I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pemerintah di sektor ekonomi seperti industri kecil belum memberikan akses dan peluang bagi perempuan untuk mendapatkan kredit, modal dan pinjaman di bank serta sarana lainnya, kalaupun akses itu tersedia, perempuan tidak memiliki otonomi dalam mendapatkannya tetapi sering dikaitkan dengan izin laki-laki atau suaminya. Pemerintah seharusnya lebih memantapkan kebijakan-kebijakan ekonomi berbasis perempuan dengan mengidentifikasikan permasalahan di lapangan sehingga economic equality bagi perempuan terealisasikan. Karya konkret seorang ekonom dari Bangladesh peraih hadiah nobel untuk perdamaian 2006, yaitu M. Yunus telah menyadarkan kita semua bahwa pemberdayaan ekonomi kaum papa ternyata berpusat pada perempuan yang bertekun pada pembuatan keranjang bambu dan 96% nasabah bank pemberi kredit mikro yang dirintisnya, mayoritas adalah perempuan. Apa yang dapat kita maknai dari semua ini? Perempuan tidak pernah lelah menekuni potensi yang mereka miliki sesederhana apa pun agar dapat survive. Di sisi lain bahwa terbukti diberbagai wilayah di dunia banyak perempuan hidup di bawah garis kemiskinan (diperkirakan 60 70% dari masyarakat miskin di dunia adalah perempuan) yang tak kenal putus asa. Pengentasan kemiskinan oleh M. Yunus merupakan bukti konkret bahwa sistem ekonomi berbasis dan sensitif gender telah diwujudnyatakan. Perjuangan pengentasan kemiskinan memiliki korelasi yang signifikan dengan pencapaian kesejahteraan dan tentunya untuk memenangi sebuah penghargaan yang amat prestisius, yakni hadiah nobel perdamaian. (Sihite. 2007) Salah satu contoh konkrit mengenai kurang diberdayakannya kaum perempuan adalah perempuan yang hidup diwilayah pulau kecil di Indonesia. Kegiatan operasi penangkapan ikan, lebih dominasi oleh kaum pria bahkan bisa dikatakan bahwa hampir sebagian besar kegiatan operasi penangkapan dilakukan oleh kaum pria. Namun demikian pada kegiatan lain dalam sistem ini, peran dari kaum perempuan justru lebih dibutuhkan dari pada kaum laki-laki. Dalam kenyataan kita masih sering terbentur pada masalah kesetaraan gender, dimana kaum perempuan masih terbatas dalam hal peran. Namun perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki dalam
pembangunan perikanan tangkap. Perempuan harus dilihat sebagai aset dan potensi, bukan dianggap sebagai beban dan hambatan. Studi tentang perbandingan tentang sumberdaya perempuan dan laki-laki lebih dikenal dengan kata studi gender. Dalam bahasa aslinya gender memiliki arti sebagai ciri-ciri atau karakter pria dan wanita yang terbentuk karena faktor sosial budaya, bukan karena faktor fisik (Raharjo, 1997) Dalam Perkembangannya banyak sekali pengkajian dan pendapat para ahli tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan, jelas mereka menunjuk bahwa kategori gender ditentukan oleh faktor sosial dan budaya. Peran adalah pola perilaku yang ditentukan bagi seseorang yang mengisi kedudukan tertentu (Ihromi, 1995), sedangkan peran adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Wilayah pulau kecil merupakan ekosistem yang sangat rentan terhadap dampak negatif dari aktifitas yang merusak disekitarnya. Ekosistem pulau-pulau kecil juga rentan terhadap perubahan iklim global dan bencana alam seperti gempa bumi, badai dan sebagainya. Masyarakat pulau-pulau kecil sebagai bagian dari ekosistem, merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi kondisi pulau melalui perilaku dan pola hidup sehari-hari. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem secara bijaksana berdampak negatif terhadap sumberdaya lokal di pulau kecil. Hal ini dikarenakan rendahnya kualitas sumberdaya manusia di pulau kecil. Letak pulau kecil yang umumnya terisolir dan luas lahan serta sumberdaya alamnya yang terbatas juga mengakibatkan ketergantungan terhadap suplai bahan pokok dari pulau induk terdekat. Sumberdaya lokal yang ada dipulau kecil mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya manusia baik pria maupun wanitanya. Masyarakat pulau kecil yang umumnya nelayan kurang memanfaatkan sumberdaya alam selain yang menyangkut kegiatan perikanan bahkan cenderung secara tradisional. Padahal nilai ekonomi dari sektor ini justru lebih besar pada kegiatan pasca-panen yang dapat menghasilkan nilai tambah misalnya perubahan bentuk produk (proses pengolahan), perubahan waktu penjualan (proses penyimpanan), dan perubahan tempat penjualan (proses transportasi). Sumberdaya alam lainnya yang ada didarat juga belum dimanfaatkan contohnya hasil perkebunan ataupun bahan lainnya yang dapat diproses sehingga memiliki nilai ekonomi.
Selain potensi sumberdaya alamnya potensi sumberdaya wanitanya juga belum dimanfaatkan, padahal pria dan wanita memiliki kewajiban yang sama dalam meningkatkan ekonomi keluarga. Kaum perempuan di pulau kecil sebagai salah satu potensi sumberdaya manusia yang produktif diharapkan mampu membantu meningkatkan pendapatan keluarga melalui pemanfaatan potensi sumberdaya lokal. Intervensi sosial budaya bisa saja terjadi. Karena itu intervensi yang dilakukan harus memperhatikan terlebih dahulu tatanan sosial yang berlaku. Jika intervensi akan merubah tatanan sosial yang berlaku secara mendasar maka intervensi tersebut patut ditinjau. Demikian pula bila berdampak positip, maka dampak tersebut jangan dilihat hanya sesaat namun perlu dikaji untuk jangka waktu yang lebih panjang. B. Perumusan Masalah Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dan anak dalam pembangunan, di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi terhadap perempuan. Permasalahan lainnya mencakup kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat yang diwarnai penafsiran terjemahan ajaran agama yang bias gender. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas seperti tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009 (Bappenas, 2003). Masalah utama dalam pembangunan pemberdayaan perempuan adalah rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik. Data Susenas 2003 menunjukkan bahwa,penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki (11,56 persen berbanding 5,43 persen). Dengan adanya kondisi yang bersifat kultural (terkait dengan nilai-nilai budaya patriarkal) dan sekaligus bersifat struktural (dimapankan oleh tatanan sosial politik yang ada) tersebut, maka diperlukan tindakan pemihakan yang jelas dan nyata guna mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang pembangunan. Untuk itu, diperlukan kemauan politik yang kuat agar semua
kebijakan dan program pembangunan memperhitungkan kesetaraan dan keadilan gender. Salah satu prioritas dan arah kebijakan pembangunan yang akan dilakukan adalah meningkatkan bidang pembangunan seperti kesehatan, pendidikan dan lainnya, untuk mempertinggi kualitas hidup dan sumber daya kaum perempuan, memperkuat kelembagaan, koordinasi, dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di segala bidang. Berkaitan dengan hal di atas dapat kita lihat pada masyarakat nelayan pesisir. Kaum wanita di wilayah pesisir memegang peranan penting untuk ikut menjaga keberlangsungan rumah tangganya. Selain berkewajiban mengurusi rumah tangga mereka juga cenderung membantu pekerjaan suami mereka yang mempunyai profesi sebagai seorang nelayan. Tidak jarang kalau mereka terlibat aktif dalam kegiatan mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka. Ragam pekerjaan yang bisa dimasuki oleh istri-istri nelayan di Indonesia untuk memperoleh penghasilan adalah menjadi pengumpul pengolahan hasil ikan, menjadi pekerja didalam perusahaan perikanan, menjadi pedagang ikan eceran, menjadi pedagang ikan perantara, atau menjadi pemilik warung di sekitar wilayah pesisir. Pada umumnya semua kegiatan yang dilakukan tadi berhubungan dengan kegiatan perikanan. Kebanyakan masyarakat pesisir dan pulau kecil, terutama nelayan memang bergantung pada kegiatan perikanan, tetapi itu tidak berarti bahwa semua orang dipulau kecil harus bergantung pada sektor tersebut, pada hakekatnya pembangunan secara holistik adalah pembangunan yang mencakup semua aspek. Untuk itu setiap sumberdaya lokal patut diberdayakan misalnya dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada untuk pengembangan usaha. Masih adanya pandangan yang menganggap kaum perempuan adalah sub-ordinat kaum laki-laki, jelas akan berdampak terhadap persepsi perempuan dalam beberapa hal. Hal ini juga dapat menimbulkan dampak negatif misalnya lemahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pola pemikiran tersebut harus dirubah, antara lain dengan cara melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai peningkatan ekonomi keluarga. Meskipun seringkali kaum perempuan di wilayah pesisir pulau kecil merupakan asset sumberdaya manusia yang sangat bias untuk dikembangkan. Keberadaan kaum perempuan di pulau kecil kurang mendapat perhatian karena
dianggap tidak memiliki kewajiban dalam menjalankan ekonomi keluarga. Tentu saja pandangan seperti ini haruslah dirubah. Kaum perempuan juga harus memilki hak yang sama dengan kaum pria, dan juga harus diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Salah satu contoh usaha mikro yang telah dijalankan oleh kaum perempuan pulau kecil adalah di wilayah Pulau Bunaken, walaupun daerah ini telah menjadi objek tujuan wisata domestik maupun mancanegara kenyataannya masih dilakukan secara tradisional dan belum adanya sentuhan teknologi modern dalam pengerjaannya, otomatis hal ini berdampak terhadap mutu dan nilai jual dari barang yang diperdagangkan seperti kerajinan tangan ataupun asesories menjadi rendah (murah). Kurangnya pengetahuan dan akses informasi mengakibatkan variasi barang kerajinan yang mereka hasilkan monoton jenisnya, dan ditambah tidak adanya pengetahuan manajemen usaha dan keuangan membuat usaha mereka hanya cukup digunakan untuk keperluan sehari-hari bahkan kadang masih kurang. Dengan demikian diperlukan adanya suatu usaha untuk meningkatkan income/pendapatan dan tingkat ekonomi masyarakat Kota Manado terutama perempuan/ibu tumah tangga di pulau-pulau kecil yang berbasis potensi sumberdaya lokal yang ada. Hal ini diharapkan dapat mendorong peningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan pulau-pulau kecil di Pulau Bunaken, juga dapat mengisi waktu luang perempuan pulau-pulau kecil pada saat para nelayan (kaum pria) melaut untuk menangkap ikan ataupun sebagai tukang perahu. Berdasarkan permasalahan diatas dianggap perlu untuk dilakukan suatu upaya pemberdayaan terhadap kaum perempuan dipulau kecil dalam mengembangan usaha skala mikro, seperti memberikan modal pengetahuan berupa pembinaan dan pelatihan dalam upaya meningkatkan keterampilan kaum perempuan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal. Perlu adanya pengkajian terhadap keungulan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia diwilayah tersebut pengkajian terhadap aspek-aspek yang mempengaruhi pengembangan usaha di pulau kecil, termasuk pelibatan peran serta stakeholders-nya sehingga diperoleh suatu pola yang tepat dalam pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken khususnya dan pulau kecil di Indonesia pada umumnya demi meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan peran serta kaum perempuan di Pulau-pulau kecil.
C. Tujuan Tujuan pelaksanaan tugas akhir ini; 1. Mengidentifikasi produk-produk usaha mikro berbasis potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. 2. Mengidentifikasi jenis-jenis usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. 3. Menganalisis pola pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di pulau kecil. D. Kegunaan Terciptanya usaha mikro yang produktif dan berkelanjutan dengan; 1. Meningkatnya peran kaum perempuan pulau-pulau kecil di Pulau Bunaken dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga berbasis sumberdaya lokal. 2. Meningkatnya usaha mata pencaharian alternatif berbasis sumberdaya lokal di pulau bunaken 3. Meningkatnya pengetahuan kaum perempuan di Pulau Bunaken dalam pengembangan usaha mikro.