BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta upaya-upaya peningkatan kesehatan yang mampu meningkatkan umur harapan hidup. Salah satu tantangan di bidang pembangunan kependudukan di Indonesia adalah menghadapi suatu kesempatan yang disebabkan perubahan komposisi penduduk menurut umur, yang disebut windows of opportunity pada tahun 2030- an. Kondisi ini disertai dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif, menurunnya jumlah penduduk usia anak-anak dan meningkatnya jumlah penduduk lansia. Jumlah penduduk dengan usia lanjut di Indonesia akan bertambah sebanyak 11,4 juta dalam waktu 30 tahun mendatang, maka jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% sehingga Umur Harapan Hidup Indonesia akan meningkat. Hal ini membuat kualitas penduduk Indonesia semakin rendah karena terjadinya peningkatan jumlah penderita penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, hipertensi, stroke, dsb. Persoalan-persoalan tersebut dapat diatasi dengan adanya suatu acuan bagi pembangunan kependudukan di masa mendatang, baik dari sisi kebijakan umum dalam bentuk Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) dengan berbagai pencapaian target. Tujuan GDPK ini yaitu untuk mengendalikan
2 kuantitas penduduk nasional 2010-2035 sehingga terwujudnya penduduk yang berkualitas sebagai modal dasar dalam pembangunan untuk tercapainya masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan sejahtera. Menua (aging) merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan berakhir saat kematian. Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah satu upaya utama adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimum agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi empat yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa usia lanjut atau usia 60 tahun ke atas merupakan tahap akhir dari proses penuaan yang memiliki dampak terhadap tiga aspek, yaitu biologis, ekonomi, dan sosial. Menjadi lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Kemunduran struktur dan fungsi organ juga terjadi pada sistem kardiovaskular, salah satunya adalah dinding arteri telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis sehingga darah dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah (Konita dkk, 2014). Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmhg pada dua kali
3 pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmhg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmhg tekanan diastolik (WHO, 2011). Hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi masalah kesehatan yang serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya stroke (penurunan drastis aliran darah otak), penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal. Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST). Meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST) jelas berhubungan dengan kejadian stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, ukuran jantung, gagal ginjal dan pengecilan ukuran ginjal (Amran dkk, 2010). Berdasarkan data WHO diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan. Hal itu
4 merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8 % sesuai dengan data Riskesdas 2013. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 juga dapat dilihat bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia lebih tinggi pada perempuan yaitu sekitar 28,8 % dan pada golongan lanjut usia. Di Sumatera Utara, prevalensi hipertensi juga termasuk tinggi yaitu sekitar 24,7 % berdasarkan data Riskesdas 2013. Data Riskesdas 2013 juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi seperti pola konsumsi makanan, aktivitas fisik, tingkat stress, merokok maupun faktor genetik. Penduduk yang masih kurang dalam memperhatikan pola dan tingkat konsumsi makanannya sehari-hari membuat timbulnya berbagai penyakit degeneratif terlebih pada lansia yang membuat angka morbiditas dan mortalitas menjadi semakin tinggi. Ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan kebutuhan energi, dimana konsumsi yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kegemukan atau obesitas. Hasil penelitian Aritonang, E, dkk (2016) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsumsi karbohidrat dan lemak dengan status gizi pada pegawai di Direktorat Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Medan. Kelebihan energi dalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Pada keadaan normal, jaringan lemak ditimbun dalam beberapa tempat tertentu, diantaranya di jaringan subkutan dan di dalam jaringan usus (omentum). Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan
5 darah, terutama tekanan darah sistolik. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Asupan makanan dengan kandungan lemak dan natrium yang tinggi dapat memengaruhi tinggi rendahnya tekanan darah dalam tubuh sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah pada beberapa kasus tertentu. Pada penelitian Sumaerih di Indramayu tahun 2006 membuktikan bahwa asupan kalium yang tinggi dapat menurunkan tekanan darah. Sebaliknya kenaikan kadar natrium dalam darah dapat merangsang sekresi renin dan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah perifer yang berdampak pada meningkatnya tekanan darah. Penelitian Ratnaningrum di Kabupaten Boyolali tahun 2015 mengatakan bahwa asupan serat juga berhubungan dengan terjadinya tekanan darah tinggi karena asupan serat dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feses dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus. Mengonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan obesitas yang pada akhirnya menurunkan risiko penyakit tekanan darah tinggi. Upaya untuk menghambat perubahan yang terjadi pada lansia dapat dilakukan, yaitu beradaptasi dengan keterbatasan yang menyertai proses penuaan dan diperlukan penyusunan menu khusus bagi lansia agar keperluan gizi pada lansia tercukupi secara optimal. Asupan zat gizi yang tepat berperan dalam
6 menciptakan kesehatan lanjut usia secara optimal. Kecukupan gizi akan terpenuhi jika para lanjut usia memperhatikan pola makan yang beragam dan gizi seimbang. Jawa Maraja Bah Jambi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi ini memiliki 8 desa dengan jumlah penduduknya sebanyak 20.709 jiwa. Di kecamatan ini, penduduk lansia ada sebanyak 1690 jiwa (8,16 %) dengan usia 65 tahun. Desa Mekar Bahalat merupakan salah satu desa/nagori yang ada di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Desa Mekar Bahalat terdiri dari 6 dusun, yaitu Dusun Korem Luar, Dusun Korem Dalam, Dusun Siabarta, Dusun Bahalat I, Dusun Bahalat II dan Dusun Ranto. Jumlah penduduk di Desa Mekar Bahalat adalah 1583 jiwa dan jumlah lansia usia 60 tahun sebanyak 120 jiwa (7,58%). Banyaknya jumlah lansia membuat semakin khawatir akan timbulnya berbagai penyakit degeneratif termasuk hipertensi sehingga sangat perlu untuk diwaspadai. Data dari Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi menyebutkan prevalensi hipertensi di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi mengalami peningkatan dari 6,27 % di tahun 2013 menjadi 11,89 % di tahun 2014, lalu sedikit mengalami penurunan menjadi 11,57 % di tahun 2015 pada usia 45 tahun. Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi juga menyebutkan bahwa hipertensi merupakan penyakit kedua terbesar yang ada di wilayah puskesmas. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat terutama lansia dalam memperhatikan pola konsumsi makanan sehari-harinya.
7 Menurut data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Mekar Bahalat tahun 2015, prevalensi penyakit hipertensi pada lansia yaitu sekitar 21 orang (8,8%). Data ini merupakan data pasien hipertensi yang datang ke pustu untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) tahun 2014 juga menyebutkan bahwa hipertensi merupakan penyakit keempat terbesar yang ada di Desa Mekar Bahalat. Hal ini dapat memengaruhi aktivitas yang dilakukan lansia termasuk dalam hal melakukan pekerjaan mereka seharihari yang mayoritasnya adalah seorang petani. Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, salah satu faktor risiko penyebab hipertensi di desa ini adalah pola konsumsi makanan lansia sehari-hari. Kebiasaan mengonsumsi makanan dengan tinggi lemak, tinggi kolesterol dan tinggi natrium dapat menjadi pemicu kenaikan tekanan darah. Sebagian besar masyarakat di Desa Mekar Bahalat sering mengonsumsi makanan yang berlemak, berkolesterol tinggi dan tinggi natrium seperti daging kambing, daging sapi, makanan yang bersantan, ikan asin dan telur asin. Oleh karena itu, kebiasaan mengonsumsi makanan tersebut dapat memicu tingginya tekanan darah yang dialami oleh lansia dan membuat tingginya penyakit-penyakit degeneratif pada lansia, termasuk hipertensi. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.
8 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada hubungan konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui dan menganalisis hubungan konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran jenis dan frekuensi makanan pencegah dan pemicu hipertensi yang dikonsumsi oleh lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun. 2. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, dan serat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.
9 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun Sebagai bahan informasi mengenai konsumsi makanan lansia dan hubungannya dengan hipertensi di bagian gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun untuk mengambil langkah-langkah kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat terutama pada lansia. 2. Bagi Puskesmas Sebagai bahan sumbangan pengetahuan dan saran bagi Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi untuk dapat memberikan penyuluhan/informasi yang terkait dengan hipertensi pada lansia misalnya pada saat Posyandu Lansia dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dan perhatian dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif, sehingga dapat menurunkan prevalensi hipertensi di wilayah tersebut. 3. Bagi Instansi Terkait Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi instansi terkait seperti panti pelayanan sosial lansia untuk dijadikan dasar dalam menjaga derajat kesehatan lansia dan dalam penyelenggaraan makanan sesuai dengan standar yang ada guna mempertahankan dan meningkatkan konsumsi gizi lansia.