I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aneka ragam jenis tanaman sayuran dapat dibudidayakan dan dihasilkan di

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

30% Pertanian 0% TAHUN

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam menopang kehidupan

I. PENDAHULUAN. berkembang menjadi usaha yang bersifat komersial. Pada awalnya di Negara

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. negara agraris yang sangat kaya dengan hasil bumi, baik yang dilakukan di area

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

I. PENDAHULUAN. perdagangan antar wilayah, sehingga otomatis suatu daerah akan membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Buah-Buahan Indonesia Tahun Volume (Kg) Nilai (US $) Volume (Kg)

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan penting dalam perekonomian nasional dengan kecenderungan pertumbuhan yang naik atau meningkat. Komoditas tanaman hortikultura di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar, yaitu sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Kontribusi masing-masing komoditas hortikultura bagi perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto (PBD) Komoditas Hortikultura Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku di Indonesia Tahun 2005-2009 Kelompok Nilai PDB (Milyar Rp) Hortikultura 2005 2006 2007 2008 2009 Sayuran 22.629,88 24.694,25 25.587,03 28.205,27 30.505,71 Trend (%) 9,12 3,62 10,23 8,16 Buah-buahan 31.694,39 35.447,59 42.362,48 47.059,78 48.436,70 Trend (%) 11,84 19,51 11,09 2,93 Tanaman Hias 4.662,11 4.734,27 4.104,87 3.852,67 3.896,90 Trend (%) 1,55 0,14 7,25 1,15 Tanaman Biofarmaka 2.806,06 3.762,41 4.740,92 5.084,78 5.494,24 Trend (%) 34,08 9,10-6,14 8,05 Total Hortikultura 61.792,44 68.638,53 76.795,30 84.202,50 88.333,56 Trend (%) 11,08 11,88 9,65 4,91 Rata-rata Peningkatan PDB Hortikultura (%) 9,24 Sumber: Departemen Pertarnian, 2010 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1 dapat diketahui pada periode 2005 hingga 2009 menunjukkan peningkatan yang positif setiap tahunnya. Ratarata peningkatan PDB Hortikultura sebesar 9,24 persen yang disebabkan pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Salah satu komoditas hortikultura yang telah memberikan kecenderungan peningkatan yang positif yaitu komoditas sayuran. Indonesia yang secara umum sebagai salah satu negara yang beriklim tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk mengembangkan komoditas sayuran dan dapat memberikan 1

kontribusi yang signifikan bagi kemajuan perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan PDB sayuran periode 2005 hingga 2009. Pada tahun 2005 nilai PDB sayuran adalah sebesar 22,629 milyar dan terus meningkat hingga mencapai 30,505 milyar pada tahun 2009. Salah satunya produk sayuran yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan yaitu jamur. Jamur tiram memiliki kandungan gizi lebih bagus dibandingkan dengan jenis jamur lainnya maupun sumber gizi pangan hewani (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Hal ini menyebabkan perkembangan produksi dan konsumsi jamur di Indonesia mengalami peningkatan yang dapat dilihat dari data pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Jamur di Indonesia Tahun 2008-2010 Tahun Produksi Konsumsi Ton Trend (%) Ton Trend (%) 2008 43,047-45,151-2009 38,465-0.106 47,528 0.052 2010 61,370 0.595 52,281 0.100 Rata-rata 47,627 0.244 48,320 0.076 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012 Produksi jamur mengalami peningkatan rata-rata setiap tahunnya 0,244 persen walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan produksi, sedangkan konsumsi jamur setiap tahunnya mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan 0,076 persen, hal tersebut didorong dari kandungan gizi yang dimiliki jamur cukup bagus. Pada Tabel 3 terlihat bahwa jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging sapi, namun kandungan lemaknya jauh lebih rendah. Tabel 3. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan Bahan Makanan Lain per 100 gram (dalam %) Bahan Makanan Protein Lemak Karbohidrat Jamur merang 1,8 0,3 4,0 Jamur tiram putih 27 1,6 58,0 Jamur kuping 8,4 0,5 82,8 Daging sapi 21 5,5 0,5 Bayam - 2,2 1,7 Kentang 2,0-20,9 Kubis 1,5 0,1 4,2 Seledri - 1,3 0,2 Buncis - 2,4 0,2 Sumber : Herbowo, 2011 2

Adanya ketimpangan antara produksi dan konsumsi jamur yang diakibatkan permintaan jamur terus meningkat yang menyebabkan pemerintah melakukan impor jamur. Volume impor jamur setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar 0,099 persen (Tabel 4). Tabel 4. Volume Impor Jamur Tahun 2008-2010 Tahun Jumlah Impor Ton Trend (%) 2008 3.432 2009 4.081 0.189 2010 4.120 0.009 Rata-rata 3.877 0.099 Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012 Jamur tiram merupakan salah satu jamur yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat karena dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar, dalam bentuk masakan maupun dalam bentuk olahan (Rahmat dan Nurhidayat, 2011). Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) Jamur tiram memiliki beberapa jenis yaitu jamur tiram putih, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, dan jamur tiram merah. Jenis yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih, selain rasanya yang lebih lezat masyarakat juga lebih menyukai dan mengenal jamur tiram putih dibandingkan dengan jenis jamur tiram yang lain. Jamur tiram putih dapat diproduksi sepanjang tahun dalam areal yang relatif sempit, sehingga merupakan alternatif yang cukup baik dalam rangka memanfaatkan lahan pekarangan. Selain itu, budidaya jamur tiram tidak menggunakan bahan kimia atau pupuk anorganik sehingga tidak merusak lingkungan. Tabel 5. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Pulau Jawa Tahun 2010 No. Propinsi Luas Panen Produktivitas Produksi (Ton) (Ha) (kwintal/ha) 1. Jawa Barat 324.67 19,623.16 60.4 2. Jawa Tengah 15.21 1,189.38 78.2 3. Daerah Istimewa Yogyakarta 7.46 804.96 107.9 4. Jawa Timur 330.84 39,472.91 119.3 5. Banten 1.50 116.70 77.8 Sumber : Kementrian Pertanian, 2012 Pulau Jawa merupakan salah satu sentra produksi jamur tiram putih di Indonesia. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa terdapat lima provinsi di 3

Pulau Jawa yang menghasilkan jamur tiram putih. Jawa Barat merupakan provinsi di pulau Jawa yang memiliki luas panen yang cukup besar dibandingkan beberapa daerah lainnya, tetapi memiliki tingkat produktivitas yang paling rendah. Kondisi tersebut diduga dikarenakan para petani dalam melakukan usahatani jamur tiram putih pada umumnya masih bersifat tradisional dan tergolong usahatani kecil. Jawa Barat sendiri memiliki beberapa sentra penghasil jamur tiram salah satunya yaitu di Kabupaten Bogor karena wilayah Kabupaten Bogor sangat cocok dijadikan sebagai lokasi budidaya jamur tiram, menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) lokasi yang memenuhi syarat tumbuh jamur yaitu memiliki ketinggian 700 meter di atas laut dan memiliki temperatur ideal untuk pertumbuhan jamur tiram yaitu 22 sampai 28 derajat celcius. Pada ketinggian tersebut pertumbuhan jamur tiram tidak terpengaruh pada cuaca atau musim, baik musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini bisa dilihat keadaan di beberapa kecamatan penghasil jamur tiram segar yang berada di Kabupaten Bogor (Tabel 6). Tabel 6. Posisi Demografi Budidaya Jamur Tiram Putih di Beberapa Wilayah di Kabupaten Bogor Wilayah Bogor Kecamatan Keadaan Lokasi Barat Pamijahan 750 sampai 1.050 meter di atas permukaan laut, dengan suhu 25 sampai 30 derajat celcius Ciampea 600 meter di atas permukaan laut, suhu rata-rata 28 0 derajat celcius dan kelembaban 70 persen Tengah Cisarua 1200 meter di atas permukaan laut, suhu rata-rata 26 derajat celcius, dan curah hujan 2400 mm per tahun Tamansari Bojonggede Sumber : Diperoleh dari berbagai sumber, 2012 700 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 25 sampai 30 derajat celcius 182 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 24,9 sampai 25,8 derajat celcius dan curah hujan 2500 mm per tahun. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat dari beberapa lokasi budidaya jamur tiram di dua kecamatan di Kabupaten Bogor terlihat bahwa lokasi tersebut sesuai dengan syarat tumbuh jamur, akan tetapi daerah Bojonggede berada di ketinggian 182 meter di atas permukaan laut, hal tersebut sangat jauh dengan syarat tumbuh 4

jamur. Di Kecamatan Bojonggede terdapat tiga pelaku usaha budidaya penghasil jamur tiram putih segar dan salah satunya yaitu Kumbung Jamur D & D yang baru berdiri pada bulan Mei 2011. Jika dibandingkan dua pelaku usaha lainnya Kumbung Jamur D & D memiliki jarak yang lebih dekat dengan pasar karena lokasinya yang berada di belakang Pasar Bojonggede. Dalam perkembangan usahanya Kumbung Jamur D & D memerlukan studi kelayakan usaha untuk pengembangan perusahaan kedepannya baik dari aspek non finansial maupun finansial. 1.2 Perumusan Masalah Kumbung Jamur D & D yang dimiliki oleh M. Danang yang baru berdiri pada bulan Mei 2011 didirikan berdasarkan permintaan jamur tiram yang terus meningkat setiap tahunnya. Kabupaten Bogor yang merupakan sentra jamur tiram dan memiliki banyak pelaku usaha budidaya jamur tiram yang sudah besar dan kebanyakan diproduksi untuk memenuhi kebutuhan jamur di beberapa kota yang tingkat kebutuhan jamurnya tinggi dan belum memenuhi permintaan jamur di kabupaten Bogor sendiri. Beberapa daerah yang tingkat kebutuhan akan jamur tiram cukup tinggi terdapat pada kota-kota besar seperti Bogor, Tangerang, Cianjur, Bekasi, Tasikmalaya dan Jakarta seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Konsumsi Jamur Tiram pada Kota-kota Besar 2009 No Kota Konsumsi Per hari per kilogram 1 Bogor 150 2 Tangerang 3.000 3 Cianjur 200 4 Bekasi 3.000 5 Tasikmalaya 300 6 Jakarta 9.000 Sumber: AgroMedia (2011) Awal memulai usaha Kumbung Jamur D & D hanya menjual jamur segarnya kepada pedagang sayur keliling, namun dalam perkembangannya permintaan justru datang dari pedangan sayur dari Pasar Bojonggede dan Pasar Induk Warung Jambu, permintaan dari kedua pasar tersebut terus meningkat sehingga pelaku usaha tidak menjual jamur segarnya ke pedagang keliling. Saat ini permintaan jamur tiram berasal dari dua pedagang sayur yang berada Pasar Bojongggede, masing-masing permintaan jamur dapat dilihat pada Tabel 8. 5

Tabel 8. Permintaan Jamur Pelanggan Kumbung Jamur D & D per hari Rata-rata permintaan yang Pelanggan Rata-rata permintaan (kg) biasa dipenuhi oleh Kumbung Jamur D & D (kg) Bapak Aceng 30 18 (Pasar Bojonggede) Ibu Yus (Pasar Bojonggede) 25 15 (Pasar Induk Warung 80 8 Jambu) Pedagang Olahan Jamur 20 4 Tiram Sumber : Kumbung Jamur D & D Dari data pada Tabel 8 terlihat bahwa Kumbung D & D baru bisa memenuhi sekitar 29 persen permintaan pasar. Tidak terpenuhinya permintaan tersebut dikarenakan keterbatasan kumbung yang dimiliki oleh Kumbung D & D. Ukuran kumbung yang dimiliki oleh Kumbung Jamur D & D saat ini yaitu 8 x 12 meter dan berkapasitas 15.000 baglog. Oleh karena itu untuk memenuhi kelebihan permintaan, pihak Kumbung D & D berencana untuk meningkatkan skala produksinya dengan memperluas kumbung menjadi 45.000 baglog. Rencana pengembangan usaha dengan memperluas kumbung tersebut didasarkan pada keterbatasan lahan yang dimiliki oleh pemilik usaha yaitu seluas 16 x 25 meter yang hanya bisa dibangun kumbung berkapasitas 30.000 baglog. Rencana pembangunan kumbung dilakukan menggunakan modal gabungan antara modal sendiri dan modal pinjaman. Modal pinjaman diperoleh dari empat orang penanam modal, dimana 30 persen dari laba bersih yang dihasilkan nantinya akan diberikan sebagai imbalan kepada empat orang penanam modal tersebut. Rencana pengembangan usaha diharapkan dapat memenuhi permintaan yang berlebih. Pengembangan usaha yang akan dilakukan pada Kumbung Jamur D & D dihadapkan pada pilihan rangka bangunan yang akan digunakan, antara menggunakan bahan yang sederhana dari bambu dan yang semi permanen dari kayu. Hal ini mengingat bahwa lokasi usaha berada di ketinggian 182 meter di atas permukaan laut yang kurang cocok dengan syarat tumbuh jamur sehingga diperlukan arsitektur rangka kumbung yang lebih tinggi dibandingkan kumbung yang berada di lokasi yang sesuai dengan syarat tumbuh jamur sehingga 6

memerlukan bahan rangka yang lebih banyak. Bahan yang digunakan untuk membangun rangka kumbung tersebut juga dapat menentukan umur teknis bangunan kumbung dan besarnya keuntungan yang akan diperoleh oleh Kumbung Jamur D & D. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kelayakan usaha baik secara non finansial maupun finansial terhadap kedua jenis pilihan rangka bangunan kumbung. Analisis finansial yang akan dilakukan yaitu membandingkan kondisi Kumbung Jamur D & D sebelum perkembangan usaha (skenario I), dan setelah pengembangan usaha baik membangun kumbung menggunakan bahan bambu (skenario II) maupun menggunakan bahan kayu (skenario III). Analisis kelayakan yang dilakukan nantinya akan memberikan alternatif rencana pengembangan yang menghasilkan manfaat lebih baik. Pelaku usaha Kumbung Jamur D & D harus memperhatikan perubahanperubahan yang terjadi yang berdampak pada keuntungan yang akan diperoleh dan kelayakan usahanya. Berdasarkan pengalaman pelaku usaha perubahanperubahan yang perlu diperhatikan yaitu penurunan harga produk dan kenaikan serbuk kayu. Penurunan harga jamur tiram putih terjadi mengingat struktur pasar pada usaha jamur tiram putih merupakan pasar persaingan sempurna, yang tidak menutup kemungkinan munculnya pesaing-pesaing yang memasuki usaha budidaya jamur tiram putih yang akan berdampak pada penurunan harga produk. Kenaikan harga yang akan dianalisis yaitu harga serbuk kayu. Serbuk kayu merupakan media jamur tiram yang paling utama dalam budidaya jamur tiram putih, Kumbung jamur D & D yang memproduksi baglog sendiri sampai saat ini belum memiliki kontrak dengan penyedia serbuk kayu sehingga pelaku usaha harus mencari serbuk kayu ke beberapa tempat yang harganya ditentukan tempat penyedia serbuk kayu dan tidak menutup kemungkinan harga serbuk kayu naik. Oleh karena itu diperlukan analisis sensitivitas terhadap kelayakan usaha Kumbung jamur D & D apabila terjadi perubahan harga. Berdasarkan gambaran usaha yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah yang akan dibahas adalah: 7

1. Bagaimana kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih Kumbung jamur D & D dilihat dari aspek non finansial mengingat bahwa lokasi usaha berada di lokasi yang kurang sesuai dengan syarat tumbuh jamur? 2. Bagaimana kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih Kumbung jamur D & D dilihat dari aspek finansial, hal ini dikarenakan modal yang digunakan berupa modal gabungan, besarnya investasi dan umur usaha yang berbeda? 3. Bagaimana analisis sensitivitas kelayakan usaha jamur tiram putih Kumbung Jamur D & D terhadap penurunan harga jamur tiram segar karena usaha ini berada di pasar persaingan sempurna dan kenaikan harga serbuk kayu yang disebabkan pelaku usaha belum bekerjasama dengan penyedia bahan baku serbuk kayu? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih Kumbung jamur D & D dilihat dari aspek non finansial. 2. Menganalisis kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih Kumbung jamur D & D dilihat dari aspek finansial. 3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha jamur tiram putih Kumbung Jamur D & D terhadap penurunan harga jamur tiram segar dan kenaikan harga serbuk kayu. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Pemilik usaha, dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam kelayakan pengembangan budidaya jamur tiram putih. 2. Investor diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang berguna apakah dana yang ditanamkan akan memberikan keuntungan atau tidak, dan dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat keputusan investasi lebih objektif. 8

3. Akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pelaku usaha jamur tiram putih di Kumbung Jamur D & D Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor, dengan manganalisis kelayakan usaha dari aspek-aspek non finansial, dan finansial meliputi kelayakan usaha Kumbung Jamur D & D sebelum pengembangan dan setelah pengembangan dengan menggunakan rangka bambu dan kayu. 9