BAB I PENDAHULUAN. mental, sosial maupun emosional (World Health Organization, 2011). Remaja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang. Masalah kesehatan yang dihadapi negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari masa anak anak menuju masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN.

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kekurangan gizi muncul karena tidak seimbangnya asupan

BAB I PENDAHULUAN. seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologik, dan perubahan sosial (Mansur, 2009). Pada remaja putri, pubertas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Tujuan. penerus harus disiapkan sebaik-baiknya. Salah satu faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal. umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dalam berbagai hal, baik fisik, mental, sosial maupun emosional (World Health Organization, 2011). Remaja masih dalam proses mencari identitas diri sehingga seringkali mudah tergiur oleh modernisasi dan teknologi. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh informasi dan komunikasi. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada masa remaja menyebabkan terjadinya banyak perubahan dalam kehidupan remaja, termasuk ragam gaya hidup dan perilaku konsumsi remaja (Sarwono, 2011). Pertumbuhan pada masa remaja terjadi sangat cepat (Adolescence Growth Spurt). Kecepatan pertumbuhan yang tinggi menyebabkan remaja membutuhkan makanan yang megandung zat-zat gizi yang cukup besar (Zong and Li, 2000). Selain itu, masa remaja juga sangat disibukkan dengan berbagai kegiatan fisik, baik kegiatan sekolah maupun kegiatan ekstrakulikuler di luar sekolah. Menurut Sediaoetama (2010) remaja merupakan salah satu kelompok rentan gizi. Oleh sebab itu, zat gizi yang dibutuhkan remaja harus terpenuhi baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya. Ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi. Salah satu masalah gizi yang biasanya sering dialami pada masa remaja adalah anemia (WHO, 2013). Anemia merupakan suatu keadaan dimana jumlah hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari kadar normal, yaitu <12g/dl (Widyastuti dan Hardiyanti, 2010). 1

Menurut Proverawati (2011) anemia atau kelainan darah umumnya terjadi ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Pada kasus anemia kandungan hemoglobin yang membawa oksigen ke jaringan tubuh tidak memenuhi kadar normal sehingga menyebabkan berbagai komplikasi termasuk kelelahan dan stress pada organ tubuh. Kekurangan kadar Hb dalam darah akan menyebabkan tubuh cepat lelah, lemah, lesu, dan letih. Hal ini dapat mengakibatkan dapat terjadinya penurunan prestasi belajar dan produktivitas kerja (Widyastuti dan Hardiyanti, 2010). Lebih jauh, kasus anemia menyebabkan terganggunya mekanisme imun sehingga meningkatkan angka kematian di dunia (Ignatavicius dan Workman, 2010). World Health Organization (2013) menyebutkan prevalensi anemia hampir merata di berbagai wilayah dunia, yaitu berkisar 40-88%. Sekitar 25-40% remaja putri di Asia Tenggara menderita anemia. Prevalensi anemia remaja di negara-negara berkembang sebesar 27%, sedangkan di negara maju sebesar 6%. Dikuatkan oleh pendapat Widyastuti dan Hardiyanti (2010) bahwa prevalensi anemia di negara berkembang cukup tinggi yaitu sekitar 370 juta jiwa dan Indonesia termasuk dalam negara berkembang. Data hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi anemia di Indonesia sebesar 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, anemia pada laki-laki sebesar 18,4% dan perempuan sebesar 23,9%. Berdasarkan tempat tinggal, penderita anemia yang tinggal di perkotaan sebesar 20,6% dan 22,8% di pedesaan (Kemenkes RI, 2014). Sejalan dengan itu, data dari Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (2016) didapatkan prevalensi resiko anemia pada remaja sebesar 11,9%. Menurut WHO (2015), jika prevalensi anemia mencapai 40% maka tergolong masalah berat, prevalensi 10-39% tergolong sedang dan kurang dari 10% masalah ringan. Depkes (2013) menetapkan prevalensi anemia pada anak sekolah sebagai batas masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu >20%. Jadi berdasarkan kategori tersebut, dapat dikatakan bahwa prevalensi anemia di dunia tergolong masalah berat. Begitu juga di Indonesia termasuk Sumatera Barat, anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat khususnya remaja. Remaja putri memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra (Kemenkes RI, 2014). Ada beberapa alasan mengapa remaja putri memiliki sepuluh kali resiko, yang pertama adalah remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya dan sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan asupan zat besi yang lebih banyak. Alasan kedua adalah kerena remaja putri seringkali menjaga penampilan agar tetap langsing atau kurus, sehingga berdiet atau mengurangi makan (Sulistyoningsih, 2011). Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan zat gizi tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi terus-menerus pada remaja putri dapat menyebabkan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah berkurang dan menimbulkan anemia (Arisman, 2010). Menurut Briawan (2014) anemia yang disebabkan oleh kekurangan asupan zat besi atau yang dikenal dengan anemia defisiensi besi adalah anemia yang sering terjadi. Disamping itu, keadaan tertentu

seperti pegetahuan dan sikap yang buruk, pendapatan dan pendidikan orang tua, kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan, kehilangan darah kerena infeksi parasit (malaria dan cacingan) akan memperberat kejadian anemia (Arisman, 2010 dan Almatsier, 2011). Sejauh ini, program penanggulangan anemia lebih terfokus pada ibu hamil. Padahal remaja putri adalah calon ibu yang harus sehat agar melahirkan bayi sehat, sehingga akan tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja putri sering mengabaikan kondisi kesehatannya, sehingga mengakibatkan gejala anemia tidak terdeteksi dan akan berdampak pada kasus anemia yang masih tinggi setiap tahunnya (DKK, 2016). Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam penanggulangan anemia, salah satunya adalah pembagian tablet Fe kepada masyarakat (Suryani dkk, 2015). Penanggulangan anemia hendaknya tidak bergantung pada pemerintah, namun harus dimulai dari diri sendiri. Faktanya, anemia dapat dicegah melalui cara sederhana yaitu dengan melakukan pola makan yang baik. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Utami, 2015). Gambaran pola asupan makanan (jumlah, jenis dan frekuensi) dapat menjadi ciri khas kelompok masyarakat tertentu dan juga dapat menjadi salah satu indikator penting untuk melihat tercukupinya kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011). Jenis bahan makanan yang seimbang apabila dikonsumsi setiap hari akan dapat memenuhi kebutuhan gizi tubuh remaja, sehingga kejadian defiensi nutrien berkurang (Brown dkk, 2005).

Remaja putri lebih cenderung memilih makanan berdasarkan pertimbangan selera, bukan pertimbangan nilai gizinya. Hal ini mengakibatkan remaja putri tidak mampu memenuhi keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses sintesis pembentukan Hb (Widyastuti dan Hardiyanti, 2010). Dikuatkan oleh laporan Depkes (2008) bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama wanita mengalami anemia karena kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang mengandung zat besi (hemeiron). Almatsier (2011) menjelaskan bahwa mengkonsumsi zat besi dari sumber makanan hewani seperti ayam, daging, ikan, hati dan telur jauh lebih baik dari pada zat besi nabati seperti kacang-kacangan, sayur hijau dan tempe. Hal ini dikarenakan protein hewani dapat meningkatkan penyerapan zat Fe. Kebiasaan makan dengan makanan yang mengandung zat besi yang tidak cukup akan mengakibatkan terjadinya anemia. Menurut penelitian Suryani, dkk (2015) prevalensi remaja putri dengan pola makan tidak baik sebanyak 79,25%. Remaja putri tersebut memiliki karakteristik makan tidak sehat, seperti tidak makan pagi, malas minum air putih, diet tidak sehat karena ingin langsing (mengabaikan sumber protein, karbohidrat, vitamin dan mineral), kebiasaan mengemil makanan rendah gizi (gorengan, coklat, permen dan es) dan makan makanan siap saji (fast food). Lebih lanjut, Panat (2013) meneliti bahwa makanan siap saji (fast food) cenderung tinggi lemak, energi, natrium dan rendah asam folat, serat dan vitamin A. Hal ini dapat menyebabkan zat gizi pada remaja putri tidak terpenuhi dengan baik.

Menurut Larson et al (2015) sebanyak 46% remaja putri meninggalkan satu waktu makan setiap hari. Sejalan dengan itu, satu dari sepuluh penduduk Indonesia berumur di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan instan seperti mi instan, roti, dan biskuit lebih dari atau sama dengan 1 kali per hari (Riskesdas, 2013). Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan pola makan dengan kejadian anemia. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiaki (2017) menunjukkan bahwa pola makan memiliki hubungan terhadap anemia pada remaja putri kelas IX di SMK Negeri 2 Yogyakarta. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan 23 responden (43,4%) memiliki pola makan kurang baik dan mengalami anemia. Namun hasil penelitian Suryani, dkk (2015) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di Kota Bengkulu. Penelitian menunjukkan dari 951 remaja putri dengan pola makan baik, 38,6% menderita anemia dan 61,4% tidak anemia. Dengan demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui adakah hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Berdasarkan skrinning tahunan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 terhadap resiko anemia pada siswa SMA/MA/SMK dan SMP/MTs didapatkan sebanyak 4.207 (54,2%) orang siswa SMP memiliki resiko terkena anemia. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan resiko anemia pada pada siswa SMA yaitu sebanyak 3.923 orang (48,1%). Remaja yang berisiko anemia dilihat berdasarkan tanda-tanda fisik.

Dinas Kesehatan Kota Padang (2016) melaporkan MTsN Lubuk Buaya merupakan sekolah dengan resiko anemia tertinggi di Kota Padang. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27 April 2018 di MTsN Lubuk Buaya terhadap 10 orang siswi, didapatkan 4 orang (25%) siswi terkena anemia. Ratarata nilai hemoglobin siswi yang diperiksa sebesar 11,4 g/dl. Selain itu, 6 dari 10 siswi mengatakan sering melewatkan waktu makan dan tidak membawa bekal dari rumah. Lebih lanjut, hasil survei terhadap kantin sekolah ini, menunjukkan bahwa kantin sekolah belum menyediakan makanan yang merupakan sumber zat besi. Kantin sekolah menyediakan makanan seperti mie instan, snack yang mengandung MSG, gorengan yang mengandung lemak yang tinggi, dan minuman soft drink. Makanan ini tentu saja belum dapat memenuhi keseimbangan gizi siswi. Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penlitian ini adalah Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MTsN Lubuk Buaya Tahun 2018. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, terdapat rumusan masalah yaitu Adakah Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di MTsN Lubuk Buaya Tahun 2018? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di MTsN Lubuk Buaya Tahun 2018.

2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah a) Diketahui distribusi frekuensi pola makan remaja putri di MTsN Lubuk Buaya tahun 2018. b) Diketahui distribusi frekuensi kejadian anemia pada remaja putri di MTsN Lubuk Buaya tahun 2018. c) Diketahui distribusi frekuensi jenis makanan yang dikonsumsi remaja putri di MTsN Lubuk Buaya tahun 2018. d) Diketahui distribusi frekuensi jumlah zat besi yang dikonsumsi remaja putri di MTsN Lubuk Buaya tahun 2018. e) Diketahui distribusi frekuensi frekuensi makan remaja putri di MTsN Lubuk Buaya tahun 2018. f) Diketahui hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di MTsN Lubuk Buaya tahun 2018. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang keperawatan serta dapat menjadi bahan masukan bagi peneliti lain. 2. Bagi Responden Responden memiliki informasi tentang hubungan pola makan dengan kejadian anemia.

3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan informasi dan referensi kepustakaan tentang anemia kekurangan zat besi dalam pencegahan dan intervensi yang tepat pada penderita anemia. 4. Bagi Tempat Penelitian Sebagai bahan masukan dalam proses pencegahan kejadian anemia pada siswa remaja. 5. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pelaksanakan penelitian lebih lanjut terkait pencegahan dan pengelolaan masalah anemia. 6. Bagi Perawat Komunitas Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan anemia pada remaja