BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang permasalahan. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KURANGNYA KONTROL DIRI SISWA DI LINGKUNGAN SMK NEGERI 2 BATAM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan sebuah hal penting dalam sebuah kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kekerasan dalam pacaran bukan hal yang baru lagi, sudah banyak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. UKM Olahraga merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa sebagai

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak,

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. tindak kekerasan di dalam rumah tangga khususnya yang berkaitan dengan anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

2015 UPAYA GURU PENJASORKES DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA SMA/SMK SE- KECAMATAN MARGAHAYU KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

2015 INTIMACY WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM BERPACARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang permasalahan Remaja merupakan suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Dalam masa ini terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Masa remaja ditandai dengan perubahanperubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial yang penting untuk menjadi dewasa (Sarwono, 2011). Hurlock (2002), menyatakan tugas perkembangan yang pertama berhubungan dengan seks yang harus dikuasai oleh remaja adalah pembentukan hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Dunia remaja saat ini sangat dipengaruhi dengan dunia yang penuh dengan gejolak cinta. Pada masa inilah, seorang remaja mulai merajut kasih dan sayang dengan lawan jenisnya. Sehingga dalam hubungan berpacaran secara tidak langsung sudah mendarah daging ke seluk beluk pikiran anak muda yang mencapai usia dewasa. Menurut (Wongso, 2014) alasan remaja berpacaran, yaitu untuk memperoleh kesenangan, membangun intimacy, meningkatkan status, memilih jodoh, ataupun sebagai alat pemuas kebutuhan. Akan tetapi pada jaman sekarang memaparkan bahwa seseorang remaja maupun dewasa awal bertingkah laku yang cenderung posesif dalam merajut hubungan yang lebih mendalam. Berdasarkan ulasan dari Adityapraja (dalam kompasiana, 2015), seringkali di sekeliling kita dapat melihat berbagai fenomena yang mempersoalkan bagaimana kelanjutan hubungan seseorang yang dilandasi dengan ikatan yang terlalu berlebihan. Seolah-olah, pasangan atau pacar kita menjadi bagian seutuhnya bagi perjalanan hidup kita, sehingga kebebasan berbuat dan bertindak kerap kali banyak ditentukan oleh pasangan.

Selanjutnya menurut ulasan dari Alhuda (dalam kompasiana 2012) menjelaskan bahwa pada titik inilah, cinta yang posesif muncul dan bermuara dari rasa kepribadian seseorang yang merasa tidak aman cintanya, karena takut pasangannya atau belahan jiwanya berpaling. Posesif dapat bermula dari rasa cemburu yang berlebihan dan ketidakrelaan pasangannya berpaling ke orang lain. Cemburu timbul karena ingin memiliki sendiri pasangannya dan perasaan terancam karena kehadiran orang lain dalam suatu hubungan. Saat mengalami rasa cemburu biasanya sistem rasionalnya tidak bekerja sebagaimana mestinya. Berdasarkan definisinya, cemburu timbul karena ingin memiliki sendiri pasangannya dan perasaan terancam karena kehadiran orang lain dalam hubungannya (Surbakti, 2009). Mameros (Duma, 2009) menyatakan cemburu merupakan reaksi yang terjadi pada hubungan romantis yang sedang terancam oleh pihak ketiga, ancaman ini bersifat subjektif dan nyata. Hal ini biasanya diikuti dengan rasa takut kehilangan pasangannya. Adapun Hauck (1994) menjelaskan bahwa ciri-ciri cemburu terhadap pasangan yaitu :a) Rasa rendah diri, b) Mentalitas Tuan-Hamba, c) Perilaku merusak diri, d) Kesulitan Menerima tanggung jawab, e) Mementingkan diri sendiri dan tidak matang, f) Rasa takut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Knox dan Zusman terhadap 1319 mahasiswa Amerika diperoleh hasil 41,7% menyatakan dirinya sebagai orang yang pencemburu (Knox dan Schacht, 2010). Di Indonesia sendiri banyak terjadi kasus-kasus yang terjadi akibat kecemburuan. Salah satunya adalah kasus pembunuhan siswa SMK di Jember. Dari hasil pengakuannya tersangka membunuh kekasihnya karena cemburu kekasihnya mendapat Short Message Service mesra dari lelaki lain sehingga tersangka menghabisi nyawa korban agar tidak ada lelaki lain yang memilikinya (Ars, 2016). Berdasarkan kasus di atas perilaku cemburu dapat menjadi bukti besarnya cinta terhadap pasangan tetapi hal tersebut bisa membahayakan. Beberapa peristiwa yang terjadi

perilaku cemburu bisa berujung menjadi kekerasan hingga pembunuhan. Dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari perilaku cemburu adalah reaksi emosional berupa ketakutan kehilangan, cemas, sakit, kemarahan terhadap penghianatan, mudah terluka, kecurigaan, dan keputusan (Brhem, 1992). Seseorang yang selalu merasa cemburu pikirannya akan selalu dipenuhi rasa curiga dan berdampak menjadi paranoid terhadap setiap orang yang dekat dengan pasangannya, depresi, dan sulit mengontrol kemarahannya sehingga mereka sulit mengotrol emosionalnya bahkan berujung melakukan kekerasan baik kepada pasangannya ataupun kepada dirinya sendiri atau self-destructive (Gregory, 2003). Almeida & Schlosser, (2014) kecemburuan yang romantis sering dikaitkan dengan efek merusak atau menyakiti pasangannya. Berdasarkan data di atas, peneliti juga melakukan wawancara terhadap 20 responden remaja yang berada pada usia 18 hingga 24 tahun yaitu (sepuluh orang laki-laki dan sepuluh orang perempuan berpasangan) wawancara pada tanggal 20 dan 21 september 2018. Hasilnya menunjukkan bahwa sepuluh pasangan tersebut pernah cemburu pada pasangannya, dan delapan dari sepuluh pasangan menyatakan bahwa pernah melakukan perilaku cemburu yang berbahaya. Perilaku cemburu berbahaya yang dilakukan ialah saat cemburu adalah melarang bermain dengan teman, kebut kebutan dijalan, menodong dengan kater, menggebrak meja, melempar kipas angin, melempar handphone, kekerasan secara verbal, menampar, dan mencakar cakar. Beberapa responden juga menceritakan jika ia merasa cemburu, ia tidak segan segan melukai dirinya sendiri dan tidak dapat mengontrol emosi sehingga membahayakan dirinya sendiri. Sesuai tugas perkembangannya, remaja diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dan mampu mencapai kemandirian emosional (Hurlock, 2004). Masa remaja menekankan tugas perkembangan dalam bidang pendidikan, sehingga diharapkan remaja dapat memiliki keterampilan intelektual dan konsep yang penting bagi kecakapan

sosial, agar nantinya mampu menunjukkan prestasi belajar mereka dan dapat mengontrol emosionalnya (Hurlock, 2004). Pada hakikatnya masa remaja seharusnya digunakan sebagai masa untuk menggali potensi-potensi yang ada dalam diri sebagai bekal menyongsong masa depan, namun fenomena yang ada memperlihatkan bahwa masa remaja banyak yang belum mampu menunjukkan kemandirian emosionalnya sehingga timbul perilaku cemburu dan perilaku cemburu yang berlebihan berujung kekerasan. Dalam berpacaran, remaja yang seharusnya sudah bisa mencapai kemandirian emosionalnya mampu mengatasi dan mengontrol perilakunya tetapi kenyataannya banyak remaja yang belum matang emosinya sehingga dapat memicu perilaku cemburu yang berlebihan (Hurlock, 2004). Kebanyakan para remaja masih belum memahami beberapa penyebab dari timbulnya rasa kecemburuan yang dimunculkan pasangan. Perilaku cemburu tersebut merupakan bukti besarnya cinta mereka terhadap pasangannya dan tidak ingin kehilangan pasangannya (Surbakti, 2009). Sehingga pada masa remaja, mereka seharusnya melakukan tugas-tugas perkembangannya dengan baik sehingga mampu menunjukkan prestasi belajar dan dapat menerapkan kemandirian emosionalnya dalam kehidupan seharihari, namun belum matangnya emosi pada remaja berdampak pada perilaku cemburu dalam berpacaran dan cemburu yang berlebihan dapat mengakibatkan kekerasan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perilaku cemburu penting diteliti karena remaja seharusnya mampu menerapkan kemandirian emosionalnya dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataannya banyak remaja belum memiliki kemandirian emosional yang berdampak pada perilaku cemburu dalam berpacaran dan cemburu yang berlebihan dapat mengakibatkan kekerasan. Melalui pacaran remaja bisa menerapkan tugas perkembangannya yaitu membina hubungan baik dengan lawan jenis sehingga kemandirian emosi dapat tercapai, tetapi fakta dilapangan beberapa remaja memperlihatkan penyimpangan dalam relasinya dengan lawan jenisyang berdampak pada perilaku cemburu.

Sesuai dengan penjelasan Attridge (2013) seseorang yang selalu merasa cemburu pikirannya akan selalu dipenuhi rasa curiga dan berdampak menjadi paranoid terhadap setiap orang yang dekat dengan pasangannya, depresi, dan sulit mengontrol kemarahannya sehingga mereka sulit mengotrol emosionalnya bahkan berujung melakukan kekerasan baik kepada pasangannya ataupun kepada dirinya sendiri atau self-destructive. Di Indonesia tingkat kekerasan dalam berpacaran yang dicatat oleh komisi nasional perempuan pada tahun 2016 sebanyak 2.734 kasus dan mungkin ada lebih banyak lagi yang belum berani melaporkan (Komisi Nasional Perempuan, 2017). Menurut Surbakti (2009), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cemburu yaitu: a) Kehadiran pihak ketiga yang identitasnya tidak jelas, b) Kesetiaan yang meragukan, c) Takut kehilangan, d) Berkaitan dengan kepribadian. Dari faktor-faktor yang disebutkan, penulis menitik beratkan pembahasan pada faktor berkaitan dengan kepribadian, kemudian dari faktor tersebut dilihat sejauh mana kepribadian membawa remaja menjadi mengalami kecenderungan alexithymia. Kecenderungan alexithymia karena kepribadian yang dimiliki remaja mempengaruhi munculnya perilaku cemburu pada remaja yang berpacaran. Fodechon (2012) berpendapat bahwa dari bentuk-bentuk tersebut kecemburuan dapat dipengaruhi oleh remaja dengan berkecenderungan alexithymia. Kecenderungan alexithymia merupakan gangguan psikologis yang dicirikan dengan ketidakmampuan mengidentifikasi perasan dirinya maupun pasangannya. Seseorang dengan kecenderungan alexithymia hanya mengandalkan kemampuan berpikir yang didasarkan pada fakta yang spesifik (Lestari, 2016). Orang-orang yang berkecenderungan alexithymia dikenal sebagai sosok yang terlalu logis, tidak sentimentil, tidak bersahabat karena kurang empati, membuat keputusan pribadi berdasarkan prinsip, bukan perasaan. Kondisi ini karena seseorang dengan alexithymia tidak mampu mengeluarkan apa yang dirasakannya. Setiap orang biasanya tahu apa yang dirasanya salah dan mengerti bagaimana cara menggambarkan

perasaannya dan berperilaku tetapi orang yang memiliki alexithymia akan sulit mengungkapkan perasaannya, bahkan tidak tahu emosi apa yang dirasakannya (Rahwati & Halim, 2018). Terdapat beberapa karakteristik gejala alexithymia sebagai trait menurut Taylor, Bagby & Parker (1997) sebagai berikut : a) Kesulitan dalam mengidentifikasi perasaan, (b) Kesulitan dalam menggambarkan perasaan, dan (c) Gaya berpikir yang terikat dengan dunia luar. Pada masa remaja kesulitan dalam mengidentifikasi perasaan dan sulit dalam menggambarkan perasaan akan membuat hubungan yang dijalin akan semakin rumit sehingga remaja bisa keliru dalam mengutarakan perasaan. Seseorang dengan kepribadian demikian cenderung sulit mengungkapkan perasaannya dan kesulitan mendeskripsikan perasaannya dan kepribadian tersebut sering dikatakan sebagai kecenderungan alexythimia. Taylor, Bagby & Parker (1997) mencirikan alexithymia sebagai trait merupakan ketidakmampuan dalam mengidentifikasi perasaan dan ketidakmampuan dalam mengenali emosi melalui sensasi tubuh, memiliki kesulitan dalam menggambarkan perasaan terutama dalam pengungkapan perasaan yang dalam melalui kata-kata. Seseorang dengan kecenderungan alexythimia memiliki kekurangan dalam pengaturan emosi sehingga cinta yang posesif muncul dalam hubungan berpacaran remaja tetapi seseorang tersebut tidak bisa mengutarakan perasaannya dan mengidentifikasikan dirinya kemudian remaja memunculkan perilaku cemburu yang berbahaya. Hal tersebut yang membuat kecenderungan alexithymia dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku cemburu pada remaja yang berpacaran. Apabila kepribadian remaja sulit dalam mengidentifikasikan dan menggambarkan perasaan maka remaja tersebut ada kemungkinan memiliki kecenderungan alexithymia dan berpeluang munculnya perilaku cemburu. Diperkuat oleh hasil penelitian dari Lestari (2016) bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara kecenderungan alexithymia terhadap kecemburuan dalam hubungan berpacaran. Bertitik tolak pada penjelasan di atas, maka dapat diasumsikan bahwa kecenderungan alexithymia termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku cemburu pada remaja yang berpacaran. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini ialah Apakah ada hubungan antara kecenderungan alexithymia dengan perilaku cemburu pada remaja yang berpacaran?

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kecenderungan alexithymia dengan perilaku cemburu pada remaja yang berpacaran. 2. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu di bidang Psikologi, khususnya bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan khususnya pada perkembangan masa remaja. b. Manfaat praktis yang diperoleh ialah diharapkan mampu memberikan sumber informasi dan referensi baru bagi remaja bahwa kecederungan alexithymia dapat mempengaruhi adanya perilaku cemburu pada remaja yang berpacaran, sehingga remaja menjadi lebih menyadari kepribadian dirinya agar tidak berdampak kepada hal-hal yang melibatkan perilakunya, terutama perilaku cemburu dalam berpacaran.