BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reproduksi remaja terkait erat dengan perkembangan seksualnya. Sebagian remaja tidak mengalami masalah dalam perkembangan seksualnya, tapi tidak sedikit dari mereka menghadapi masalah berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Saat ini sebagian besar kaum remaja lebih berani mengambil risiko yang mengancam kesehatan reproduksinya, tetapi mereka tidak mengetahui banyak informasi mengenai apa itu kesehatan reproduksi. Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap menjadi salah satu persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil keputusan dan kerap terjadi penyalahgunaan fungsi seksual. Hanya mengejar kenikmatan sesaat, tidak sedikit dari mereka berani melakukan hubungan seksual. Tidak heran jika kini banyak permasalahan yang datang menyertainya, termasuk semakin beragamnya penyakit menular seksual (PMS) dan aborsi (BKKBN, 2005). Masalah seksualitas merupakan masalah yang pelik bagi remaja, karena masa remaja merupakan masa dimana seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah baik itu masalah perkembangan maupun lingkungan. Tantangan dan masalah ini akan berdampak pada perilaku remaja, khususnya perilaku seksualnya. Masalah ini menjadi bahan yang menarik untuk dibicarakan dan didiskusikan, karena sifatnya yang sensitif dan rawan
2 menyangkut moral, etika, agama serta latar belakang sosial ekonomi. Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran berbagai pihak baik orang tua, pengajar, pendidik maupun orang dewasa lainnya (Mu tadin, 2002). Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan. Sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi hal biasa, padahal penyimpangan perilaku seksual merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu terutama remaja. Survey yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2007 sangat mengejutkan yaitu 63% remaja Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia pernah berhubungan seks. Sebanyak 21% diantaranya melakukan aborsi. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penelitian Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2005-2006 dikota besar mulai Jabodetabek, Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar ditemukan sekitar 47% hingga 54% remaja mengaku melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Berdasarkan penelitian tersebut BKKBN merekomendasikan ada beberapa faktor mendorong remaja melakukan hubungan seksual pra nikah. Diantaranya pengaruh lingkungan dan dukungan dari keluarga. Menurut Nurasni (2002), yang melakukan penelitian di SMU 1 Padang dan SMU Semen Padang, responden yang pernah pacaran 51,89% dengan usia pertama kali pacaran pada umur 11 tahun. Sedangkan kegiatan seks yang
3 pernah dilakukan responden 9,70% pernah berpelukan dan berciuman, 4,24% pernah memegang payudara lawan jenis, 2,42% pernah meraba alat kelamin dan 63,3% hanya berpegangan tangan saja. Ada lima tahapan penyimpangan seksual yang sering dilakukan oleh remaja yaitu: dating, kissing, necking, petting dan coitus. Faktor penyebab dari perilaku tersebut antara lain yaitu: semakin panjangnya usia remaja, informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilai-nilai keyakinan serta lemahnya hubungan dengan orang tua (Yuwono, 2002). Pada masa remaja, rasa ingin tahu mengenai seksualitas sangat penting dalam pembentukan hubungan baru dengan lawan jenisnya karena hal ini sesuai dengan perkembangan fisiologis remaja. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal hal yang berhubungan dengan seksualitas, menyebabkan remaja selalu berusaha mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas. Sehubungan dengan perkembangannya, hal ini tentu saja tidak dapat dicegah. Bersamaan dengan itu pula, berkembang aspek psikoseksual dengan lawan jenis dan remaja akan berusaha untuk bereksplorasi dengan kehidupan seksualnya (Magdalena, 2001). Persoalan perilaku menyimpang dikalangan remaja sudah bukan hal baru jika dikaitkan dengan dampak negatif dari globalisasi. Fenomena-fenomena seperti seks bebas yang dilakukan remaja tidak hanya terjadi di kota besar, namun juga sudah masuk ke daerah-daerah. Hal tersebut jika tidak diantisipasi tentu saja akan membahayakan generasi remaja dimasa mendatang (Pontianak post, 2008).
4 SMA 1 Wirosari adalah institusi pendidikan yang termasuk dalam komunitas remaja dengan jumlah siswa 653 orang. Dilihat dari jumlahnya SMA 1 Wirosari termasuk jumlah siswa yang sangat besar dengan lokasi yang cukup strategis yang memudahkan masuknya informasi baik positif maupun negatif, yang terkadang tidak sesuai dengan nilai moral siswa. Pemahaman yang keliru mengenai seksualitas pada remaja menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. Remaja lebih senang menyimpan dan memilih jalannya sendiri tanpa berani mengungkapkan kepada orang tua. Hal ini disebabkan karena ketertutupan orang tua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orang tua karena anak merasa takut untuk bertanya (Pardede, 2002). Perilaku seksual pranikah pada remaja lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik lingkungan pergaulan maupun keluarga. Lingkungan keluarga merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap perilaku seksual pra nikah pada remaja. Dukungan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tindakan perilaku seks pranikah pada remaja. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor penguat (reinforcing factor) terbentuknya suatu perilaku. Menurut Green, adanya dukungan keluarga merupakan suatu hal
5 yang dibutuhkan untuk perubahan perilaku. Umumnya, perilaku tidak akan terjadi tanpa dipicu oleh motivasi yang kuat serta niat untuk bertindak sesuai dengan dukungan yang diperoleh dari masing-masing pihak. Dengan demikian perilaku seksual pranikah pada remaja sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga yaitu berupa dukungan informasi tentang kesehatan reproduksi, dukungan emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Orang tua yang bersikap otoriter dimana orang tua menerapkan disiplin yang tinggi dan menuntut anak untuk mematuhi aturan-aturannya membuat anak kurang bisa bersikap terbuka dalam berbagai masalah yang dihadapinya. Sedangkan orang tua yang memberikan kebebasan kepada anak namun tanpa disertai adanya batasan-batasan dalam berperilaku akan membuat anak mengalami kesulitan dalam mengendalikan keinginannya. Adapun orang tua yang mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orang tua akan lebih baik selain anak diberi kebebasan tapi juga disertai kontrol dari orang tua sehingga apabila terjadi konflik atau perbedaaan pendapat diantara mereka dapat dibicarakan atau diselesaikan bersama (Soetjiningsih, 2007). Orang tua yang bersikap lebih terbuka, tidak terlalu menuntut agar anak menuruti semua keinginan orang tua serta lebih memahami keadaan/permasalahan anak sehingga mampu memberi bantuan yang tepat akan menjadikan hubungan antara keluarga dengan anak lebih harmonis. Sikap orang tua yang seperti itu saja tidak cukup untuk menimbulkan suasana yang mendukung. Dukungan keluarga dan komunikasi antar anggota keluarga haruslah ada sehingga tercipta suasana kekeluargaan (BKKBN, 2002).
6 B. Perumusan Masalah Keluarga merupakan tempat remaja belajar bersosialisasi dan belajar tentang kesehatan reproduksi sehingga dibutuhkan dukungan keluarga terhadap praktek seksual pranikah pada remaja. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor penguat (reinforcing factor) terbentuknya suatu perilaku. Menurut Green, adanya dukungan keluarga merupakan suatu hal yang dibutuhkan untuk perubahan perilaku. Umumnya, perilaku tidak akan terjadi tanpa dipicu oleh motivasi yang kuat serta niat untuk bertindak sesuai dengan dukungan yang diperoleh dari masing-masing pihak. Perilaku seksual pranikah pada remaja sangat dipengaruhi oleh dukungan keluarga yaitu berupa dukungan informasi tentang kesehatan reproduksi, dukungan emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dan fenomena yang terjadi, maka diperlukan penelitian tentang : Adakah Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Laki-laki di SMA 1 Wirosari Kabupaten Grobogan C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan perilaku seksual pra nikah pada remaja laki-laki di SMA 1 Wirosari Kabupaten Grobogan.
7 Tujuan Khusus 1. Mendeskripsikan dukungan keluarga terhadap remaja laki-laki. 2. Mendeskripsikan perilaku seksual pra nikah pada remaja laki-laki. 3. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan perilaku seksual pranikah D. Manfaat Penelitian 1. Remaja Siswa SMA 1 Wirosari Bahan bacaan dan dapat memberi masukan bagi tenaga pendidik SMA 1 Wirosari. 2. Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang perilaku seksual pra nikah pada remaja. 3. Peneliti Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang perilaku seksual pra nikah pada remaja.