1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masa sekarang masih merupakan problem kesehatan masyarakat di sebagian besar negara baik di negara-negara yang telah maju maupun di negaranegara berkembang. Gangguan serebrovaskuler merupakan keadaan yang paling sering dijumpai dari seluruh penyakit saraf yang sedang dirawat, diperkirakan 50% dari penderita penyakit neurologis adalah stroke (Adams et al., 2001). Insidensi stroke bervariasi antara 1,5-4 per 1000 populasi dan prevalensinya dari 5-20 per 1000 populasi (Gilroy, 2000). Stroke termasuk salah satu penyakit kegawatan neurologi karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang singkat sehingga diperlukan penanganan yang cepat, tepat dan akurat (Lamsudin, 1999). Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat dan di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker. Berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologi internasional, 4,7 juta orang meninggal karena stroke setiap tahunnya (Gusev & Skvotsova, 2003). Di Indonesia, hasil survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa 83 per 1000 penduduk menderita hipertensi, penyakit jantung iskemik dan stroke dialami oleh masing-masing 3 dan 2 per 1000 penduduk. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pembuluh darah terus meningkat sejak tahun 1995 sampai sekarang ini. Proporsi kematian karena penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat dari 9,1% tahun 1986 menjadi
2 26,3% pada tahun 2001. Stroke dari 5,5% pada tahun 1986 menjadi 11,5% di tahun 2001 (Yayasan Jantung Indonesia, 2001). Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta setelah penyakit jantung koroner dan kanker (Lamsudin, 1998). Prognosis pasien stroke yang dapat bertahan hidup paling sering menyebabkan kecacatan kronis (disability), ketidakpuasan (dissatisfaction) dan ketidaknyamanan (discomfort) (Fletcher et al., 1988). Stroke iskemik dapat disebabkan oleh proses trombotik atau emboli, secara klinis sulit dibedakan stroke oleh karena trombus atau emboli. Terjadinya stroke iskemik disebabkan cardioembolism, large-vessel atherothromboembolism, smallvessel occlusive disease, atau sebab mekanisme yang lain (idiopatik). Tiga pertama yang disebut diatas adalah penyebab 70-90% dari iskemik stroke (Kasner & Morgenstern, 2002). Pendekatan terbaik untuk menanggulangi stroke adalah pencegahan, dengan menekan faktor risiko yang berhubungan dengan stroke. Faktor risiko tersebut dikenal sebagai faktor risiko yang modifiable dan non-modifiable, yang termasuk non modifiable adalah usia, etnik, berat badan lahir rendah dan genetik, yang termasuk modifiable adalah hipertensi, merokok, diabetes, atrial fibrilasi, dislipidemia dan sickle cell disease, asymtomatic carotid stenosis (Howard et al., 2001). Beberapa kondisi dan faktor gaya hidup telah diidentifikasikan sebagai faktor risiko stroke, termasuk didalamnya adalah hipertensi, iskemik miokard, atrial fibrilasi, diabetes melitus, hiperkolesterolemi, penggunaan alkohol dan merokok (Lamsudin, 1999).
3 Diabetes Melitus (DM) merupakan salah faktor risiko yang paling penting untuk stroke iskemik terutama pasien-pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Kira-kira 30% pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah DM dan insidensi stroke dua kali lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding non diabetes (Gilroy, 2000). Orang dengan riwayat diabetes memiliki resiko yang tinggi terhadap komplikasi mikrovaskular seperti retinopati, miocardial infark (MI) dan stroke (Selvin et al., 2005). Semua bentuk diabetes, baik yang diwariskan maupun yang didapat, ditandai oleh hiperglikemia akibat kekurangan insulin secara relatif ataupun absolut dan berkembang menjadi patologi mikrovaskuler diabetes spesifik di retina, glomerulus ginjal dan saraf tepi. Diabetes juga berkaitan erat dengan percepatan aterosklerosis penyakit makrovaskuler yang menyerang arteri jantung, otak dan ektremitas bawah. Secara patologi, keadaan ini sama dengan penyakit makrovaskuler pada penderita non diabetes tetapi terjadi lebih luas, progresif dan lebih cepat (Masharani et al., 2007). Zafar et al., (2007) mendapatkan kejadian stroke pada penderita dengan diabetes sebesar 88,0% dibanding tanpa diabetes sebesar 58,0%. Secara etiologi pada kedua kelompok ditemukan lebih banyak akibat penyakit pembuluh darah besar dan etiologi akibat penyakit pembuluh darah kecil lebih besar pada kelompok dengan diabetes. Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25% diantaranya adalah penderita DM dalam jumlah yang sama (25%)
4 ditemukan kenaikan HbA 1C serum. Limapuluh persen lagi penderita nondiabetes dengan respon hiperglikemi akibat stroke (Misbach, 1999). Salah satu pemicu aterosklerosis adalah hiperglikemia (Lee et al., 2007). Hiperglikemia adalah kenaikan kadar glukosa di dalam darah, baik kadar glukosa darah puasa maupun kadar glukosa darah 2 jam postprandial, sedangkan kadar HbA 1C dihubungkan dengan pengendalian glukosa. Hiperglikemia berdampak buruk terhadap keluaran klinis karena dapat menyebabkan gangguan fungsi imun serta lebih rentan terkena infeksi, perburukan sistem kardiovaskuler, trombosis, peningkatan inflamasi, disfungsi endotel, stres oksidatif dan kerusakan otak (PERKENI, 2007). Hiperglikemia sebagai salah satu faktor risiko, banyak ditemukan pada penderita stroke (±43%), hal ini dapat disebabkan stres hiperglikemia atau karena diabetes mellitus (±25%). Dua puluh lima persen di antara penderita stroke dengan hiperglikemia mengalami peningkatan HbA1C, dan 50% di antaranya normal (Machfoed et al., 2008). Suatu studi menyatakan bahwa HbA 1C merupakan indikator risiko aterosklerosis (Sander et al., 2006). Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2, risiko komplikasi diabetes sangat kuat berhubungan dengan keadaan hiperglikemia sebelumnya dan setiap pengurangan glycated hemoglobin (glycohemoglobin) atau HbA1C akan mengurangi risiko komplikasi dengan risiko paling kecil adalah pada nilai HbA 1C dalam rentang normal (<6,0%) (Sander et al., 2006). Kadar HbA1C memberikan gambaran rata-rata kontrol glukosa darah selama 2 sampai 3 bulan terakhir. Kadar HbA 1C 6,5% menunjukkan bahwa
5 kontrol glukosa darah yang buruk pada seseorang dalam 2 sampai 3 bulan terakhir (ADA, 2014). Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan antara glukosa darah yang diukur dengan kadar HbA 1C dan kejadian stroke. Hubungan antara nilai HbA 1C dan kejadian stroke masih perdebatan. Mint et al., (2007) dalam penelitiannya tidak menemukan hubungan antara konsentrasi glukosa darah yang diukur dengan kadar HbA 1C dan kejadian stroke pada orang tanpa riwayat diabetes melitus, risiko stroke meningkat secara signifikan hanya pada orang dengan kadar HbA 1C > 7%, Selvin et al., (2005) melaporkan meskipun biasanya risiko relatif pada stroke meningkat dengan kenaikan kadar HbA 1C pada orang dewasa tanpa diabetes melitus (n=10886 orang, kejadian stroke 167), hubungan ini tidak bermakna secara statistik. Penelitian lain oleh Sunaga et al., (2008) mendapatkan risiko stroke iskemik akan meningkat mulai dari kadar HbA 1C 6.0%. Penelitian prospektif terhadap 3642 pasien yang diamati selama 10.4 tahun mendapatkan risiko stroke berkurang 12% untuk setiap 1% pengurangan hemoglobin A1C, walaupun tidak signifikan secara statistic (P=0.35) (Stratton et al., 2000). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut ; 1. Jumlah pasien stroke semakin meningkat dan merupakan masalah kesehatan bagi negara maju maupun berkembang.
6 2. Mortalitas, morbiditas dan disabilitas pasien stroke masih tinggi serta merupakan masalah kesehatan yang serius. 3. Hubungan antara kontrol glukosa darah yang diukur dengan kadar HbA 1C dan peningkatan risiko stroke iskemik masih kontroversial. 4. Kurangnya penelitian tentang nilai HbA 1C dalam serum darah berhubungan dengan kejadian stroke iskemik di Indonesia maupun Yogyakarta. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut : apakah kadar HbA 1C 6,5% merupakan faktor risiko stroke iskemik akut? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar HbA1C yang tinggi sebagai faktor risiko stroke iskemik akut. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi klinisi/dokter: Apabila terbukti bahwa nilai HbA1C berhubungan dengan peningkatan risiko stroke iskemik akut, maka penelitian ini dapat bermanfaat bagi klinisi untuk mengambil keputusan klinis yang tepat dalam memberikan penatalaksanaan yang komprehensif pada pasien stroke iskemik akut. Klinisi diharapkan dapat berperan dalam tindakan preventif primer yang lebih terarah, terukur dan lebih efektif terhadap
7 penyakit serebrovaskuler, sehingga di masa mendatang akan dapat menurunkan insidens stroke iskemik. 2. Bagi masyarakat dan penderita: Masyarakat sehat merupakan sasaran tindakan promotif yang bertujuan menambah pengetahuan masyarakat untuk menjaga pola makan dan mengubah gaya hidup ke arah yang lebih sehat sehingga dapat terhindar dari kesakitan. Bagi penderita diharapkan dapat memberikan kesembuhan yang optimal serta mencegah terjadinya stroke ulang. 3. Bagi ilmu pengetahuan Meningkatkan minat para ahli untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam, dan diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang terkait dengan kadar HbA1C terhadap outcome klinik pasien stroke iskemik. F. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran tentang penelitian HbA 1C dan stroke yang pernah dilakukan sebelumnya adalah sesuai dengan tabel 1. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian potong lintang, untuk menilai peran paparan kadar HbA1C terhadap terjadinya stroke iskemik. Rancangan penelitian potong lintang memungkinkan untuk mengamati kadar HbA 1C plasma sebagai faktor risiko stroke. Kelebihan rancangan penelitian potong lintang dibandingkan dengan penelitian kohort antara lain lebih murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar serta
8 memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko sekaligus (Sastroasmoro et al., 2002). Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti Judul Metode Alat Ukur Hasil 1 Sugianto, (1991) 2 Sunaga et al., (2008) 3 Myint et al., (2011) Glicosylated Hemoglobin (HbA 1C ) Pada Penderita Stroke Akut Glycated Hemoglobin and Risk of Stroke, Ischemic and Hemorrhagic, in Japanese Men and Women Glycated Hemoglobin and Risk of Stroke in People Without Known Diabetes in the European Prospective Investigation Into Cancer (EPIC) Norfolk Prospective Population Study Cross- Sectional Januari- April 1991 Prospective Cohort 6 tahun Prospective Cohort 1993-1997 6 HbA1C kategori HbA1c Terdapat korelasi antara HbA 1C dengan riwayat DM dan kadar gula darah puasa Risiko stroke iskemik akan meningkat mulai dari level HbA 1C 6.0% Resiko stroke dan penyakit vaskular meningkat pada nilai HbA1>7% 4 Penelitian ini Nilai Glycohemoglobin Tinggi Sebagai Faktor Risiko Stroke Iskemik Potong lintang HbA1c -