IV. METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam penelitian ini terdiri dari penjelasan mengenai waktu dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data penelitian, metode penarikan sampel, indentifikasi jenis kerugian fisik akibat banjir pasang, perbandingan nilai kerugian fisik akibat banjir pasang, indentifikasi jenis kerugian nonfisik akibat banjir pasang, dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik akibat banjir pasang. Selain itu, dijelaskan juga defenisi operasional dari variabelvariabel yang digunakan dalam model. 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ` Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kamal Muara, Jakarta Utara. Pemilihan tempat penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive) karena Kamal Muara merupakan salah satu lokasi yang berbatasan langsung dengan laut Jawa yang mengalami kejadian banjir pasang setiap bulan. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2010. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara menggunakan kuesioner kepada masyarakat RW 01 dan RW 04 Kelurahan Kamal Muara yang mengalami banjir pasang. Data primer meliputi: karakteristik rumahtangga sampel, kerusakan fisik komponen rumah dan peralatan rumahtangga, biaya perbaikan, biaya kehilangan, biaya pencegahan, dampak banjir pasang terhadap kesehatan anggota rumahtangga, biaya berobat, dampak banjir pasang terhadap aktifitas anggota rumahtangga, dampak banjir pasang terhadap transportasi dan dampak lain yang timbul akibat banjir pasang. 22
Data sekunder adalah data mengenai kondisi wilayah Kamal Muara dan data penurunan tanah di Kamal Muara. Data sekunder diperoleh dari Pemerintah Kelurahan Kamal Muara dan Badan Pusat Geologi dan Tata Lingkungan. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari studi-studi literatur serta hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu instansi, perorangan atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 4.3. Metode Penarikan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode nonprobability sampling. Sampel adalah rumahtangga pesisir yang tinggal di RW 01 dan RW 04 Kelurahan Kamal Muara. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 66 rumahtangga dengan perbandingan 30 sampel mewakili RW 01 dan 36 sampel mewakili RW 04. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari warga RW 01 dan RW 04, wilayah yang sering terkena banjir pasang di RW 01 adalah RT 4, 5, 6, 10 dan 11 sedangkan wilayah yang sering terkena banjir pasang di RW 04 adalah RT 1, 2, 5, 6 dan 7. Jumlah sampel yang diambil kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis rumah dan luas rumah sampel. Jenis rumah dan luas rumah digunakan dalam penentuan jumlah sampel karena jenis rumah dan luas rumah diduga mempengaruhi nilai kerugian fisik. Jenis rumah dibedakan dalam dua jenis yaitu jenis rumah permanen dan rumah nonpermanen. Perbedaan jenis rumah ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang berkaitan dengan banjir pasang. Luas rumah dibedakan dalam dua jenis yaitu rumah dengan luas kurang dari sama dengan 60 m 2 dan rumah dengan luas rumah lebih dari 60 m 2. Luas rumah dengan 23
ukuran 60 m 2 diperoleh dari rata-rata luas rumah sampel. Pengelompokkan dan penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini tercantum dalam Lampiran 1. 4.4. Identifikasi Jenis Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang Jenis kerugian fisik berkaitan dengan kerusakan fisik yang timbul akibat banjir pasang pada rumah dan peralatan rumahtangga. Nilai kerugian fisik dilihat dari rata-rata biaya perbaikan dan rata-rata biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga atas kerusakan fisik yang terjadi akibat banjir pasang. Kurun waktu yang diambil untuk mengidentifikasi biaya-biaya tersebut adalah tahun 2007-2009. Hal ini karena tidak setiap tahun rumahtangga mengeluarkan biaya perbaikan dan menanggung biaya kehilangan. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis kerugian fisik adalah metode deskriptif dengan tabulasi. Penentuan nilai kerugian fisik dilakukan dengan cara menghitung biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga dalam kurun waktu tiga tahun (2007-2009). Biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga diubah nilai riilnya dengan menggunakan nilai Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks harga yang digunakan adalah indeks harga umum konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. 4.5. Perbandingan Nilai Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang Nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang telah dihitung, kemudian dibandingkan berdasarkan variabel-variabel yang berpengaruh dalam model biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Perbandingan nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan menggunakan metode deskriptif dengan tabulasi. Perbandingan nilai biaya perbaikan dan biaya kehilangan merupakan deskripsi hasil estimasi model biaya perbaikan dan biaya kehilangan. 24
4.6. Identifikasi Jenis Kerugian Nonfisik Akibat Banjir Pasang Jenis kerugian nonfisik berkaitan dengan dampak banjir pasang terhadap kesehatan, aktifitas, transportasi dan dampak lain. Dampak banjir terhadap kesehatan dilihat dari jenis-jenis penyakit yang dirasakan oleh anggota rumahtangga akibat banjir. Dampak banjir terhadap aktifitas dilihat dari jenis aktifitas anggota rumahtangga yang terganggu akibat banjir. Dampak banjir terhadap transportasi dilihat dari jenis transportasi apa saja yang menjadi alternatif alat transportasi yang digunakan ketika banjir. Dampak lain banjir pasang merupakan dampak-dampak yang dirasakan oleh rumahtangga selain dampak terhadap kesehatan, aktifitas dan transportasi. Nilai kerugian nonfisik berkaitan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh anggota rumahtangga dalam menghadapi dampak banjir pasang terhadap kesehatan, aktifitas dan transportasi. Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis kerugian nonfisik yaitu metode deskriptif dengan tabulasi. 4.7. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Kerugian Fisik Akibat Banjir Pasang Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik dibagi menjadi dua yaitu untuk biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi biaya perbaikan dan biaya kehilangan adalah model regresi linear berganda. 4.7.1. Model Biaya Perbaikan Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi biaya perbaikan adalah biaya pencegahan, luas rumah, pengeluaran rumahtangga, tinggi banjir, lama tinggal, lokasi, jenis rumah dan status rumah. Biaya pencegahan akan memberikan pengaruh negatif terhadap biaya perbaikan rumahtangga. Semakin besar biaya 25
pencegahan, diduga akan mengurangi biaya perbaikan yang dikeluarkan rumahtangga. Tindakan pencegahan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerusakan pada bangunan sehingga dapat mengurangi biaya perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi. Luas rumah akan memberikan pengaruh positif pada biaya perbaikan rumahtangga. Semakin luas tempat tinggal rumahtangga, diduga akan menimbulkan biaya perbaikan yang semakin besar karena kerusakan yang terjadi akibat tergenang banjir juga akan semakin besar. Pengeluaran rumahtangga sebagai gambaran pendapatan rumahtangga diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Semakin tinggi pengeluaran (pendapatan) rumahtangga maka kemampuan untuk melakukan tindakan perbaikan semakin besar. Tinggi banjir diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Semakin tinggi banjir yang terjadi maka akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin besar. Lama tinggal diduga memberikan pengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Hal ini disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara maka kondisi rumah akan semakin rapuh karena sering tergenang banjir pasang sehingga biaya perbaikan yang dikeluarkan juga semakin besar. Lokasi rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Semakin dekat rumah dengan pantai, maka kemungkinan terkena banjir pasang dan mengalami kerusakan akibat banjir pasang semakin besar. Hal ini mengakibatkan biaya perbaikan terhadap kerusakan juga semakin besar. Jenis rumah dan status kepemilikan rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya perbaikan. Biaya perbaikan untuk jenis rumah permanen 26
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jenis rumah nonpermanen. Hal ini disebabkan rumahtangga yang memiliki rumah permanen, nilai rumah dan peralatannya lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen. Akibatnya, biaya untuk memperbaiki rumah permanen yang rusak karena tergenang banjir juga lebih tinggi. Rumahtangga dengan status rumah milik sendiri mengeluarkan biaya perbaikan yang lebih besar dibandingkan dengan rumahtangga dengan status rumah sewa. Hal ini disebabkan rumahtangga dengan status rumah milik sendiri memiliki keinginan yang lebih besar untuk melakukan perbaikan jika terjadi kerusakan akibat banjir pasang dibandingkan dengan rumahtangga dengan status rumah sewa. Model biaya perbaikan yang digunakan adalah: dimana : Y1 i = a 0 +a 1 PCGH i + a 2 LRMH i + a 3 PGLR i + a 4 TBJR i + a 5 LTGL i + a 6 LKS i + a 7 JRMH i + a 8 SRMH i + ε 1i. (1) Y1 a 0 a 1, a 8 PCGH = Biaya perbaikan (Rp) = intersep = Parameter regresi = Biaya Pencegahan (Rp) LRMH = Luas rumah (m 2 ) PGLR TBJR LTGL LKS = Pengeluaran rumahtangga (Rp) = Tinggi banjir (cm) = Lama tinggal (tahun) = Lokasi (bernilai 1 untuk lokasi dekat ; bernilai 0 untuk lokasi jauh ) 27
JRMH = Jenis rumah (bernilai 1 untuk rumah permanen ; bernilai 0 untuk rumah nonpermanen ) SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk milik sendiri ; bernilai 0 untuk milik sewa ) i ε 1 = Sampel ke-i = Error term Nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis): a 1 < 0; a 2, a 3, a 4, a 5, a 6, a 7, a 8 > 0 4.7.2. Model Biaya Kehilangan Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi biaya kehilangan adalah lama tinggal, lama banjir, jenis rumah dan status rumah. Lama tinggal diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan yang ditanggung rumahtangga akibat banjir. Hal ini disebabkan semakin lama rumahtangga tinggal di Kamal Muara maka kondisi rumah akan semakin rapuh karena sering tergenang banjir pasang. Hal ini menimbulkan kerusakan pada rumah dan peralatannya yang juga semakin besar. Akibatnya, biaya kehilangan atas rumah dan peralatan yang rusak juga semakin besar. Lama banjir diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan. Banjir dengan durasi lebih lama akan merusak komponen rumah dan peralatannya sehingga manfaat dari komponen rumah dan peralatannya juga hilang. Hal ini menimbulkan biaya kehilangan atas rumah dan peralatannya yang rusak juga semakin besar. Selain itu, jenis rumah dan status rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan. 28
Jenis rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan. Rumahtangga yang memiliki rumah permanen, nilai rumah dan peralatan rumahtangganya lebih tinggi dibandingkan dengan rumahtangga yang memiliki rumah nonpermanen. Hal ini menimbulkan biaya kehilangan atas rumah dan peralatan yang rusak akibat banjir akan semakin besar untuk rumah permanen dibandingkan dengan rumah nonpermanen. Status kepemilikan rumah diduga berpengaruh positif terhadap biaya kehilangan. Keinginan rumahtangga dengan status rumah milik sendiri untuk tinggal lebih lama, lebih besar dibandingkan dengan keinginan rumahtangga dengan status rumah sewa. Akibatnya, rumahtangga dengan status rumah milik sendiri lebih sering mengalami banjir pasang sehingga biaya kehilangan atas rumah dan peralatan yang rusak akibat banjir juga lebih besar untuk rumahtangga dengan status rumah milik sendiri dibandingkan dengan rumahtangga dengan status rumah sewa. Model biaya kehilangan yang digunakan adalah: Y2 i = b 0 + b 1 LTGL i + b 2 LBJR i + b 3 JRMH i + b 4 SRMH i + ε 2i. (2) dimana : Y2 = Biaya kehilangan (Rp) b 0 = Intersep b 1, b 4 LTGL LBJR = Parameter regresi = Lama tinggal (tahun) = Lama banjir (jam) JRMH = Jenis rumah (bernilai 1 untuk rumah permanen ; bernilai 0 untuk rumah nonpermanen ) 29
SRMH = Status kepemilikan rumah (bernilai 1 untuk milik sendiri ; bernilai 0 untuk milik sewa ) i = Sampel ke-i ε 2 = Error term Nilai dugaan yang diharapkan (hipotesis): b 1, b 2, b 3, b 4 > 0 Model biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang telah diestimasi selanjutnya direspesifikasi berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap biaya perbaikan dan biaya kehilangan. Faktor-faktor yang digunakan dalam respesifikasi model biaya perbaikan dan model biaya kehilangan berdasarkan teori ekonomi dan pengalaman studi-studi terdahulu. Biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan oleh rumahtangga merupakan bentuk kerugian fisik yang dianalisis dalam penelitian ini. Nilai kerugian fisik diperoleh dari penjumlahan biaya perbaikan dan biaya kehilangan yang dikeluarkan rumahtangga dalam kurun waktu 2007-2009 sehingga persamaan nilai kerugian fisik adalah sebagai berikut: FSK i = Y1 i + Y2 i dimana: FSK Y1 Y2 i = Nilai kerugian fisik = Biaya Perbaikan = Biaya Kehilangan = Sampel ke-i 30
4.7.3. Metode Estimasi Model Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kerugian fisik (biaya perbaikan dan biaya kehilangan) menggunakan model persamaan tunggal. Oleh karena itu, metode estimasi untuk menduga parameter model adalah metode jumlah kuadrat terkecil (Ordinary Least Squares) yang memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model (Koutsoyiannis, 1977). 4.7.4 Evaluasi Model Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi model, adalah: (1) kriteria (teori) ekonomi, (2) kriteria uji statistik, dan (3) kriteria uji ekonometrika. Kriteria ekonomi menyangkut tanda dan besaran parameter estimasi. Kriteria uji statistik, melihat nilai R 2, nilai F-hitung model yang digunakan dan nilai t-hitung masingmasing parameter estimasi. Kriteria terakhir, yaitu kriteria uji ekonometrika digunakan untuk melihat pelanggaran asumsi model yang terjadi (Koutsoyiannis, 1977). 4.7.4.1. Kriteria Uji Statistik Menurut Koutsoyiannis (1977), koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan proporsi keragaman variabel tidak bebas yang diterangkan oleh variabel-variabel bebasnya. Selang nilai R 2 adalah 0 < R 2 < 1. Jika nilai R 2 semakin tinggi (semakin mendekati 1), maka semakin baik model karena semakin besar keragaman variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas. Uji F-hitung digunakan untuk melihat apakah semua variabel bebas secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel tidak bebasnya. Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi F dengan membandingkan antara nilai kritis F 31
(F-tabel) dengan nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis. Adapun tahapan uji statistik F-hitung adalah sebagai berikut: 1. Perumusan hipotesis H 0 : b 1 = b 2 = b 3 = b 4 = b 5 = b 6 = b 7 = b 8 = 0 H 1 : tidak semua parameter regresi (b i ) yang bernilai nol. 2. Penentuan nilai kritis Nilai kritis ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel yang digunakan. 3. Perhitungan nilai F-hitung F hitung = J / J / dimana: dbr = derajat bebas regresi (k-1) dbe = derajat bebas error (n-k) k = jumlah parameter regresi (b 0, b k ) n = jumlah pengamatan (n = 1, 2, 3,,n) 4. Penentuan penerimaan atau penolakan H 0 jika menggunakan taraf nyata α F hitung < F tabel. terima H 0 F hitung > F tabel. tolak H 0 5. Apabila keputusan yang diperoleh adalah tolak H 0 maka dapat disimpulkan bahwa variasi perubahan nilai variabel tidak bebas dapat dijelaskan oleh variasi perubahan nilai semua variabel bebas. Artinya, semua variabel bebas secara bersama-sama dapat berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. 32
Uji t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik pengaruh nyata atau tidaknya masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah terhadap variabel tidak bebas. 1. Pengujian hipotesis H 0 : b i = 0 H 1 : b i < 0 atau b i > 0 2. Penentuan nilai kritis Nilai kritis dapat ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal dengan memperhatikan tingkat signifikansi (α) dan banyaknya sampel yang digunakan. 3. Nilai t-hitung masing-masing parameter regresi dapat diketahui dari hasil perhitungan komputer. Statistik uji yang digunakan dalam uji-t adalah: dimana: b i t hitung = s b i b i s(b i ) = estimasi nilai koefisien regresi atau parameter b i = estimasi standar kesalahan dugaan parameter b i Kriteria uji: t hitung < t tabel. terima H 0 t hitung > t tabel. tolak H 0 4. Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan letak nilai t-hitung masingmasing parameter regresi pada kurva normal yang digunakan dalam penentuan nilai kritis. Jika letak t-hitung suatu parameter regresi berada pada daerah penerimaaan H 0, maka keputusannya adalah menerima H 0, artinya parameter 33
regresi tersebut tidak berbeda dengan nol. Dengan kata lain, variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai variabel tidak bebas. Sebaliknya jika t-hitung menyatakan tolak H 0 maka parameter regresi berbeda dengan nol dan variable bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. 4.7.4.2. Kriteria Uji Ekonometrika Kriteria ekonometrika dilihat berdasarkan hasil uji statistik terhadap model apakah memenuhi asumsi-asumsi untuk estimasi model regresi linear berganda atau tidak. Adapun uji statistik yang digunakan untuk melihat apakah terjadi pelanggaran asumsi atau tidak, adalah sebagai berikut: 1. Uji Multikolinearitas Kolinearitas ganda (multicolinierity) merupakan hubungan linear yang sama kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Adanya multikolinear ini menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Pendeteksian terjadinya multikolinear dapat diketahui dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF relatif kecil, artinya persamaan regresi tidak mengalami multikolinear. Sebaliknya, jika nilai VIF relatif besar (lebih dari 10) artinya persamaan regresi mengalami multikolinearitas (Juanda, 2009). 2. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dalam estimasi model regresi linear berganda adalah homoskedastisitas, yaitu ragam sisaan (error) konstan dalam setiap pengamatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Akibat dari masalah heteroskedastisitas, salah satunya adalah penduga OLS tidak efisien lagi. 34
Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji Glesjer (Juanda, 2009). Uji Glesjer yaitu dengan melakukan regresi nilai standar residual terhadap variabel bebas dalam model. Jika P-value lebih besar dari taraf nyata yang dipakai (α), berarti tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model. Jika P- value lebih kecil dari taraf nyata yang dipakai (α), berarti terjadi heterokedastisitas dalam model bebasnya. 3. Uji Autokolerasi Autokolerasi adalah pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda terdapat korelasi antara sisaan. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah error pada suatu persamaan bersifat independen atau dependen. Untuk menguji autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW) dengan prosedur: H 0 : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif. H 1 : terdapat serial autokorelasi. Nilai hitung statistik Durbin Watson (DW) yang diperoleh dari hasil perhitungan komputer kemudian dibandingkan dengan nilai d tabel, yaitu dengan batas bawah (dl) dan batas atas (du). Penentuan nilai dl dan du berdasarkan jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan yang terdapat dalam model. Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Jika DW < dl, berarti ada autokorelasi positif. 2. Jika DW > dl, berarti ada autokorelasi negatif. 3. Jika dl < DW < 4-dU, berarti tidak terjadi autokorelasi positif ataupun negatif. 4. Jika dl DW du atau 4-dU DW 4-dL, berarti tidak dapat disimpulkan. 35
4.8. Defenisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerugian fisik, biaya perbaikan, biaya kehilangan, biaya pencegahan, luas rumah, lama banjir, lama tinggal, pengeluaran rumahtangga, tinggi banjir, lokasi, status kepemilikan rumah dan jenis rumah. Secara jelas diuraikan sebagai berikut: 1. Kerugian fisik (FSK) adalah kerugian yang dialami rumahtangga yang meliputi biaya kehilangan dan biaya perbaikan akibat banjir yang dihitung dalam rupiah. 2. Biaya perbaikan (Y1) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk memperbaiki kerusakan fisik peralatan rumahtangga dan komponen rumah yang timbul akibat banjir. Nilai riil dari biaya perbaikan diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Satuan biaya perbaikan yaitu rupiah. 3. Biaya kehilangan (Y2) adalah biaya peralatan rumahtangga dan komponen bangunan yang dibeli dalam kurun waktu tiga tahun (2007-2009) yang rusak dan tidak diperbaiki sehingga tidak dapat digunakan lagi. Nilai riil dari biaya kehilangan diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Satuan biaya kehilangan yaitu rupiah. 4. Biaya pencegahan (PCG) adalah biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga untuk mengurangi kerusakan fisik rumah yang timbul akibat banjir. Biaya pencegahan yang dihitung dalam penelitian ini adalah biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh rumahtangga dalam kurun waktu tahun 2007-2009. Nilai riil dari biaya pencegahan diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan 36
indeks harga konsumen dengan tahun dasar 2007 = 100. Satuan biaya pencegahan yaitu rupiah. 5. Luas rumah (LRMH) adalah luas rumah yang ditempati oleh rumahtangga yang dihitung dalam m 2. 6. Lama banjir (LBJR) adalah durasi banjir dimulai pada saat terjadi banjir hingga surut. Lama banjir dihitung dalam jam per tahun. 7. Lama tinggal (LTGL) merupakan periode waktu rumahtangga tinggal di Kamal Muara yang dihitung dalam tahun. 8. Pengeluaran rumahtangga (PGLR) adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan anggota rumahtangga. Pengeluaran rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi dan investasi yang dihitung dalam rupiah per tahun. Pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk pangan dan nonpangan. Pengeluaran untuk investasi rumahtangga terdiri dari pengeluaran untuk pendidikan, tabungan dan kesehatan. Pengeluaran rumahtangga digunakan sebagai gambaran pendapatan rumahtangga yang sebenarnya. Hal ini disebabkan kemungkinan terjadi bias pada jawaban mengenai pendapatan rumahtangga yang diperoleh dari wawancara dengan responden. 9. Tinggi banjir (TBJR) adalah ketinggian banjir dimana banjir mulai dirasa merugikan rumahtangga. Tinggi banjir dihitung dalam cm. 10. Lokasi rumah (LKS) merupakan lokasi tempat rumahtangga tinggal. Lokasi ini dibedakan antara lokasi tempat tinggal rumahtangga yang letaknya lebih dekat dari pantai (RW 04) dan lokasi tempat tinggal rumahtangga yang jauh dari pantai (RW 01). 37
11. Status rumah (SRMH) merupakan status kepemilikan rumah yang terdiri dari rumah milik pribadi dan rumah sewa. 12. Jenis rumah (JRMH) adalah tipe rumah yang dibagi ke dalam dua tipe yaitu tipe rumah nonpermanen dan tipe rumah permanen. Rumah permanen adalah rumah yang lantai serta dindingnya dibuat dari campuran pasir dan semen, campuran batu-bata, bambu dan potongan besi. Rumah nonpermanen adalah rumah yang terbuat dari bambu atau jalinan bambu saja serta jenis lainnya (Marfai et al. 2008). 38