BAB I PENDAHULUAN. dalam berinteraksi di masyarakat sering terjadi pertentangan dan ketidak

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP. A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada masyarakat yang sedang berkembang. Kejahatan timbul sejak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

S I L L A B Y. : TINDAK PIDANA DALAM KUHP STATUS MATA KULIAH : Wajib KODE MATA KULIAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur kepentingan dan hubungan

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB II TINJAUAN UMUM. Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatanperbuatan

UNIVERSITAS MEDAN AREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

BAB III KONSEP DASAR TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ANAK OLEH ORANG TUANYA MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. pembunuhan. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah kasus. pembunuhan, dan tahun 2015 menjadi 48 kasus pembunuhan.

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

PENGGUNAAN KEKERASAN SECARA BERSAMA DALAM PASAL 170 DAN PASAL 358 KUHP 1 Oleh : Soterio E. M. Maudoma 2

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

II. TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PROSES PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB II KAJIAN TEORI. menerjemahkan kata straafbaar feit dalam bahasa Belanda. Istilahistilah. untuk menunjuk pengertian straafbaar feit,

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DANA ASURANSI. ( Studi Kasus Putusan No.08/PID.B/2014/PN.MRS )

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembunuhan anak kandung diterangkan oleh undang-undang. yang penuh, dan belum sempat timbul rasa kasih sayang.

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam hidup manusia terus berusaha dan berupaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan masa depannya. Akan tetapi dalam hidup manusia dalam berinteraksi di masyarakat sering terjadi pertentangan dan ketidak harmonisan. Ada kejadian yang dapat dilakukan oleh individu yang baik dan ada juga hal-hal yang berupa suatu delik 1 yaitu perbuatan yang melanggar undang-undang dan oleh karena itu bertentangan dengan Undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Delik materil yang dilarang oleh undang-undang ialah akibatnya, kasus pembunuhan dalam pasal 338 KUHP dalam pasal itu tidak dinyatakan perbuatan apa yang dilakukan, tetapi hanya akibatnya dilarang. Cara melakukan pembunuhan itu dapat bermacam-macam, biasa direncanakan lebih dulu dengan tenang atau karena marah. 2 Terjadinya kejahatan tidak hanya melibatkan satu pihak saja tetapi antara lain adalah: 1 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka1986, hlm. 284. 2 Ibid. hlm. 288.

2 1. Pihak-pihak pelaku kejahatan, korban kejahatan; 2. Pembuat Undang-undang pidana yang merupakan, menentukan macam perbuatan apa saja yang merupakan suatu kejahatan 3. Kepolisian yang mengusut, mulai menguatkan adanya kejahatan; 4. Kejaksaan yang menuntut, menguatkan dan berusaha membuktikan terjadinya kejahatan antara lain dengan memanfaatkan pihak korban sebagai sanksi; 5. Kehakiman yang memutuskan ada atau tidak adanya suatu kejahatan; 6. Petugas pembinaan dan pelaksana hukuman terhadap pelaku kejahatan. 7. Pengamat atau penyaksi yang mengamati dan menyaksikan terjadinya suatu kejahatan, yang pada hakekatnya juga mempunyai peftrnan dalam terjadinya atau tidak terjadinya suatu kejahatan karena tindakan penyaksi yang bersifat mencegah atau membiarkan kelangsungan kejahatan tersebut. 3 Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh KUHP yang dewasa ini berlaku disebut sebagai suatu pembunuhan. 4 Dengan hilangnya nyawa seseorang karena tindakan terdakwa yang dilakukan dan diawali dengan amarah yang sangat karena disebabkan harga dirinya telah di usik oleh orang lain, maka dapat dikatakan adanya suatu tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Adapun rumusan dalam Pasal 338 KUHP adalah sebagai berikut: 5 Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Yang dapat digolongkan dengan pembunuhan ini misalnya: seorang suami yang datang mendadak dirumahnya, mengetahui istrinya sedang 3 Arief Gosita. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2009. hlm. 100-101. 4 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Binacipta 1986.hlm. 203 5 Sugandhi, R, K.U.H.P Dengan Penjelasannya, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1998. hlm. 35

3 berzina dengan orang lain, kemudian membunuh istrinya dan orang yang melakukan zina dengan istrinya tersebut. Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan sebagai berikut: Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut: 1. Unsur subyektif: perbuatan dengan sengaja; 2. Unsur obyektif: perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. Dengan sengaja artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu. Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana Indonesia menyebutkan: Hukum merupakan rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat. 6 6 Wirjono Prodjodikoro, Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Rafika Aditama, Bandung, 2002), hlm.14

4 Usman Simanjuntak, dalam bukunya Teknik Pemeliharaan dan Upaya Hukum mengatakan bahwa: Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan phisik yang termasuk kedalam perbuatan pidana. 7 Pendapat Usman Simanjuntak ini cenderung menggunakan istilah Perbuatan Pidana dalam mengartikan Straff baar Feit, karena istilah perbuatan pidana itu lebih kongkrit yang mengarah kedalam perbuatan phisik perbuatan pidana, karena tidak semua perbuatan phisik itu perbuatan pidana, dan begitu juga sebaliknya dengan suatu perbuatan fisik dapat menimbulkan beberapa perbuatan pidana. Tindak pidana dapat dibeda-bedakan atas dasar-dasar tertentu, yaitu: - Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) dimuat dalam buku III. - Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materieel delicten). - Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja (doleus delicten) dan tindak pidana dengan tidak disengaja (culpose delicten). - Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif dapat juga disebut tindak pidana komisi (delicta 7 Usman Simanjutak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, (Bina Cipta, Jakarta, 1994), hlm.95

5 commissionis) dan tindak pidana pasif/negatif, disebut juga tindak pidana omisi (delicta omissionis). - Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, maka dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/berlangsung terus. - Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. - Dilihat dari sudut subyek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (yang dapat dilakukan oleh siapa saja), dan tindak pidana propria (dapat dilakukan hanya oleh orang memiliki kualitas pribadi tertentu). - Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan maka dibedakan antara tindak pidana biasa (gewone delicten) dan tindak pidana aduan (klacht delicten). - Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dapat dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok (eencoudige delicten), tindak pidana yang diperberat (gequalificeerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gequalifeceerde delicten) dan tindak pidana yang diperingan (gepriviligieerde delicten). - Berdasarkan kepentingan hukum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak

6 pidana terhadap nama baik, terhadap kesusilaan dan lain sebagainya. - Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal (ekelovoudige delicten) dan tindak pidana berangkai (samengestelde delicten). Walaupun dasar pembedaan itu terdapat titik lemah, karena tidak menjamin bahwa seluruh kejahatan dalam buku II itu semuanya itu bersifat demikian, atau seluruh pelanggaran dalam buku III mengandung sifat terlarang kerana dimuatnya dalam undang-undang. Contohnya sebagaimana yang dikemukakan Hazewinkel Suringa, Pasal 489 KUHP, Pasal 490 KUHP atau Pasal 506 KUHP yang masuk pelanggaran pada dasarnya sudah merupakan sifat tercela dan patut dipidana sebelum dimuatnya dalam undang-undang. Sebaliknya ada kejahatan misalnya Pasal 198, Pasal 344 yang dinilai menjadi serius dan mempunyai sifat terlarang setelah dimuat dalam undang-undang. 8 Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu: menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Berkenaan dengan nyawa orang lain maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan 8 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I Bagian I, (RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002), hlm.120

7 tidak menjadi masalah, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. 9 Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku. Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggungjawabkan. Perjalanan panjang para pencari keadilan dalam perkara pidana dimulai dengan terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana, untuk menentukan suatu peristiwa telah terjadi. Hal ini disebabkan banyak perbuatan-perbuatan kriminal yang hidup di masyarakat sekitar hal ini merupakan suatu perbuatan patut di hukum tetapi didalam KUHP telah mengaturnya, sehingga terjadilan kekosongan hukum bahwa keadaan ini menyinggung rasa keadilan dalam masyarakat. Pembentukan hukum melalui putusan pengadilan, maka dapat sekaligus mengandung dua unsur yaitu disatu pihak putusan merupakan penyelesaian atau pemecahan suatu peristiwa bahwa perkara hukum akan diputuskan oleh hakim, akan 9 Ibid. hlm. 55

8 tetapi beberapa perbuatan dapat dipandang akibat perbuatan yang dilakukan pelaku sangat tercela, sesuatu perbuatan yang melanggar hukum, dari semua fakta-fakta perbuatan pelaku tersebut didepan semua umum dan sangat membahayakan bagi semua orang karena kurang terjaganya lingkungan sehingga rasa keadilan didalam masyarakan menjadi terusik lama kelamaan menjadi kuman. Perbuatan pelaku telah mencemarkan nama baik semua orang dan keluarga korban begitu juga didapan muka umum menyatakan ada perasaan permusuhan, kebencian dan serta penghinaan terhadap sesuatu dalam diri pelaku. Dalam penulisan skripsi ini yang akan dikaji lebih lanjut dari penulis maka dari itu penulis membahas kasus pembunuhan berencana tentunya ingin mengetahui pertimbanganpertimbangan hakim dalam mengambil keputusan perkara No. 15/PID/2012/PT.BTN atas nama terdakwa Sahlan Bin Hasan serta mengetahui yang melatar belakangi korban membunuh dengan kejam. Korban telah dibunuh secara kejam dan menjadi salah satu jenis kejahatan merampas nyawa korban begitu sadisnya, maka mengingat kasus ini sudah menyebar kemana-mana dapat mengakibatkan masalah dan hal ini segera diselesaikan di pengadilan, karena hak korban untuk hidup secara aman dan damai telah mengakibatkan kekacauan dalam lingkungan masyarakat dan hampir setiap hari kita melihat sepintas penayangan pada televisi dalam siaran-siaran berita tentang kejahatan yang begitu juga dengan surat kabar. Peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi hal ini sangat berarti untuk menumbuhkan kehati-hatian pada anggota masyarakat dan warga setempat.

9 Perbuatan tersebut memang menjadi tujuan si pelaku dengan sengaja untuk menimbulkan akibat menghabisi nyawa korban karena ia telah nekat melakukan perbuatannya sangat sadis. B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan teori-teori di atas mendorong rasa keingintahuan peneliti terhadap bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dan apakah putusan Pengadilan Tinggi Banten No.15/PID/2012/PT.BTN dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana telah sesuai dengan ketentuan pasal 340 KUHP. Dalam penelitian ini diharapkan dapat mengurangi tindak pidana pembunuhan yang seringkali terjadi dimana saja, khususnya wilayah Tangerang. Penulis memfokuskan tempat penelitian di wilayah Banten dan mengambil sebuah putusan Pengadilan Tinggi Banten. 2. Rumusan Masalah Permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pembunuhan berencana? b. Apakah putusan Pengadilan Tinggi Banten No.15/PID/2012/PT.BTN dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana telah sesuai dengan ketentuan pasal 340 KUHP?

10 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. b. Untuk mengetahui putusan Pengadilan Tinggi Banten No.15/PID/2012/PT.BTN dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana telah sesuai dengan ketentuan pasal 340 KUHP. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Kegunaan penulisan disini adalah untuk mengetahui sampai sejauh Membatasi hanya pada kasus yang diangkat dalam skripsi ini dan juga sebagai sumbangan pemikiran serta dapat menambah bahan data informasi di bidang ilmu hukum bagi kalangan akademisis untuk mengetahui dinamika masyarakat dan perkembangan hukum pidana serta proses penanganannya, khususnya terhadap masalah terjadinya tindak pidana pembunuhan di pengadilan b. Manfaat Praktis 1) Masukan bagi penyempurnaan pranata peraturan hukum dalam menangani tindak pidana pembunuhan kepada masyarakat jika terjadi tindakan tersebut dalam suatu masyarakat. 2) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

11 3) Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan di bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan. 4) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihakpihak yang terkait dengan masalah penelitian ini. D. Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual dan Kerangka Pemikiran. 1. Kerangka Teoritis Tindak Pidana disebut juga sebagai delik atau perbuatan pidana tidak secara langsung ada dalam perundang-undangan, tetapi didefinisikan oleh beberapa sarjana sebagai berikut: 10 a. Prof. Mr. D. Simons Tindak Pidana adalah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. b. Mr. W. P. J. Pompe Tindak pidana adalah suatu pelanggaran terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum. c. H. G. Vos 10 S.R. Sianturi, S.H., Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, I 996), hlm. 201

12 Tindak Pidana adalah suatu kelakuan manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam pidana dengan pidana. d. Sedangkan pengertian pertanggungjawaban pidana diuraikan sebagai berikut. 2. Kerangka Konseptual Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (Buku II Bab XIX khusus pasal 338 s/d pasal 349 KUHP) ataupun bila dilakukan karena kelalaian (Buku II Bab XXI khusus pasal 359 KUHP), antara lain: - Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (pasal 338 KUHP); - Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana lain (pasal339 KUHP); - Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP); - Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan (pasal 341 samapi dengan pasal 343 KUHP); - Pembunuhan atas permintaan korban (pasal 344 KUHP); - Pengajuran dan pertolongan pada bunuh diri (pasal 345 KUHP); - Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan (pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP); - Lalai menyebabkan orang lain mati (pasal 359 KUHP). - Dalam metode penulisan skripsi ini penulis membatasi perkara tindak pidana pembunuhan berencana seperti diuraikan didalam pasal 340 KUHP yang berbunyi: barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan

13 rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama jangka waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. 3. Kerangka Pemikiran Pasal 340 KUHP Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pembunuhan berencana? Apakah putusan Pengadilan Tinggi Banten No.15/PID/2012/PT.BTN dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana telah sesuai dengan ketentuan pasal 340 KUHP? Analisis Putusan Pengadilan Tinggi E. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, didukung pendekatan empiris berupa penelitian terhadap putusan PT.BTN No. 15/PID/2012/PT.BTN yang berarti bahwa penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder yang ada. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data tertulis yang berhubungan dengan topik yang dibahas yang berupa peraturan perundangan-undangan, yang berkaitan dengan pokok bahasan beserta dengan peraturan pelaksanaannya dan bahan-bahan pustaka lainnya seperti buku, koran, majalah dan sebagainya.

14 Dalam pengumpulan data ini dipergunakan juga metode library research, yaitu data kepustakaan dengan cara mengambil literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Data yang dipergunakan disini adalah data sekunder yang bersifat publik, yakni data yang diperoleh dari dokumen yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan mengklasifikasikan pengolahan data dengan beberapa sub bab yang berdasarkan kategori tertentu dan disusun secara berurutan, disesuaikan dengan pokok masalah yang akan dibahas di dalam bab tersebut. Setelah itu dapat ditarik suatu analisa, yaitu kesimpulan untuk memperoleh data yang konkrit. Analisis data juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, merumuskan, mengembangkan data yang diperoleh dari hasil penelitian guna mempertajam dan membentuk suatu penulisan yang baik dan sistematis. Kemudian dihubungkan dengan fenomena-fenomena yang terjadi dan akhirnya didapatkan suatu kesimpulan. F. Sistematika Penulisan Dalam memudahkan dan memperjelas mengenai isi serta tujuan dari pada penulisan skripsi ini perlu penulis jelaskan tentang sistematika yang disajikan secara ringkas dalam lima bab berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah yang akan di bahas, Identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

15 kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi dan lamanya penelitian, dan yang terakhir sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menerangkan tentang tindak pidana, dan tindak pidana pembunuhan serta membahas teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. BAB III : ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan membahas mengenai proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, dan putusan hakim perkara pidana. BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bab ini, penulis akan mengurai tentang Kasus Posisi No. 15/PID/2012/PT.BTN, dan analisis putusan Pengadilan No. 15/PID/2012/PT.BTN. BAB IV : PENUTUP Suatu perumusan kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan menguraikan saran dari penulis. LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP