WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN

WALIKOTA SORONG PERATURAN DAERAH KOTA SORONG NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN DAN PROSEDUR PROSES PEMBERIAN IZIN TERHADAP USAHA INDUSTRI

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA BIDANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2007 NOMOR : 7 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG USAHA PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 14TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 135 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN INDUSTRI KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 SERI B.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN GUDANG

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 4 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 18 Tahun : 2005 Serie : E Nomor : 8

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN USAHA INDUSTRI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 232/PMK. 04/2009 TENTANG KAWASAN PELAYANAN PABEAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG KRITERIA DAN/ATAU PERSYARATAN DALAM IMPLEMENTASI PEMANFAATAN FASILITAS

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MUSI RAWAS, 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBUKTIAN JAMINAN KESUNGGUHAN INVESTASI

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PEMBERIAN SURAT IZIN USAHA INDUSTRI

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM RETRIBUSI IZIN USAHA PERINDUSTRIAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 106 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

WALIKOTA BAUBAU PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

IZIN USAHA INDUSTRI Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 Tanggal 3 Juni 1987 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

WALIKOTA BATAM PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN HUKUM PADA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 11 Tahun : 2010 Seri : E

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL. BAB I KETENTUAN UMUM

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 16 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

Transkripsi:

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri maka Pemerintah Daerah Kota Serang harus membuat Peraturan Daerah mengenai Izin Usaha Industri; b. bahwa dengan adanya perkembangan sosial ekonomi di masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh di dalam perkembangan bidang usaha industri, untuk itu perlu adanya penataan dan perlindungan dalam rangka menciptakan iklim dunia usaha yang sehat agar lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Industri; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang Di Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4748); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republi Indonesia Tahun 2015 Nomor 329, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5797); Dengan

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SERANG dan WALIKOTA SERANG Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Serang. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Walikota adalah Walikota Serang. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Serang. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu walikota dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 6. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. 7. Jasa Industri adalah usaha jasa yang terkait dengan kegiatan Industri. 8. Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. 9. Izin Usaha Industri yang selanjutnya disingkat dengan IUI adalah izin yang diberikan kepada setiap orang untuk melakukan kegiatan usaha Industri. 10. Perusahaan Industri adalah setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha Industri yang berkedudukan di Indonesia. 11. Perluasan Industri yang selanjutnya disebut dengan Perluasan adalah penambahan kapasitas produksi untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 5 (lima) digit yang sama sebagaimana tercantum dalam IUI. 12. Izin Perluasan adalah izin yang diberikan kepada Perusahaan Industri untuk melakukan Perluasan. 13. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. 14. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 15. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia yang selanjutnya disingkat dengan KBLI adalah klasifikasi kegiatan ekonomi di Indonesia yang ditetapkan oleh kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik. BAB II..

- 3 - BAB II KLASIFIKASI IUI Pasal 2 (1) Setiap kegiatan usaha Industri di daerah wajib memiliki IUI. (2) Kegiatan usaha Industri di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya Industri untuk : a. menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi; dan/atau b. menyediakan Jasa Industri. (3) Kegiatan usaha Industri di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan sebagai berikut: a. industri kecil; dan b. industri menengah. (4) Industri kecil dan Industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan/atau nilai investasi. Pasal 3 (1) IUI di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi: a. IUI kecil untuk Industri kecil; dan b. IUI menengah untuk Industri menengah. (2) IUI di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas perusahaan; b. nomor pokok wajib pajak; c. jumlah tenaga kerja; d. nilai investasi; e. luas lahan lokasi Industri; f. kelompok Industri sesuai dengan KBLI; dan g. kapasitas produksi terpasang untuk Industri yang menghasilkan barang atau kapasitas jasa untuk jasa Industri. (3) IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 4 (1) IUI di daerah diberikan kepada perusahaan yang akan menjalankan kegiatan usaha Industri. (2) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berlokasi di Kawasan Industri. (3) IUI di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada perusahaan yang akan menjalankan kegiatan usaha Industri dan berlokasi di luar Kawasan Industri, dengan ketentuan berlokasi di daerah yang: a. belum memiliki kawasan Industri; b. telah memiliki Kawasan Industri tetapi seluruh kaveling Industri dalam Kawasan Industrinya telah habis; atau (4) Perusahaan yang akan menjalankan kegiatan usaha Industri dan berlokasi di luar Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib berlokasi di kawasan peruntukan industri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Pasal 5 (1) Perusahaan Industri yang melakukan penambahan atau pengurangan jumlah tenaga kerja dan/atau nilai investasi yang mengakibatkan perubahan klasifikasi kegiatan usaha Industri harus mengganti IUI yang dimilikinya sesuai dengan ketentuan IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). (2) Perusahaan..

- 4 - (2) Perusahaan Industri yang melakukan perubahan klasifikasi usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi Perusahaan Industri yang melakukan perubahan klasifikasi kegiatan usaha Industri tanpa menambah lahan lokasi Industri atau pindah lokasi Industri. Pasal 6 (1) IUI berlaku bagi 1 (satu) perusahaan Industri yang: a. memiliki usaha Industri dengan 1 (satu) kelompok usaha sesuai dengan KBLI 5 (lima) digit dan berada dalam 1 (satu) lokasi Industri; b. memiliki beberapa usaha Industri yang merupakan 1 (satu) unit produksi terpadu dengan KBLI 5 (lima) digit yang berbeda dalam 1 (satu) Kawasan Industri; atau c. memiliki beberapa usaha Industri dengan 1 (satu) kelompok usaha sesuai dengan KBLI 5 (lima) digit yang sama dan berada di beberapa lokasi dalam 1 (satu) Kawasan Industri. (2) Dalam hal Perusahaan Industri memiliki usaha Industri di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Industri wajib memiliki IUI baru. Pasal 7 (1) Perusahaan Industri wajib melaksanakan kegiatan usaha Industri sesuai dengan IUI yang dimiliki dan menjamin keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil produksi, penyimpanan, serta pengangkutan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan keamanan dan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Walikota. Pasal 8 (1) IUI berlaku selama Perusahaan Industri yang bersangkutan melakukan kegiatan usaha Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sesuai dengan IUI yang dimiliki. (2) Perusahaan Industri yang tidak melakukan kegiatan usaha Industri selama jangka waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut diberikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu masing-masing 1 (satu) tahun. (3) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diberikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dan tidak melakukan kegiatan usaha Industri, IUI yang dimiliki Perusahaan Industri dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Walikota. Pasal 9 IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku juga sebagai izin tempat penyimpanan mesin/peralatan, Bahan Baku, dan/atau hasil produksi dengan ketentuan: a. tempat penyimpanan dimaksud terkait dengan kegiatan dan/atau kepentingan produksi Perusahaan Industri bersangkutan yang tidak terpisahkan dari kegiatan Industrinya dan berada dalam 1 (satu) lokasi usaha Industri; dan b. tempat penyimpanan dimaksud tidak disewakan atau dikomersialkan. BAB III.

- 5 - BAB III TATA CARA PEMBERIAN IUI Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Walikota berwenang memberikan IUI menengah dan IUI kecil yang lokasi Industrinya berada di Daerah. (2) Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan wewenang pemberian IUI kepada kepala Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu. Bagian Kedua IUI Kecil Pasal 11 (1) IUI kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diberikan kepada Industri kecil yang memenuhi ketentuan: a. seluruh modal usahanya harus dimiliki oleh Warga Negara Indonesia; dan b. bidang usaha Industri yang dinyatakan terbuka dan terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Permohonan IUI kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada walikota melalui Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu. (3) Permohonan IUI kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan melampirkan paling sedikit: a. salinan kartu tanda penduduk dan pelaku usaha/perusahaan; b. salinan nomor pokok wajib pajak; c. fotokopi dokumen yang dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. rekomendasi dari Perangkat Daerah yang membidangi urusan perindustrian. (4) Permohonan IUI kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan dari perizinan yang menyangkut gangguan. Pasal 12 Walikota dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima: a. menerbitkan IUI kecil dalam hal persyaratan dipenuhi dengan lengkap dan benar; atau b. menolak permohonan dalam hal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Bagian Kedua IUI Menengah Pasal 13 (1) IUI menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diberikan kepada Industri menengah yang memenuhi ketentuan bidang usaha Industri yang dinyatakan terbuka dan terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Permohonan

- 6 - (2) Permohonan IUI menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Walikota melalui Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu. Pasal 14 Sebelum mengajukan permohonan IUI menengah perusahaan yang akan melakukan kegiatan usaha Industri harus: a. telah selesai melaksanakan persiapan dan kegiatan pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan kesiapan lain; b. siap melakukan kegiatan usaha Industri; dan c. memenuhi ketentuan lokasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Pasal 15 (1) Permohonan IUI menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 melampirkan paling sedikit: a. salinan kartu tanda penduduk pemohon; b. salinan nomor pokok wajib pajak perusahaan; c. salinan akta pendirian perusahaan dan/atau perubahannya yang telah disahkan/ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; d. salinan izin lingkungan atau fotokopi izin lingkungan Kawasan Industri; e. salinan dokumen yang dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan f. rekomendasi dari Perangkat Daerah yang membidangi urusan perindustrian. (2) Permohonan IUI menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari perizinan yang menyangkut gangguan. Pasal 16 (1) Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu menerima permohonan IUI dengan lengkap dan benar. (2) Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari melakukan pemeriksaan lokasi Industri. (3) Hasil pemeriksaan lokasi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan. (4) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan atau menolak permohonan IUI paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berita acara pemeriksaan diterima. (5) Permohonan IUI ditolak apabila berdasarkan hasil pemeriksaan lokasi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan/atau terdapat ketidaksesuaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. Pasal 17 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 diatur dalam Peraturan Walikota. BAB IV..

- 7 - BAB IV IZIN PERLUASAN Pasal 18 (1) Setiap Perusahaan Industri yang memiliki IUI dapat melakukan Perluasan. (2) Perusahaan Industri yang melakukan perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib memiliki Izin Perluasan. (3) Perusahaan Industri yang Perluasannya berpengaruh terhadap lingkungan hidup wajib melakukan perubahan terhadap dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Dalam hal diperlukan, Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat mengajukan permohonan Izin Perluasan. (2) Dalam hal Perluasan menggunakan sumber daya alam yang diwajibkan memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, Perusahaan Industri wajib memiliki Izin Perluasan. (3) Industri yang wajib memiliki Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Walikota sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). Pasal 20 Izin Perluasan diberikan oleh Walikota melalui perangkat daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Pasal 21 Izin Perluasan diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah selesai melaksanakan persiapan dan kegiatan pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan, dan kesiapan lain dalam rangka Perluasan. Pasal 22 (1) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 ayat (1) mengajukan permohonan Izin Perluasan kepada Walikota melalui perangkat daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu. (2) Permohonan Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melampirkan paling sedikit: a. salinan IUI; b. dokumen rencana perluasan; c. data Industri 2 (dua) tahun terakhir yang disampaikan melalui Sistem Informasi Industri Nasional; d. perubahan izin lingkungan; e. dokumen lain yang dipersyaratkan peraturan perundangundangan; dan f. pertimbangan teknis dari perangkat daerah yang membidangi urusan perindustrian. Pasal 23 (1) Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu menerima permohonan IUI yang akan melakukan perluasan industri dengan lengkap dan benar. (2) Perangkat.

- 8 - (2) Perangkat Daerah yang membidangi pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari melakukan pemeriksaan lokasi Industri. (3) Hasil pemeriksaan lokasi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan. (4) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi pelayaanan dimaksud pada ayat (1) terpadu satu pintu sebagaimana dimenerbitkan atau menolak permohonan IUI paling lama 5 (lima) hari kerja sejak berita acara pemeriksaan diterima. (5) Permohonan IUI ditolak apabila berdasarkan hasil pemeriksaan lokasi Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan/atau terdapat ketidak sesuaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Perluasan diatur dalam Peraturan Walikota. BAB V PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 24 (1) Perangkat Daerah yang membidangi urusan perindustrian melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap IUI. (2) Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui kepatuhan perusahaan terhadap IUI yang sudah diterbitkan oleh Walikota. (3) Pemenuhan dan kepatuhan sebagimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. sumber daya manusia; b. pemanfaatan sumber daya alam; c. manajemen/pedoman tata cara; d. standar nasional Indonesia (SNI); e. spesifikasi teknis dan data Industri; f. standar Industri hijau; dan g. keamanan dan keselamatan alat, proses, hasil produksi, penyimpanan, dan pengangkutan. BAB VI SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 25 (1) Perusahaan Industri yang tidak memiliki IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; dan c. penutupan sementara. (2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ayat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari. (3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan paling banyak 1% (satu persen) dari nilai investasi dan dibayarkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak surat pengenaan denda administratif diterima. (4) Penutupan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diberikan apabila Perusahaan Industri yang tidak memenuhi kewajibannya dan tidak membayar denda administratif dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Pasal 26.

- 9 - Pasal 26 (1) Perusahaan Industri yang tidak berlokasi di Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Perusahaan Industri yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau Perusahaan Industri yang tidak memiliki Izin Perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penutupan sementara; d. pembekuan IUI; dan/atau e. pencabutan IUI. Pasal 27 (1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a, ayat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing 30 (tiga puluh) hari. (2) Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b diberikan paling banyak 1% (satu persen) dari nilai investasi dan dibayarkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak surat pengenaan denda administratif diterima. (3) Penutupan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c diberikan apabila Perusahaan Industri yang tidak memenuhi kewajibannya dan tidak membayar denda administratif dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. (4) Pembekuan IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d diberikan apabila Perusahaan setelah habis jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah penutupan sementara tidak memenuhi kewajibannya dan tidak membayar denda administratif. (5) Pencabutan IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf e diberikan apabila Perusahaan setelah habis jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pembekuan IUI tidak memenuhi kewajibannya dan tidak membayar denda administratif. (6) Pengenaan sanksi administratif berupa pencabutan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat langsung dikenakan. Pasal 28 Perusahaan Industri yang telah memenuhi kewajibannya dan membayar denda administratif dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dapat mengajukan permohonan pemulihan status pembekuan IUI. Pasal 29 (1) Kepala Perangkat Daerah yang membidangi urusan di bidang pelayanan terpadu satu pintu menyampaikan laporan pembekuan, pemulihan status pembekuan, dan pencabutan IUI kepada Walikota. (2) Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan pembekuan, pemulihan status pembekuan, dan pencabutan IUI kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 30..

- 10 - Pasal 30 Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) disetorkan pada kas daerah. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku: a. Perusahaan yang telah mengajukan permohonan perizinan berupa Tanda Daftar Industri, IUI, dan Izin Perluasan masih dalam proses permohonan perizinan harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini; dan b. Perusahaan Industri yang telah memiliki izin yang menyangkut gangguan sebagai persyaratan permohonan IUI yang diterbitkan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku, izin tersebut tidak perlu dilakukan pembaharuan atau perpanjangan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada saat tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Serang. Diundangkan di Serang pada tanggal 19 Desember 2016 SEKRETARIS DAERAH KOTA SERANG, Ditetapkan di Serang Pada tanggal 19 Desember 2016 WALIKOTA SERANG, ttd Tb. HAERUL JAMAN ttd Tb. URIP HENUS LEMBARAN DAERAH KOTA SERANG TAHUN 2016 NOMOR 91

- 11 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA INDUSTRI I. UMUM Pembangunan Industri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri dilaksanakan dengan berdasarkan asas kepentingan nasional, demokrasi ekonomi, kepastian berusaha, pemerataan persebaran, persaingan usaha yang sehat, dan keterkaitan Industri. Untuk itu, Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan pembinaan dan pengembangan terhadap pertumbuhan Industri serta menciptakan iklim usaha yang sehat bagi perkembangan dunia usaha. Di sisi lain, dunia usaha perlu memberikan respon positif dengan mengembangkan Industri yang inovatif, efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga memiliki daya saing di tingkat global. Melalui pembinaan, pengembangan, dan pengaturan Industri yang dilakukan, Pemerintah Daerah mengupayakan untuk menciptakan iklim usaha Industri secara sehat dan mantap. Dengan iklim usaha Industri tersebut, diharapkan Industri dapat memberikan umpan balik dalam menciptakan lapangan kerja yang luas, menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan kekuatan sendiri dalam membangun Industri. Pencapaian pertumbuhan Industri membutuhkan kepastian berusaha melalui pengaturan perizinan usaha Industri. Menyadari peran tersebut, perizinan harus mampu memberikan motivasi yang dapat mendorong dan menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor Industri. Perizinan merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Daerah yang dapat menjadi alat untuk menggerakkan perkembangan dunia usaha ke bidang yang mendukung pembangunan Industri. Oleh karena itu, sistem perizinan dapat dimanfaatkan antara lain untuk pemerataan persebaran Industri, pendayagunaan potensi sumber daya Industri secara efisien dan optimal, dan pendataan Industri. Untuk mencapai hal tersebut, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri mengamanatkan untuk melakukan pengaturan lebih lanjut tentang IUI. Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi klasifikasi IUI, kewenangan pemberian IUI, tata cara pemberian IUI, Izin Perluasan, serta tata cara pengenaan sanksi administratif. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan Bahan Baku dan/atau memanfaatkan sumber daya Industri termasuk kegiatan

- 12 - mengolah Bahan Baku atau sumber daya Industri milik orang lain untuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan orang tersebut (maklun). Ayat (3) Ayat (4) Pasal 3 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan identitas perusahaan antara lain nama perusahaan, alamat perusahaan, lokasi Industri, nama pemilik perusahaan. Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e