BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti Gagal Ginjal Kronik (GGK), prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara berkembang termasuk Indonesia. GGK di Indonesia sampai dengan tahun 2009 telah menempati urutan pertama dari semua penyakit ginjal. GGK merupakan masalah di bidang nefrologi dengan angka kejadian cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan maupun gejala klinik kecuali penyakit telah memasuki stadium terminal (Broggi, 2009). Salah satu komplikasi berat dari GGK yaitu terjadinya Gagal Ginjal Terminal (GGT). Penderita GGT hanya dapat memproduksi sedikit urin atau bahkan tidak sama sekali karena ginjal tidak dapat lagi membuang limbah sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari tubuh. Kondisi tersebut menyebabkan tubuh penderita mengalami pembengkakan karena penumpukan cairan, sesak nafas dan bertambahnya berat badan sehingga pasien perlu mendapat terapi hemodialisa. Terapi hemodialisa dilakukan untuk menyaring darah dan membuang kelebihan cairan (Kresnawan, 2007). Jumlah penderita hemodialisa karena GGT di Indonesia sampai dengan tahun 2009 diperkirakan sebanyak 1.297 orang. Penderita GGT yang memerlukan hemodialisa diperkirakan meningkat sekitar 5-10% setiap tahunnya (Mufliani, 2009) sedangkan di RSUD Kota Langsa dilaporkan sejumlah 160 orang (Laporan Rekam Medik, 2008).
Pasien yang menjalani terapi hemodialisa yaitu tindakan yang diberikan untuk menggantikan tugas ginjal, umumnya mengeluh mengalami mulut kering. Hal ini terjadi karena pembatasan asupan cairan yang dianjurkan pada pasien hemodialisa, agar terhindar dari berbagai gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan dapat timbul karena pada dasarnya tindakan pengganti tugas ginjal tersebut tidak sepenuhnya dapat mengambil alih kerja ginjal sehingga dibutuhkan tindakan pendukung untuk mencegah kelebihan cairan yang beresiko menyebabkan pasien mengalami penambahan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah, sesak nafas serta gangguan jantung (Pray, 2005). Keadaan xerostomia merupakan hal yang umum terjadi pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa karena gagal ginjal kronik. Keadaan mulut kering karena sekresi saliva yang berkurang diperkirakan terjadi pada 17-19% pasien hemodialisa. Hal ini diestimasi berdasarkan studi terhadap laporan klinis mengenai xerostomia selama 20 tahun dari Index Medicus (Guggenheimer dan Moore, 2003). Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth) adalah mengunyah dengan baik sehingga merangsang kelenjar saliva untuk bekerja lebih baik, konsumsi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak, permen karet yang tidak manis bisa merangsang kelenjar saliva (Jensen dan Lanberg 1997 dalam wikipedia, 2008). Penatalaksanaan yang sama diutarakan oleh Guggenheimer dan Moore (2003) bahwa memberikan permen karet pada pasien hemodialisa yang mengalami xerostomia merupakan salah satu cara yang dapat diupayakan untuk merangsang produksi saliva. Efektifitas mengunyah permen karet sebagai cara mengatasi xerostomia telah dibuktikan pada penelitian yang melibatkan 65 pasien yang melakukan terapi
hemodialisa dan diberikan permen karet selama 2 minggu telah menunjukkan penurunan gejala xerostomia dan rasa haus dari skor 29,9 menjadi 28,1 diakhir studi (Boots, dkk, 2005). Estimasi yang sama dikemukakan oleh Veerman dan kolega (2005) bahwa mengunyah permen karet merupakan terapi alternatif yang dapat diberikan sebagai untuk merangsang kelenjar ludah atau terapi paliatif pada pasien yang menjalami hemodialisa. Pasien hemodialisa yang mengeluh mengalami mulut kering atau xerostomia dan dianjurkan untuk mengunyah permen karet ditemukan lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%) dibandingkan yang mendapat terapi saliva pengganti (15%). Melihat kedua hasil penelitian di atas, diketahui bahwa masih jarang data yang mencatat tentang kuantitas saliva yang dihasilkan pasien hemodialisa, sebelum dan sesudah mendapat tindakan mengunyah permen karet. Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa. B. Pertanyaan Penelitian Apakah ada pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009. 2. Tujuan Khusus 2.1 Untuk mengetahui jumlah saliva pada kelompok intervensi sebelum dilakukan tindakan. 2.2 Untuk mengetahui jumlah saliva pada kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan. 2.3 Untuk mengetahui jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan. 2.4 Untuk mengetahui jumlah sekresi saliva pada kelompok kontrol setelah 15 menit. 2.5 Untuk melihat perbandingan sekresi saliva pada pasien hemodialisa yang mengunyah permen karet rendah gula dan tidak mengunyah permen karet. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini bermanfaat bagi perawat agar dapat lebih memperhatikan dampak yang dirasakan pasien hemodialisa karena penyakit dan prosedur terapi yang diberikan sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah. 2. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data tambahan mengenai hal-hal yang telah diteliti pada pasien hemodialisa yang mengalami gangguan sekresi saliva dan menjadi dasar penelitian selanjutnya, mengenai hal yang belum terakomodasi dalam penelitian ini. 3. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi peserta didik agar memahami kondisi yang umum terjadi pada pasien hemodialisa sehingga dapat menjadi wawasan untuk meringankan kondisi pasien ketika bertugas dan menjumpai kasus ini nantinya.