Penatalaksanaan fraktur Ellis kelas II pada gigi tetap muda

dokumen-dokumen yang mirip
Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jaringan ikat tubuh lainnya yang tersusun oleh jaringan pembuluh darah dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ENDODONTIC-EMERGENCIES

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. (Mansjoer, 2000). Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka fraktur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERAWATAN FRAKTUR KELAS TIGA ELLIS PADA GIGI TETAP INSISIF SENTRAL ATAS (Laporan Kasus)

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

umumnya, termasuk kesehatan gigi dan mulut, mengakibatkan meningkatnya jumlah anak-anak

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PENGAKARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan Endodontik pada anak. Written by Administrator Tuesday, 13 December :46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. keberhasilan perawatan kaping pulpa indirek dengan bahan kalsium hidroksida

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 dilakukan pemantauan oleh Depkes RI yang. menunjukkan bahwa dari 13 jenis penyakit gigi dan mulut, yang paling

FRAKTUR DENTOALVEOLAR DAN PENANGANANNYA. Pedro Bernado

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

RADIOGRAPHIC EVALUATION OF CAPPING PULP DIRECT WITH CALCIUM HIROXIDE HARD SETTING IN DENTAL HOSPITAL UMY

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. merawatnya. Trauma pada gigi anak harus selalu dianggap sebagai tindakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian selular, termasuk odontoblas yang membentuk dentin. Anatomi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Beer dkk., 2006; Walton dan Torabinejad, 2008). gejalanya, pulpitis dibedakan menjadi reversible pulpitis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisivus sentralis kiri dengan surgical exposure pada anak

Pendahuluan. Bab Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PENTINGNYA OLAH RAGA TERHADAP KEBUGARAN TUBUH, KESEHATAN GIGI DAN MULUT.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehilangan gigi geligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi dan posisi gigi. Berikut tabel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pulpa radikuler. Pulpa koronal terletak di kamar pulpa pada bagian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. insisif, premolar kedua dan molar pada daerah cervico buccal.2

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUS TANGGAL DINI GIGI SULUNG. Vera Yulina *, Amila Yumna **, Dharli Syafriza *

BAB III DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN TRAUMA DENTOALVEOLAR PADA ANAK. 2002). Tujuan anamnesis ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

BPSL BLOK K NAMA : NIM : KLP BUKU PANDUAN SKILL LAB ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK (IKGA) SEMESTER V TAHUN AKADEMIK

Volume 46, Number 3, September 2013

BAB IV ALAT STABILISASI FRAKTUR DENTOALVEOLAR PADA ANAK. digunakan setelah tahap reposisi atau replantasi dilakukan (Curzon, 1999).

CLINICAL EVALUATION THE SUCCESS OF DIRECT PULP CAPPING USING HARD SETTING CALCIUM HIDROXIDE AT DENTAL HOSPITAL UMY ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

Etiologi Nyeri pada Penyakit Pulpa dan Periapikal serta Mekanismenya 1. Nyeri 1.1 Definisi Nyeri 1.2 Klasifikasi Nyeri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

I. PENDAHULUAN. terapeutik pilihan yang dilakukan pada gigi desidui dengan pulpa terinfeksi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

Abstrak. Abstract. Likky Tiara Alphianti 1 1

Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital

SINDROM KOMBINASI MAKALAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

CROSSBITE ANTERIOR DAN CROSSBITE POSTERIOR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap individu terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen yang. 2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

BPM BLOK BUKU PANDUAN MAHASISWA ENDODONSIA DAN METODOLOGI PENELITIAN SEMESTER III TAHUN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

GAMBARAN PENGGUNAAN SEMEN IONOMER KACA SEBAGAI BAHAN TUMPATAN DI RUMAH SAKIT ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

Transkripsi:

Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018, Volume 1, Number 2 E-ISSN.2615-7802 Penatalaksanaan fraktur Ellis kelas II pada gigi tetap muda Rizky Fitri Haryuni, Eva Fauziah Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta. ABSTRAK Pendahuluan: Trauma gigi tetap muda merupakan kasus yang sering terjadi, terutama fraktur sederhana yang disertai luksasi pada gigi anterior. Trauma ini dapat menyebabkan nekrosis pulpa pada gigi tetap muda dengan akar immatur serta menghambat pembentukan akar. Oleh sebab itu, penatalaksanaan dan pemilihan material yang tepat diperlukan pada kasus ini. Kasus. Anak laki-laki usia 9 tahun datang ke klinik Gigi Anak Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kesehatan Gigi Universitas Indonesia dengan keluhan gigi anterior atas patah sejak 5 hari yang lalu dan terasa nyeri. Gigi #11 dan #21 didiagnosis pulpitis reversibel et causa Fraktur Ellis Kelas II disertai konkusi. Berdasarkan klasifikasi Frankl, tingkat kooperatif anak negatif. Penatalaksanaan Kasus: Gigi #11 dan #21 dilakukan perawatan indirect pulp capping dan tumpatan resin komposit. Material yang digunakan adalah Glass Ionomer Cement pada 11 dan kalsium hidroksida pada 21. Kontrol dilakukan 2 pekan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 7 bulan pasca trauma berdasarkan keluhan subyektif, obyektif, dan pemeriksaan radiografis. Pembahasan: Material pulp capping pada fraktur dentin dipilih berdasarkan sifat antibakteri dan kemampuan bahan untuk merangsang terjadinya remineralisasi. Glass ionomer cement merupakan material yang tepat pada fraktur dentin, tetapi jika terdapat ketebalan dentin kurang dari 0,5 mm dan tanpa perdarahan dapat digunakan kalsium hidroksida. Evaluasi yang dilakukan menunjukkan gigi vital dan proses pembentukan akar tetap berlanjut. Kesimpulan: dapat menggunakan perawatan indirect pulp capping dan tumpatan resin komposit. Evaluasi dilakukan secara periodik berdasarkan pemeriksaan subyektif, obyektif, dan radiografis. Kata kunci: Fraktur Ellis Kelas II, indirect pulp capping, gigi tetap muda, pembentukan akar fisiologis Correspondence: Rizky Fitri Haryuni Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta. PENDAHULUAN Trauma rongga mulut merupakan suatu kondisi dengan adanya cedera pada jaringan keras gigi, pulpa, tulang alveolar, jaringan periodontal, gingiva, dan mukosa oral. 1 Sebuah studi di Swedia menunjukkan sebanyak 30 % anak mengalami trauma pada gigi sulung dan 22 % anak mengalami trauma pada gigi tetap. 2 Selain itu, Andreasen melaporkan prevalensi trauma gigi yang paling banyak terjadi di Denmark adalah yang mengalami cedera luksasi yaitu sebanyak 30%-77% dan fraktur mahkota pada gigi anterior yaitu sebanyak 78%. 3,4 Insiden tertinggi anak yang mengalami trauma gigi tetap yaitu terjadi pada usia delapan hingga sebelas tahun dengan proporsi anak lakilaki dua kali lebih banyak dari anak perempuan dan mengenai gigi anterior rahang atas. Etiologi trauma gigi tetap yaitu terjatuh, kecelakaan saat bermain, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan saat olahraga, dan tindakan kekerasan. 1,2,5 Fraktur mahkota pada gigi tetap muda dan trauma luksasi dapat menyebabkan kematian pulpa. Hal ini disebabkan oleh masuknya toksin mikroorganisme melalui tubuli dentin sehingga terjadi inflamasi pulpa dan terputusnya aliran neurovaskular dari apikal. Regenerasi jaringan yang tidak terjadi dapat menyebabkan sel-sel pulpa mengalami iskemia dan proses pembentukan akar berhenti. Oleh sebab itu, diperlukan penanganan trauma gigi tetap muda yang tepat agar proses fisiologis pembentukan akar gigi tetap terjadi dan tidak terjadi inflamasi pulpa dan kelainan pada jaringan periodontal. 1,6 Penatalaksanaan trauma rongga mulut yang komprehensif diperlukan karena dapat mempengaruhi prognosis keberhasilan perawatan. Hal ini dimulai dari mendiagnosis trauma yang terjadi, penatalaksanaan trauma, hingga pemilihan material yang digunakan dengan tepat. 5,6,7 Laporan kasus ini akan membahas mengenai penatalaksanaan trauma pada gigi insisif tetap @ 2018 IDGAI 166

anak usia sembilan tahun yang mengalami fraktur Ellis Kelas II disertai konkusi. Pada tanggal 5 Januari 2017, seorang pasien anak laki-laki berusia 9 tahun datang ke klinik IKGA RSGMP FKG UI bersama ibunya untuk memeriksakan gigi anterior atas yang patah sejak 5 hari yang lalu. Keadaan umum anak baik dan dapat berkomunikasi dengan baik. Riwayat kehamilan ibu tidak ada kelainan dengan proses persalinan normal. Anak minum ASI sejak lahir hingga usia dua tahun dan susu formula bubuk sejak lahir hingga sekarang. Anak mengkonsumsi ASI dengan menyusu langsung dan susu formula dengan menggunakan botol sejak lahir hingga dua tahun dan gelas sejak dua tahun hingga sekarang. Anak tidak memiliki alergi makanan dan obat, tidak pernah sakit berat, dan tidak pernah dirawat di rumah sakit. Anak mendapatkan imunisasi sesuai jadwal. Anak mulai menyikat gigi sejak usia dua tahun, dua kali sehari pagi sebelum sarapan dan saat mandi sore. Anak dibantu menyikat gigi sejak usia dua tahun hingga tujuh tahun. Saat ini anak sudah menyikat gigi sendiri. Dari anamnesis didapatkan informasi anak terjatuh di air terjun dan gigi anterior atas terbentur batu. Setelah terjatuh, anak menangis dan ditemukan gigi anterior atas patah, gusi regio anterior rahang atas berdarah, dan mukosa labial rahang bawah robek. Fragmen gigi yang patah tidak ditemukan. Gusi, bibir, dan gigi dibersihkan dengan air mineral. Gusi regio anterior atas memerah selama dua hari dan terbentuk sariawan pada mukosa labial rahang bawah. Gigi anterior rahang atas terasa nyeri saat makan dan minum serta ngilu saat minum air dingin, tetapi rasa nyeri sekarang sudah berkurang. Sejak terjatuh, anak tidak menyikat gigi. Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan asimetri wajah. Kelenjar submandibular kiri dan kanan teraba, lunak, dan tidak sakit. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan hubungan vertikal molar satu permanen kanan dan kiri kelas I Angle, susunan gigi anterior atas berjejal, dan gigitan silang regio 22 terhadap 42. Pada pemeriksaan jaringan lunak ditemukan ulserasi di mukosa labial regio 31 diameter 4 mm dan hiperemi hampir seluruh regio rahang atas dan rahang bawah. Pemeriksaan kebersihan mulut berdasarkan metode Green- Vermillion menunjukkan status OH buruk dengan indeks plak 2,67. Pada pemeriksaan jaringan keras ditemukan 11 mengalami fraktur oblique di 1/3 tengah mahkota dengan keterlibatan dentin, derajat kegoyangan 1, dan tes vitalitas termal positif; 21 fraktur horizontal di 1/3 tengah mahkota dengan keterlibatan dentin, derajat kegoyangan 1, dan tes vitalitas termal positif. Pada perabaan tulang alveolar regio 11 dan 21, tidak teraba permukaan yang tidak rata, tetapi terdapat keluhan nyeri pada saat palpasi dan perkusi. Tidak terdapat perubahan Gambar 1. a. fraktur mahkota dengan keterlibatan dentin gigi 11 dan 21, b. dentin yang terlibat pada fraktur 11 terlihat ketebalan dentin > 0,5 mm dan pada 21 terlihat berbayang kemerahan, tanpa perdarahan, c. oklusi rahang atas dan rahang bawah kanan normal, d. oklusi rahang atas dan rahang bawah kiri normal, e. ulserasi mukosa labial regio 31 pasca trauma 5 hari, f. gambaran radiografis gigi 11 dan 21 kunjungan pertama terlihat apeks masih terbuka, terdapat radiolusensi di apikal 11. 167 Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172.

lengkung rahang. Karies email ditemukan pada 54, 85, dan karies dentin pada 16, 55, 64, 65, 26, 36, 75, 85, dan 46. Radiografis dental pada gigi 11 menunjukkan adanya gambaran fraktur mencapai dentin, pembentukan akar mencapai 1/3 apikal, apeks akar masih terbuka, dan pelebaran di ujung apeks. Radiografis dental pada gigi 21 menunjukkan adanya adanya gambaran fraktur mencapai dentin, pembentukan akar mencapai 1/3 apikal, dan apeks akar masih terbuka. Gambar 1 menunjukkan kondisi intraoral anak dan gambaran radiografis gigi anterior atas pada kunjungan pertama. Selama pemeriksaan, pasien merasa enggan, sering menolak dan merengek, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai anak negatif berdasarkan skala Frankl. Diagnosis keluhan utama adalah 11 dan 21 pulpitis reversibel et causa fraktur Ellis Kelas II disertai konkusi dan maloklusi Kelas I tipe 1, 2, dan 3. TATALAKSANA Rencana perawatan untuk pasien ini adalah komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan gigi mulut dan profilaksis oral; 21 pulp capping indirect dengan menggunakan kalsium hidroksida dan restorasi resin komposit; 11 pulp capping indirect dengan menggunakan GIC dan restorasi resin komposit; dilakukan kontrol periodik gigi 11 dan 21 pada 2 pekan, 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan 1,5 tahun pasca trauma; perawatan lanjutan untuk gigi 11 dan 21 pulpektomi dan dowel crown; serta orthodontik interseptif. Penatalaksanaan 11 dan 21 dilakukan saat kunjungan pertama dan untuk gigi yang lain dilakukan sesuai dengan indikasi. Setelah pemeriksaan lengkap dilakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan gigi mulut dan profilaksis oral. Saat KIE, anak diberikan sejelas mungkin tentang perawatan yang akan diberikan, waktu dan prosedur perawatan, dan pentingnya bekerja sama selama perawatan. Selanjutnya gigi 11 dan 21 diisolasi, serta diirigasi dengan menggunakan larutan salin. Gigi 21 diaplikasikan kalsium hidroksida dan gigi 11 diaplikasikan GIC pada dentin yang terbuka. Setelah kalsium hiroksida dan GIC setting, dilakukan aplikasi etsa pada bagian email selama 10 detik, diikuti dengan pembilasan dengan larutan salin. Kavitas dikeringkan dengan cotton pellet dan bonding diaplikasikan selama 20 detik dan dipolimerisasi dengan menggunakan light cure. Pemilihan warna resin komposit dilakukan dan bagian email sepanjang garis fraktur yang mengelilingi gigi 11 dan 21 dipreparasi dengan akhiran shoulder. Selanjutnya dilakukan penumpatan resin komposit. Selama prosedur penumpatan digunakan Mylar seluloid strip. Resin komposit diaplikasikan pada kavitas dan dipoles dengan menggunakan bur enhance. Pasien diinstruksikan untuk kontrol setelah 2 pekan, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan, serta tidak menggigit makanan keras dengan gigi depan selama 1 pekan. Perawatan gigi 11 dan 21 pada kunjungan pertama ditunjukkan oleh gambar 2. Pada kunjungan kedua, 20 Januari 2017 (dua pekan pasca trauma), pasien tidak mengeluhkan sakit jika gigi terkena makanan atau minuman dingin tetapi gigi depan belum digunakan untuk menggigit karena pasien merasa takut sakit jika digunakan. Pada kunjungan ini dilakukan pemeriksaan tes vitalitas gigi, perkusi, dan palpasi. Gambar 2. Perawatan kunjungan pertama. a. Bentuk preparasi kavitas. b. Aplikasi kalsium hidroksida pada 21 dan GIC pada 11. c. Hasil tumpatan komposit dilihat dari labial. d. Hasil tumpatan komposit dilihat dari oklusal. Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172. 168

Gambar 3. Gambaran klinis tiap kunjungan.a kunjungan kedua, b. kunjungan ketiga, c. kunjungan keempat, d. kunjungan keenam Gambar 4. Gambaran radiografis tiap kunjungan. a. kunjungan pertama pada 5 Januari 2015, b. kunjungan kedua 20 Januari 2017, c. kunjungan ketiga pada 10 Februari 2017, d. kunjungan keempat pada15 Maret 2017, e. kunjungan kelima pada 14 Mei 2017, f. kunjungan keenam pada 7 Agustus 2017. Pada pemeriksaan vitalitas gigi dengan tes termal dingin dan perkusi ditunjukkan hasil positif, dan pemeriksaan palpasi menunjukkan hasil negatif. Radiograf gigi 21 dan 11 menunjukkan tidak ada gambaran radiolusensi di apikal gigi dan akar masih terbuka.(gambar 4.b) Ulserasi pada mukosa labial sudah hilang. Gigi mengalami rehidrasi sehingga tumpatan terlihat lebih menyatu dengan gigi.(gambar 3.a) Pada kunjungan ketiga, 10 Februari 2017 (satu bulan pasca trauma), pasien sudah menggunakan gigi anterior untuk menggigit dan tidak ada keluhan. Gigi 21 terlihat 1 mm lebih panjang dibandingkan dengan 11.(Gambar 3.b). Pemeriksaan vitalitas pulpa dengan tes termal dingin menunjukkan hasil positif dan tes palpasi negatif. Akan tetapi, pada pemeriksaan perkusi ditemukan hasil positif. Oleh karena itu, pasien disarankan untuk kontrol 1 pekan kemudian. Radiograf gigi 11 dan 21 menunjukkan tidak ada gambaran radiolusensi di apikal gigi dan akar masih terbuka.(gambar 4.c) Satu pekan setelah kunjungan ketiga pasien berhalangan datang karena sakit dan kegiatan sekolah, maka kunjungan selanjutnya dilakukan 1 bulan kemudian. 169 Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172.

Pada kunjungan keempat, 15 Maret 2017 (dua bulan pasca trauma), kelima, 14 Mei 2017 (tiga bulan pasca trauma), dan keenam, 7 Agustus 2017 (tujuh bulan pasca trauma), gigi anterior sudah digunakan secara aktif untuk makan dan tidak ada keluhan. Pemeriksaan vitalitas pulpa dengan tes termal dingin menunjukkan hasil positif, palpasi dan perkusi negatif. Secara klinis, gigi 21 lebih panjang 2 mm dari 11 dan inklinasi 11 lebih ke labial pada kunjungan keempat (gambar 3.c) dan 11 dan 21 lebih protusif pada kunjungan keenam (gambar 3.d). Selain itu, pada gambaran radiograf gigi 11 dan 21 menunjukkan tidak ada gambaran radiolusensi di apikal gigi, akar masih terbuka, dan terlihat pemanjangan akar.(gambar 4 d-f). Pada kunjungan keempat dilakukan aplikasi fluoride topikal. Pada kunjungan kelima dilakukan occlusal adjustment pada 21. PEMBAHASAN Pasien adalah anak laki-laki berusia 9 tahun yang mengalami fraktur mahkota disertai konkusi pada gigi 11 dan 21 akibat terjatuh. Kondisi yang dialami pasien sesuai dengan penelitian Andreasen di Denmark yang menyatakan bahwa insiden tertinggi anak yang mengalami trauma gigi tetap terjadi pada usia 8-11 tahun dengan proporsi anak laki-laki 2 kali lebih banyak dari anak perempuan dan disebabkan terjatuh karena adanya peningkatan aktivitas fisik. Gigi insisif rahang atas merupakan gigi yang paling banyak mengalami trauma karena letaknya yang paling menonjol di rongga mulut. Sebanyak 30-77 % trauma yang terjadi mengalami cedera luksasi dan konkusi dan fraktur mahkota merupakan fraktur dental yang paling banyak terjadi. 1,2,5 Diagnosis trauma rongga mulut ditegakkan dengan melakukan anamnesis yang lengkap, meliputi riwayat terjadinya trauma yang mencakup waktu, tempat, dan kronologis terjadinya trauma, periode hilangnya kesadaran, ada atau tidaknya gangguan saat menggigit ataupun keterbatasan pergerakan maxilla dan mandibula, serta riwayat medis secara umum dan riwayat imunisasi. Koch, Andreasen, Berman, dan Welbury menyatakan bahwa mengetahui waktu, tempat, dan kronologis terjadinya trauma berhubungan dengan prognosis keberhasilan perawatan proteksi pulpa. Periode hilangnya kesadaran berhubungan dengan kemungkinan adanya tanda konkusi otak, sedangkan keterbatasan pergerakan rahang dan gangguan saat pengunyahan berhubungan dengan fraktur pada tulang alveolar atau rahang. Imunisasi tetanus berhubungan dengan pencegahan terjadinya infeksi C.tetanii saat terjadinya trauma. Setelah dilakukan anamnesis yang lengkap, dilakukan pemeriksaan ekstraoral dan intraoral karena berdasarkan literatur dengan melakukan pemeriksaan tersebut dapat diketahui perluasan fraktur pada jaringan keras dan lunak sekitar rongga mulut. 2,9 Pemeriksaan klinis pada kasus menunjukkan gigi sensitif terhadap pengunyahan, sentuhan dan dingin. Gambaran radiografis menunjukkan gigi 11 dan 21 tampak fraktur mencapai dentin dengan tes vitalitas positif. Selain itu, terdapat gambaran apeks terbentuk 1/3 apikal dan masih terbuka serta adanya radiolusensi di ujung apikal gigi 11. Radiolusensi berupa pelebaran ligamen periodontal ini menunjukkan kondisi patologis pada jaringan periapikal. Gigi 21 dan 11 berada pada posisi normal dengan derajat kegoyangan normal (goyang derajat 1). Tes vitalitas pulpa positif menunjukkan gigi masih vital. Berman menyatakan dentin yang terbuka menyebabkan iritasi pulpa akibat pergerakan cairan tubuli dentin yang bergerak bebas terhadap perubahan suhu, tekanan, dan rangsang taktil sehingga odontoblas, ujung saraf, fibroblas, dan pembuluh darah tertekan. 3 Kondisi tersebut menunjukkan diagnosis 11 dan 21 pulpitis reversibel et causa fraktur Ellis Kelas II disertai konkusi. Berdasarkan anamnesis didapatkan informasi 5 hari yang lalu anak terjatuh di air terjun, gigi anterior atas terbentur batu dan gigi patah. Gusi di sekitar gigi berdarah, tetapi gigi tidak berdarah. Setelah terjatuh, gigi dicuci dengan air mineral dan saat ini, gigi rahang atas terasa nyeri dan ngilu saat makan dan minum air dingin dan secara klinis ditunjukkan gigi trauma mencapai dentin. Andreasen menyatakan trauma gigi yang mengenai dentin dapat menyebabkan gigi nekrosis sehingga pertumbuhan akar berhenti. 1 Akan tetapi, Lundy dan Stanley menemukan kecepatan penetrasi toksin bakteri pada dentin yang terekspos berdasarkan penelitian in vivo yaitu 0,03-0,36 mm selama 6-11 hari dan rata-rata 0,52 mm dalam 84 hari. Gigi insisif rahang atas erupsi pada usia 7 tahun dan penutupan apeks terjadi pada usia 10 tahun. Risiko nekrosis pulpa meningkat sejalan dengan meningkatnya tahapan pembentukan akar dan derajat luksasi. 1 Welbury melaporkan terjadinya nekrosis pulpa pada gigi dengan trauma konkusi yaitu sebanyak 0 % pada apeks terbuka dan konkusi akan membaik dalam 2 pekan. 9 Pada gigi tetap muda, sensitivitas pada gigi tetap anak lebih besar terjadi karena diameter tubuli dentin yang lebih besar. 3 Maka dapat disimpulkan kemungkinan toksin bakteri belum mencapai pulpa pada kasus ini karena dentin terekspos selama 5 hari. Pasien tidak mengalami keluhan nyeri yang berlangsung terus-menerus dan pemeriksaan obyektif menunjukkan reversibel pulpitis, maka perawatan yang tepat adalah indirect pulp capping. Pada kasus ditemukan adanya ulserasi di mukosa labial pada hari kelima dan hilang pada hari Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172. 170

ke-14 pasca trauma. Penyembuhan lesi ulserasi pada mukosa dapat terjadi dalam 5-10 hari pasca trauma dengan adanya suplai pembuluh darah yang baik dan dipengaruhi oleh tingkat kebersihan rongga mulut. 1,3,9 Selain itu, ditemukan kondisi gigi 21 fraktur dentin dengan sisa ketebalan 0,5 mm dari pulpa, tampak bayangan kemerahan tanpa adanya perdarahan pulpa sehingga digunakan basis kalsium hidroksida dan kavitas ditutup dengan material berupa GIC atau resin komposit. American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) di dalam panduan manajemen gigi yang mengalami trauma menyatakan bahwa pada kasus fraktur dentin dengan sisa ketebalan 0,5 mm dari pulpa, tampak bayangan kemerahan tanpa adanya perdarahan pulpa perlu digunakan kalsium hidroksida karena memiliki kemampuan untuk menstimulasi pembentukan barrier jaringan keras gigi dan alkali sehingga bakteri yang tertinggal dalam kavitas tidak dapat berkembang. Namun pada gigi 11 digunakan material GIC karena berdasarkan AAPD, kavitas dentin yang terbuka dapat ditumpat secara langsung dengan menggunakan GIC ataupun material berbasis resin. GIC menjaga kelembaban permukaan dasar kavitas sehingga terjadi remineralisasi pada pulpa. 10 ph asam polialkenoik adalah 2,0 sehingga ion mineral yang tersisa di dentin akan dilepaskan oleh asam polialkenoik dan bebas berikatan dengan glass ionomer. Setelah ph meningkat, semen akan mengeras dan pertukaran ion akan menurun. ph GIC yang sangat rendah menyebabkan koloni bakteri gagal menempel pada permukaan. 16 Resin komposit digunakan sebagai restorasi permanen sementara hingga pembentukan akar sempurna sebelum dilakukan orthodontik interseptif pada kasus ini. Tindakan pulpektomi ditunda hingga pembentukan akar selesai karena saat tindakan orthodontik diperlukan retensi yang cukup dari sisa jaringan gigi. Resin komposit dapat digunakan sebagai tumpatan permanen sementara pasca fraktur mahkota dan digantikan dengan crown atau dowel crown sebagai restorasi definitif. Selain itu, setelah pembentukan akar selesai, dentin saluran akar menebal dan tahan terhadap fraktur akar. 6,10 Pasien merasa sangat takut menyentuh dan menggunakan gigi insisif untuk makan sehingga membuat pasien tidak menyikat gigi setelah terjadinya fraktur dan menolak dilakukan perawatan oleh operator. Trauma rongga mulut pada anak dapat menyebabkan reaksi berupa penolakan dan rasa takut, terutama pada daerah yang mengalami trauma. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan emosional terhadap anak dan orangtua dengan memberikan penjelasan bahwa trauma gigi sering terjadi saat bermain dan dapat terjadi pada semua anak, serta masalah gigi dapat diatasi dan penampilan anak dapat kembali baik dalam waktu yang singkat. Setelah dilakukan penjelasan dan dental health education, anak dapat lebih tenang dan dapat mengikuti mekanisme prosedur perawatan. Anak usia 9 tahun dapat mengerti penjelasan yang sistematis dan mampu berpikir konkrit, tetapi masih membutuhkan dukungan dari orangtuanya. 3,7 Setelah dilakukan pulp capping, gigi dibuatkan restorasi dari resin komposit dengan kontak minimal yang menggunakan teknik inkremental. Berman dan Cohen menyatakan resin komposit memiliki kelebihan antara lain compressive strength yang tinggi dan warna yang sesuai dengan gigi. Akan tetapi, memiliki kekurangan yaitu teknik restorasi yang sensitif dan perlu adanya isolasi yang baik. Isolasi yang baik dapat dicapai pada kasus ini, Tepi preparasi dibentuk shoulder mengelilingi gigi agar gigi dan resin komposit berkontak dengan baik dan ketebalan resin komposit cukup (2 mm) sehingga tidak terjadi kebocoran. Kontak minimal pada tumpatan dapat mengurangi lesi di apikal akibat konkusi pada gigi. Gigi terlihat mengalami dehidrasi pasca penumpatan. Berman dan Mount menyatakan adanya eksposur pada sebagian dentin menyebabkan cairan pada tubuli dentin hilang. 3,16 Evaluasi gigi dengan fraktur Ellis Kelas II dilakukan pada dua pekan, satu bulan, dua bulan, tiga bulan, dan tujuh bulan pasca trauma. Pada gambaran radiologis, terlihat pembentukan apeks secara fisiologis terjadi dan hilangnya kelainan di periapikal. Selain itu, masih terdapat keluhan subyektif dan obyektif pada kontrol kedua, sementara pada kontrol ketiga hingga keempat sudah tidak terdapat keluhan. Berdasarkan AAPD, evaluasi terhadap fraktur Ellis Kelas II dilakukan 6-8 pekan dan 1 tahun pasca trauma. Akan tetapi, jika saat evaluasi ditemukan kondisi patologis, dapat dilakukan evaluasi lebih cepat untuk mencegah terjadinya kondisi patologis yang lebih parah. Evaluasi terhadap gigi fraktur meliputi ada tidaknya keluhan, respon terhadap vitalitas pulpa, ada tidaknya periodontitis apikalis, dan keberlangsungan pertumbuhan akar secara fisiologis. Tes vitalitas pulpa dilakukan secara teratur pada setiap periode kontrol karena Andreasen menyatakan kondisi pulpa dapat berubah seiring berjalannya waktu, akibat toksin bakteri yang masuk sebelum dilakukan perawatan. 1,3,5,10 KESIMPULAN Penatalaksanaan fraktur Ellis Kelas II harus dilakukan secara holistik dan sistematis mencakup kondisi psikologis anak, kondisi umum, kondisi jaringan lunak dan keras yang mengalami trauma. Waktu, tempat dan kronologis terjadinya trauma 171 Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172.

penting untuk diketahui. Selain itu, perlu diketahui perluasan jaringan yang terkena trauma, kondisi gigi dan pertumbuhan akar gigi. Penanganan yang sistematis mencakup penanganan psikologis anak dan orangtua, lesi jaringan lunak, serta proteksi dan rehabilitasi jaringan keras. Hal-hal tersebut berkaitan dengan prognosis keberhasilan dalam perawatan gigi dengan trauma. Penatalaksanaan fraktur Ellis Kelas II disertai konkusi dapat menggunakan pulp capping indirect dan tumpatan resin komposit sebagai restorasi permanen sementara dengan mengevaluasi keluhan subyektif dan obyektif, serta gambaran radiografis secara periodik. DAFTAR PUSTAKA 1. Andreasen JO, Andreasen FM, Bakland LK, Flores MT. Traumatic Dental Injuries. 3 rd ed. Copenhagen: Munksgaard; 2000. p. 62-94, 280-304, 615-8. 2. Koch G, Poulsen S. Pediatric Dentistry - a Clinical Approach. 1 st ed. Copenhagen: Blackwell Munksgaard; 2001. p. 43-5, 220-1, 351-97. 3. Berman LH, Blanco L, Cohen S. A Clinical Guide to Dental Traumatology. 1 st ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2007. p. 29-31, 73-80, 90-6, 190-4. 4. Tsukibashi M. Treatment Plannin G for Traumatized Teeth. 2 nd ed. China: Quintessence Publishing Co, Inc; 2012. p. 25-48, 89-108. 5. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of Pediatric Dentistry. 4 th ed. China: Mosby Elsevier; 2013. p. 149-207. 6. Cohen S, Burns RC. Pathways of The Pulp. 9 th ed. Missouri: Mosby; 2006. p. 822-81. 7. Casamassimo PS. Pediatric Dentistry Infancy through Adolescence. 5 th ed. Missouri: Elsevier; 2013. p. 412-510. 8. Pagadala S, Tadikonda DC. an Overview of Classification of Dental Trauma. International Arch Integr Med 2015; 2(9): 157-64. 9. Wellbury R, Duggal MS, Hosey MT. Paediatric Dentistry. 4 th ed. Hampshire: Oxford University Press; 2012. p. 219-52. 10. American Academy of Pediatric Dentistry. Guidelines for the Management of Traumatic Dental Injuries : 1. Fractures and Luxations of Permanent Teeth. Reference Manual 2012; 37 (6): 322-32. 11. Benko KR. Emergency Dental Procedure. www.clinicalgate.com. Diakses pada 30 Agustus 2017. 12. Arandi NZ. Calcium Hydroxide: a Literature Review. Clin Cosmet Investig Dent 2017; 9: 67-72. 13. Estrela Carlos, Holand Roberto. Calcium Hidroxide: Study Based on Scientific Evidences. J Appl Oral Sci 2003; 11(4): 269-82. 14. Miles JP, Gluskin AH, Chambers D, Peters OA. Pulp Capping with Mineral Trioxide Aggregrate (MTA): a Retrospective Analysis of Carious Pulp Exposures Treated by Undergraguated Dental Students. Oper Dent 2010; 35(1): 20-8. 15. Mathur VP, Dhillon JK, Logani A, Kalra G. Evaluation of Indirect Pulp Capping Using Three Different Materials: a Randomixed Control Trial using Cone-Beam Computed Tomography. Indian J Dent Res 2017: 623-70. 16. Mount GJ, Hume WR, Ngo HC, Wolf MS. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 3 rd ed. New Delhi: John Wiley & Sons Limited; 2016. p. 11-20, 163-98, 289-97, 299-315. Indonesian Journal of Paediatric Juli 2018;1(1):166-172. 172