BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan berpasang-pasangan oleh Allah swt begitu pun seorang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana di kalangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan dalam agama Islam disebut Nikah yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Menjalin sebuah hubungan yang serius untuk membentuk suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini seringkali ditemukan seorang ibu yang menjadi orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. perceraian. Dalam kenyataannya di masyarakat mereka lebih memilih bercerai karena

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaanya, dalam membentuk keluarga, masyarakat dan negara. Anak juga merupakan

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya alam yang dimiliki, tetapi juga kaya akan kebudayaan. Dengan latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB IV ANALISA TERHADAP KASUS ANAK YANG MENGHALANGI AYAH MEMBERIKAN NAFKAH KEPADA ISTRI SIRRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan berpasang-pasangan oleh Allah swt begitu pun seorang wanita karena itu merupakan suatu fitrah bagi manusia untuk menikah dan membangun kehidupan berkeluarga bersama dengan suaminya kelak. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 1 (1974) tentang perkawinan, pernikahan diartikan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tanggayang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dibagi menjadi tiga pandangan yakni pernikahan secara hukum, adat, maupun agama. Pernikahan secara hukum merupakan sebuah persetujuan perikatan yang dilegalkan oleh Undang-undang. Pernikahan secara adat dapat mengangkat derajat wanita lebih tinggi di masyarakat dibanding kondisi sebelumnya. Sedangkan pernikahan dalam agama dipandang sebagai ikatan suci dan sakral yang memiliki tujuan yang luhur (Kurnia&Martinelli, 2016). Pernikahan memberikan keluasan hak kepada individu suami atau istri untuk menjalankan aktivitas dalam kehidupan rumah tangga. Aktivitas individu dalam pernikahan tentu mengarah pada tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh pasangan suami istri. Pernikahan terdiri dari dua individu yang berbeda maka ada kemungkinan bahwa tujuan mereka tidak sama. Selain ada ikatan resmi antara laki-laki dan 1

2 perempuan, pernikahan juga memiliki tujuan dan harapan yang ingin dicapai yaitu kebahagiaan dalam keluarga meski nilai kebahagiaan yang diinginkan tiap individu mungkin berbeda. Secara umum dalam pernikahan wanita mengharapkan kebahagiaan dan keturunan dalam keluarga mereka dengan tujuan menjalani takdir yang diberikan Tuhan (Bahana, 2015). Pernikahan bagi wanita merupakan penyatuan antara dua individu yang membentuk relasi sosial baru dan memberikan kedudukan baru dalam masyarakat. Status wanita yang sebelumnya single menjadi seorang istri dimana akan memberikan seorang wanita hak dan tanggungjawab terutama dalam lingkup keluarga. Bagi wanita yang belum menikah, pernikahan dimaknai sebagai hubungan antara laki-laki dengan perempuan yang sah secara personal dan emosional sehingga wanita memiliki kepastian, perlindungan hukum, dan jaminan kuat dimana terwujud kebahagiaan, kasih sayang dan keharmonisan dalam berkeluarga (Masitoh, 2010). Masyarakat khususnya Indonesia menempatkan laki-laki pada posisi yang lebih berwenang sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga sehingga, laki-laki umumnya lebih mendominasi perempuan. Laki-laki berperan sebagai pemimpin atau kepala keluarga maka istri secara otomatis harus mematuhi pemimpinnya yaitu suami. Bukan berarti kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki karena perempuan dalam sebuah keluarga memerankan posisi kepala rumah tangga. Aktivitas yang dilakukan masing-masing suami-istri pun berbeda, suami mencari nafkah dan istri menangani segala aktivitas rumah tangga. Al-Qur an dalam Q.S an-nisa ayat 34 menyebutkan yang artinya

3 Laki-laki itu pelindung bagi perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat... (Kemenag, 2007). Hubungan pernikahan tidak selalu mulus, tidak jarang juga muncul masalah yang mana masalah tersebut terkadang berujung pada perceraian. Perceraian merupakan fakta akibat terjadinya perbedaan prinsip antara suami istri. Banyak hal yang dapat menyebabkan perceraian yakni tidak adanya tanggung jawab, himpitan ekonomi, tidak adanya keharmonisan, ada pihak ketiga, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), dan kecemburuan (Marzuki, 2016). Masalah-masalah ini sering muncul dalam mahligai rumah tangga. Permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam bangku musyawarah akan berakhir pada kata cerai. Pada dasarnya secara Islam penjatuhan talak atau cerai hanya bisa dilakukan oleh pihak laki-laki tetapi karena perkembangan zaman perempuan pun dapat menggugat cerai melalui pengadilan. Pergeseran masyarakat dimana kebudayaan dan perubahan sosial yang semakin terbuka, sehingga makna pernikahan pun ikut berubah. Ditambah dengan kurangnya rasa ingin memperbaiki satu sama lain melalui musyawarah suami-istri atau perantara pihak ketiga dalam pernikahan ini membuat perempuan menuntut hak yang sama termasuk dalam konteks perceraian. Perceraian dijadikan sebagai jalan keluar dalam permasalahan pernikahan. Data statistik dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mengungkap bahwa dalam kurun waktu tahun 2009-2014 ditemukan angka perceraian mencapai 300.000 atau sekitar 15% dari 2 juta suami-istri yang terdaftar menikah disetiap tahunnya

4 dimana lebih dari 70% kasus perceraian tersebut gugatan cerai diajukan pihak perempuan, dimana hilangnya tanggung jawab laki-laki pada keluarga merupakan penyebab terbesarnya (Muhammad, 2016). Perceraian tentunya mengakibatkan tujuan dan harapan dimana pasangan ingin membangun kehidupan keluarga yang bahagia dengan keturunan menjadi musnah. Percakapan awal yang dilakukan peneliti dengan beberapa wanita paska perceraian didapatkan bahwa makna pernikahan yang semula dipandang oleh wanita sebagai hubungan sah antara laki-laki dan perempuan disertai kebahagiaan justru membuat wanita merasa terluka, kesepian dan tidak bahagia dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Asanjarani, Jazayeri, Fatehizade, dan Jan de mol (2010) posisi wanita di lingkungan akan mengalami perubahan termasuk budaya, hubungan sosial, dan ekonomi serta tekanan psikologis. Seperti penyesuaian pada kehidupan mendatang dimana waktu dan uang yang terbatas untuk kegiatan sosial bahkan hubungan dengan anak menjauh serta kurangnya figur ayah bagi anak. Selain itu, wanita juga mengungkap bahwa mereka mudah marah karena kasus perceraian, sehingga mempengaruhi kesehatan, hubungan sosial, dan kemampuan untuk menangani tanggungjawab, selebihnya mereka merasakan lebih mandiri menghadapi hidup dengan bebas konflik dan penuhnya kontrol diri. Secara khusus masyarakat di Indonesia bagi wanita perceraian merupakan hal yang sangat berat, wanita usai bercerai menyandang status sebagai janda. Janda di masyarakat dipandang sebelah mata, selain itu wanita yang menjanda apalagi telah memiliki anak harus berperan ganda selain menjadi ibu sekaligus menjadi ayah bagi

5 anaknya. Perceraian terkadang merupakan jalan untuk keluar dari permasalahan dalam pernikahan yang mana perceraian bisa membebaskan wanita dari kekerasan dalam rumah tangga ataupun permasalahan yang benar-benar merugikan kaum hawa. Secara tradisional wanita diharapkan berkorban dan memikul permasalahan rumahtangganya demi anak. Penelitian yang dilakukan Muslimah (2012) terungkap bahwa secara perlahan wanita janda tersebut berusaha untuk membangun citra positif bagi dirinya dan mereka ingin membahagiakan anaknya. Permasalahan dalam perceraian dan status baru sebagai janda mendorong wanita untuk menikah kembali selain untuk menyelamatkan harga diri dan anakanaknya, kembali menikah setelah mengalami perceraian dapat menjadi salah satu jalan yang dapat dipilih wanita untuk berusaha membangun keluarga baru dan menjadikan perceraian lalu sebagai pelajaran untuk keluarga barunya. Menurut Duval & Miller (1985), 5 dari 6 laki-laki yang bercerai dan 3 dari 4 perempuan yang bercerai, mereka menikah lagi. Menikah kembali atau disebut remarriage menjadi pilihan untuk memperbaiki kehidupan berumahtangga dan untuk membuat tujuan-tujuan baru dalam pernikahan. Perempuan yang pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan tentunya akan lebih berhati-hati dalam menjalani kehidupan berumahtangga agar tidak mengalami kegagalan kembali. Wanita yang bercerai dilaporkan memiliki tingkat tekanan psikologis yang jauh lebih tinggi daripada wanita yang sudah menikah kembali setelah perceraian. Di sisi lain anak yang tinggal dengan ibu tunggal dan ayah

6 memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang tua mereka daripada mereka yang tinggal dengan kehadiran orang tua tiri (Metts, Schrodt & Braithwaite, 2017). Beberapa alasan yang mendorong wanita untuk menikah lagi antara lain untuk mendapatkan cinta dan persahabatan, pemenuhan kebutuhan biologis, ekonomi, etika, moral, dan norma sosial, faktor pemeliharaan atau pendidikan anak serta untuk memperoleh status sosial (Valee & Nazery, 2016). Subjek N juga menjelaskan bahwa dulu saya nikah tua sama tetangga-tetangga sini itu dibicarain mba, umur 33 itu tapi terus saya nikah, cerai malah juga masih aja dirasani padahal cerai gara-gara suami saya dulu main perempuan. Sekarang nikah lagi ya biarin ndak diomongin orang, anak-anak juga keurus mbak. Besarnya dampak negatif dari perceraian menjadi alasan kuat untuk wanita, menikah kembali menjadi salah satu jalan keluar bagi wanita untuk kembali membangun tujuan dan harapan dalam pernikahan tentu dengan lebih hati-hati. Alasan lain adalah anak-anak yang telah mengalami perceraian orang tua dan akan menjadi bagian dari anak tiri sangat ditantang untuk melintasi keluarga lama dan baru (Metts dkk, 2017). Perceraian mengakibatkan wanita merasa kurang percaya diri, malu, rendah diri karena pernah bercerai, dan merasa warga membicarakan statusnya. Hal tersebut berdasarkan data awal yang diperoleh dimana subjek S mengungkapkan bahwa ya kalau tetangga lain-lain jadi tergantung jandanya, terkadang kita sudah diam-diam tidak mengganggu orang lain tapi masih saja digoda dan dianggap remeh....

7 Beberapa pernyataan subjek dapat dilihat betapa sulitnya memegang status janda bagi wanita sehingga janda memilih untuk menikah kembali guna menyelamatkan harga diri maupun anak-anaknya. Wanita tentu memiliki harapan pernikahan barunya dapat lebih baik dari pernikahan sebelumnya. Perbedaan harapan dan persepsi wanita terhadap pernikahan mulai dari sebelum menikah sampai setelah menjalani pernikahan tentu menimbulkan perilaku dan tujuan pernikahan yang berbeda pula. Hal tersebut menurut Timmer dan Orbuch (2001) dapat menjadi salah satu dari beberapa perbedaan makna pernikahan, pada gilirannya juga dapat mempengaruhi kualitas pernikahan dan kemungkinan perceraian dalam 4 tahun pertama pernikahan. Senada dengan Timer dan Orbuch, Ozygit (2017) juga berpendapat bahwa makna pernikahan menjadi kunci dalam kesuksesan pernikahan, karena individu yang meyakini pernikahan sebagai gagasan seumur hidup maka perceraian bukan menjadi pilihan bagi individu tersebut. Mengingat fakta bahwa makna pasangan suami-istri terhadap pernikahan mempengaruhi ekspektasi mereka, diyakini bahwa penentuan makna ini sangat penting. Beberapa penelitian lain mengenai makna pernikahan sebelumnya juga telah dilakukan seperti penelitian Paulien (2015) yang mengungkap bahwa pernikahan bagi waria merupakan pengikat hubungan yang kekal dengan pasangan dimana terjalin pengalaman indah karena memiliki keluarga dan merasakan hal romantik. Pernikahan juga dimaknai sebagai peristiwa sakral yang menjunjung tinggi adat istiadat, tindakan solutif untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, dan tuntutan status sosial khususnya pernikahan dini sebagaimana hasil penelitian Rahayu (2017) di kota Bantaeng. Selain itu pernikahan dilakukan sedini mungkin karena

8 pernikahan dianggap sebagai upaya menghindari sangkal, mengurangi beban ekonomi keluarga, dan untuk silaturahmi oleh masyarakat Pamekasan (Susilo, 2017). Berdasarkan uraian fenomena yang telah dicantumkan terdapat kebutuhan untuk menyelidiki secara mendalam makna pernikahan bagi wanita. Terdapat peningkatan jumlah kasus perceraian dan pernikahan kembali yang dialami wanita setiap tahunnya di Indonesia diikuti konsekuensi tersendiri bagi wanita. Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan fenomena bagaimana wanita memaknai pernikahannya sebelum menikah, setelah bercerai, dan menikah kembali. Terkait dengan topik penelitian ini, dirumuskan judul penelitian berupa Makna Pernikahan bagi Wanita yang Menikah Kembali. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan makna pernikahan bagi wanita yang menikah kembali. C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi upaya-upaya pemecahan permasalahan psikologis baik secara teoritis, maupun praktis bagi pihakpihak seperti di bawah ini: 1. Manfaat praktis Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi informan, diharapkan dapat mengambil pelajaran agar kehidupan pernikahannya lebih harmonis, langgeng dan dapat mengatasi perrmasalahan yang ada.

9 b. Bagi peneliti, diharapkan dapat mengungkap makna pernikahan bagi wanita yang pernah mengalami kegagalan dan kembali menikah. c. Bagi masyarakat pada umumnya, dapat memberikan informasi dan pemahaman tentang pentingnya memaknai pernikahan agar bahagia. 2. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi para ilmuan psikologi khususnya bidang psikologi keluarga dan memberi sumbangan teoritik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan memperkaya khasanah ilmu psikologi keluarga.