BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tumbuhan jengkol adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara. Bijinya digemari di Malaysia, Thailand, dan Indonesia sebagai bahan pangan. Tumbuhan ini juga banyak ditemukan di Malaysia dan Thailand. Namun, asal-usul tanaman jengkol tidak diketahui dengan pasti. Di Sumatera, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, tumbuhan jengkol banyak ditanam di kebun atau pekarangan secara sederhana [1]. Jengkol merupakan bagian dari 3 komponen utama yaitu: daging buah, kulit ari dan kulit jengkol. Bagian Kulit jengkol sebesar 30-40% berat jengkol. Menurut data statistik produksi holtikultura tumbuhan jengkol pada tahun 2014 Luas panen di Indonesia memiliki luas 6.678 ha dengan potensi rata-rata hasil 8,04 Ton/ha, sementara untuk daerah sumatera Utara memiliki potensi 333 Ha dengan hasil rata-rata 10,71 ton/ha, dimana jumlah tersebut lebih besar dari rata-rata potensi semua provinsi di Indonesia sebesar 8,04 Ton/ha. Bila dihitung potensi pencemaran limbah kulit jengkol di daerah Sumatera Utara mencapai 4,28 ton/ha atau 1.398,6 ton/tahun [2]. Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) selama ini tergolong limbah organik yang berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan manfaat. Sebagai contoh sampah organik ini mengotori lingkungan dan parahnya turut memberi kontribusi pada banjir yang terjadi di daerah Medan [3]. Tidak hanya di propinsi Sumatera Utara, di propinsi lain juga sampah organik ini tidak dimanfaatkan. Bahkan pemerintah daerah Pontianak mengeluarkan peraturan untuk menangkap masyarakat yang membuang kulit jengkol sembarangan [4]. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu di lakukan inovasi dengan menggunakan kulit jengkol sebagai adsorben. Kulit jengkol merupakan sampah pertanian yang bisa dijadikan sebagai biosorben dengan biaya yang sangat murah. Kulit jengkol yang keras sampai saat ini masih merupakan limbah yang tidak termanfaatkan dan tidak mempunyai nilai ekonomis, padahal kulit jengkol mengandung beberapa senyawasenyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, glikosida antrakinon, tannin, triterpenoid/steroid, dan saponin [5]. Selain kandungan diatas kulit jengkol juga 1
memiliki unsur karbon sebesar 44,02%, yang diyakini unsur paling penting dapat dijadikannya kulit jengkol sebagai adsorben [6]. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ion logam dalam limbah cair ataupun industri pelapisan logam diantaranya adalah adsorpsi, pengendapan, penukar ion dengan menggunakan resin, dan filtrasi. Diantara metode-metode tersebut, adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki konsep yang lebih sederhana dan ekonomis [7]. Proses adsorpsi merupakan bagian dari pengolahan limbah dimana biasanya dilakukan pada tahap filtrasi dengan menggunakan beberapa adsorben seperti pelet, zeolite, karbon aktif, gel slika, alumina aktif, dan biosorben. Bahan-bahan yang sering diganakan dalam pembuatan adsorben yaitu bahan senyawa organik seperti: limbah pertanian, kulit kerang, slika, dan kulit jengkol. Limbah logam berat banyak terdapat didalam beberapa limbah industri kimia, misalnya pada industri elektroplating, metalurgi, smelting. Logam-logam berat yang dihasilkan antara lain nikel, merkuri, tembaga, krom, timbal, seng, kadmium. Logam berat dalam limbah biasanya berada dalam berbagai kondisi seperti: tidak larut, terlarut, anorganik, tereduksi, teroksidasi, logam bebas, terpresipitasi, terserap [8]. Elektroplating merupakan suatu proses pelapisan logam secara elektrolisis melalui penggunaan arus searah (direct current atau DC) dan larutan kimia (elektrolit) yang berfungsi sebagai penyedia ion-ion logam membentuk endapan (lapisan) logam pada elektroda katoda. Elektroplating pada baja pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk melindungi permukaan baja dari serangan korosi karena logam pelapis tersebut akan memutus interaksi dengan lingkungan sehingga terhindar dari proses oksida [9]. Sifat karakteristik limbah industri elektroplating yaitu: ph 2; Cr 311,09 ppm; Ni 2,7 ppm; Cd 12-24 ppm; Zn 31,85; Fe 44,64; TDS 306 ppm; COD 777,54 ppm [10]. Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan pada lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah. Kadmium diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme hidup dan umumnya terakumulasi di dalam hepar dan ginjal. Pada manusia, kadmium dapat bersifat karsinogenik, merusak kelenjar endokrin, sistem kardiovaskular dan juga terdapat pada sistem saraf yang 2
memicu kerusakan neurologis dan berasosiasi dengan kanker paru-paru, prostat, pankreas dan ginjal [11]. Melihat standarisasi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 tahun 2010 baku mutu air limbah bagi kawasan industri terkhusus untuk logam kadmium kadar maksimum yaitu 0,1 mg/l. Jika kadar logam yang di buang ke lingkunga melebihi standar maka hal ini dapat menimbulkan masalah yang serius baik terhadap masyarakat dan juga Negara. Meningkatnya pertumbuhan manusia serta kemajuan teknologi mendorong tingkat pencemaran logam berat pada lingkungan semakin mengkhawatirkan, baik berupa limbah padat, cair dan gas yang di hasilkan industri.. Berbagai penelitian telah di lakukan dengan memanfaatkan limbah kulit jengkol sebagai adsorbsi. Diantaranya penyerapan ion logam Cd (II) dan Zn (II) dengan aktivasi menggunakan HNO 3 pada suhu ruangan dan proses adsorpsi dengan variasi ph, konsentrasi logam, waktu kontak, massa adsorben dan pengadukan [5]. Hal yang sama juga dilakukan untuk penyerapan ion logam Pb (II) dan Cu (II) [12]. Namun peneliti menganggap penyerapan dengan pemanfaatan kulit jengkol yang dilakukan sebelumnya belum maksimal terutama pada proses aktivasi yang menggunakan suhu ruangan. Oleh sebab itu peneliti mencoba memaksimalkan pemanfaatan kulit jengkol sebagai adsorben dengan metode menaikkan suhu aktivasinya. Selanjutnya akan mengaplikasikannya untuk penyerapan logam kadmium (Cd) pada industri elektroplating. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana efektivitas penggunaan adsorben kulit jengkol yang paling optimal dalam menurunkan kandungan kadmium dalam limbah cair industri pelapisan logam. 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain : 1. Mengetahui suhu aktivasi, waktu aktivasi, suhu pengeringan, waktu pengeringan dan rasio kulit jengkol dengan asam nitrat terhadap bilangan iodin dalam pembuatan adsorben kulit jengkol. 2. Mengetahui massa adsorben yang optimum pada rentang penelitian untuk menurunkan kadar logam kadmium (Cd) dalam limbah cair industri pelapisan logam. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain : 1. Adsorben yang dihasilkan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi penjernihan limbah cair. 2. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak terkait dalam pengolahan limbah cair industri pelapisan logam untuk menurunkan kandungan logam kadmium menggunakan adsorben dari kulit jengkol. 3. Dapat dilakukan proses pengolahan limbah cair industri pelapisan logam yang lebih ekonomis. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi,. Adapun bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu kulit jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) dan limbah cair industri pelapisan logam. 4
Variabel yang digunakan adalah : Pembuatan Adsorben Kulit Jengkol : a. Variabel Tetap : 1. Ukuran Partikel = 100 mesh [5] b. Variabel Berubah : 1. Suhu Aktivasi = 70, 80, 90 o C 2. Waktu Aktivasi = 60, 90, 120 menit 3. Suhu Pengeringan = 100, 110, 120 o C 4. Waktu Pengeringan = 60, 90, 120 menit 5. Rasio Kulit Jengkol : Asam Nitrat (b:v) = 20:0,5, 20:1, 20:2 (mg/ml) Adsorpsi Limbah Cair Pelapisan Logam : a. Variabel tetap : 1. Ukuran Partikel = 100 mesh [5] 2. Volume Limbah Cair = 50 ml 3. Kecepatan Pengadukan = 150 rpm [5] 4. Waktu Kontak = 15 menit [5] 5. ph = 5 [13] b. Variabel berubah : 1. Massa Adsorben = 0,5 ; 1 ; 1,5 gr/50 ml limbah cair Parameter yang dianalisa adalah : a. Analisa pada adsorben 1. Analisa bilangan iodin. 2. Analisa karakteristik gugus fungsi dengan spektrofotometri FTIR sebelum dan sesudah proses aktivasi dan sesudah proses adsorpsi. b. Analisa pada limbah cair 1. Analisa ph. 2. Analisa kandungan Cd (II) sebelum dan sesudah proses adsorpsi dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectroscopy). 5