BAB I PENDAHULUAN. dalam APBN, dimana pajak bukan hanya merupakan sumber pendapatan negara, tetapi juga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. sumber PAD adalah Pajak dan Retribusi. Undang-undang dasar 1945, pasal 23A

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perekonomian Indonesia akan diikuti pula dengan kebijakankebijakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB V KESIMPULAN SARAN

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dari sumber sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

Penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. yang luas, nyata dan bertanggung jawab Kepada Daerah secara profesional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB I PENDAHULUAN. kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia senantiasa melakukan pembangunan nasional untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB I PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk pembangunan ekonomi, infrastruktur dan subsidi. Selama

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, pembangunan dan

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dari sektor pajak dewasa ini menjadi tulang punggung penerimaan negara dalam APBN, dimana pajak bukan hanya merupakan sumber pendapatan negara, tetapi juga merupakan salah satu variabel kebijaksanaan yang dapat digunakan dalam mengatur pembangunan perekonomian. Dalam rangka menjamin keberlangsungan pembiayaan pembangunan nasional, pajak merupakan sumber penerimaan terbesar negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Ada berbagai jenis pajak yang dikenakan kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya pajak bumi dan bangunan merupakan jenis-jenis pajak sangat potensil dan strategis sebagai sumber penghasilan negara dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pajak bumi dan bangunan (Renaningsih: 2015) merupakan salah satu faktor pemasukan bagi negara yang cukup potensil dan kontribusi terhadap pendapatan negara jika dibandingkan dengan sektor pajak lainnya sangat besar. Strategisnya pajak bumi dan bangunan tersebut tidak lain karena objeknya meliputi seluruh bumi dan bangunan yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Penyediaan kebutuhan seperti jalan, taman, sarana pelayanan umum lainnya memerlukan biaya yang dipungut dari warga negara/ masyarakat yang memanfaatkan dalam bentuk pajak. Pajak mempunyai fungsi antara lain untuk, penerimaan negara dalam rangka membiayai pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah, pemerataan pendapatan masyarakat, stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Pajak dalam wewenang pemungutannya, terbagi atas 2 jenis yaitu Pajak Pusat yang pemungutannya dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Pajak Daerah yang pemungutannya dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dengan adanya otonomi daerah maka

daerah harus mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah guna membantu membiayai segala kebutuhan belanja daerah yang berarti total penerimaan daerah secara umum adalah indikator kemandirian keuangan daerah. Prinsip-prinsip Pajak Daerah yang baik adalah meliputi: Objek pajaknya terdapat di daerah (Local-Origin), Objek Pajak tidak berpindah-pindah (immobile) dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dengan pihak yang menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax link principle). Dalam konteks Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB-P2), daerah lebih memiliki pemahaman dan pengawasan serta data tentang daerahnya sendiri, PBB- P2 yang memungut pajak atas bumi dan bangunan dinilai akan lebih optimal apabila oleh dipungut oleh Pemerintah Daerah, dikarenakan itulah Pajak Bumi dan Bangunan dialihkan menjadi Pajak Daerah yang pemungutannya diserahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Dasar hukum perpindahan ini adalah Undang-undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebagai perubahan Undang-undang No 18 tahun 1997 dan Undang-undang No 34 tahun 2000. Salah satu yang disahkan dalam Undang-undang No 28 tahun 2009 tersebut adalah penambahan 4 jenis Pajak Daerah, yaitu 1 jenis pajak Provinsi dan 3 jenis pajak Kabupaten/Kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis Pajak Daerah, yaitu 5 jenis pajak Provinsi dan 11 jenis pajak Kabupaten/Kota. Jenis pajak Provinsi yang baru adalah Pajak Rokok, sedangkan 3 jenis pajak Kabupaten/Kota yang baru adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan Pedesaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Air Tanah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Priandana (2009) yaitu sebelum terbentuknya Undang-undang No 28 tahun 2009 tentang PDRD menjelaskan bahwa penyerahan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dengan berlakunya UU no.12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah dan UU no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sebagai upaya untuk mewujudkan

desentralisasi fiskal sebenarnya dapat dilaksanakan tetapi harus dilengkapi dengan adanya Undang-Undang yang mengatur tentang pelimpahan tersebut sehingga ada kejelasan hukum yang tidak merugikan masyarakat. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat kecendrungan bahwa Pemerintah Daerah merasa mampu untuk mengambil alih administrasi PBB-P2 dengan segala konsekuensi walaupun secara fakta kemampuan untuk mengenal tata cara administrasi PBB-P2 masih rendah walaupun Pemerintah Daerah sudah menjadi mitra kerja PBB-P2 sejak lama. Akan tetapi berbeda dengan pengambilan keputusan di kantor dinas pendapatan daerah yang lebih cendrung berfikir realistis bahwa untuk sementara PBB-P2 lebih baik menjadi Pajak Pusat daripada Pajak Daerah. Dengan berbagai pertimbangan tentunya seperti SDM, faktor teknologi dan biaya. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: 1. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi Daerah, 2. Memberikan peluang baru kepada Daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), 3. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis Pajak Daerah, 4. Memberikan kewenangan kepada Daerah dalam penetapan tarif Pajak Daerah, 5. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada Daerah. Menurut penelitian oleh Pamuji (2011) dalam pengelolaannya banyak terjadi kendala dalam pemungutan PBB-P2, seperti kesiapan Pemerintah Daerah dalam transisi perpindahan Pajak Pusat kepada Pajak Daerah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil

penerimaan pajak didaerah. Banyak hal yang seharusnya disiapkan sebelum melakukan pemungutan PBB-P2, contohnya adalah sarana dan prasarana yang mendukung dalam hal pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan seperti system database Wajib Pajak, gedung pelayanan PBB-P2, pengorganisasian petugas untuk menangani pelayanan PBB-P2, serta halhal yang bersifat teknis yang penting dalam penyelenggaraan pemungutan PBB-P2. Selain itu kesiapan sumber daya manusia dalam hal pengelolaan PBB-P2 didaerah masih kurang, mengingat PBB-P2 merupakan pajak yang baru di daerah, sehingga petugaspetugas tersebut memerlukan pendidikan dan pelatihan- pelatihan dalam pengelolaan PBB-P2. Berbeda dengan pengelolaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang menugaskan pengelolaan PBB-P2 kepada Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang sumber daya manusianya sudah memiliki keahlian atau basic yang baik mengenai perpajakan. Dengan demikian para petugas pemungut di Pemerintah Daerah memerlukan waktu untuk beradaptasi melaksanakan tugas baru dalam hal pengelolaan PBB-P2. Dengan adanya peralihan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah diharapkan Pemerintah Daerah dapat memaksimalkan pemungutan PBB-P2, kemampuan Pemerintah Daerah dalam mencakup daerah yang dikuasai dan melihat potensi yang dimiliki seharusnya dapat melakukan pemungutan yang lebih efektif dengan sistem dan prosedurnya yang baik. (Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) Tabel berikut ini menyajikan tentang tingkat efektivitas penerimaan PBB-P2 pada saat sebelum menjadi pajak daerah pada tahun 2011-2012 dan sesudah menjadi pajak daerah pada tahun 2013-2016 yang diambil di Badan Pendapatan Daerah Kota Padang.

Tabel 1.1 Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Padang Tahun 2011 dan 2012 (Sebelum Menjadi Pajak Daerah) NO TAHUN TARGET REALISASI EFEKTIVITAS (%) KETERANGAN 1 2011 30.623.521.360,00 34.479.219.811,00 112,59 Sangat Efektif 2 2012 31.536.651.293,00 33.378.457.523,00 105,84 Sangat Efektif Rata-Rata Efektivitas 109,21 Sangat Efektif Sumber: Bapenda Kota Padang Tahun 2017. Data Diolah Tabel 1.2 Tingkat Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Padang Tahun 2013-2016 (Sesudah Menjadi Pajak Daerah) NO TAHUN TARGET REALISASI EFEKTIVITAS (%) KETERANGAN 1. 2013 22.000.000.000,00 22.626.329.055,00 102,85 Sangat Efektif 2. 2014 23.500.000.000,00 24.206.149.784,00 103,00 Sangat Efektif 3. 2015 42.000.000.000,00 34.952.839.920,00 83,22 Cukup Efektif 4. 2016 50.000.000.000,00 38.467.803.467,00 76,93 Kurang Efektif Rata-Rata Efektivitas 91,50 Efektif Sumber: Bapenda Kota Padang Tahun 2017. Data Diolah Dapat dilihat pada tabel 1.1 tingkat efektivitas penerimaan pajak sebelum menjadi pajak daerah yaitu sangat efektif dengan rata-rata efektivitas 109,21%, sementara di tabel 1.2 pada awal pemungutan PBB-P2 sebagai pajak daerah efektivitas pajak mengalami penurunan presentase tetapi masih berada pada tingkat sangat efektif. Namun ditahun selanjutnya penurunan efektivitas terus terjadi menjadi cukup efektif pada tahun 2015 dan kurang efektif pada tahun 2016 dengan rata-rata efektivitas 91,50%.

Menurut penelitian Iqbal (2017) peralihan kewenangan PBB-P2 menjadi pajak daerah yang menjadi tanggung jawab DPKAD memerlukan sistem pemungutan yang harus tetap berjalan dan juga berbenah dalam melakukan tugas dan wewenang. Perbaikan di masingmasing bagian yang mendukung berjalannya sistem pemungutan PBB-P2 masih terus dilakukan dan dijalankan dengan baik. Pada tahun peralihan sistem pemungutan yang dimiliki DPKAD sudah dapat dikatakan efektif, walaupun sistemnya terbilang singkat karena hanya mengelola PBB-P2 dan BPHTB saja. Jadi, sesuai dengan tujuan pengalihan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah untuk tambahan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, maka akan timbul pertanyaan tentang mengapa setelah dikelola oleh daerah efektivitas penerimaan pajak PBB- P2 menjadi fluktuatif. Atas dasar tersebut penulis ingin mengangkat penelitian mengenai Analisis Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan Sebelum dan Setelah Menjadi Pajak Daerah di Kota Padang. 1.2 Rumusan Masalah Dalam Penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prosedur pengelolaan PBB-P2 di Kota Padang sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang No.28 tahun 2009? 2. Bagaimana perbedaan sistem pengelolaan PBB-P2 sebelum dan sesudah berlakunya Undang-undang No.28 tahun 2009? 3. Bagaimana analisis perbandingan efektifitas sistem pemungutan PBB-P2 Kota Padang saat sebelum peralihan dengan saat setelah peralihan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari Penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui prosedur pengelolaan PBB-P2 di Kota Padang sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang No.28 tahun 2009.

2. Untuk mengetahui perbedaan sistem pengelolaan PBB-P2 sebelum dan sesudah berlakunya Undang-undang No.28 tahun 2009. 3. Untuk mengetahui perbandingan efektifitas sistem pemungutan PBB-P2 yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan ketika masih dikelola oleh Pemerintah Pusat. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Karena telah berlakunya Undang-undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), peneliti dapat mengetahui bagaimana pengelolaan PBB-P2 oleh Pemerintah Daerah yang sebelumnya dikelola oleh Pemerintah Pusat. 2. Untuk Pemerintah Daerah, dapat mengetahui tingkat potensi yang dapat dicapai apabila pemungutan dilakukan secara efektif dan efisien. Bagi peneliti, sebagai bahan penelitian selanjutnya dan sebagai referensi