BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman padi pada masa pertumbuhannya tidak lepas dari serangan organisme pengganggu, termasuk penyakit. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman padi adalah penyakit hawar pelepah (sheath blight) yang disebabkan oleh kapang Rhizoctonia solani Khun (anamorph) atau Thanatephorus cucumeris (teleomorph). Kapang R. solani banyak terdapat di tanah. Pada kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan kapang, kapang tersebut dapat menyerang tanaman padi muda (masa semai) dan padi dewasa (Semangun, 2004). Kapang R. solani menginfeksi bibit padi dan dapat menyebabkan tanaman layu dan pada akhirnya mati. Bila terjadi pada tanaman yang sudah berkembang, penyakit menyebabkan bercak besar tidak beraturan pada pelepah dan disebut hawar (blight). Akibat penyakit tersebut organ daun dan bunga menjadi coklat dengan tingkat penyebaran sangat cepat dan menyeluruh (Angrios, 1996). Tanaman padi yang terserang penyakit hawar pelepah menghasilkan gabah hampa atau setengah isi, terutama gabah yang berada pada pangkal malai. Secara parsial dapat mempengaruhi panjang malai (Kadir & Moeljopawiro, 1987 dalam Semangun, 2004). Kerugian yang ditimbulkan kapang tersebut dapat berupa gangguan terhadap pengangkutan zat organik 1
2 dan air pada bagian daun tanaman. Akibat terganggunya pengangkutan zat organik dan air maka bagian tanaman tersebut tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan, yang pada akhirnya dapat terjadi kematian pada tanaman padi tersebut (Angrios, 1996). Pengendalian penyakit hawar padi yang sudah dilakukan oleh para petani dewasa ini adalah dengan cara fisika dan kimia. Pengendalian secara fisika antara lain: (1) Pemanasan, yaitu pembakaran sisa tanaman setelah panen yang bertujuan menghilangkan patogen dari tanah atau dari benih yang terinfeksi agar patogen tidak berkembang pada pertanian yang akan datang. (2) Mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat, karena patogen dapat menular melalui singgungan antar tanaman. Pengendalian secara kimia antara lain dengan pupuk kalium dosis 70-100 kg/ha, fungisida (benomyl, fluktolanin, iprodione) dan kombinasi pupuk (urea 250 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha). Cara pengendalian penyakit hawar padi secara fisika maupun kimia dapat menimbulkan dampak negatif antara lain polusi udara, waktu yang dibutuhkan lama dan rusaknya kekayaan hayati. Dampak negatif dari pemberian pupuk anorganik K (kalium) dengan dosis melebihi 75 kg/ha dan urea lebih dari 200 kg/ha menurunkan hasil tanaman padi (Mahyuddin et al., 2007 & Suparyono, 2008). Cara yang lebih baik untuk mengendalian penyakit adalah dengan mencegah masuknya penyakit tersebut ke daerah di mana tanaman inangnya berada dari pada mengobati tanaman yang sudah terserang penyakit (Amran, 2006). Penyakit hawar padi sangat sulit dikendalikan karena patogen bersifat
3 poliphag (memiliki kisaran faktor lingkungan sangat luas). Para peneliti sudah banyak menemukan cara untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah padi diantaranya dengan pengendalian melalui karantina, teknik budi daya, pemilihan varietas tahan, secara kimiawi, secara kultur teknis. Penggunaan agensia kimia sintetik tidak mampu mengendalikan patogen tanaman. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya ras tahan dari patogen yang bersangkutan, atau sasaranya tidak tepat. Dampak negatif dari penggunaan agensia kimia sintetis dapat mencemari tanah, air, udara dan produk pertanian akibat residu yang dibawanya (Loekas, 2007). Oleh karena itu, perlu dikaji penggunaan strategi dan tehnik pengendalian hama yang mempersyaratkan keamanan lingkungan (Sosromarsono, 1992 dalam Maryanto & Julianto, 2005) Pengendalian dengan cara biologis merupakan strategi alternatif pengendalian penyakit yang cukup aman. Pengendalian hayati (biological control) terhadap patogen, yaitu menghancurkan sebagian atau seluruh populasi patogen dengan organisme lain (Angrios, 1996). Pengendalian ini dilakukan dengan mengintroduksikan organisme antagonis, atau dapat dilakukan dengan memanipulasi lingkungan dan tanaman inang (Cook & Bacer, 1983 dalam Maryanto & Julianto, 2005) Organisme agen antagonis dapat ditemukan di lingkungan di mana patogen hidup, dapat dari kelompok yang sama maupun dari kelompok yang berbeda. Kelompok kapang (jamur) yang mempunyai potensi untuk menekan perkembangan R. solani adalah Gliocladium, Trichoderma, Aspergillus dan
4 Penicillium (Loroto et al., 1993; Domesch et al., 1980 dalam Julianto & Maryanto, 2003) sedang kelompok bakteri umumnya anggota famili Bacillaceae. Sifat antagonisme suatu organisme biasanya ditunjukan dari kemampuannya menghambat pertumbuhan dan perkembangan organisme lain. Penelitian dalam rangka mencari atau mengeksplorasi agen antagonis terhadap pertumbuhan R. solani telah dilakukan oleh Pramondari (2008). Penelitian tersebut berhasil menemukan beberapa isolat mikroorganisme agen antagonis yang mampu menghambat pertumbuhan R. Solani. Kelompok mikroorganisme agen antagonis tersebut berasal dari kelompok kapang (jamur) dan bakteri, isolat kapang antagonis tersebut adalah Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger dan Aspergillus candidus dan kelompok bakteri antagonis adalah Neisseria sp, Staphylococcus sp dan Nitrosococcus sp. Penelitian yang dilakukan oleh Pramondari (2008) baru pada taraf isolasi dan identifikasi sedangkan mekanisme penghambatan yang dilakukan oleh agen antagonis belum dianalisis. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme penghambatan yang dilakukan oleh kelompok kapang Aspergillus terhadap pertumbuhan R. Solani. Pada pengamatan yang akan saya lakukan adalah tentang mekanisme penghambatan secara fisik pada pertumbuhan R. Solani oleh kapang Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger.
5 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme penghambatan secara fisik pertumbuhan Rhizoctonia Solani oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger yang dilakukan secara in vitro. I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penghambatan secara fisik pertumbuhan Rhizoctonia solani oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus niger secara in vitro. I.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau pemikiran lebih lanjut dalam mencari solusi pengendalian penyakit hawar padi yang lebih efisien.