BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Menyadari peran yang demikian, pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartsipasi dalam masyarakat dengan menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya (Depdiknas, 2006, hlm. 317). Tidak terlepas dari peranan bahasa tersebut, dalam dunia pendidikan bahasa juga sangat dibutuhkan yaitu sebagai pengantar pengantar dalam dunia pendidikan. Seperti tertuang dalam Undang-Undang (UU) nomor 24 tahun 2009 mengenai bendera, bahasa, dan lambang negara, menyebutkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media masa. Implementasi dari peraturan tersebut dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanakkanak hingga jenjang perguruan tinggi, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Karena dengan kemampuan berbahasa seseorang dapat menjadi makhluk sosial budaya, membentuk pribadi menjadi warga negara, serta untuk memahami dan berpartisipasi dalam proses pembangunan masyarakat, untuk masa kini, dan masa datang, yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi yang semakin canggih, kemampuan membaca, menulis perlu dikembangkan secara sungguh-sungguh (Zulela, 2012, 1
2 hlm. 1). Sehingga diperlukan adanya pembelajaran yang benar-benar dapat mengembangkan keterampilan berbahasa dalam proses pendidikan. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Berdasarkan atas peraturan tersebut, pembelajaran bahasa Indonesia termasuk salah satu pembelajaran yang selalu ada dalam setiap jenjang pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, karena bahasa merupakan media penyampaian ilmu pengetahuan dan informasi dari bidang ilmu manapun. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa yang sangat diperlukan, terdapat empat keterampilan yang perlu dikuasai dalam pembelajaran bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, hal tersebut diperkuat dengan pendapat Tarigan (2008, hlm. 1) yaitu, keterampilan berbahasa dalam kurikulum sekolah biasanya mencakup empat segi keterampilan yaitu: keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca, (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Keterampilan berbahasa yang dimiliki seseorang sangat beragam, ada yang memiliki keterampilan berbahasa yang tinggi dan dapat menguasai keempat aspek dari keterampilan berbahasa, tetapi ada juga yang keterampilan berbahasanya kurang optimal pada salah satu aspek keterampilan. Keterampilan berbahasa dapat diperoleh melalui berbagai cara, salah satu nya adalah dengan membaca. Karena dari proses membaca kita dapat memperoleh informasi serta dapat menambah kosakata dari bahan bacaan yang dibaca. Oleh karena itu pemerolehan bahasa juga dapat diperoleh dari hasil kegiatan membaca, hal tersebut diperkuat oleh pendapat Cahyani dan Hodijah (2007, hlm. 97) yang menyebutkan menyebutkan bahwa
3 Membaca merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa tulis, yang bersifat reseptif. Disebut reseftif karena dengan membaca, seseorang akan dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui membaca itu akan memungkinkan orang tersebut mampu mempertinggi daya pikirnnya, mempertajam pandangannya, dan memperluas wawasannya. Kegiatan membaca akan lebih bermakna dan bermanfaat apabila, pembaca dapat memahami isi bacaan yang dibacanya. Keterampilan membaca pemahaman bisa dijadikan sebagai dasar untuk membaca kritis. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan, 2008, hlm. 92 yang menyebutkan bahwa: Membaca kritis (critical reading), adalah sejenis membaca yang dilaksanakan secara bijaksana, penuh tengang hati, mendalam, evaluatif, serta analisis, dan bukan hanya mencari kesalahan. Pada tingkat pendidikan dasar, siswa diharapkan dapat membaca dengan pemahaman yang baik, baik itu dalam kegiatan membaca dengan bersuara ataupun kegiatan membaca tanpa bersuara (Alfulaila, 2014, hlm. 1). Untuk dapat membaca pemahaman diperlukan suatu keterampilan dari seseorang antara lain: menemukan detail, menunjukan pikiran pokok, menunjukan urutan kegiatan, mencapai kata akhir, menarik kesimpulan dan membuat evaluasi. Kemampuan untuk memahami konten bacaan sangat diperlukan, karena dari kemampuan memahami tersebut pembaca terutama siswa dapat mengetahui dan memperoleh pengetahuan dari bahan bacaan yang digunakan, keterampilan membaca yang disertai dengan kemampuan pemahaman juga termasuk kedalam keterampilan membaca dalam hati yang disebut dengan istilah membaca pemahaman. Dilihat dari pemaparan di atas menunjukan dengan jelas mengenai pentingnya keterampilan membaca untuk dapat dikuasai oleh siswa. Dilihat dari pemaparan Tarigan, lebih menguatkan kembali pentingnya keterampilan membaca terutama membaca pemahaman, karena keterampilan membaca bisa saja menjadi sia-sia apabila pembaca tidak memahami isi atau konten bacaan yang ia baca. Namun berdasarkan data hasil observasi di lapangan menunjukan bahwa, siswa kelas V sebuah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari, dapat
4 dikatakan kurang memiliki keterampilan membaca pemahaman yang kurang baik, khususnya ketika berada dalam proses pembelajaran. Berdasarkan data hasil observasi gejala yang muncul terlihat ketika siswa merasa kesulitan dalam memahami informasi dalam teks, menjawab pertanyaan yang berasal dari teks, hingga merasa tidak percaya diri mengomunikasikan kembali, ketika ditelusuri lebih lanjut didapatkan temuan bahwa siswa tidak mengetahui apa itu prediksi bacaan, hanya 50% atau 14 orang siswa belum mengetahui ide pokok, kemudian ketika proses menggali informasi, siswa terlihat belum dapat menguasai keterampilan menggali informasi yang berhubungan dengan informasi, kemudian kegiatan membuat kesimpulan siswa terlihat kebingungan dan hanya 9 orang siswa yaitu, MBH, NLA, RMA, MMH, FIV, Ba,INI, RA, RM yang dapat membuat kesimpulan dengan baik. Pada tahapan untuk mengomunikasikan kembali 9 orang siswa tersebut lah yang mendominasi kelas untuk mengomunikasikan kembali informasi yang didapatkan, dan kemampuan yang paling terlihat kurang ialah ketika proses menjawab pertanyaan, siswa terlihat antusias dalam berebut menjawab pertanyaan akan tetapi, hanya sembilan orang anak tersebutlah yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar dan sesuai dengan informasi yang diberikan guru melalui teks yang dimiliki. Dari beberapa hal tersebut didapatkan kualifiakasi dalam keterampilan membaca pemahaman siswa kelas VA, kualifikasi nya ialah sembilan orang siswa atau 32,14% termasuk pada kriteria baik, tujuh orang siswa mendapatkan atau 25% termasuk pada kriteria cukup, enam orang siswa atau 21,4% termasuk pada kriteria kurang, dan enam orang siswa atau 21,4% termasuk pada kriteria perlu bimbingan. Berdasarkan perolehan data klasifikasi tersebut, maka keterampilan membaca pemahaman yang dilakukan perlu diperbaiki dengan meningkatkan proses keterampilan membaca pemahaman. Hal tersebut mempengaruhi pemerolehan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan KKM sekolah adalah 70, siswa pada pelajaran ketika itu hanya 9 orang siswa yang memenuhi KKM, dan 19 orang siswa belum memenuhi KKM. Selain observasi, peneliti melakukan wawancara kepada guru wali kelas VA. Beliau mengungkapkan bahwa memang terdapat beberapa masalah dikelas VA ini, diantaranya adalah tingkat pemahaman siswa dalam proses pembelajaran
5 yang memang kurang, termasuk tingkat membaca pemahaman untuk menggali informasi dari sebuah teks bacaan atau buku pelajaran yang diberikan dalam proses pembelajaran, serta terlihat motivasi siswa yang kurang dalam membaca dan kurangnya media pendukung dalam proses membaca. Apabila masalah yang ada dalam pembelajaran tersebut tidak ditangani, diduga siswa akan merasa kesulitan dalam menggali informasi yang seharusnya ia dapatkan dalam pembelajaran, sehingga informasi yang ada tidak akan dapat dipahami dengan baik dan menyeluruh. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai pendekatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman bagi siswa. Pendekatan yang dapat dilakukan ialah menggunakan pendekatan dalam Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki 13 pendekatan, yaitu: pendekatan behaviorisme, pendekatan nativisme, pendekatan kognitif, pendekatan interaksi sosial, pendekatan tujuan, pendekatan struktural, pendekatan komunikatif, pendekatan pragmatik, pendekatan whole language, pendekatan kontekstual, pendekatan terpadu, pendekatan cara belajar siswa aktif, pendekatan keterampilan proses (Hartati, T dan Cuhariah, Y, 2010, hlm. 116-118). Salah satu alternatif pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan pendekatan Whole Language yang merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan mengajarkan bahasa yang dilaksanakan secara menyeluruh, meliputi: mendengar, berbicara, membaca dan menulis dengan mementingkan multimedia, lingkungan, dan pengalaman belajar anak. Pendekatan tersebut dipilih karena dalam pembelajarannya, untuk mendapatkan keterampilan yang optimal pembelajaran bahasa harus dilaukan secara menyeluruh dan tidak terpisahkan. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PENERAPAN WHOLE LANGUAGE UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR. Sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung, yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa.
6 B. Rumusan Masalah PTK Berdasarkan latar belakang belakang permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah Bagaimanakah penerapan pendekatan Whole Language dapat meningkatkan keterampilan membaca pemahaman Siswa di kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukasari Kota Bandung? Berdasarkan permasalahan tersebut, berikut dibuat beberapa pertanyaan penelitian yang mengarahkan pada jawaban terhadap masalah umum penelitian, yaitu: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pendekatan whole language pada pembelajaran terpadu Bahasa Indonesia untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman? 2. Bagaimanakah peningkatan keterampilan membaca pemahaman siswa dalam pembelajaran terpadu bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan Whole Language? C. Tujuan PTK Tujuan umum dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah mendeskripsikan penerapan pendekatan whole language untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman siswa kelas V di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Sukasari yang dituangkan dalam deskripsi tujuan sebagai berikut: 1. Memperoleh gambaran megenai pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pendekatan Whole Language untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman. 2. Memperoleh gambaran mengenai peningkatan keterampilan membaca pemahaman dengan penerapan pendekatan Whole Language. D. Manfaat PTK Hasil dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini akan memberikan manfaat kepada beberapa pihak, baik yang dirasakan secara langsung maupun secara tidak langsung. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
7 1. Manfaat Teoritis Penerapan pendekatan Whole Language dalam proses pembelajaran, akan mestimulus siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan sehingga siswa dapat menggali informasi dan pengetahuannya nya, hingga pada proses menyimpulkan dan mengomunikasikan pengetahuan dan informasi yang ia dapatkan. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan informasi lebih lanjut pada para pembaca mengenai penerapan pendekatan Whole Language untuk meningkatkan keterampilan proses membaca pemahaman bagi siswa kelas V Sekolah Dasar. a. Peneliti Menambah wawasan mengenai keefektifan penerapan pendekatan Whole Language, dan mengetahui peningkatan keterampilan membaca pemahaman jika menerapkan pendekatan tersebut serta dapat menjadi referensi dalam penelitian atau bagi peneliti selanjutnya. b. Siswa Penerapan pendekatan Whole Language bagi siswa dapat menjadi salah satu sarana untuk lebih berperan aktif dalam dan mendapatkan pengetahuan lebih optimal dalam proses pembelajaran serta memudahkan siswa untuk meningkatkan keterampilan membaca pemahaman yang dimiliki siswa. c. Guru Penerapan pendekatan Whole Language dapat menambah pengetahuan dan pengalaman guru dalam melaksanakan pembelajaran dikelas. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para guru untuk melakukan penelitian tindakan kelas guna meningkatkan profesionalismenya sebagai pendidik dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang dilaksanakan. d. Sekolah Penelitian yang dilakukan dapat memberikan gambaran mengenai penerapan pendekatan Whole Language dalam proses pembelajaran, terutama pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbahasa siswa sekolah dasar. Serta sekolah dapat memberikan rekomendasi mengajar bagi guru.