GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA



dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aghnita Septiarti, 2014 Studi Deskriptif Sikap Mental Penduduk Miskin

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

KONSEPSI PENGEMBANGAN BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT DESA MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MASYARAKAT MANDIRI

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

Kemiskinan di Indonesa

BAB I PENDAHULUAN. bentuk upaya pengentasan kemiskinan dalam masyarakat. kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini:

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

CETAK BIRU EDUKASI MASYARAKAT DI BIDANG PERBANKAN

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PEREKONOMIAN INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat

Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan Mikro

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

f f f i I. PENDAHULUAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh

LAPORAN PERKEMBANGAN KINERJA KOMITE PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menanggapi segala hal masyarakat semakin kritis untuk menuntut

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DALAM PEMBINAAN USAHA KERAJINAN KERIPIK TEMPE DI KABUPATEN NGAWI SKRIPSI

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB 23 PERBAIKAN IKLIM KETENAGAKERJAAN

Transkripsi:

GAMBARAN KEMISKINAN DAN ACTION PLAN PENANGANANNYA Oleh: Makmun 1 Abstraksi Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh. Seiring dengan dinamika masyarakat pemerintah harus mengubah paradigma pembangunan melalui pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan. Beberapa hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah: a) pemahaman atau visi-misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin, b) langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat, c) peran pelaku penanggulangan kemiskinan adalah penduduk miskin itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping), d) perlu adanya koordinasi yang baik, e) adanya kelembagaan yang berfungsi sebagai penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan), dan f) perlunya monitoring dan evaluasi. I. Latar Belakang Meski kegiatan pembangunan dilaksanakan melalui berbagai penyempurnaan, namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi. Ketimpangan di atas pada gilirannya menciptakan kelompok-kelompok penduduk yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya-sumberdaya pembangunan. Kelompok tersebut sering disebut kelompok penduduk atau masyarakat miskin. Jumlah kelompok masyarakat miskin ini semakin banyak dengan semakin besarnya gelombang krisis ekonomi. Terpaan krisis ekonomi tidak hanya meluluhlantahkan program-program pembangunan, namun juga merusak tatanan ekonomi masyarakat yang telah terbangun sebagai hasil dari pembangunan yang selama ini dilakukan. Lebih parah lagi, kondisi krisis telah menjadikan sebagian besar masyarakat tidak dapat lagi menikmati fasilitas-fasiltas mendasar, seperti fasilitas pendidikan, sarana dan prasarana transportasi dan lain sebagainya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, banyak sekali perubahan status keluarga dari yang tadinya keluarga sejahtera menjadi keluarga miskin 1 Penulis adalah ajun peneliti madya pada Badan Analisa Fiskal, Depkeu. 1

dan sebaliknya. Hal ini merupakan dampak atau pengaruh dari adanya krisis ekonomi, yang menimpa sektor usaha (investasi) yang pada gilirannya akan diikuti dengan pengenaan PHK sehingga dengan sendirinya mengurangi tingkat pendapatan masyarakat. Pada sisi lain, tingkat inflasi terjadi sangat tinggi. Hal ini selain akibat nilai tukar rupiah yang semakin merosot, juga disebabkan oleh semakin sedikitnya barang (produk) yang dihasilkan oleh kegiatan usaha dalam negeri. Gambaran di atas menuntut rasa keprihatinan dan kebijakan semua pihak, sehingga setiap kegiatan produktif diarahkan untuk menanggulangi kondisi kemiskinan di atas. Upaya penanggulangan kemiskinan tidak terlepas dari program-program peningkatan kesejahteraan keluarga, yang sampai saat ini masih dinaungi oleh program-program pemerintah. Namun demikian lembaga-lembaga masyarakat pun telah banyak mengambil peran, seperti pada sektor kesehatan, pendidikan, kebutuhan pangan dan lain sebagainya. Secara lokal maupun nasional, kemiskinan mempunyai empat dimensi pokok,yaitu : (1) kurangnya kesempatan (lack of opportunity); (2) rendahnya kemampuan (low of capabilities); (3) kurangnya jaminan (low-level of security); dan (4) ketidakberdayaan (low of capacity or empowerment). Dalam memahami masalah kemiskinan di Indonesia, penting untuk diperhatikan adalah lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran. Saat ini secara garis besar diidentifikasi terdapat tiga jalur pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, yaitu jalur pembangunan sektoral, regional, dan khusus. Masing-masing jalur mengandung berbagai macam pelaksanaan program yang sesuai dengan kategori program penanggulangan kemiskinan. 2

Penanggulangan kemiskinan merupakan bagian agenda pembangunan nasional yang diamanahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara dan Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1999-2004, ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Penyelenggaraan upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan sinkronisasi dengan upaya-upaya pembangunan yang lain sehingga dapat mencapai sinergi dan hasil yang optimal. Dengan demikan tidak terjadi pelaksanaan program yang tidak sinergi dan tumpang tindih satu sama lain, serta kurang terfokus dalam menetapkan sasaran program (siapa, apa, dimana, dan bagaimana). Upaya penanggulangan kemiskinan, senantiasa menjadi perhatian pemerintah melalui berbagai kebijakan pembangunan yang dijabarkan ke dalam program-program pembangunan, baik melalui pembangunan sektoral nasional maupun pembangunan sektoral di daerah (pembangunan daerah). Program-program pembangunan yang mempunyai sasaran pada penduduk miskin adalah sangat beragam, baik ditinjau dari segi sektor program pembangunan, sektor alokasi anggaran, maupun sektor instansi penyelenggara (governance institution) pelaksana program (implementing agency) penanggung jawab program (executing agency). Sampai saat ini, penanganan dan penanggulangan masalah kemiskinan masih terlalu banyak melibatkan peran pemerintah. Menurut Tap MPR RI Nomor XV/MPR/1998, upaya penanggulangan kemiskinan harus diletakan pada pelibatan tanggung jawab dunia usaha yang lebih besar, terutama pihak-pihak usaha nasional seperti badan usaha milik swasta (BUMS) maupun badan usaha milik negara (BUMN). Dengan kata lain, pembangunan akan semakin bergeser pada pembangunan yang diselenggarakan oleh masyarakat. 3

Strategi kedepan yang diterapkan adalah, pemerintah hanya sebagai fasilitator, yaitu pemicu dan pemacu proses pembangunan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Itulah demokrasi pembangunan. II. Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Kemiskinan Pengertian kemiskinan ada bermacam-macam, namun dalam rangka penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan terpadu harus ada kesepakatan pemahaman semua pihak penyelenggara agar targeting yang dilaksanakan tepat sasaran baik target penduduk miskin maupun program yang dilaksanakan. Pengertian kemiskinan yang perlu diketahui dan dipahami adalah sebagai berikut: 1. Kriteria BPS, kemiskinan adalah suatu kondisi seseorang yang hanya dapat memenuhi makanannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. 2. Kriteria BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera apabila: a. Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya. b. Seluruh anggota keluarga tidak mampu makan dua kali sehari. c. Seluruh anggota keluarga tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian. d. Bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah. e. Tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan. 3. Kriteria Bank Dunia, kemiskinan adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1,00 per hari. 2.2 Masyarakat Miskin Menurut Gunawan Sumodiningrat, masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (powerlessness) dalam hal: 1. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan (basic need deprivation). 2. Melakukan kegiatan usaha produktif (unproductiveness). 4

3. Menjangkau sumber daya sosial dan ekonomi (inacceribility). 4. Menentukan nasibnya diri sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik (vulnerability); dan 5. Membebaskan diri dari mental budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah (no freedom for poor). Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat. 2.3 Kemiskinan dan Arah Kebijakan Pembangunan Pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan di wilayah kabupaten Bogor dititikberatkan kepada manusia sebagai insan yang harus dibangun kehidupannya dan sekaligus sebagai sumberdaya manusia pembangunan yang harus senantiasa ditingkatkan kualitas dan martabatnya. Pembangunan yang bertumpu pada peran serta masyarakat (people driven) dilaksanakan secara merata di semua lapisan masyarakat. Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang mencakup banyak segi, dan ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang nantinya menjadi ketimpangan antar sektor, wilayah dan antar kelompok atau golongan masyarakat (sosial). Dengan demikian kemiskinan merupakan masalah bersama antara pemerintah, masyarakat dan segenap pelaku ekonomi. Keadaan kemiskinan pada umumnya diukur dengan tingkat pendapatan dan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Selain itu, berdasarkan pola waktunya kemiskinan dapat dibedakan menjadi: persistent poverty, cyclical poverty, seasonal poverty, serta accidental poverty. Persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Umumnya menimpa wilayah yang memiliki sumberdaya alam yang 5

kritis dan atau terisolasi. Cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Sementara itu seasonal pover y, t yaitu kemiskinan musiman seperti yang terjadi pada usahatani tanaman pangan dan nelayan. Pola yang lain adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Penduduk miskin erat kaitannya dengan wilayah miskin. Wilayah dengan potensi daerah yang tertinggal besar kemungkinan menyebabkan penduduknya miskin. Oleh karena itu pendekatan pemecahan kemiskinan dapat pula dilakukan terhadap pengembangan wilayah atau desa yang bersangkutan. Apabila dikaji terhadap faktor penyebabnya, maka terdapat kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang belum seimbang dan hasilnya belum terbagi merata. Hal ini disebabkan oleh keadaan kepemilikan sumber daya yang tidak merata, kemampuan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksamaan kesempatan dalam berusaha dan memperoleh pendapatan akan menyebabkan keikutsertaan dalam pembangunan yang tidak merata pula. Kondisi kemiskian dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan kondisi keterisolasian, motivasi dan kesadaran untuk lepas dari kungkungan kemiskinan yang menghimpit. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, maka kebijaksanaan dituangkan dalam tiga arah kebijaksanaan. Pertama kebijaksanaan tidak langsung yang diarahkan kepada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan; kedua kebijaksanaan langsung yang ditujukan pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah; dan ketiga, kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan 6

masayarakat miskin itu sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan. Saat ini, mengingat pentingnya program kemiskinan, pemerintah telah menyusun lembaga, dan strategi, kebijakan dan program yang mudah dan implemtatif. Untuk pemerintah kabupaten, lembaga yang berkompeten dengan kemiskinan adalah: BKKBN, Depkes, Depdiknas, BPS, PMK, Bagian Sosial, dan sebagainya. Kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Internal lebih banyak melibatkan faktor sumberdaya manusianya, sedangkan faktor eksternal menunjukan kondisi yang lebih kompleks karena satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Oleh karenanya, program akan berjalan efektif apabila memperhatikan unsur kedua-duanya. Kebijakan yang keliru dapat menyebabkan suatu keadaan kemiskinan yang semakin mengkhawatirkan. Ketidakmampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan, merupakan tantangan bagi seluruh stake holder kabupaten Bogor. 2.4 Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Pada era reformasi seperti saat ini, Pemerintah Pusat telah mengundang-undangkan UU Otonomi Daerah serta Otonomi Khusus agar Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur maupun mengelola rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, kemampuan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk melaksanakan strategi pemberdayaan masyarakat diperlukan suatu transformasi peranan Pemerintah daerah dari inisiator berubah menjadi fasilitator. Perubahan paradigma baru ini ditetapkan dalam strategi pembangunan yang ditawarkan, antara lain: 7

1. Memperkuat, memperbaiki dan menciptakan kapasitas kelembagaan produksi, pendapatan dan pengeluaran; 2. Meningkatkatkan dan melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pembangunan; 3. Mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi oleh Pemda; dan 4. Meningkatkan pembangunan yang bertumpu pada kemampuan manusia (capacity building) yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat melalui strategi pemberdayaan. Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, antara lain : 1. Menciptakan suasana/iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling); dengan kata lain, adanya pemihakan kepada masyarakat untuk maju dan berkembang karena pada dasarnya setiap manusia/masyarakat mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Sehingga pengertian pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta mengembangkan potensi tersebut; dan 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering) dengan kata kuncinya adalah penyiapan. Dalam rangka ini Pemda Bogor diperlukan untuk menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, meliputi langkah-langkah nyata yang menyangkut penyediaan berbagai masukan (input) serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (oppor unity) t yang akan membantu masyarakat lebih berdaya guna. 3. Memberdayakan masyarakat mengandung makna melindungi (kata kuncinya adalah perlindungan kepada masyarakat). Dalam proses pemberdayaan masyarakat harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena ketidakberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada masyarakat lemah/ miskin amat mendasar sifatnya, karena melindungi tidak berarti 8

mengisolasi/menutup dari interaksi, karena hal itu akan mengkerdilkan dan melunglaikan masyarakat yang lemah. Dengan kata lain, melindungi harus ditinjau sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang/sehat, serta eksploitasi yang kuat atas masyarakat yang tidak berdaya. Dalam konsep pembangunan, pemberdayaan adalah menjadikan masyarakat bukan sebagai obyek dari berbagai proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemda, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunan. III. Potret Kemiskinan Uraian tentang potret kemiskinan dimaksudkan untuk memberikan gambaran kondisi kemiskinan penduduk dan kemungkinan atau hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan yang nantinya diharapkan sebagai starting point untuk menentukan bentuk kebijakan/program yang tepat serta penyusunan rencana aksi (action plan) agar penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan dengan lancar di tingkat operasional. Secara umum penyebab kemiskinan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, antara lain: 1) Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, peraturan maupun lembaga yang ada di masyarakat sehingga dapat menghambat peningkatan produktivitas dan mobilitas masyarakat; 2) Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang berhubungan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang rendah, kondisi kesehatan dan gizi yang buruk; dan 3) Kemiskinan alamiah, yaitu kemisikinan yang ditunjukkan oleh kondisi alam maupun geografis yang tidak mendukung, misalnya daerah tandus, kering, maupun keterisolasian daerah. Selain pengertian kemiskinan secara universal, maka diperlukan juga pengertian kemiskinan pada tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas 9

setempat dan pemerintah daerah terkait. Dengan demikian, kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran. Untuk mengidentifikasi kemiskinan selama ini yang sering digunakan adalah garis kemiskinan (poverty line), yaitu suatu tolok ukur yang menunjukkan ketidakmampuan penduduk melampui ukuran garis kemiskinan atau suatu ukuran yang didasarkan pada kebutuhan atau pengeluaran konsumsi minimum, misalnya konsumsi pangan dan konsumsi nonpangan (misalnya kebutuhan perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang lain dan jasa). Tabel 1 memberikan gambaran garis kemiskinan (poverty line) yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi penduduk riil perkapita perbulan untuk makanan (food consumption) berdasarkan pada hasil survai pedesaan maupun Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS yang dilakukan secara bertahap mulai tahun 1996 1999. Indeks harga (price index) merupakan metode untuk menunjukkan base year (1996 = 100) sehingga pengeluaran untuk konsumsi makanan sudah mencerminkan nilai riil karena faktor inflasi sudah dikeluarkan. Tabel 1 juga memberikan interpretasi bahwa penduduk dengan pengeluaran konsumsi makanan riil Rp28.516 perkapita perbulan pada tahun 1996 akan dikelompokkan dalam penduduk miskin. Apalagi dengan munculnya krisis ekonomi Indonesia yang dimulai tahun 1997, yang mengakibatkan bertambahnya penduduk miskin karena menurunnya garis kemiskinan hingga Rp23.717 perkapita perbulan. 10

Tabel 1 Perkiraan Besarnya Garis Kemiskinan (Poverty Line) Hasil Survai Pada 100 Desa Di Indonesia (Rp/Kapita/Bulan) Poverty Line No Waktu Survai Makanan Price Index (%) 1 Susenas, Februari 1996 28,516 100 2 100 Survai Pedesaan, Mei 1997 23,717 102 3 100 Survai Pedesaan, Agustus 1998 49,295 212 4 100 Survai Pedesaan, Desember 1998 53,248 229 5 Mini Susenas, Desember 1998 65,302 229 6 100 Survai Pedesaan, Mei 1999 54,643 235 7 Mini Susenas, Agustus 1999 63,306 222 Sumber : Konferensi Internasional Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, 16 Mei 200, Jakarta Kemudian pada tahun 1998, upaya pemerintah untuk melakukan pemulihan ekonomi maupun upaya penurunan tingkat kemiskinan akibat krisis ekonomi mulai dilaksanakan melalui program Jaring Pengaman Sosial (JPS), Propram Inpres Desa Tertinggal (IDT), maupun program-program lainnya, dan menghasilkan kenaikan garis kemiskinan karena meningkatnya pengeluaran konsumsi makan riil Rp49.295 perkapita perbulan. Pada tahun 1999 berdasarkan hasil Mini Susenas, pengeluaran konsumsi makanan riil telah mengalami kenaikan sebesar Rp63,306 perkapita perbulan. Hal ini mencerminkan adanya perbaikan taraf hidup penduduk meskipun kondisi krisis ekonomi masih berlangsung sehingga jumlah penduduk miskin dapat diturunkan dengan meningkatnya garis kemiskinan. 11

Tabel 2 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Propinsi 1996 1999 No Propinsi Urban + Rural 1996 1999 % 1 DKI Jakarta 515.427 740.347 43,64 2 Jawa Barat 5.958.428 8.725.329 46,44 3 Jawa Tengah 6.114.063 8.391.522 37,25 4 DI Yogyakarta 493.057 714.076 44,83 5 Jawa Timur 7.069.969 9.271.039 31,31 Penduduk P. Jawa 20.150.924 27.842.313 38,17 Indonesia 32.833.207 47.750.859 45,43 Sumber : Agus Sutanto & Puguh B. Irawan, Regional Dimensions Of Poverty :Some Findings On The Nature Of Poverty, Jakarta, diolah. Tabel 2 menggambarkan jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 1996 1999. Secara nasional penduduk miskin sudah mencapai ± 32 juta jiwa tahun 1996 dengan komposisi 27,3% berada di wilayah perkotaan dan selebihnya 82,7% berada di pedesaan. Dan setelah memasuki krisis ekonomi, jumlah penduduk miskin secara nasional mencapai ± 47 juta jiwa atau 23,6% dari 205 juta jiwa penduduk Indonesia dengan komposisi penduduk yang berada di pedesaan sebesar 66,9% dan selebihnya berada di perkotaan sebesar 33,1%. Hal tersebut memberikan arti bahwa semenjak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia mengakibatkan peningkatan pertumbuhan penduduk miskin sebesar 45,4% tahun 1996 1999. Persebaran penduduk miskin menurut wilayah menunjukkan bahwa lebih kurang 58,3% tersebar di P. Jawa, di P. Sumatera tersebar 19,9%, di P. Kalimantan tersebar 5,0%, di P. Bali dan Nusra tersebar 5,8%, di P. Sulawesi tersebar 7,3% dan di Maluku-Irian Jaya tersebar 3,7%. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa erat kaitannya dengan pola persebaran penduduk yang sebagian besar berada di Jawa. Pemusatan kantong kemiskinan di P. Jawa 12

berdampak pada rentannya penduduk terhadap krisis ekonomi sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin. Komposisi penduduk miskin di P. Jawa paling besar berada di Propinsi Jawa Timur sebesar ± 9 juta jiwa atau 19,4% dari jumlah penduduk miskin nasional. Sedangkan urutan kedua ditempati Propinsi Jawa Barat yang lebih banyak penduduk miskin dari pada Propinsi Jawa Tengah, yaitu ± 8 juta jiwa atau 18,3% dari jumlah penduduk miskin nasional. 3.2 Perbandingan Karakteristik Sosio Demografi Penduduk Miskin Berdasarkan hasil Konferensi Internasional tentang kemiskinan di Indonesia tahun 2000 hasil kerjasama antara World Bank dengan Center for Statistical Services (CSS) di Jakarta menunjukkan rata-rata jumlah keluarga dalam penduduk miskin di perkotaan ± 4 orang dan rata-rata di pedesaan ± 5 orang. Banyaknya jumlah anggota keluarga akan memperberat biaya hidup (cost o f living) terutama untuk memenuhi kebutuhan makanan dan nonmakanan, seperi perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan lainnya. Persentase kepala keluarga perempuan di perkotaan ± 15%, artinya dalam 100 kepala keluarga terdapat 15 orang kepala keluarga perempuan. Implikasi terhadap kepala keluarga perempuan adalah kemampuan untuk mendapatkan pendapatan (income) dalam keluarga adalah relatif rendah, karena keterbatasan jenis pekerjaan yang sesuai dengan perempuan dan mobilitas untuk mendapat pekerjaan relatif sulit terutama di perkotaan. Sedangkan kepala keluarga perempuan di pedesaan ± 11 orang, artinya kepala keluarga perempuan relatif sedikit di pedesaan dibandingkan dengan di perkotaan. Meskipun kepala keluarga perempuan relatif sedikit, namun kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dan pekerjaan relatif sulit di pedesaan. Akibatnya, jumlah penduduk miskin tetap saja lebih banyak jumlahnya di pedesaan daripada di perkotaan. 13

Dalam penduduk miskin rata-rata usia kepala keluarga yang hidup di wilayah perkotaan (urban) adalah antara 43 44 tahun. Sedangkan usia kepala keluarga di wilayah pedesaan (rural) adalah antara 45 46 tahun. Melihat dari sisi usianya, rata-rata kepala keluarga tersebut masih tergolong dalam kelompok umur produktif, yaitu antara 15 55 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mereka pada umumnya masih kuat untuk bekerja menghidupi keluarga, namun karena adanya faktor-faktor eksternal yang lebih kuat sehingga mereka tidak mampu untuk merubah ataupun menghadapi tekanan eksternal tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikannya, pada umumnya, tingkat pendidikan penduduk miskin rata-rata rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil survai Susenas BPS yang menyatakan tingkat penduduk penduduk miskin di wilayah perkotaan rata-rata tamat SD atau waktu sekolah hanya 7 tahun. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk miskin di pedesaan rata-rata tidak tamat SD atau waktu sekolah hanya 5 tahun. Tabel 3 Karakteristik Sosial Demografis Rumahtangga Miskin Tahun 1999 No Karakteristik Penduduk Penduduk Miskin Rata-rata jumlah keluarga: a. Perkotaan (urban) 4,44 1 b. Pedesaan (rural) 4,80 c. Total (urban & rural) 4,66 % Kepala rumahtangga perempuan : a. Perkotaan (urban) 14,89 2 b. Pedesaan (rural) 11,51 c. Total (urban & rural) 12,79 Rata-rata umur kepala rumahtangga : a. Perkotaan (urban) 43,43 3 b. Pedesaan (rural) 46,03 c. Total (urban & rural) 45,05 Rata-rata lama sekolah : a. Perkotaan (urban) 7,18 4 b. Pedesaan (rural) 5,23 c. Total (urban & rural) 6,03 Sumber: Agus Sutanto & Puguh B. Irawan, Regional Dimensions o f Poverty: Some Findings on the Nature of Poverty, pada Konferensi Internasional tentang Pengukuran Kemiskinan di Indonesia, Jakarta, Mei 2000. 14

3.3 Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kedepan Masalah kemiskinan khususnya kemiskinan di pedesaan merupakan masalah yang serius. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam sila kelima dari Pancasila, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kiranya merupakan tugas dan kewajiban bagi pemerintah bersama-sama masyarakat semua untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan yang menghinggapi sebagian dari rakyat indonesia. Berbagai upaya telah dilaksanakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan antara lain melalui program Jaringan Sosial dan program penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional maupun program khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan yaitu P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), P2MPD dan program pembangunan daerah sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Namun penurunan tersebut masih rentan terhadap perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik nasional, konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah dan bencana alam. Hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Keuangan menunjukkan bahwa berbagai kelemahan program-program pemerintah yang dijalankan selama ini dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan antara lain adalah: 1. Program tidak direncanakan secara matang. Program-program pengentasan kemiskinan pada umumnya dibuat dalam jangka pendek, tanpa memperhitungkan kesinambungannya. Akibatnya proyek tidak mampu menuntaskan masalah secara tuntas. 2. Tidak adanya ketegasan dalam menentukan targe t group. Sebagai contoh target program PDMDKE adalah kelompok masyarakat yang kehilangan 15

pekerjaan atau penurunan pendapatan akibat kekeringan dan krisis moneter. Namun dalam pelaksanaannya target sasaran mengalami perluasan. 3. Terdapatnya kebocoran dalam penyampaian dana program kepada kelompok sasaran. 4. Dalam berbagai program pengentasan kemiskinan, kurang adanya pemberdayaan masyarakat. Terdapat kesan bahwa dalam program tersebut masyarakat miskin menjadi obyek dari program yang seharusnya dipandang sebagai subyek dari program. 5. Selama ini berkembang persepsi dari masyarakat bahwa dana yang berasal dari pemerintah sifatnya gratis. Akibatnya banyak program-program yang sifatnya bantuan permodalan seperti KUT dan JPS yang gagal dalam perjalanannya. 6. Tidak berjalannya fungsi pengawasan baik yang dilakukan oleh LSM maupun tokoh informal. Hal ini disebabkan tidak diterapkannya aturan yang tegas tentang kegiatan pengawasan yang harus dilakukan dari sekedar berfungsi untuk mengontrol kelompok sasaran. Dalam rangka penanggulangan masalah kemiskinan diperlukan adanya penanganan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan merosotnya mutu generasi dan menjamin kelangsungan pembangunan di masa yang akan datang. Seiring dengan dinamika masyarakat dewasa ini, pemerintah harus menyadari bahwa salah satu syarat penting untuk mencapai keberhasilan pembangunan bukan semata-mata karena baiknya strategi dan kebijakan pembangunan, namun keberhasilan pembangunan harus didukung oleh peran masyarakat atau partisipasi masyarakat. Pola ini disebut sebagai pola pembangunan partisipasi, yaitu menempatkan pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai subyek atau aktor pembangunan (Gunawan Sumodiningrat, hal 2). Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan dilaksanakan melalui strategi pemberdayaan masyarakat, yaitu strategi yang disusun secara komprehensif 16

dan integral berprinsip partisipatif, demokratis dan disertai dengan penegakan hukum (law and order) serta mekanisme pasar yang ideal untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat dan rasa aman bagi kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan hal di atas, perubahan paradigma penanggulangan kemiskinan harus menjadi suatu gerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat dengan miskin potensial produktif, proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut harus berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Disamping itu pendampingan kepada kelompok masyarakat miskin dengan berbagai kegiatan yang dilakukannya sangat diperlukan. Bentuk pendampingan tersebut berupa fasilitasi, mediasi dan advokasi yang sebaiknya dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat setempat. Peran pemerintah lebih bersifat sebagai fasilitator guna melakukan penciptaan kondisi yang kondusif bagi proses kegiatan penanggulangan kemiskinan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian upaya penanggulangan kemiskinan merupakan langkah intervensi pemerintah terhadap kelompok masyarakat miskin produktif potensial untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat miskin beserta kelembagaannya (capacity building and institution building) dalam pengelolaan sumber daya dengan pendekatan community based development menuju masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan hal-hal yang perlu dipersiapkan dan dilakukan adalah: 1. Pemahaman atau visi-misi yang sama terhadap konsep penduduk miskin. Penduduk miskin di sini diartikan sebagai penduduk miskin produktif potensial. 17

2. Langkah pemecahan, yaitu ditempuh dengan pemberdayaan masyarakat melalui perluasan kesempatan kerja yang memberikan pendapatan memadai dan lestari (melembaga, menjadi milik masyarakat). 3. Peran pelaku penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini yang menjadi pelaku utama adalah penduduk miskin itu sendiri. Pemerintah dan masyarakat yang sudah mampu hanya menjadi fasilitator (pendamping). 4. Koordinasi, yaitu pemerintah sebagai penggerak, fasilitator, dinamisator dan motivator. 5. Kelembagaan. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan fungsi kelembagaan adalah penyaluran (delivering), penerima (receiving), pendampingan (fasilitator), pelestarian (berkelanjutan). Mekanisme pelaksanaan dilakukan melalui forum lintas pelaku, masyarakat bersama-sama pemerintah daerah. 6. Monitoring dan evaluasi yang bisa dilakukan secara internal yaitu masyarakat sendiri dan eksternal yaitu oleh kelompok independen. Paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan harus berdasarkan prinsip-prinsip adil dan merata, partisipatif, demokratis mekanisme pasar, tertib hukum dan saling percaya yang menciptakan rasa aman. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, pendekatan yang diperlukan dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan. Selanjutnya perlu disusun kebijakan dan langkah-langkah koordinasi lintas pelaku yang mengikutsertakan seluruh komponen baik pemerintah daerah, organisasi nonpemerintah, dunia usaha, lembaga keuangan dan segenap unsur pemerintah, dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan. 3.4 Program Penanggulangan Kemiskinan Berdasarkan penyebabnya, kemiskinan dapat dikatagorikan menjadi 18

1. Kemiskinan struktural. Penyebab struktural adalah yang berhubungan dengan kebijakan dan lembaga yang ada di masyarakat yang menghambat produktivitas dan mobilitas masyarakat. 2. Penyebab kultural yang berkaitan dengan adanya nilai-nilai yang tidak produktif, tingkat pendidikan yang rendah, dan kondisi kesehatan dan gizi yang buruk. 3. Penyebab alamiah yang ditunjukkan oleh kondisi alam dan geografis, misalnya keteriolasian daerah. Berpijak pada logika penyebab kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat di atas, maka strategi pemberdayaan masyarakat harus dapat menyentuh permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, baik dari sisi internal maupun eksternal. Pemerintah daerah dituntut secara konsisten dan berkesinambungan menciptakan dan membina kebersamaan sehingga dampaknya bukan hanya pada pemberdayaan posisi masyarakat lapisan bawah, namun lebih jauh juga pada penguatan sendi-sendi perekonomian secara keseluruhan. Berkaitan dengan berbagai faktor penyebab kemiskinan di atas, maka strategi penaggulangan kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi empat katagori kebijakan yang diselenggarakan secara terpadu, yaitu: 1. Kebijakan perluasan kesempatan, yaitu berkaitan dengan penciptaan lapangan iklim dan lingkungan yang kondusif dalam rangka penanggulangan kemiskinan. 2. Kebijakan pemberdayaan masyarakat, yaitu berkaitan dengan upaya penguatan masyarakat beserta organisasi dan kelembagaannya untuk mampu terlibat dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan publik. 3. Kebijakan peningkatan kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan upaya peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah-langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, 19

peningkatan ketrampilan usaha, permodalan, prasarana, teknologi, serta informasi pasar. 4. Kebijakan perlindungan sosial, yaitu berkaitan dengan upaya memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat miskin, utamanya kelompok masyarakat yang paling miskin (fakir miskin, orang jompo, anak terlantar dan cacat) dan kelompok masyarakat miskin yang disebabkan oleh bencana alam, dampak negatif krisis ekonomi dan konflik sosial yang diarahkan melalui kemampuan kelompok masyarakat dalam menyisihkan sebagian dari penghasilan melalui mekanisme tabungan kelompok. Sebagai tindak lanjut arah kebijakan penanggulangan kemiskinan di atas, maka program-program pembangunan yang relavan untuk: a. Program Pengentasan Kemiskinan Akibat Faktor Ekonomi Adapun targe t group dari program ini ada kelompok masyarakat usia produktif (15-60 tahun) pada lima lapisan masyarakat, yaitu Keluarga Pra Sejahtera atau lapisan masyarakat yang paling miskin, Keluarga Sejahtera I, II, III dan III+. Permasalahan utama yang dihadapi oleh masyarakat paling miskin baik masyarakat dalam kelompok Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, II, III dan III+ pada umumnya tidak hanya kurangnya akses permodalan, namun juga rendahnya akses terhadap sumber daya yang lainnya. Mereka pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah dan kondisi kesehatan di bawah rata-rata. Berdasarkan kriteria ini, maka persyaratan-persyaratan calon target group untuk dapat masuk program harus jelas, sehingga program tidak akan salah sasaran. Mengingat program ini ditujukan kepada penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, maka prinsip-prinsip yang akan diterapkan adalah: 1) Pinjaman diberikan tanpa agunan atau tanpa tindakan hukum apabila tidak dapat membayar kembali pinjamannya. 2) Pinjaman diberikan kepada rumah tangga paling miskin. 20