Karakteristik Fisik dan Mekanik Tulang Sapi Variasi Berat Hidup Sebagai Referensi Desain Material Implan

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH BERAT HIDUP TERHADAP KUAT TARIK TULANG SEBAGAI REFERENSI DESAIN MATERIAL IMPLAN. Skripsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan kampuh las, proses pengelasan dan pembuatan

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

Vol. 21 No. 1 Maret 2014 ISSN :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB III LANDASAN TEORI

Sifat Sifat Material

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR MODUL 4 MODULUS ELASTISITAS

ANALISIS KEKUATAN TARIK BOLTED JOINT STRUKTUR KOMPOSIT C-GLASS/EPOXY BAKALITE EPR 174

Abstrak. Kata kunci : Serat sabut kelapa, Genteng beton, Kuat lentur, Impak, Daya serap air

Jurnal Rancang Bangun 3(1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KUAT LENTUR BALOK PROFIL LIPPED CHANNEL GANDA BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

Gambar 4.1 Grafik dari hasil pengujian tarik.

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

PENGOLAHAN DAN KARAKTERISASI SERBUK HIDROSIAPATIT DARI LIMBAH TULANG SAPI UNTUK BAHAN GIGI PENGGANTI

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

Analisis Bambu Walesan, Bambu Ampel dan Ranting Bambu Ampel sebagai Tulangan Lentur Balok Beton Rumah Sederhana

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

PERKUATAN KOLOM BETON BERTULANG DENGAN GLASS FIBER JACKET UNTUK MENINGKATKAN KAPASITAS BEBAN AKSIAL (034S)

PENAMBAHAN LEMPUNG UNTUK MENINGKATKAN NILAI CBR TANAH PASIR PADANG ABSTRAK

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

ANALISA BESI BETON SERI KS DAN SERI KSJI DENGAN PROSES PENGUJIAN TARIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah:

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK GELATIN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN BIODEGRADABILITAS PLASTIK CAMPURAN POLIETILEN TEREFTALAT BEKAS DAN PATI SAGU

MACAM-MACAM FLOOR HARDENER DENGAN KINERJANYA

Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag)

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

PENGARUH TEBAL SELIMUT BETON TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan

ANALISIS KEKUATAN BETON PASCABAKAR DENGAN METODE NUMERIK

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERLAKUAN SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER BUSA SERTA ANALISA UJI LENTUR

Optimasi Bukaan Katup Air Optimal Pada Proses Flame Hardening Untuk Mendapatkan Kekerasan Sprocket Yang Merata

BAB III LANDASAN TEORI

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

KUAT TEKAN (COMPRESSION STRENGTH) KOMPOSIT LEMPUNG/PASIR PADA APLIKASI BATA MERAH DAERAH PAYAKUMBUH SUMBAR. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dunia konstruksi bangunan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

STUDI KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON DENGAN AGREGAT HALUS COPPER SLAG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Potensi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut Hadi (2004) pengklasifikasian kelapa sawit

BAB III PENGUJIAN SIFAT MEKANIK MATERIAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

EKSPERIMEN DAN ANALISIS BEBAN LENTUR PADA BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU RAJUTAN

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

DESAIN ALAT UKUR DEFLEKSI JEMBATAN MODEL SEGITIGA PADA JEMBATAN RANGKA BAJA. Oleh : YAKOBUS ARYO PRAMUDITO NPM. :

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EKSPERIMEN KAPASITAS TARIK DAN LENTUR PENJEPIT CONFINEMENT KOLOM BETON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENGGUNAAN SERBUK KACA SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI AGREGAT HALUS TERHADAP SIFAT MEKANIK BETON

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB III BAHAN DAN METODE

PEMANFAATAN LIMBAH PECAHAN KERAMIK DALAM PEMBUATAN BETON RINGAN NON PASIR RAMAH LINGKUNGAN

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

Metode pengujian lentur posisi tegak kayu dan bahan struktur. bangunan berbasis kayu

Transkripsi:

Karakteristik Fisik dan Mekanik Tulang Sapi Variasi Berat Hidup Sebagai Referensi Desain Material Implan Gunawarman 1, Adam Malik 1, Sri Mulyadi 2, Riana 3 dan Aidil Hayani 3 1. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Andalas, 2. Kampus Limau Manis, Padang 25163 E-mail: gunawarman@ft.unand.ac.id 3. Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang 25163 4. Alumni Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Kampus Limau Manis, Padang 25163 ABSTRAK Kasus patah tulang banyak terjadi di Indonesia. Penyebab utamanya antara lain kecelakaan lalu lintas, bencana alam dan osteoporosis. Untuk memperbaiki atau mengganti tulang yang rusak/pecah dibutuhkan bio-material implan yang berfungsi sebagai penyambung atau penyangga tulang yang rusak tersebut. Selama ini, dunia kedokteran ortopedi menggunakan implan logam yang relatif kaku atau kurang fleksibel, dan pada beberapa kasus menimbulkan rasa nyeri dan alergi pada pemakai. Oleh karena itu perlu didesain dan dibuat material implan yang lebih fleksibel dan mendekati karakteristik tulang asli. Dalam rangka pengembangan logam implan yang mempunyai kelenturan yang lebih baik, maka dilakukan penelitian pendahuluan mengenai karakteristik mekanik tulang dikaitkan dengan karakteristik fisiknya, sebagai referensi dalam desain material implan. Karakteristik mekanik ditentukan dengan melakukan pengujian tarik, kekerasan dan kelenturan tulang. Sementara karakteristik fisik diperiksa dengan mikroskop optik. Tulang yang dipilih dalam studi ini adalah tulang sapi karena memiliki karakteristik mendekati tulang manusia, murah dan mudah diperoleh. Pada penelitian ini digunakan sampel tulang sapi jenis Brahman berdasarkan variabel bebas berat hidup dan variabel terikat umur sapi sekitar 3 tahun, jenis kelamin jantan, daerah asal peternakan Lampung, dan spesimen diambil dari tulang tungkai belakang sapi (Metakarpus). Berat hidup tertimbang adalah 500 kg, 520 kg, 540 kg, 560 kg dan 580 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, modulus elastisitas dan ketangguhan tulang untuk tiap berat hidup tersebar dalam rentang data yang cuku luas. Namun secara umum terlihat jelas bahwa kekuatan tulang meningkat dengan meningkatnya berat sapi. Hasil pemeriksaan struktur mikro menunjukkan bahwa tulang sapi dengan berat hidup yang lebih tinggi memiliki lebih sedikit kanal haversian (rongga) pada struktur tulangnya. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kekuatan disebabkan terutama oleh penurunan jumlah kanal haversian pada struktur tulang tersebut. Karakteristik mekanik rata-rata yang diperoleh untuk kekuatan tarik adalah 85 ±18 MPa, Modulus Elastisitas 0.82±0.25 GPa dan Ketangguhan 1.5±0.5 Joule. Kata Kunci: Kekuatan, Kelenturan, Tulang, Implan, Biomaterial I. Pendahuluan MIV-13 Peningkatan jumlah sarana transportasi dewasa ini secara langsung maupun tidak langsung telah memicu meningkatnya korban kecelakaan lalu lintas baik korban jiwa maupun korban luka terutama korban patah tulang. Tidak hanya dari kecelakaan lalu lintas saja korban patah tulang berjatuhan tapi juga dari bencana lainnya seperti gempa yang akhirakhir ini sering terjadi di sepanjang pantai barat Sumatera, serta pertambahan usia manusia yang menyebabkan tulang rapuh atau osteoporosis sehingga mudah patah dan menyebabkan kualitas hidup manusia Indonesia di hari tuanya menjadi menurun [1-8]. Sebagai gambaran, di rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya saja, kasus operasi bedah tulang ada pada kisaran 300 sampai 400 kasus per bulan,

belum ditambah data-data pada rumah sakit besar lainnya di Indonesia [9-10]. Untuk melakukan operasi bedah tulang dibutuhkan semacam bahan yang disebut implan yang berfungsi sebagai penyambung atau penyangga tulang yang mengalami kerusakan. Selama ini dunia kedokteran menggunakan implan logam yang relatif kaku untuk penyatuan, dimana implan mengalihkan tekanan menjauh dari tulang, sehingga dapat menyebabkan osteoporosis dan tidak pulih sepenuhnya sebelum logam dibuang [91. Implan yang fleksibel diharapkan dapat mengatasi kelemahan dari implan logam yang kaku. Dewasa ini kemajuan di bidang kedokteran ortopedi di dunia berkembang dengan pesatnya, dimana telah ditemukan pengganti implan logam yang kaku dengan implan yang terbuat dari biokeramik hidrosiapatit (HA) yang lebih fleksibel dan mudah menyatu dengan tulang. Namun kendalanya bagi ortopedi di Indonesia, bahan HA ini masih diimport dengan harga yang sangat mahal berkisar Rp 1 juta per gramnya, sehingga membuat biaya operasi bedah tulang mencapai Rp10 juta sampai Rp 50 juta. Besarnya biaya untuk operasi bedah tulang ini membuat pasien kesulitan membiayai operasi dan ini menambah beban mental tersendiri pada pasien [12,13]. Salah satu upaya untuk meringankan beban pasien dalam masalah biaya ini adalah dengan memproduksi sendiri bahan implan di dalam negeri. Karena itu cukup banyak banyak penelitian yang bertujuan untuk memperoleh implan dengan biaya yang murah di tanah air. Sebagai contoh, tulang buatan dari bahan koral dan gamping yang dikembangkan oleh BPPT [14], dan tulang buatan dari Gipsum yang dikembangkan oleh UGM [15]. Untuk bisa mengetahui karakteristik implan yang fleksibel dan sesuai dengan karakteristik tulang, terlebih dahulu perlu diteliti karakteristik-karakteristik tulang manusia. Dengan melakukan serangkaian uji terhadap tulang dapat diketahui tingkat kekuatan tariknya, ketangguhannya dan modulus elastisitasnya. Dari data inilah baru dapat diteliti bahan untuk implan yang memiliki karakteristik yang sama dengan tulang manusia. Untuk memperoleh data yang valid tentang karakteristik tulang manusia dibutuhkan sampel yang cukup banyak, sedangkan untuk sampel berupa tulang manusia sangat sulit diperoleh, juga harga yang mahal, dan membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh sampel yang banyak. Lebih dari itu agama dan budaya timur masih menganggap tabu menguji tulang manusia. Maka pada penelitian ini MIV-14 penulis menggunakan sampel tulang sapi sebagai pengganti tulang manusia yang memiliki karakteristik mekanik yang hampir sama dengan tulang sapi [16], serta mudah didapatkan dan memiliki penampang tulang yang cukup lebar sehingga dalam pengambilan spesimen atau sampel lebih mudah. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengujian tulang sapi yang ada dan hidup di Indonesia, agar dapat memperkirakan kisaran kekuatan tulang orang Indonesia. Penelitian kekuatan tulang sapi sebelumnya [17], menunjukkan bahwa harga kekuatan tulang sapi rata-rata adalah sebesar 85.3 MPa serta ketangguhannya sebesar 8.426 Joule. Hasil ini diperoleh dengan menguji tulang sapi tulang lengan (humerus) sapi dari jenis sapi lokal, kelamin jantan dan umur berkisar 3 tahun. Namun demikian, data ini perlu diklarifikasi dan dibandingkan lebih lanjut dengan tulang sapi dari jenis lain, karena terdapat berbagai jenis Sapi di Indonesia, Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data tulang yang lebih mendekati harga sebenarnya. Penelitian dibatasi pada uji tarik tulang tungkai (metakarpus) belakang sapi dengan asumsi tulang tungkai belakang lebih banyak menahan beban sehingga kekuatannya lebih besar. Sehubungan dengan itu maka pertanyaan penelitian ini adalah, Bagaimanakah karakteristik fisik tulang tungkai belakang sapi serta sebesar apakah kekuatan tarik, modulus elastisitas dan ketangguhan tulang tungkai belakang sapi (metakarpus) berdasarkan variabel bebas berat hidup sapi?. II. Bahan dan Prosedur Pengujian Sampel tulang sapi pada penelitian ini diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH) Lubuk Buaya, Padang dengan variabel bebas berat hidup dan variabel terikat jenis sapi Brahman dengan alasan pemilihan jenis sapi ini agar bisa dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menggunakan jenis sapi Bali [17]. Berdasarkan informasi dari RPH, sapi berasal dari peternakan Lampung, jenis kelamin jantan dan umur sapi sekitar 2,5 tahun. Bagian tulang yang dijadikan sampel adalah tulang kering atau tulang tungkai belakang sapi (Metakarpus), dengan asumsi tungkai belakang lebih banyak menahan beban sehingga lebih kuat dan padat. Sampel tulang diambil dari sapi yang mempunyai berat hidup 500 kg, 520 kg, 540 kg, 560 kg dan 580 kg Tulang tungkai diambil dari kaki kanan dengan terlebih dahulu membuang semua daging

yang melekat pada tulang. Sampel uji diambil dari bagian tengah tulang yang relatif lurus. Pemotongan untuk membuang bagian ujung-ujung tulang dilakukan dengan gergaji besi, sehingga tersisa tulang berupa tabung seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Tabung tulang tersebut kemudian dibelah-belah dengan gergaji menjadi beberapa bilah agar mudah dibentuk menjadi spesimen uji tarik sekaligus untuk membuang sumsum yang terdapat pada bagian tengah tabung tulang. Bilah-bilah tulang ini kemudian dibentuk menjadi spesimen uji tarik dalam bentuk plat dengan penampang 12 x 3 mm, dan panjang 60 mm. Pada bagian tengah pelat yang akan menjadi daerah uji, lebar pelat dikecilkan sehingga terbentuk penampang 6 x 3 mm sepanjang daerah panjang uji 20 mm. Pembentukan spesimen uji ini dilakukan dengan gergaji tripleks. Sementara penghalusan permukaan dilakukan dengan kertas amplas dan kemudian diikuti dengan pemolesan dengan kain poles yang ditaburi serbuk Alumina. \ Gambar 1 Skema untuk persiapan pemotongan III. Hasil spesimen dan Pembahasan Pengujian tarik kemudian dilakukan pada 4-6 spesimen uji tarik untuk tiap berat sapi dengan 3.1.Sifat Mekanik menggunakan mesin uji tarik Comp-ten Testing Sifat mekanik tulang berupa kekeuatan tarik, Machine sesuai dengan standar pengujian tarik ASTM regangan, modulus elastisitas dan ketangguhan hasil E-8 [18]. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan struktur pengujian tarik diperlihatkan pada Tabel 1.Pada Tabel fisik tulang dengan mengambil potongan sampel dari juga dicantumkan rata-rata kekuatan tarik, rata-rata bilah-bilah tulang sisa uji tarik. Struktur fisik yang regangan teknis, rata-rata modulus elastisitas dan diperiksa adalah penampang melintang pelat tulang rata-rata ketangguhan semua tulang. dan diamati dengan mikroskop optik. Tabel 1 Besar nilai kekuatan tarik, regangan teknis, modulus elastisitas dan ketangguhan Berat hidup Sapi ( Kg ) 500 520 540 560 580 Kekuatan Tarik ( MPa ) Regangan teknis ( mm / mm ) Modulus Elastisitas ( GPa ) 0,619 0,535 1,031 0,836 1,097 Ketangguhan ( Joule ) 62,69 74,12 85,13 97,28 107,39 0,0038 0,0044 0,0094 0,0097 0,0099 0,748 1,539 1,929 1,608 1,888 Rata-rata 85.322 ± 17.8 0.0074 ± 0.0012 0.824 ± 0.25 1.541 ± 0.47 Tabel 1 memperlihatkan bahwa adanya pengaruh berat hidup terhadap besar kekuatan tariknya, dimana dari berat hidup 500 kg ada kenaikan kekuatan tarik secara teratur pada berat MIV-15

hidup 520 kg, sampai pada kekuatan tarik maksimum dialami oleh berat hidup 580 kg, sehingga dapat disimpulkan semakin besar berat hidup sapi tersebut semakin besar pula nilai kekuatan tariknya. Hal ini terlihat lebih jelas pada Gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan bahwa rentang data relatif luas atau sangat bervariasi untuk tiap berat hidup yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan tulang berada dalam rentang yang lebar, karena kekuatan tulang bervariasi tergantung arah garis pada kurva yang sesuai dengan pertambahan berat dan besarnya kekuatan tarik. Hal yang sama juga diperoleh Hidayat [17] dimana besar kekuatan tarik bertambah sesuai dengan bertambahnya berat hidup sapi, ini diduga disebabkan makin berat beban yang ditahan oleh tulang akan menyebabkan tulang lebih padat dan kuat.. 250 200 150 100 50 0 KURVA KEKUATAN TARIK BERAT HIDUP 500 520 540 560 580 BERAT HIDUP SAPI ( Kg ) rata-rata kekuatan tarik kekuatan tarik a kekuatan tarik b kekuatan tarik c kekuatan tarik d kekuatan tarik maks kekuatan tarik min Gambar 2 Kurva kekuatan tarik vs berat hidup sapi Untuk melihat hubungan berat hidup sapi (kg) dengan regangan teknisnya, terlihat adanya kenaikan yang jelas dari berat 500 kg ke 520 kg dan secara tajam mengalami kenaikan kurva pada berat 540 kg dan mengalami penurunan pada berat 580 kg. Hal ini menunjukkan bahwa tulang sapi dengan berat yang melebihi 560 kg berkurang kelenturannya. Gambar 3 Kurva regangan teknis vs berat hidup sapi. MIV-16

Untuk nilai modulus elastisitas dengan berat hidup sapi dapat dilihat pada Gambar 4 dimana dengan menarik garis pada kurva terlihat adanya kenaikan besar nilai elastisitas dari berat 500 kg sampai 540 kg tapi pada berat 560 kg mengalami penurunan dan naik kembali pada berat 580 kg. Penurunan ini mungkin disebabkan karena sampel sapi dengan berat 560 kg agak mengalami kelainan tulang seperti diperlihatkan oleh struktur fisiknya, sehingga elastisitasnya mengalami penurunan dibanding berat sapi 540 kg. Namun secara umum, nilai modulus elastisitas yang terukur (hanya sekitar 0.5 sampai 1 GPa) masih sangat jauh dari nilai standar modulus elastisitas tulang pada literatur yang berkisar ±15 GPa [19]. Hal ini disebabkan seringnya terjadi slip pada spesimen ketika diuji tarik dan ini berpengaruh pada kemiringan kurva sehingga nilai modulus elastisitas yang diperoleh jauh lebih kecil. Untuk mengatasi ini akan diukur modulus elastisitas dengan pengujian lentur KURVA MODULUS ELASTISITAS - BERAT HIDUP SAPI MODULUS ELASTISITAS ( GPa 2 1,5 1 0,5 0 500 520 540 560 580 ratta-rata elastisitas elastisitas a elastisitas b elastisitas c elastisitas d elastisitas maks elastisitas min BERAT HIDUP SAPI( Kg ). Gambar 4 Kurva modulus elastisitas vs berat hidup sapi Untuk nilai ketangguhan hampir sama kasusnya dengan nilai modulus elastisitas dimana ketangguhan bertambah dari berat 500 kg sampai pada berat 540 kg, sedangkan pada berat 560 kg mengalami penurunan ini mungkin disebabkan kelainan tulang seperti osteoporosis pada sampel sapi dengan berat 560 kg seperti dapat dilihat pada kurva ketangguhan dengan berat hidup sapi seperti Gambar 5 di bawah ini. Gambar 5 Kurva ketangguhan vs berat hidup sapi MIV-17

3.2. Struktur Fisik Tulang Struktur fisik tulang sapi untuk masing-masing berat hidup diperlihatkan pada Gambar 6. Dari Gambar terlihat bahwa untuk spesimen dengan berat hidup 520 kg memperlihatkan adanya pori-pori kecil yang merupakan kanal haversi [20-22] yang disebut MIV-18 juga rongga yang dikelilingi oleh lamella dengan membentuk lapisan-lapisan (Gambar 6b). Kanal ini cukup mendonimasi struktur fisik namun tidak melebihi kanal pada berat 500 kg ( Gambar 6a), sehingga nilai kekuatan tariknya lebih besar dibanding berat 500kg.

Untuk tulang dengan berat hidup 580 kg terlihat dengan jelas kanal haversi dan lapisan lamela [21-22] yang mengelilingi kanal haversi (Gambar 6e)..Pada Gambar 6d yang merupakan spesimen dengan berat hidup 560 kg terlihat kanal-kanal haversi berupa rongga dengan ukuran yang cukup besar dan banyak, hal ini tidak seharusnya terjadi pada berat yang lebih tinggi karena berat yang besar akan membuat tulang padat sehingga rongga atau kanal haversinya sedikit. Namun ini merupakan kasus khusus jika dilihat dari besar nilai modulus elastisitas dan ketangguhannya terdapat penurunan yang signifikan dibanding nilai modulus elastisitas dan ketangguhan dari spesimen dengan berat 540 kg (Gambar 6c). Ini kemungkinan disebabkan adanya kelainan tulang pada sapi dengan berat 560 kg yang bisa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti sakit,makanan dan lain-lain. Pada spesimen dengan berat 500 kg terlihat jelas sistem haversi dengan kanal-kanal haversinya seperti dapat dilihat pada Gambar 6a. Rongga-rongga yang merupakan kanal haversi ini mendominasi struktur fisik spesimen dengan berat 500 kg dan ini menjelaskan bahwa dengan semakin kecil berat hidup sapi semakin banyak rongga-rongga pada struktur fisiknya, hal ini mungkin yang menyebabkan tulang rapuh atau tidak kuat. Untuk analisis struktur fisik pada spesimen dengan berat 540 kg dapat dilihat kanal haversi pada sistem haversi dan lapisan lamelanya pada Gambar 6c Kanal havesi atau osteon yang berupa rongga tidak begitu banyak dan jelas dibanding kanal haversi pada struktur fisik spesimen dengan berat 500 kg. Ini menunjukan semakin berat sapi semakin sedikit rongga pada struktur fisiknya. Dari analisis data kekuatan tarik yang makin bertambah seiring bertambahnya berat hidup sapi dapat kita uraikan dengan struktur fisik tulang sapi, dimana makin kecil nilai kekuatan tarik makin banyak rongga-rongga (kanal haversi) pada strukturnya, sedangkan makin besar nailai kekuatan tariknya makin sedikit rongga-rongga pada struktur fisiknya hal ini dapat dengan jelas dilihat pada struktur fisik tulang sapi dengan berat 500 kg dan struktur fisik tulang sapi dengan berat 580 kg. Berdasarkan penelitian ini diperoleh harga kekuatan tarik tulang sapi 85.3 ± 17.8 MPa, modulus elastisitas 0.8±0.25 GPa dan ketangguhan 1.5 ±0.47 Joule [23]. Hasil ini tak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat [17], dengan umur sapi 3 tahun dan variabel bebas berat hidup dengan berat rata-rata 440 kg diperoleh data kekuatan tariknya tulang lengan sebesar 85,3 MPa. Hal ini MIV-19 menunjukkan bahwa faktor perbedaan umur tidak banyak mempengaruhi kekuatan tulang walaupun perbedaan umur yang diteliti tidak begitu signifikan. Hal ini dikonfirmasi ulang oleh Hayani [23], dimana pada penelitiannya diperoleh kekuatan tulang sapi maksimum pada umur 3 sampai 4 tahun dengan kekuatan rata-ratanya adalah 85,93 MPa. IV. Kesimpulan Dari hasil pengujian tarik yang telah dilakukan serta pengolahan data dapat disimpulkan: 1. Kekuatan tarik tulang sapi 85.3 ±17.8 MPa, modulus elastisitas 0.8 ±0.25 GPa dan ketangguhan 1.5 ± 0.47 Joule. 2. Kekuatan tarik tulang sapi meningkat dengan bertambahnya berat hidup sapi, hal ini di mungkinkan karena besarnya beban yang ditahan oleh tulang menyebabkan tulang makin padat dan kuat. 3. Dari struktur fisik, tulang yang memiliki berat terkecil terdapat rongga rongga kanal haversi yang lebih dominan dibanding kanal haversi pada struktur fisik tulang yang lebih berat, hal ini dimungkinkan karena kepadatan tulang yang kurang sehingga banyak terdapat rongga-rongga pada strukturnya. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada DP2M DIKTI yang telah membiayai penelitian ini melalui hibah bersaing tahun 2010. Daftar Pustaka 1. Head Line News, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan, 3 Juli 2006 2. Republika Online - Selasa, 15 Juni 2004 3. Harian Haluan, 6 Maret 2007 4. Lentera news, 6 Maret 2007 5. Metro TV, Headline news, Minggu, 27 Mei 2007 6. Kompas, Senin, 17 Juli 2006 7. Keluarga Sehat Online, 2004 8. Sinar Harapan 2003 9. Bisnis Indonesia minggu.detail.html. Implan Tulang untuk Osteoporosis

10. http://www/republika.co.id, Terapi Patah Tulang karena Osteoporosis 11. Appley, A.G.1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Edisi ketujuh. Widya Medika. Jakarta. 12. Republika, Selasa, 15 Juni 2004 13. Kompas, Rabu, 18 Oktober 2006 14. Sinar Harapan, 13 Juni 2007 15. Kompas, Rabu, 18 Oktober 2006 16. Poumarat, G.S.1993. Comparisson of Mechanical Properties of Human. France. 17. Hidayat, R. Pengujian Kekuatan Tarik dan Ketangguhan Tulang Sapi., Jurusan Teknik Unand, Universitas Andalas. Padang. 2005. 18. NN.1997. Annual Book of ASTM Standards. Easton. Philadelphia 19. Giancoli,C.D, Fisika. Edisi keempat. Jilid I. Erlangga. Jakarta. 20. Bloom dan Fawcett.1994. Histologi Kedokteran. Edisi kedua belas.. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 21. Donnell, C.T.Ph.d. 1988. Endokrinologi Umum. Edisi keenam. Airlangga University Press. Yogyakarta 22. Frandson, B.S. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi keempat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 23. Hayani, A. 2008. Karakteristik Fisik dan Mekanik Tulang Sapi dengan Variasi Umur Sebagai Referensi Disain Material Implan. Tesis PPS Unand. Padang. 24. Riana, 2008. Karakteristik Fisik dan Mekanik Tulang Sapi dengan Variasi Berat Hidup Sebagai Referensi Disain Material Implan. Tesis PPS Unand. Padang. MIV-20