SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 004/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang



dokumen-dokumen yang mirip
SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 001/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor: PO.008 /PP.IAI/1418/IX/2017 TENTANG PERATURAN ORGANISASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/PP.IAI/1418/IX/2017 TENTANG PENDAFTARAN ANGGOTA IKATAN APOTEKER INDONESIA

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002 / PP.IAI/1418/IX/2016

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA DAN IMPLEMENTASI - JABARAN KODE ETIK

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran

ANGGARAN DASAR IKATAN APOTEKER INDONESIA

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/PP.IAI/1418/IX/2017. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : Kep. 006/ PP.IAI/1418/IV/2014

PERATURAN ORGANISASI IKATAN APOTEKER INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : Kep. 062/ PP.IAI/1418/VIII/2015. Tentang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : Kep. 003/ PP.IAI/1418/IV/2014. Tentang

HASIL DISKUSI TERKAIT KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : Kep. 005/ PP.IAI/1418/IV/2014. Tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 006/PP.IAI/1418/IX/2017 TENTANG PERATURAN ORGANISASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : Kep. 007/ PP.IAI/1418/IV/2014. Tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.604, 2010 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA. Pengangkatan. Pemberhentian. Asisten Ombudsman. Prosedur.

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/PER/M.KOMINFO/12/2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : Tahun 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK INSAN OMBUDSMAN KETUA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGURUS DAERAH IKATAN APOTEKER INDONESIA JAWA TIMUR

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : Kep. 094/ PP.IAI/1418/X/2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. TAHUN 2007 No. 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2007

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN SEMINAT FARMASI RUMAH SAKIT INDONESIA BAB I LAMBANG Pasal 1

PEKERJAAN KEFARMASIAN

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID

PEMBATALAN SANKSI DISIPLIN PROFESI KEDOKTERAN OLEH PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

KOMISI PENGAWAS HAJI INDONESIA هيئة املراقبة لتنظيم احلج اإلندونيسي THE SUPERVISORY COMMISSION FOR THE INDONESIAN PILGRIMAGES KODE ETIK

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN APOTEKER INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 70 / KPTS / LPJK / D / VIII / 2001

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kode Etik, Tata Tertib, Sistem Penghargaan dan Sanksi Tenaga Kependidikann Sekolah Tinggi Manajemen Informatika & Komputer Prabumulih

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL DEWAN ENERGI NASIONAL NOMOR : 001 K/70.RB/SJD/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DEWAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NASIONAL NOMOR : 71/KPTS/LPJK/D/VIII/ 2001

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN ORGANISASI IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA NOMOR : IV TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG DISIPLIN PROFESIONAL DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG INSPEKTUR KESELAMATAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

Transkripsi:

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 004/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Menimbang : a. Bahwa Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia telah menyusun Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia. b. Bahwa Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia telah ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional Ikatan Apoteker Indonesia tahun 2014. c. Bahwa sehubungan dengan butir a dan b diatas perlu ditetapkan Surat Keputusan tentang Peraturan Organisasi tentang Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia Mengingat : 1. Anggaran Dasar Ikatan Apoteker Indonesia 2. Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia Memperhatikan : Hasil Rapat Kerja Nasional Ikatan Apoteker Indonesia pada tanggal 13 sampai 15 Juni 2014 di Jakarta MEMUTUSKAN Menetapkan Pertama Kedua : Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia No. PO. 004/PP.IAI/1418/VII/2014 tentang Peraturan Organisasi tentang Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia, sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini. : Peraturan Organisasi tentang Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia ini menjadi pedoman yang mengikat bagi Apoteker yang menjalankan praktik kefarmasian di seluruh wilayah Indonesia.. : Mengamanatkan kepada seluruh Majelis Etik dan Displin Apoteker Daerah untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Organisasi ini untuk keperluan penyempurnaan pedoman. Ketiga

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan diperbaiki apabila terdapat kekeliruan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 16 Juli 2014 PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Ketua Umum, Sekretaris Jendral, Drs. H. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt NA. 23031961010827 Noffendri Roestam, S. Si., Apt NA. 29111970010829

0 PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA 2014 I II III II I Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI)

KATA PENGANTAR Untuk memenuhi amanah AD-ART Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) hasil Kongres IAI 2014, dan berdasar PP. No. 51 Th 2009 perlunya eksistesi profesi Apoteker Indonesia untuk kepentingan masyarakat sesuai tuntutan perkembangan di bidang kesehatan, pola pelayanan farmasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang obat dan kefarmasian, serta dengan memperhatikan kebutuhan nyata masyarakat banyak, maka perlu dilakukan penyusunan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI) oleh Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) agar dapat digunakan sebagai acuan disiplin Apoteker dalam menjalankan praktik berdasar standard dan disiplin kefarmasian. Dalam rangka penyusunan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI) telah dilakukan rapat kerja, kajian dari referensi-referensi dan Focus Group Discussion (FGD). FGD diselenggarakan dengan mengundang Nara Sumber Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH., Sp.F. dan Dr. Faiq Bahfen, SH., peserta seluruh Anggota MEDAI dan PP IAI hadir Ketua Umum, Sekertaris Jendral dan Ketua-ketua Himpunan Seminat dijajaran PP IAI, hasilnya disusun lebih lanjut oleh Tim Penyusun Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI) sesuai SK. Ketua MEDAI Nomor: MEDAI.IAI/SK/002/IV/2014 Tentang Tim Penyusun Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia. Hasil penyusunan berupa Konsep Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia tersebut disampaikan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IAI 13 s/d 15 Juni 2014 sebagai bahan pembahasan Komisi Etik dan Disiplin. Hasil rapat Komisi Etik dan Disiplin telah disampaikan ke Pleno Rakernas, hasilnya Konsep Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia disetujui dan diterima sebagai Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (di sigkat PDAI) menjadi Keputusan Rakernas. Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia (PDAI) ini sebagai dokumen awal yang digunakan sebagai acuan disiplin bagi Apoteker dalam menjalankan praktiknya, untuk itu perlu segera dilakukan sosialisasi kesemua jajaran organisasi dan apoteker praktik. PDAI ini tentu masih jauh dari sempurna, kiranya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk senantiasa melaksanakan, memantau dan memperbaiki agar supaya menjadi semakin baik sehingga dapat menjamin para apoteker semakin eksis di masyarakat dan dirasakan keberadaannya sesuai bidang keahlian serta kompetensinya. Jakarta Juni 2014 Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia Ketua, Drs. Sofiarman Tarmizi, MM., Apt

1 DAFTAR ISI Hal BAB I PENDAHULUAN 2 BAB II KETENTUAN UMUM 2 BAB III LANDASAN FORMAL 4 BAB IV BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER 5 BAB V SANKSI DISIPLIN 6 BAB VI PENUTUP 7

2 PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin. Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu: 1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten. 2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik. 3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker. Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin Apoteker. BAB II KETENTUAN UMUM 1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. 2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh Apoteker. 3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh Anggota maupun oleh

3 Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin apoteker Indonesia. 4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. 7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker; 8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik Apoteker Indonesia. 10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya. 11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya. 12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. 13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya. 14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.

4 15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. 16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. 17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian. 18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. 19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. 20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia. BAB III LANDASAN FORMAL 1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras. 2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan turunannya. 10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

5 BAB IV BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER 1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat. 2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang sah. 3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenagatenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. 4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan pasien/ masyarakat. 5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan up to date dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien. 6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya. 7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin mutu, keamanan, dan khasiat/ manfaat kepada pasien. 8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat. 9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien. 10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat. 11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.

6 12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien. 13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian. 14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif kepada yang membutuhkan. 15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah. 16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak. 17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya. 18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar. 19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah. 20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin. 21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan. 22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut. BAB V SANKSI DISIPLIN Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per-undang- Undang an yang berlaku adalah: 1. Pemberian peringatan tertulis; 2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker; dan/atau 3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.

7 Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud dapat berupa: 1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau 2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamanya; Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa: a. Pendidikan formal; atau b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu) tahun. BAB VI PENUTUP PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh para praktisi tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara profesional. Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan terlindungi dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya mutu pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi kefarmasian. Jakarta, 15 Juni 2014 Ketua Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) Drs. Sofiarman Tarmizi, MM., Apt.