I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi terbesar saat ini jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia mengalami krisis bahan bakar minyak. Harga minyak mentah dunia terus meningkat. Banyak negara, terutama Indonesia, mengalami masalah kekurangan bahan bakar minyak (bahan bakar fosil) untuk kebutuhan negaranya sendiri. Indonesia, khususnya, telah mengimpor bahan bakar minyak (terutama bahan bakar diesel/solar) untuk kebutuhan negara dengan jumlah yang cukup besar (Tatang, 2006). Tabel 1. Porsi konsumsi minyak solar sektor transportasi 1995-2010 Tahun 1995 2000 2005 2010 Transportasi Milyar 6,91 9,69 13,12 18,14 liter Total Milyar 15,84 21,39 27,05 34,71 liter Porsi % 43,62 45,29 48,50 52,27 Sumber: Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, 2006 Dunia telah membuktikan bahwa cadangan minyak mulai menyusut tahun lalu. Penurunan pertama sejak 1998 yang dipimpin oleh Rusia, Norwegia, dan China. Cadangan minyak berada di level 1,258 triliun barrel pada akhir tahun 2008, turun dibandingkan dengan 1,261 triliun barrel pada tahun sebelumnya. Negara-negara di Timur Tengah kini hanya memiliki 60 % atau 754,1 miliar barrel dari persediaan global. Angka itu berbeda dari tahun lalu yang mencapai 755 miliar barrel. Misalnya saja persediaan Saudi Arabia, yang paling besar di
dunia, masih memiliki 264,1 miliar barrel; sedikit berbeda dari tahun sebelumnya sebesar 264,2 miliar (Anonimous, 2005). Sebagai akibat dari penipisan pasokan minyak dan gas bumi tersebut perlu dikembangkan bahan bakar alternatif. Bahan bakar alternatif tersebut adalah bahan bakar yang dapat diperbaharui. Sumber bahan bakar tersebut diperoleh dari tanaman hijau yang dapat menghasilkan hidrokarbon secara langsung. Kita dapat memilih sumber tanaman baru yang berpotensial tinggi untuk dijadikan bahan bakar cair dan kimia (Lowenstein, 1985). Meningkatnya kandungan CO 2 menghasilkan efek rumah kaca yang lebih tinggi, yang secara bersamaan meningkatkan suhu di beberapa permukaan bumi dalam seratus tahun terakhir. Ini terbukti dengan adanya foto satelit yang menunjukan jumlah es kutub utara mencair sebanyak 1,2 juta km 2 hanya dalam kurun waktu 20 tahun. Hal ini lebih mendorong kita untuk melakukan penemuan sumber energi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut (Lowenstein, 1985). Energi yang paling banyak digunakan saat ini adalah energi minyak bumi dan energi listrik. Perubahan harga minyak bumi dunia menjadi masalah bagi pemerintah, karena harus menambah biaya subsidi pemerintah. Berbagai kebijakan energi yang diterapkan pemerintah tidak mampu meyakinkan rakyat, sementara itu tuntutan pemenuhan kebutuhan energi semakin mendesak (Wahyuni, 2009). Indonesia yang semula menjadi net-exporter di bidang bahan bakar minyak (BBM) kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Hal ini sungguh ironis karena terjadi pada saat harga minyak dunia yang tidak stabil dan cenderung naik. Pada bulan Januari Juli 2006, produksi BBM Indonesia hanya
mencapai 1,029 juta barel per hari, sedangkan konsumsi BBM mencapai sekitar 1,3 juta barel per hari. Defisit BBM sebesar 270.000 barel harus dipenuhi melalui impor dengan harga minyak dunia yang melambung tinggi (Hambali, 2006). Tabel 2. Ketersediaan energi fosil Indonesia Sumber daya Cadangan (proven + possible) Produksi per tahun Ketersedian (tanpa eksplorasi) tahun Energi fosil Minyak bumi Gas Batu bara 86,9 miliar barel 384,7 TSCF 57 miliar ton 9 miliar barel 182 TSCF 19,3 miliar ton 500 juta barel 3,0 TSCF 130 juta ton 23 62 Sumber: Direktorat jenderal listrik dan pemanfaatan energi, 2006 Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar lain, terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah biodiesel, untuk menggantikan solar (Tatang, 2005). Selama ini Indonesia ketergantungan terhadap minyak bumi. Mengingat pasokan dan cadangan minyak bumi Indonesia yang berkurang serta naiknya harga minyak bumi yang menembus level 70 USD per barel, untuk itu perlu adanya pengembangan sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati yaitu biodiesel. Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel atau solar, tanpa terjadi perubahan pada mesin yang menggunakannya. Penggunaan biodiesel semakin menuntut untuk direalisasikan karena biodiesel tidak hanya bersifat ramah lingkungan tetapi juga bersifat dapat diperbaharui dan mengeliminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca. Biodiesel juga merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil di masa depan. Biodiesel dapat dihasilkan dari komoditi perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa dan jarak pagar (Hambali, 2006). 146
Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas atau daur ulang. Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO), minyak kelapa, minyak jarak pagar (Prakoso, 2005). Biodiesel ini diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan dasar mesin diesel. Keuntungan-keuntungan dari biodiesel adalah angka setananya lebih tinggi dari angka setana solar yang ada saat ini, gas buang hasil pembakaran biodiesel lebih ramah lingkungan karena hampir tidak mengandung gas SO, x akselerasi mesin lebih baik, dan tarikan lebih ringan (Prakoso, 2005). Banyak negara di dunia ini yang telah memproduksi biodiesel dan juga telah terdapat beberapa jenis proses biodiesel, seperti proses BIOX (Canada), Lurgi (Jerman), Energea (Austria), dan MPOB (Malaysia). Secara umum prosesproses diatas memiliki kemiripan dengan yang ada di Indonesia, yaitu salah satunya di ITB. Proses produksi biodiesel yang ada di ITB saat ini adalah proses produksi dengan tahap esterifikasi dan dilanjutkan dengan tahap transesterifikasi. Tahap transesterifikasi terdiri dari 2 tahap dengan waktu reaksi yaitu 2 jam untuk setiap tahapnya. Tahap esterifikasi digunakan untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi alkil ester, sedangkan tahap transesterifikasi digunakan untuk mengkonversi trigliserida menjadi alkil ester (Tatang, 2006).
Pemerintah mengeluarkan kebijakan penghematan BBM dalam instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005 yang mengatur langkah-langkah untuk penghematan BBM dan upaya mengatasi krisis BBM dengan pengalihan pemanfaatan energi fosil (minyak bumi) dengan energi yang terbarukan. Pengembangan dan penggunaan bahan bakar alternatif menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi permintaan kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat. Selain itu, bahan bakar alternatif memberikan dampak positif seperti emisi gas buang yang ramah lingkungan (terutama mengurangi gas rumah kaca), serta pengembangan industri pertanian (Wahyuni, 2009). Tabel 3. Tanaman penghasil biofuel Nama Indonesia Nama latin Sumber Minyak kering (%) DM/TDM Jarak kaliki Ricinus communis Biji 45 50 TDM Jarak pagar Jatropha curcas Kernel 40 60 TDM Kacang suuk Arachis hypogea Kernel 35 55 DM Kapuk / randu Ceiba pentandra Kernel 24 40 TDM Karet Hevea brasiliensis Kernel 40 50 TDM Kecipir Psophocarpus tetrag Biji 15 20 DM Kelapa Cocos nucifera Kernel 60 70 DM Kelor Moringa oleifera Biji 30 49 DM Kelapa sawit Elais guineensis Pulp, kernel 45 70, 46 54 DM Keterangan: DM = dapat dimakan, TDM = tidak dapat dimakan. Sumber: Raw material aspect of biodiesel production in Indonesia 2006
1.2. Identifikasi Masalah Bagaimana tingkat efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis pada pengelolaan biodiesel dari tanaman kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar. 1.3.Tujuan Penelitian Menganalisis tingkat efisiensi teknis, tingkat efisiensi ekonomis antara kelapa, kelapa sawit dan jarak pagar sebagai tanaman penghasil biodiesel. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna bagi pihak pihak yang ingin mengembangkan usaha biodiesel serta bagi peneliti peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.