BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB II BAHAN RUJUKAN

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II KAJIAN TEORI. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BAB II BAHAN RUJUKAN. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 06 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 26 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PAJAK HOTEL BUPATI WAJO,

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR dan BUPATI OGAN KOMERING ILIR MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG P A J A K H O T E L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

S A L I N A N Nomor : 7/B 2002

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN 202 SERI : A NOMR: 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR: 9 TAHUN 2002

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2003 PAJAK HOTEL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURABAYA NOMOR : 1/A TAHUN : 1998 SERI : A

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 33 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR 10 TAHUN 1998 SERI A.3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR : 02 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA,

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM

BAB II ISI PAJAK HOTEL

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 1998 SERI A NO. 1

BAB II LANDASAN TEORI. sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing ahli pada saat merumuskan. Definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

LEMBAAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT,

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

BAB II BAHAN RUJUKAN. Menurut pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian pajak adalah sebagai berikut :

Transkripsi:

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Permasalahan dalam perpajakan adalah kriteria apa yang menjadi subjek pajak dan masalah berapa besar pajak terutang yang harus dibayar dalam hal objek pajak, tarif pajak, dan dasar pengenaan pajak. Semua permasalahan perpajakan diatur dalam undang-undang pajak. Suatu peralihan sumber-sumber yang wajib dilakukan oleh perusahaan negara maupun perusahaan daerah kepada kas negara harus berdasarkan undang-undang atau peraturan yang tegas, sehingga dapat dipaksakan. Pada kenyataan yang sebenarnya, masih banyak masyarakat sebagai Wajib Pajak yang belum mengetahui dan melaksanakan atas hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Mengingat betapa pentingnya peran masyarakat untuk membayar pajak dalam peran sertanya menanggung pembiayaan negara, maka dari itu setiap masyarakat sebagai Wajib Pajak harus mengetahui ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai permasalahan pajak. Undang-undang pajak dimaksudkan untuk mewujudkan pemerataan pengenaan pajak, kepastian hukum, dan menutup kemungkinan terjadinya kolusi dan korupsi dalam pengenaan dan pembayaran pajak.

7 2.1.1. Pengertian Pajak Pada umumnya pajak merupakan pungutan wajib oleh negara kepada masyarakat berdasarkan undang-undang untuk mengisi kas negara guna membiayai pengeluaran negara rutin untuk pembangunan. Dalam bidang perpajakan banyak para ahli mengartikan dan mendefinisikan pajak secara berbeda, tetapi dari semua itu memiliki ciri dan tujuan yang sama. Untuk lebih jelasnya dalam laporan ini dikemukakan definisi mengenai pengertian pajak dari beberapa ahli di bidang perpajakan. Dalam buku yang ditulis oleh Mardiasmo (2003:1) dengan judul Perpajakan dikutip pendapat menurut Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5) mengungkapkan bahwa : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaraan umum. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja yang dikutip oleh Waluyo (2005:3), menjelaskan : Pajak adalah Iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

8 Dari semua definisi tersebut dapat diketahui ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu: a. Peralihan kekayaan dari masyarakat (orang pribadi/badan) ke pemerintah. b. Negara adalah pemungut pajak, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). c. Pemungutan berdasarkan Undang-Undang d. Bersifat memaksa e. Kontraprestasi (imbalan) tidak secara langsung diberikan oleh negara. f. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara untuk pembangunan. 2.1.2. Dasar Hukum Pajak Hukum pajak adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Dasar hukum pemungutan pajak berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2 yang berbunyi segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan Undang-Undang

9 2.1.3. Fungsi Pajak a. Fungsi Anggaran (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh yang dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (Legulered) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atas melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah. 2.1.4. Pembagian Jenis Pajak Menurut Golongan, Sifat, dan Pemungutnya Pajak dapat dibagi menjadi tiga kelompok, terdiri atas: 1. Menurut Golongan a. Pajak Langsung Pajak Langsung merupakan pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsung merupakan pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

10 2. Menurut sifat a. Pajak Subjektif Pajak Subjektif merupakan pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan b. Pajak Objektif Pajak Objektif merupakan pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang mewah. 3. Menurut Pemungut dan Pengelolanya a. Pajak Pusat Pajak Pusat merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. b. Pajak Daerah Pajak Daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Hiburan.

11 2.1.5. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi: 1. Official Assessment System Official Assessment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang berada pada fiskus, sehingga Wajib Pajak bersifat pasif. b. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Self Assessment System merupakan suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya : a. Wajib Pajak berwenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. b. Wajib Pajak aktif c. Fiskus tidak ikut campur hanya mengawasi.

12 3. With Holding System With Holding System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga. b. Pihak Pemotong selain Fiskus dan Wajib Pajak. 2.2. Pajak Daerah 2.2.1. Pengertian Pajak Daerah Berdasarkan Undang-undang no. 34 tahun 2000 pasal 1, Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.

13 2.2.2. Dasar Hukum Pajak Daerah a. Undang-undang Dasar tahun 1945 pasal 23 ayat (2) b. Pasal 33 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 65 tahun 2001 tentang pajak daerah dan peraturan daerah yang disetujui oleh menteri dalam negeri. 2.2.3. Jenis pajak Daerah 1. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) : a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air. c. Pajak Bahan Kendaraan Bermotor. d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah tanah dan Air Permukaan. 2. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten dan Kota ): a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame. e. Pajak Penerangan Jalan. f. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C.

14 g. Pajak Parkir. h. Pajak Lain-Lain. Pajak daerah hanya dikenakan bagi objek pajak yang belum dipungut oleh pajak pusat. Pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian Daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan Pemerintah Daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis Retribusi dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Dengan memperhatikan kondisi masing-masing Daerah Kabupaten atau Kota, tarif untuk jenis-jenis pajak sebagaimana diatur dalam undang-undang dapat ditetapkan tidak seragam. Hal ini, antara lain dengan mempertimbangkan bahwa tarif yang berbeda untuk jenis-jenis pajak tidak akan mempengaruhi pilihan lokasi Wajib Pajak untuk melakukan kegiatan yang dikenakan pajak. 2.3. Pajak Hotel 2.3.1. Pengertian Pajak Hotel Berdasarkan Peraturan Daerah no. 2 tahun 2003 tentang Pajak Hotel, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran. Dalam Peraturan Daerah, dijelaskan pengertian hotel dan pengusaha hotel adalah sebagai berikut:

15 a. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. b. Pengusaha Hotel adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan usaha hotel, penginapan, atau sejenisnya seperti gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pasanggrahan (hostel), losmen, Guest House untuk di atas namanya sendiri atau tunduk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungan. 2.3.2. Objek dan Subjek Pajak Hotel Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk: a. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. b. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. c. Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. d. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

16 Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak adalah: a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. b. Pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren. c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran. d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di hotel. e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Dijelaskan pula dalam Peraturan daerah bahwa, Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada hotel dan Wajib Pajak Hotel adalah pengusaha hotel. 2.4. Aturan Pemungutan Pajak Hotel 2.4.1. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Hotel Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan tarif Pajak Hotel paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Penetapan tarif paling tinggi tersebut bertujuan memberi perlindungan kepada masyarakat dari penetapan tarif yang

17 terlalu membebani, ini memberi peluang kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur sendiri besarnya tarif yang sesuai dengan kondisi masyarakat di Daerahnya, termasuk membebaskan pajak bagi masyarakat yang tidak mampu. Di samping itu, dalam penetapan tarif pajak juga dapat diadakan klasifikasi/penggolongan tarif berdasarkan kemampuan Wajib Pajak atau berdasarkan jenis objeknya. 2.4.2. Cara Perhitungan Pajak Hotel Dalam menghitung Pajak Hotel telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Daerah yaitu mengalikan tarif pajak terutang dengan dasar pengenaan pajak, jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. 2.4.3. Cara Pelaksanaan Pelaporan Pajak Hotel Berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah no. 2 tahun 2003 pasal 11 tentang tata cara pelaporan pajak hotel, antara lain sebagai berikut: 1. Setiap Wajib Pajak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. 2. Disampaikan kepada Walikotamadya Kepala Daerah selambat-lambatnya 15 (lima Belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

18 3. Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan lebih lanjut oleh Walikotamadya Kepala Daerah. 2.4.4. Cara Pelaksanaan Pembayaran dan Penyetoran Pajak Hotel 1. Pengusaha hotel wajib mendaftarkan usahanya kepada Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu 30 hari sebelum dimulai kegiatan usaha untuk dikukuhkan dan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). 2. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah sesuai waktu yang ditentukan, pembayaran disertai dengan SSPD, apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetorkan ke Kas Daerah. 3. Pembayaran tidak dapat dibayarkan untuk 1 tahun atau diborongkan. 4. Pajak terutang dilunasi selambat-lambatnya 1 bulan semenjak Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), Surat Ketepatan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 5. Walikotamadya Kepala Daerah atau penjabat setempat dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2 % setiap bulan dari

19 jumlah pajak yang belum atau kurang bayar, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. 6. Apabila Wajib Pajak kembali melakukan pelanggaran lainnya seperti tidak memenuhi kewajiban mengisi STPD, maka akan dikenakan sanksi sebesar 25% dari jumlah pokok pajak ditambah sanksi bunga administrasi. Apabila Pemerintah Daerah mengeluarkan Surat Keputusan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) dikarenakan adanya temuan data baru atau data yang belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. 2.4.5. Saat Terutang, Pelaporan, dan Penyetoran Pajak hotel a. Saat Terutang Pajak terutang dalam masa pajak adalah pada saat pengusaha hotel menerima pembayaran, pada saat terjadinya pelayanan, 1 bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Semua pengusaha hotel diwajibkan menyelenggarakan catatan surat pesanan dan atau kuintasi tanda pembayaran serta pembukuan secara lengkap. Semua surat pesanan dan kuintasi harus dicap atau diperporasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah serta salinannya harus disimpan selama setahun sebagai bukti Surat Pemberitahuan Pajak Daerah.

20 b. Pelaporan Pajak Pengusaha Hotel diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan bentuk, isi, dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah kepada Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) tempat Wajib Pajak terdaftar. c. Penyetoran Pajak Pengusaha Hotel setelah memungut atau menerima pembayaran pajak, wajib menyetorkan ke Kas Daerah atau melalui bendaharawan penerima setiap sebulan sekali atau waktu lain yang ditentukan oleh Kepala Daerah. 2.4.6. Penetapan Pajak Terhutang 1. Walikota atau Penjabat yang ditunjuk menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD dengan berdasarkan SPTPD. 2. Bentuk, isi, kualitas dan ukuran SKPD ditetapkan lebih lanjut oleh Walikota. 3. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau penjabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.

21 4. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau penjabat yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 5. Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota atau Penjabat yang ditunjuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit.