the sample was divided in to two groups which is the treatment and control group. The grouping was done by lottery technic. 3) After the lottery technic, to each student of the treatment group were given a bottle of Beluntas extract (150 ml), while a bottle of aquadest was given to the control group. The Beluntas extract was made of 2.5 kg of young Beluntas leaves. The leaves are fresh, boiled with 5,000 ml of water. The boiling time should take an hour, while the aquadest can be bought at any chemical store. 4) The following day (Friday), all throughout the day no tooth brushing was done and as the substitute, the students will be given 30 ml of beluntas extract and 30 ml of aquadest in 20 second mouth rinsing. The rinsing was done three times during the day, which was after breakfast, after lunch and before went to bed. During this experimental period the sample should not consume the sweets that can stick to the teeth such as: candies, chocolates and dodol. 5) After the time accomplished, the samples should do the rinsing again using same method in the morning at the following day (Saturday). So that the total time of rinsing is 4 times which the examination of plaque on the samples followed by Silness and Loe method (1964) 15. The result is recorded on a separate sheet. After the plaque examination, the samples may go for tooth brushing. This is the end of the procedure. 4

The teeth surface that examined on the index set by Silness and Loe are: buccal, lingual, mesial, and distal. The teeth examined are the following: 1) The first molar: the right upper jaw (16), 2) The second incisor: the right upper jaw (24), 3) The first molar: left lower jaw (36), 4) The second incisor: left lower jaw (32), 5) The first premolar: right lower jaw (44) 15. When the index tooth is missing then there is no replacement. The procedure of the index plaque measurement is: to evaluate the plaque score on the teeth surface (buccal, lingual, and distal). The index plaque of each tooth attained by the total plaque index of all the teeth that divided by the number of teeth being examined 15. The value (score) of the teeth surface is 15 : No. Score Criteria 1. 0 No plaque is detected 2. 1 A thin layer of plaque of the gum side is detected by scratching the probe or using disclosing 3. 2 The accumulation of plaque on the minimum rate along the gum side and obviously seen 4. 3 The large accumulation of plaque along the gum side and at the interdental area The plaque index examination is done at Dental Clinic Dental Nursing Departement - Health Polytechnic Denpasar. The material and instruments that used were: two mouth mirrors, dental pliers, examination sheet, cotton, and disclosing agent. The gathering data was analized by statistic univariate analysis using frequency, mean, range, and standard deviation. The same data was also analized by statistic bivariate analysis using Mann Whitney test. RESULT The students which were qualified for the inclusive criteria were 34 students. Consists of 24 female students (70.58%) and 10 male students (29.42 %). The average age 20 years. No exclusive samples was found. We were using aquadest mouth rinsing for the samples, found that: one person with the lowest plaque index of 1.25 and one person with the highest plaque index was 2.71. Mean plaque index on the samples that were using aquadest 1.98. The deviation standard was 1.42. Plaque index on Beluntas extract rinsing samples, we found that: one person with the lowest plaque index of 1.04 and one person with the highest plaque index of 2.79. Mean plaque index on the samples has been used Beluntas extract is 1.76 and the deviation standard was 0.45. 5

Based on this research, we could say that the mean plaque index on the samples using Beluntas extract as mouth rinsing was 1.76. This score was lower than the samples that were using aquadest rinsing which was 1.98. A test of Mann Whitney was used to identify whether there was a difference on plaque index after using aquadest rinsing compare to Beluntas extract rinsing 16. The result is the significant score of 0.106. DISCUSSION Mean plaque index on the samples that were using Beluntas extract as mouth rinse: 1.76. The score is lower than mean plaque index on the samples that were using aquadest as mouth rinse: 1.98. This is indicating that Beluntas extract has capacity to decrease the plaque. Beluntas contains several chemical compounds, one of them is Phenol 7. Phenol compounds contain very strong antibacterial potency 7. Phenol also known as carbolic acid, is an organic compound with the chemical formula: C 6 H 5 OH. Phenol appreciably soluble in water and versatile precursor to a large of drugs. The antiseptic property of phenol were used by Sir Joseph Lister (1827-1912) in his pioneering technique of antiseptic surgery 17. Phenol has been used since long time ago as mouth rinse solution and when used in high concentration with another compound, phenol has proved to decrease plaque accumulation 11. This statement can be interpreted that phenol usage is effective in decreasing plaque if combined with another compound. The decrease of plaque is very important because teeth plaque have a role in pathogenicity from caries and periodontal disease 13. The pathogenicity from plaque is caused by high amount of microorganism within the plaque. Around 300 species and sub species of microorganism can be found and be isolated from a sample of plaque that was taken from sub gingival area 14. Mann Whitney test result showed a significant value for a single type: 0.106. This means even though the average plaque index with samples that rinsed with Beluntas extract was lower than average plaque index with samples that rinsed with aquadest, but there is no significant differences in the plaque decrease between rinsing with Beluntas extract and was not effective in decreasing plaque formation. On this research Sillness and Loe method was used to examine plaque by measuring plaque thickness. This method can be used if there are two samples from two different groups which have same plaque index, but the researcher does not knowledge on microorganism amount on those two samples. In this case rinsing with aquadest and sample using beluntas extract. Plaque is the pellicle containing bacteria hat glued tightly to the teeth as supra gingival or sub gingival on cervix gingival or periodontal pocket. Plaque controlling method can be done using chemical ingredients (rinsing solution), water irrigation, and mechanism (tooth polishing, brushing teeth). Effective tooth brushing is the major method to get solved clean the plaque. So that the best method to the plaque removal is teeth polishing and tooth brushing 11. Dental plaque can cause to dental caries and periodontal problems such as gingivitis and chronic periodontitis. Dental plaque removal is essential for maintaining good oral health. Follow these tips on how to remove plaque from teeth: (1) Brush thoroughly at least twice a day with a fluoride toothpaste. (2) Use dental floss 6

everyday to remove plaque from your teeth and under your gum line. (3) Check your teeth with disclosing agent (tablet or solution) to ensure removing tooth plaque. (4) Control your diet. Limit sugary or starchy foods especially sticky snacks. (5) Ask your dentist or dental hygienist if your plaque removal techniques are good enough. (6) Visit your dentist regularly for professional cleanings and dental examinations 18. The average of plaque formation after oral rinse with aquadest is higher than the average plaque formation after oral rinse with beluntas extract. There is no difference from plaque formation after oral rinse with aquadest than Beluntas extract. So the conclusion of this research is: oral rinse using beluntas extract is not effective to decrease plaque formation. Furthermore it can be recommended that: 1) Beluntas extract can be used as mouth rinsing, 2) Teeth brushing is the major method to clean the plaque. REFERENCES 1. Suriawiria U. Obat mujarab dari pekarangan rumah. Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2000. h. 20 2. Kartasapoetra G. Budidaya tanaman berkhasiat obat. Cetakan kedua. Jakarta: Rineka Cipta. 1992. h. 1,2. 3. Dalimartha S. Atlas tumbuhan obat Indonesia Jilid 1. Cetakan VIII. Jakarta: Trubus Agriwidya, 2005. h. viii, 18-21. 4. Hariana A. Tumbuhan obat dan khasiatnya Seri I. Cetakan IV. Depok: Penebar Swadaya. 2004. h. 38,40 5. Sunariadi S. Ramuan Obat Tradisional. Surabaya: Amelia; 1999. h. 22 6. Anonim. Kamus Ilmiah: Daun beluntas sebagai bahan anti bakteri dan anti oksidan. Available from: http://www.kamusilmiah.com. Accessed: Oktober 29, 2010. 7. Heyne K. Tumbuhan berguna Indonesia II. Jakarta: Badan Litbang Departemen Kehutanan; 1987. h. 85. 8. Nahak MM, Dharmawati I.G.A.A., Tedjasulaksana R. Khasiat ekstrak daun beluntas untuk mengurangi jumlah bakteri dalam saliva. Interdental Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 5:139-142. 9. Departemen Kesehatan R I. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta; 2008. h. 140. 10. Kidd Edwina AM, Joyston S Bechal. Dasar-dasar karies, penyakit dan penanggulangannya. Narlan Sumawinata, Safrida Faruk (penterjemah). Jakarta: EGC; 1992. h. 1,2,141,142. 11. Manson JD, Eley BM. Buku ajar Periodonti. Lilian Yuwono (penterjemah). Jakarta: Hipokrates; 1993. h. 23, 44, 49, 67,115, 116, 173. 12. Haake SK. Microbiology of dental plaque. Available from: http://www.dent.ucla.edu/ members/microbio/mdphome.html. Accesed October 29, 2010 13. Forrest JO. Pencegahan penyakit mulut. Yuwono (penerjemah). Jakarta: Hipokrates; 1995. h. 24, 29, 33 40. 14. Rateischak KH, Wolf HF, Hassel TM. Periodontology. 2 nd revised and expanded edition. New York: Thieme Medical Pub, Inc; 1989. p. 19, 35, 36. 7

15. WHO. Silness - Loe Index. Available from: http:/www.whocollab.od.mah.se/index. html. Accessed September 15, 2009. 16. Santoso S. Mengatasi berbagai masalah statistik dengan SPSS versi 11,5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia; 2005. h. 425. 17. Wikipedia. Phenol. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/phenol. Accessed : October 29, 2010. 18. Wikipedia. Dental plaque. Available from: http://en.wikipedia.org/dentalplaque Accesed October 29, 2010. 8

1 Perbedaan pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring dan tanpa monitoring terhadap, sikap, perilaku dan status kebersihan gigi dan mulut. (Kajian terhadap murid SDN 1 dan 2 Sepang Kelod, Singaraja, Bali, tahun 2010) ABSTRAK Ni Ketut Ratmini Poltekkes Kemenkes Denpasar, Jurusan Kesehatan Gigi Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat bertujuan memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif dari program UKBM diantaranya adalah peningkatan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring dengan tanpa monitoring terhadap pengetahuan, sikap, perilaku dan status kebersihan gigi dan mulut murid SD. Penelitian ini adalah eksperimental semu dengan rancangan pretest and posttest group design. Subjek penelitian berjumlah 125 orang, dibagi dalam dua kelompok, yaitu: kelompok I responden kelas IV-VI SDN 1 Sepang Kelod yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring (64 orang), kelompok II adalah responden kelas IV- VI SDN 2 Sepang Kelod yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi tanpa monitoring (61 orang). Pre-test menunjukkan hasil yang sebanding pengetahuan, sikap dan status kebersihan gigi dan mulut (p>0,05) dan terdapat perbedaan perilaku antara kelompok I dengan kelompok II (p<0,05). Hasil setelah perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pengetahuan responden antara kelompok I dengan kelompok II (p>0,05) dan ada perbedaan yang signifikan sikap, perilaku serta status kebersihan gigi dan mulut antara kelompok I dengan kelompok II (p<0,05). Pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring terhadap sikap, perilaku dan status kebersihan gigi dan mulut murid sekolah dasar. Kata kunci: Monitoring, sikap, perilaku, status kebersihan gigi dan mulut. Korespondensi: Ni Ketut Ratmini, Poltekkes Kemenkes Denpasar, Jurusan Kesehatan Gigi. Jl. P Moyo no 33 Pedungan Denpasar Selatan. Telp: 0361720084 PENDAHULUAN Pendidikan kesehatan gigi adalah usaha terencana dan terarah untuk menciptakan suasana agar seseorang atau kelompok masyarakat mau mengubah perilaku lama yang kurang menguntungkan untuk kesehatan gigi, menjadi lebih menguntungkan untuk kesehatan giginya 1. Tehnik yang dianjurkan untuk mencapai

2 tujuan pendidikan kesehatan gigi agar dapat memotivasi sesuai kebutuhan individu adalah, melalui alat bantu pendidikan yang tepat 2. Metode ceramah yang diikuti dengan memperagakan cara menyikat gigi (demonstrasi menyikat gigi) efektif digunakan terhadap murid SD untuk menyampaikan informasi tentang pendidikan kesehatan gigi 3. Dorongan orang tua dalam membantu anak belajar dapat berupa monitoring secara rutin 4. Upaya pendidikan usia sekolah sangat perlu dilakukan, karena anak usia sekolah merupakan kelompok umur yang rawan terhadap masalah kesehatan. Pendidikan kesehatan melalui anak-anak sekolah sangat efektif untuk merubah perilaku dan kebiasaan-kebiasaan tentang kesehatan 5. Pentingnya pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada usia sekolah, karena anak-anak dengan keadaan gigi dan mulut buruk akan mengganggu belajar dan aktifitas sehari-hari 6. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring dengan tanpa monitoring terhadap sikap, perilaku dan status kebersihan gigi dan mulut murid SD. BAHAN DAN METODE Monitoring (pemantauan) adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran (awareness) tentang apa yang ingin diketahui 7. Likert mengatakan, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang terhadap suatu objek perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) 8. Perilaku merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan 9.. Menurut Wilkin dan Cullough, tingkat kebersihan mulut ditentukan oleh jumlah deposit dan pewarnaan gigi (stain) 10. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu dengan rancangan pretest-posttest control group design. Subjek penelitian adalah responden kelas IV,V dan VI SDN Sepang Kelod yang berjumlah 125 orang, dibagi dalam kelompok perlakuan I dan II. Kelompok perlakuan I adalah responden kelas IV,V dan VI SDN 1 Sepang Kelod yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring (64 orang). Kelompok perlakuan II adalah responden kelas IV,V dan VI SDN 2 Sepang Kelod yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi tanpa monitoring (61 orang). Variabel pengaruh dalam penelitian ini yaitu, pemberian pendidikan kesehatan gigi dengan metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring, sedangkan variabel terpengaruh yaitu: sikap, perilaku dan status kebersihan gigi dan mulut murid sekolah dasar. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur sikap dan perilaku murid tentang kebersihan gigi dan mulut. Status kebersihan gigi dan mulut diukur dengan melakukan pemeriksaan kebersihan gigi dan mulut menggunakan indeks PHP-M (Personal Hygiene Performance-Modified) 6. Telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner pada 30 orang murid SDN 3 Sepang Kelod Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Singaraja dalam penelitian ini. Hasil uji validitas kuesioner menunjukkan bahwa: Aitem pernyataan sikap yang berjumlah 17 aitem, dinyatakan valid 15 aitem (r antara 0,788 0,971) dan reliabel (α =0,970). Seluruh aitem pernyataan perilaku (16 aitem) dinyatakan valid (r antara 0,733 0,890) dan reliabel (α =0,976).

3 Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji statistik parametrik: Paired t-test, Independent t-test dan analisis delta. Pengukuran sikap, perilaku dan status kebersihan gigi dan mulut dilakukan sebelum perlakuan (pre-test). Pengukuran setelah perlakuan dilakukan post-test I, selanjutnya setelah tiga bulan perlakuan dilakukan post-test II. Hal ini dilakukan, karena perubahan perilaku dapat diukur setelah tiga sampai enam bulan setelah perlakuan 11. Analisis data menggunakan Statistik Program for Social Science (SPSS) versi 16, dengan pengujian hipotesis berdasarkan taraf signifikan p<0,05. Hasil uji normalitas, menunjukkan data penelitian semua berdistribusi normal. HASIL PENELITIAN Analisis perbedaan antar kelompok (Independent t-test), menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata sikap dan status kebersihan gigi dan mulut responden antara kelompok I dengan kelompok II pada pre-test (p>0,05). Terdapat perbedaan rerata nilai perilaku responden antara kelompok I dengan kelompok II pada pre-test (p<0,05) (tabel 1). Hasil analisis peningkatan rerata nilai sikap pre-test ke post-test II pada kelompok perlakuan I; 10,66 dan kelompok II; 7,688, terdapat selisih; 2,98, kelompok I lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok II. Secara statistik ada perbedaan yang signifikan peningkatan rerata nilai sikap responden antara kelompok perlakuan I dengan perlakuan II (t=2,992, p<0,05) (tabel 2). Peningkatan rerata nilai perilaku pre-test ke post-test II pada kelompok perlakuan I; 10,73 dan kelompok II; 7,83, terdapat selisih; 2,90, kelompok I lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok II. Secara statistik ada perbedaan yang signifikan peningkatan rerata nilai perilaku antara kelompok perlakuan I dengan perlakuan II (t=3,348, p<0,05) (tabel 2). Peningkatan rerata status kebersihan gigi dan mulut pre- test ke post-test II pada kelompok perlakuan I; 20,57) dan kelompok II; 12,90, terdapat selisih; 7,67, kelompok I lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok II. Secara statistik ada perbedaan yang signifikan peningkatan rerata status kebersihan gigi dan mulut antara kelompok perlakuan I dengan perlakuan II (t= 4,677, p<0,05) (tabel 2). Tabel 1. Analisis Independent t- test Sikap, Perilaku dan Status Kebersihan Gigi dan Mulut Responden Sebelum perlakuan antara kelompok I dengan kelompok II Variabel Kelompok Rerata SD t df=123 p Keterangan Sikap Perilaku Status Kebersihan Gigi & Mulut I 42,18 1,31 II 44,44 0,51 I 44,73 1,24 II 46,98-0,26 I 45,04 2,16 II 47,19 1,68 2,59 0,11 Tidak Signifikan 2,67 0,09 Signifikan 1,17 0,44 Tidak Signifikan

4 Tabel 2. Analisis Paered simple t-test Sikap, Perilaku dan Status Kebersihan Gigi dan Mulut Responden dari pre-test ke post-test II dalam Kelompok perlakuan I dan II Sikap variabel Perilaku Status Kebersihan Gigi dan Mulut Kelompok Perlakuan I Rerata selisih SD t df=123 p Kelompok Perlakuan II Rerata selisih SD t df=123 10,66-1,30-15,77 0,00* 2,65-0,22-10,56 0,00* 10,73-1,98-18,493 0,00* 7,83-2,38-12,158 0,00* 20,57 3,17 17,093 0,00* 12,90 3,29 11,628 0,00* p Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Delta Sikap, Perilaku dan Status Kebersihan Gigi dan Mulut Responden dari Pre-test ke Post-test II Antara Kelompok I dengan Kelompok II Variabel Kelompok Perlakuan I dan II t p Keterangan df=123 Sikap Perilaku Status Kebersihan gigi 2,992 3,348 4,677 0,003 0,001 0,000 Signifikan Signifikan Signifikan PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis awal karakteristik responden pada kelompok perlakuan I dan II (pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring dan pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi tanpa monitoring), tidak terdapat perbedaan yang signifikan atau sebanding. Distribusi frekuensi, sikap dan status kebersihan gigi dan mulut responden berdasarkan hasil pengukuran awal (pre-test) antara kelompok perlakuan I dengan kelompok II menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan, namun distribusi frekuensi perilaku menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok I dengan kelompok II. Adanya perbedaan perilaku antara kelompok I dengan kelompok II diduga, karena adanya perbedaan lingkungan/wilayah tempat tinggal, yang mana kelompok I berlokasi di dusun Asah Badung dan kelompok II di dusun Gunung Sari, dengan jarak tempuh berkisar tiga (3) km. Hasil analisis ini sesuai dengan teori Kurt Lewin yang mengatakan, terbentuknya perilaku dapat terjadi

5 karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Pengaruh yang paling besar terhadap perilaku adalah dari proses interaksi dengan lingkungan 1. Laporan hasil monitoring yang dilakukan oleh orang tua responden dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua responden sudah mengisi kartu monitoring sesuai dengan petunjuk untuk memonitoring anaknya dalam menyikat gigi di rumah. Jumlah kartu monitoring yang dibagikan kepada orang tua (64 lembar), telah kembali sesuai jumlah yang dibagikan (64 lembar). Pengembalian kartu monitoring pada minggu berikutnya sudah mulai memperlihatkan ketidakpatuhan, yaitu pengembalian jumlah kartu monitoring tidak sesuai dengan jumlah yang dibagikan (berkurang) dan ada juga yang mengembalikan kartu monitoring dengan mengisi hanya beberapa hari saja. Pengisian tanda ( ) yang tidak lengkap pada jumlah baris yang tersedia, membuktikan bahwa orang tua tidak rutin mengisi kartu monitoring sesuai dengan yang diharapkan peneliti. Hal ini diduga, karena beberapa orang tua responden tidak sempat mengisi kartu monitoring karena alasan sibuk atau tidak bisa mengisi kartu monitoring, karena orang tua responden tidak hadir pada waktu diundang untuk pembekalan pengisian kartu monitoring. Hasil analisis ini membuktikan bahwa ada ketidakpatuhan dalam pengisian kartu monitoring yang merupakan kelemahan penelitian dan dapat mempengaruhi efektivitas penelitian ini. Apabila monitoring yang dilakukan oleh orang tua menunjukkan kepatuhan, maka hasil penelitian ini mendukung pendapat Saefulloh yang menyatakan bahwa pelaksanaan monitoring yang dilakukan sejak awal, rutin pada proses dan di akhir pelaksanaan program, akan memberikan peningkatan efisiensi, efiktivitas, produktifitas serta secara akuntabilitas dapat dipertanggung jawabkan 12. Menurut Webste, s New Collegiate Dictionary, monitoring cenderung bersifat pengawasan, yaitu melakukan kegiatan pengawasan terhadap jalannya proyek 13. Menurut Azwar, untuk dapat melakukan pekerjaan pengawasan dengan baik, maka hal yang harus diperhatikan adalah objek pengawasan 14. Pembahasan hasil analisis monitoring orang tua, dijelaskan pada masing-masing variabel berikut: 1. Sikap Hasil analisis perbedaan rerata nilai sikap responden pada pre-test, post-test I dan post-test II antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai sikap responden sebelum perlakuan (pre-test) dan setelah perlakuan (post-test I dan post-test II) antara kelompok perlakuan I dengan perlakuan II (p>0,05) Hasil analisis peningkatan rerata nilai sikap responden dari pre-test ke posttest I menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada kedua kelompok (p<0,05). Analisis peningkatan rerata nilai sikap responden dari post-test I ke posttest II menunjukkan adanya peningkatan rerata nilai sikap yang signifikan pada kedua kelompok (p<0,05) dan analisis peningkatan rerata dari pre-test ke post-test II, menunjukkan adanya peningkatan rerata nilai sikap yang signifikan pada kelompok perlakuan I dan II (p<0,05). Adanya peningkatan rerata nilai sikap pada kedua kelompok perlakuan, disebabkan karena pada kedua kelompok yang telah mendapatkan pendidikan kesehatan gigi dengan metode ceramah dan demonstrasi

6 menunjukkan bahwa sikap dipandang sebagai hasil belajar, bukan hasil perkembangan atau sesuatu yang diturunkan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mar, at dalam buku pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi yang mengatakan bahwa, pendidikan kesehatan gigi yang telah diterima juga menimbulkan adanya keyakinan murid terhadap pengetahuan kesehatan gigi yang mereka dapatkan, sehingga terdapat peningkatan rerata nilai sikap 1. Hasil analisis ini mendukung pendapat Malvitz yang mengatakan, bahwa melalui pendidikan kesehatan gigi akan menimbulkan sikap dan tingkah laku yang positif terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut 15. Hasil analisis delta dari Pre-test ke Post-test II, menunjukkan adanya perbedaan peningkatan rerata nilai sikap yang signifikan antara kelompok I (p<0,05). Rerata peningkatan nilai sikap pada kelompok I (10,66), sedangkan kelompok II (7,688) terdapat selisih (2,98), kelompok I lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok II. Adanya peningkatan rerata nilai sikap yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan I yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring dibandingkan dengan kelompok II yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi tanpa monitoring, disebabkan karena monitoring menyikat gigi yang dilakukan oleh orang tua di rumah menghasilkan reaksi sikap yang lebih positif terhadap rangsangan yang diterimanya, sehingga murid yang mendapatkan monitoring menyikat gigi oleh orang tua terlihat lebih terkesan dan akan menetap serta membentuk pengertian dengan baik, sehingga dapat mempengaruhi sikap terhadap status kebersihan gigi dan mulut. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Guilbert yang mengatakan bahwa sikap merupakan hasil dari proses sosialisasi, yaitu bereaksi sesuai dengan rangsangan yang berupa objek 1. Hasil analisis ini juga mendukung teori tentang sikap dalam buku psikologi pendidikan yang mengatakan, sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu 16. Disimpulkan bahwa, pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring terhadap sikap tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid SD, dapat diterima. 2. Perilaku Hasil analisis perbedaan rerata nilai perilaku responden pada pre-test, posttest I dan post-test II antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II didapatkan: Pada waktu pre-test terdapat perbedaan yang signifikan perilaku responden antara kelompok perlakuan I dengan perlakuan II (p<0,05). Analisis perbedaan rerata nilai perilaku setelah perlakuan (post -test I) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok I dengan kelompok II (p<0,05). Analisis perbedaan rerata nilai perilaku setelah perlakuan (post-test II) menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok I dengan kelompok II (p>0,05). Hasil analisis peningkatan rerata nilai perilaku responden dari pre-test ke post-test I, dari post-test I ke post-test II, dari pre-test ke post-test II, menunjukkan adanya peningkatan rerata nilai perilaku yang signifikan pada kedua kelompok

7 perlakuan (p>0,05). Adanya peningkatan rerata nilai perilaku yang signifikan pada kedua kelompok perlakuan, disebabkan karena responden setelah mendapat pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi, menjadi sadar akan adanya informasi baru tentang menyikat gigi yang diterimanya, sehingga mereka mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang cara menyikat gigi, lalu mulai menilai apakah akan dan mulai mencoba melakukan cara menyikat gigi atau tidak dan selanjutnya mulai mencoba menyikat gigi sesuai yang diajarkan pada saat menerima pendidikan kesehatan gigi di kelas. Hasil analisis ini mendukung teori Roger, yaitu seseorang akan mengikuti atau menganut perilaku baru melalui tahapan: sadar akan adanya informasi baru, tertarik untuk mengetahui lebih lanjut lalu menilai dan mencoba melakukan 1. Hasil analisis ini juga mendukung pernyataan Depkes RI, bahwa pendidikan kesehatan gigi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk merubah perilaku individu, kelompok atau masyarakat, sehingga mempunyai kemampuan dan kebiasaan berperilaku hidup sehat terhadap kesehatan gigi dan mulut 17. Hasil penelitian ini mendukung pula pendapat Karefa yang mengatakan pendidikan kesehatan gigi yang disampaikan kepada seseorang atau masyarakat mengenai kesehatan gigi diharapkan mampu mengubah perilaku kesehatan gigi individu atau masyarakat 1. Hasil analisis delta menunjukkan adanya perbedaan peningkatan rerata nilai perilaku dari pre-test ke post-test II antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II (p<0,05). Adanya peningkatan rerata nilai perilaku yang lebih tinggi pada kelompok I yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring dibandingkan dengan kelompok II yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi tanpa monitoring, disebabkan karena monitoring menyikat gigi yang dilakukan oleh orang tua di rumah merupakan sumber penguat belajar (penguat ekstrinsik), sehingga memperoleh peningkatan rerata nilai perilaku yang lebih baik. Hasil analisis ini mendukung pendapat Atmodiwiryo, yang mengatakan bahwa pendidikan kesehatan gigi oleh orang tua dapat meningkatkan atau memperkuat suatu perubahan perilaku kesehatan gigi yang dianggap belum memadai 1. Hasil analisis ini menguatkan hasil penelitian tentang monitoring sepuluh menit yang mendapatkan, bahwa hasil monitoring sepuluh menit mencuci tangan pakai sabun di tingkat rumah tangga, mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat 17. Hasil analisis ini mendukung pula Program Edukasi dan Rehabilitasi Gizi (PERGIZI) yang mendapatkan telah terjadi perubahan perilaku yang lebih sehat dan lebih baik dalam merawat dan memberi makan anak dengan pelaksanaan monitoring 18. Disimpulkan bahwa, pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring terhadap perilaku tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid SD, dapat diterima. 3. Status Kebersihan Gigi dan Mulut Hasil analisis perbedaan rerata status kebersihan gigi dan mulut, menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan rerata status kebersihan gigi dan mulut responden sebelum perlakuan (pre-test) antara kelompok perlakuan I dengan

8 perlakuan II (p>0,05). Setelah diberikan perlakuan (post test I dan pada post-test II) terdapat perbedaan yang signifikan rerata status kebersihan gigi dan mulut responden antara kelompok I dengan kelompok II (p<0,05). Hasil analisis peningkatan rerata status kebersihan gigi dan mulut pada masing-masing kelompok perlakuan, menunjukkan adanya peningkatan rerata yang signifikan dari pre-test ke post-test I, dari post-test I ke post-test II, dan dari pre-test ke post test II pada kedua kelompok perlakuan (p<0,05). Adanya peningkatan status kebersihan gigi dan mulut yang signifikan pada kedua kelompok, disebabkan karena responden setelah mendapat mendapat pendidikan kesehatan gigi mulai termotivasi untuk memperbaiki cara pemeliharaan kesehatan gigi melalui pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi menyikat gigi serta dilanjutkan dengan menyikat gigi bersama. Menyikat gigi bersama yang dilakukan di sekolah dapat menghasilkan perubahan yang bermakna. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Howard yang mengatakan, latihan khusus mengenai cara membersihkan gigi yang benar akan menghasilkan perubahan yang bermakna pada status kebersihan gigi dan mulut individu atau masyarakat 1. Hasil analisis delta dari pre-test ke post-test II pada kedua kelompok perlakuan menunjukkan adanya peningkatan rerata status kebersihan gigi yang signifikan. Hasil analisis ini membuktikan bahwa pada kelompok perlakuan I yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring memberikan peningkatan status kebersihan gigi dan mulut yang lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan II yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi tanpa monitoring. Adanya peningkatan rerata status kebersihan gigi dan mulut yang lebih tinggi antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan II, disebabkan karena pada kelompok perlakuan I yang mendapatkan monitoring oleh orang tua di rumah, mereka dapat menerapkan pelaksanaan menyikat gigi secara teratur sesuai dengan waktu yang dianjurkan, yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur, sehingga menjadi kebiasaan. Hasil penelitian ini mendukung pendapat Feshbein dan Ajzen, tentang kaitan antara sikap dan perilaku yaitu, apabila pola sikap positif telah terbentuk, maka timbul niat untuk melaksanakan suatu hal tersebut, namun demikian untuk sampai pada pelaksanaannya sangat tergantung pada beberapa hal seperti; tersedianya sarana, kemudahan-kemudahan lain, serta pandangan orang lain di sekitarnya (tokoh masyarakat, ayah, teman, dan lain-lain) 19. Disimpulkan bahwa, hipotesis yang menyatakan pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring terhadap status kebersihan gigi dan mulut murid SD dapat diterima. SIMPULAN 1. Sikap tentang pemeliharaan kesehatan gigi murid SD yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring.

9 2. Perilaku tentang pemeliharaan kesehatan gigi murid SD yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring. 3. Status kebersihan gigi dan mulut murid SD yang diberi pendidikan kesehatan gigi metode ceramah dan demonstrasi disertai monitoring lebih baik dibandingkan dengan tanpa monitoring. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut ini: bagi sekolah dasar, agar mengikutsertakan orang tua/wali murid melalui kegiatan monitoring menyikat gigi di rumah secara teratur, agar dapat meningkatkan status kebersihan gigi dan mulut murid SD yang optimal. Kepada guru SD disarankan agar meningkatkan sikap, perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi untuk mencapai status kebersihan gigi dan mulut yang optimal pada murid SD. Bagi tenaga Puskesmas, supaya memonitoring kegiatan UKGS dan pelatihan dokter kecil ke lapangan, agar kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan, meningkatkan status kebersihan gigi dan mulut murid SD, meningkatkan pelayanan kesehatan gigi melalui kegiatan UKGS dan pelatihan dokter kecil, dan bagi Dinas Kesehatan, agar memberikan dukungan dana untuk kegiatan UKGS dan pelatihan dokter kecil, agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar. DAFTAR PUSTAKA 1. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi. Jakarta: EGC; 2009.H. 9, 14, 33-38. 2. Nurdin. Efektivitas pendidikan kesehatan gigi antara metode ceramah disertai diskusi dengan metode ceramah disertai demonstrasi terhadap pengetahuan, sikap, dan periaku murid sekolah dasar dalam meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. (Tesis), Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 3. Efendi N. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC; 1998. h. 37-390. 4. Susilo MJ. Gaya belajar menjadikan makin pintar. Yogyakarta: Pinus. 5. Depdiknas. Pedoman pelatihan pembina dan pelaksana UKS di SD dan MI. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani; 2006. 6. Sriyono NW. Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan. Medika. 2007. 7. Anonim. Monitoring. Available from: http://id.wikipedia.org. Accessed 23 Oktober 2009. 8. Azwar S. Sikap manusia teori dan pengukurannya. Edisi kedua. Cetakan XII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2008. h.18-24. 9. Sarwono S. Sosiologi Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2007. h. 26-30.

10 10. Priyono B. Pengaruh tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi orang tua terhadap sikap dan kebersihan mulut anak-anak yang pernah menerima program UKGS. Majalah Ilmiah Dies Natalis 1995. Edisi VII. Yogyakarta: FKG-UGM. 11. Sardiman AM. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2001. h. 43. 12. Saefulloh A. Monitoring dan evaluasi PPK IPM kabupaten Sukabumi. 2007. Available from: http://www.ppkipm.sukabumi.net.google. Accessed Desember 12, 2009. 13. Soekartawi. Monitoring dan evaluasi proyek pendidikan. Jakarta: Pustaka Jaya; 2009. 14. Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi III. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996. h. 135-138. 15. Syah M. Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: Remaja Rosdakarya; 2003. h. 34-35. 16. Depkes RI. Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah. Jakarta.1995. 17. Lestari A. Mencatat kemajuan program dengan monitoring sepuluh menit. 2008. Available from: http//www, Published. Accessed Juni 12, 2009. 18. Puslitbang Gizi dan Makanan. 2009. http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id, Accessed Maret 11, 2010. 19. Ruminem. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu tentang autisme dan partisipasi ibu dalam penanganan anak autis di rumah. (Tesis), Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2005.

Analisis fotometrik frontal wajah mahasiswi suku bali di FKG UNMAS Denpasar Wiwekowati, Surwandi Walianto, Pande Md. Maha Prasthanika Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Sudah banyak dilakukan penelitian mengenai fotometri wajah pada berbagai suku di Indonesia maupun berbagai ras di luar negeri. Namun, belum ada penelitian untuk wajah suku Bali. Pemeriksaan bentuk wajah terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan dari arah frontal dan lateral. Telah dilakukan penelitian fotometrik frontal pada 30 sampel mahasiswi FKG UNMAS usia 18 24 tahun. Telah dilakukan penelitian pengukuran wajah pandangan frontal, baik secara vertikal dan horizontal sebanyak 12 parameter. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ciri ciri fisik wajah wanita suku Bali, interval nilai normal, rata rata jaringan lunak wajah; serta meneliti menarik atau tidaknya wajah menurut formula neoclassical canons. Metode penelitian adalah deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa ciri ciri fisik wajah wanita suku Bali adalah panjang hidung lebih kecil dari lebar wajah bawah; lebar interokular lebih kecil dari lebar hidung, lebih besar daripada lebar mata kanan, dan lebar mata kiri; lebar mulut lebih kecil dari 1,5 kali lebar hidung, dan lebar wajah atas lebih kecil dari 4 kali lebar hidung. Rata rata jaringan lunak wajah wanita suku Bali adalah panjang hidung 4,004 cm, panjang bibir bawah adalah 0,964 cm, panjang bibir dagu bawah adalah 2,676 cm, panjang vermilion atas adalah 0,807 cm, panjang vermilion bawah adalah 0,982 cm, lebar wajah atas adalah 12,380 cm, lebar wajah bawah adalah 10,488 cm, lebar mata kanan adalah 2,714 cm, lebar interokular adalah 2,980 cm, lebar mata kiri adalah 2,843 cm, lebar hidung adalah 3,434 cm, lebar mulut adalah 4,518 cm. Dari hasil penelitian, ternyata wajah wanita suku Bali yang menarik tidak sesuai dengan proporsi wajah yang menarik menurut neoclassical canons. Kata kunci: Fotometrik frontal, ciri fisik wajah wanita suku Bali, neoclassical canons. Korespondensi: Drg. Wiwekowati M.Kes, Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, Jl. Kamboja 11 A Denpasar, Telp. (0361) 7424079, 7642701, Fax. (0361) 261278 PENDAHULUAN Pada penampilan fisik, wajah adalah pokok persoalan penting dalam kehidupan sosial 1. Penampilan wajah adalah dasar untuk komunikasi dan interaksi dengan lingkungan. 2 Keberhasilan suatu perawatan ortodonsi sering berhubungan dengan penampilan wajah pasien yang meliputi profil jaringan lunak. 3 Wajah dengan estetik baik atau menyenangkan adalah wajah yang mempunyai keseimbangan dan keserasian bentuk, hubungan, serta proporsi komponen wajah yang baik. Penelitian tentang profil wajah jaringan lunak kebanyakan mengukur tentang perubahan profil serta variasi komponen profil yaitu hidung, bibir, dan dagu merupakan faktor penting dalam menentukan keindahan muka dan relasi antara hidung, bibir dan dagu tersebut sangat berpengaruh terhadap profil wajah. Profil yang seimbang adalah bila bibir atas, bibir bawah, dan dagu teletak pada satu garis vertikal yang melalui subnasal. 4 Menurut paradigma Angle perawatan ortodonsia bertujuan menghasilkan oklusi sempurna dari semua gigi dan kecantikan wajah. Konsep ini berkembang bukan saja pada dentofasial sebagai penentu tujuan perawatan dengan melakukan pemeriksaan sefalometri tetapi juga melakukan pemeriksaan klinis pasien dan penilaian pada jaringan lunak untuk

menentukan adanya perubahan sehingga memungkinkan untuk akurasi yang lebih dalam perawatan. 5 Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan metode langsung pada jaringan lunak, sefalometri radiologik, dan fotometri. 4 Fotometri digunakan dalam ortodontik yang menunjukan wajah sebelum dan setelah perawatan. Hasil perubahan wajah dari perawatan dapat dilihat secara subjektif dengan membandingkan foto sebelum perawatan, dan setelah perawatan. 6 Pemeriksaan bentuk wajah terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan pandangan frontal, dan pandangan lateral. 7 Pada pandangan frontal sebanyak 12 parameter pengukuran wajah, baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal diukur panjang hidung, panjang bibir atas, panjang bibir-dagu bawah, panjang vermilion atas dan panjang vermilion bawah. Secara horizontal diukur lebar wajah atas, lebar wajah bawah, lebar mata kanan, lebar interokular, lebar mata kiri, lebar hidung, dan lebar mulut. 6 Pada tahun 2003, Bass, melakukan penelitian tentang pengukuran sudut profil, dan analisis estetik pada profil wajah. Pada tahun 2005, Mejia-Maidi dkk melakukan penelitian tentang preferensi profil wajah antara orang Meksiko Amerika, dan orang yang berbangsa Kaukasoid. Pada tahun 2007, Stofza melakukan penelitian tentang karakteristik jaringan lunak wajah pada wanita Italia yang menarik, dan perbandingannya dengan wanita normal, dan juga di tahun 2008 dilakukan kembali penelitian tentang karakteristik jaringan lunak wajah pada remaja laki - laki dan perempuan yang menarik dan normal di Italia. Di Indonesia, pada tahun 1995, Lestari melakukan penelitian tentang posisi bibir yang baik pada wanita dari sudut pandang orang Indonesia suku Jawa terhadap garis E chaconas melalui tinjauan fotometri. Pada tahun 2008, Odias melakukan penelitian tentang analisis wajah perempuan suku Batak. Pada tahun 2009, Wiwekowati melakukan penelitian tentang fenomena wajah cantik pada wanita Jepang, dan wanita Jawa melalui studi komparasi menggunakan fenomena kaidah. 8 Semua penelitian tersebut membuktikan bahwa analisis jaringan lunak wajah dilakukan untuk memperoleh nilai normal yang digunakan sebagai acuan sehingga tidak lagi menggunakan standard ras lain sebagai referensi seperti ras Kaukasoid karena akan menyebabkan ketidakproporsionalan wajah. Nilai normal yang digunakan sebagai standard diharapkan dapat mempertahankan bentuk wajah tanpa merusak ciri dari pasien. 9 Nilai normal tersebut dapat dikaitkan dengan formula neoclassical canons untuk melihat proporsi wajah yang menarik. Noclassical canons adalah sembilan formula yang digunakan sebagai pemandu untuk menggambarkan wajah yang menarik. Namun, hanya terdapat enam formula canons yang bisa diuji dari pandangan frontal untuk menyelidiki adanya hubungan ketertarikan dari wajah. 10 Indonesia merupakan bangsa yang memiliki banyak suku. Bangsa Indonesia pada awalnya berasal dari ras Mongoloid dan Australomelansid yang membentuk sub-ras Proto Melayu dan selanjutnya Proto Melayu dengan mongoloid membentuk Deutro Melayu. 6 Namun di Indonesia, belum banyak dilakukan penelitian mengenai jaringan lunak wajah baik itu wanita maupun pria, sehingga masih terdapat kesulitan menentukan nilai normal dalam suatu perawatan, baik itu perawatan gigi khususnya bidang ortodonsia maupun perawatan lainya. Untuk itu diperlukan adanya suatu nilai rata rata dari jaringan lunak wajah suku Bali khususnya wanita Bali. Penelitian ini mengambil sampel wanita suku Bali karena penulis berada di lingkungan suku Bali, dan untuk mempermudah dalam pengambilan sampel. Penelitian ini bertujuan mengetahui ciri - ciri fisik wajah wanita suku Bali, memperoleh interval nilai normal, nilai rata rata dan standard deviasi wajah wanita suku Bali pada mahasiswa FKG UNMAS Denpasar yang berusia 18 24 tahun, mengetahui menarik atau tidaknya wajah wanita suku Bali menurut formula Neoclassical canons. METODE

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif. Penelitian ini memberikan gambaran terhadap nilai rata rata proporsi jaringan lunak wajah wanita suku Bali. Variabel dari penelitian ini adalah variabel pengaruh dari penelitian ini adalah 12 parameter menurut Bishara, Jorgensen, Jakobsen (1995). Variabel terpengaruh dari penelitian ini adalah proporsi jaringan lunak wajah wanita suku Bali. Dua belas parameter menurut Bishara, Jorgensen, dan Jakobsen(1995) adalah parameter pengukuran wajah dari pandangan frontal dengan menggunakan diukur secara vertikal dan horizontal. Pengukuran 12 parameter tersebut secara vertikal antara lain, panjang hidung (NL) adalah panjang exocanthion subnasal, panjang bibir atas (ULL) adalah panjang subnasal stomiom, panjang bibir dagu bawah (LL CL) adalah panjang stomiom menton, panjang vermilion atas (UVL) adalah panjang labrale superior stomiom, panjang vermilion bawah (LVL) adalah panjang stomiom labrale inferius. Secara horizontal antara lain lebar wajah atas (UFW) adalah lebar zygion kanan zygion kiri, lebar wajah bawah (LFW) adalah lebar gonion kanan gonion kiri, lebar mata kanan (REW) adalah lebar exocanthion kanan endocanthion kanan, lebar interoccular (IL) adalah lebar endocanthion kanan endocanthion kiri, lebar mata kiri (LEW) adalah lebar endocanthion kiri exocanthion kiri, lebar hidung (NW) adalah lebar alare kanan alare kiri, dan lebar mulut (MW) adalah lebar cheilion kanan cheilion kiri. Proporsi jaringan lunak wajah adalah nilai rata rata dari pengambilan foto wajah yang dilakukan dari pandangan frontal dengan menggunakan 12 parameter Bishara, Jorgensen, dan Jakobsen (1995) dengan memilih 30 mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi UNMAS berusia 18 24 tahun, mempunyai wajah yang proposional, oklusi gigi yang normal yaitu hubungan gigi molar pertama Klas I Angle dimana tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas berada di groove bukal gigi molar pertama rahang bawah, tidak pernah melakukan perawatan ortodontik, gigi permanen rahang atas, dan bawah lengkap dengan atau tanpa molar ketiga dan gigi molar pertama utuh, susunan gigi teratur atau derajat ketidakteraturan ringan, tidak terdapat diastema, overjet, dan overbite normal dengan jarak 2 4 mm, tidak memiliki kebiasaan buruk, dan dua garis keturunan asli suku Bali, kakek, nenek, ibu dan ayah asli suku Bali. Pengambilan foto secara frontal, dimana fokus untuk terletak pada alis mata. Posisi pasien saat dilakukan pemotretan adalah duduk tegak dimana garis median pasien mengikuti garis yang telah ditentukan. Garis yang telah ditentukan adalah penggaris dengan panjang 200 cm ditempelkan pada dinding. Jarak antara subyek dan kamera adalah 1 meter. Kamera yang digunakan adalah DSLR Nikon D5000 dengan lensa 55-200 mm. Neoclassical canons adalah pengujian hasil pengukuran wajah dengan menggunakan enam formula untuk membuktikan menarik atau tidaknya wajah wanita suku Bali. Enam formula tersebut adalah tinggi hidung dengan tinggi wajah bawah, nilai jarak interokular sama dengan nilai lebar hidung, sama dengan nilai lebar mata kanan, dan nilai lebar mata kiri, nilai lebar mulut harus sama dengan nilai 1,5 kali lebar hidung, dan nilai lebar wajah sama dengan nilai 4 kali lebar hidung.

Gambar 1. Pengukuran untuk foto wajah pandangan frontal dimensi vertikal (dikutip dari Bishara, Jorgensen, dan Jakobsen 1995). Gambar 2. Pengukuran untuk foto wajah pandangan frontal dimensi horizontal (dikutip dari Bishara, Jorgensen, dan Jakobsen 1995). Kriteria sampel penelitian ini antara lain, wanita keturunan Suku Bali murni 2 keturunan, mahasiswi FKG UNMAS berusia 18 24 tahun dimana masa pertumbuhan sudah selesai, mempunyai oklusi yang normal, hubungan gigi Molar pertama Klas I Angle, yaitu tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas berada di groove bukal gigi molar pertama rahang bawah, penutupan gigi insisivus rahang atas dengan gigi insisivus rahang bawah pada saat oklusi dengan overjet normal 2 4 mm dan overbite normal 2 4 mm, gigi permanen tumbuh sempurna, lengkap, teratur dari molar dua kiri sampai molar dua kanan, dengan atau tanpa gigi molar ketiga atau derajat ketidakteraturan normal, tidak terdapat diastema, pada saat rileks, kedua bibir berkontak ringan, tidak pernah menjalani perawatan ortodonsia, bersedia mengikuti penelitian. Subyek penelitian ini adalah 30 orang mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar Suku Bali murni 2 keturunan yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive random sampling yaitu dimana peneliti mencari wanita Suku Bali murni 2 keturunan yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diambil secara random sebagai subjek penelitian. Dilakukan pemotretan pada sisi frontal kemudian dilakukan pengukuran wajah sesuai dengan 12 parameter Bishara, Jorgensen dan Jakobsen (1995). Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kaca mulut, kamera DSLR (Digital single lens reflex) merk Nikon D5000, tripod, lensa 55-200 mm, lampu blitz, alat tulis, penggaris dan busur derajat, kaliper / jangka sorong, slotip, kertas cetak foto, Penggaris 200 cm, penggaris segitiga, kertas kalkir, pensil HB, lembar persetujuan menjadi subjek penelitian (informed consent), lembar penilaian pengukuran wajah. Jalannya penelitian 30 sampel mahasisiwi FKG UNMAS yang memenuhi kreteria inklusi dikumpulkan. a. Mengisi form informed consent.