SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.04/2019

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/PMK.04/2017 TENTANG PENUNDAAN PEMBAYARAN UTANG BEA MASUK, BEA KELUAR,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR

2017, No Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tent

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 274/PMK.04/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 69/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 585 /KMK.05/1996

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMBERITAHUAN DAN PERHITUNGAN BEA KELUAR EKSPOR BARANG BAWAAN DAN KIRIMAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.01/2013 TENTANG

M E M U T U S K A N :

2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dan dalam rangka memberikan pelayanan kep

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Pembangunan. Pasca Bencana Alam.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

2017, No Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pembayaran; c. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan di bidang cukai

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 122/PMK. 04/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 117/PMK.04/2008 TENTANG

2017, No Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; b. bahwa berdasarkan ketentuan Pa

2016, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 64D ayat (4) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang

2017, No penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana d

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70 / PMK.04 / 2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2010

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PMK.03/2018 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 209/KMK.01/1999 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.04/2010 TENTANG

NOMOR: 208/KMK.01/1999

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN

130/PMK.03/2009 TATA CARA PENGHENTIAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN UNTUK KEPENTINGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.258, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Penghentian Penyidikan. Prosedur.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JAMINAN TERTULIS Nomor :...

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 114/PMK.04/2008 TENTANG KEBERATAN DI BIDANG CUKAI MENTERI KEUANGAN,

Pasal 9. Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/PMK.04/2007 TENTANG PENGUSAHA PENGURUSAN JASA KEPABEANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

P - 34/BC/2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN DAN PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP

No. SOP: 16/TMPB/2016. Revisi Ke - Tanggal Penetapan 7 Desember Tanggal Revisi: -

TENTANG TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Sehubungan dengan diterbitkannya surat tagihan (STCK-1) nomor :...(6)... tanggal...(7)... (terlampir), kami yang bertanda tangan di bawah ini:

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PMK.03/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/PMK. 011/2012 TENTANG

Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 253/PMK.04/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KELUAR TERHADAP BARANG EKSPOR

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PENGENAAN BEA KE LUAR TERHADAP BARANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129/PMK.03/2012 TENTANG

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan L

PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

BUKTI PENERIMAAN JAMINAN (BPJ) NOMOR :...(3)

-1- PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 2 /BC/2011 TENTANG PENGELOLAAN JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG NOMOR 25/BC/2009 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 1 /BC/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG

KOP SURAT PEMOHON (PIHAK YANG BERHAK)

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PAJAK ROKOK PROVINSI JAWA TENGAH

2017, No dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 ten

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 248/PMK.011/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 171/PMK.03/2017

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

2 Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Car

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 27/BC/2004 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 11/BC/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 16 /BC/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA DI BIDANG CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

NOMOR 115/PMK.04/2008 TENTANG PENCACAHAN DAN POTONGAN ATAS ETIL ALKOHOL DAN MINUMAN YANG MENGANDUNG ETIL ALKOHOL MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2013 TENTANG

2017, No Harmonized System 2017 dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2017, perlu melakukan penyesuaian terhadap komitmen Indonesia berdasar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006

Transkripsi:

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.04/2019 TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tarif atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan, Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844); 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6245);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6302); MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA HASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM. Pasal 1 1. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurangkurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri. 2. Devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional. 3. Devisa Basil Ekspor dari Barang Ekspor Sumber Daya Alam yang selanjutnya disingkat DHE SDA adalah Devisa hasil kegiatan ekspor barang yang berasal dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam. 4. Rekening Khusus DHE SDA adalah rekening Eksportir di Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing yang ditujukan khusus untuk menerima dan menyimpan DHE SDA. 5. Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing adalah bank yang memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia. 6. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepabeanan. 7. Eksportir adalah orang perseorangan, badan hukum, atau badan lainnya yang tidak berbadan hukum yang melakukan Ekspor. 8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean. 11. Bank Indonesia adalah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia.

12. Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 Setiap Penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan Devisa. Pasal 3 (1) Khusus Devisa berupa DHE SDA, wajib dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia. (2) DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari hasil barang Ekspor: a. pertambangan; b. perkebunan; c. kehutanan; dan d. perikanan. (3) Jenis barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. Pasal 4 (1) Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3): a. wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan; b. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan c. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya. (2) Dalam hal Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk. (3) Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. Pasal 5 (1) Eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melalui penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. (2) Penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.

Pasal 6 DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dapat digunakan oleh Eksportir yang menempatkan DHE SDA tersebut untuk pembayaran: a. bea keluar dan pungutan lain di bidang Ekspor; b. pinjaman; c. impor; d. keuntungan/dividen; dan/atau e. keperluan lain dari penanam modal sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 7 (1) Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan melalui escrow account, Eksportir wajib membuat escrow account tersebut pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing. (2) Dalam hal escrow account sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibuat di luar negeri, Eksportir wajib memindahkan escrow account pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Dalam hal Eksportir tidak melakukan penempatan DHE SDA ke dalam Rekening Khusus DHE SDA dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Eksportir dikenakan denda sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari nilai DHE SDA yang belum ditempatkan ke dalam Rekening Khusus DHE SDA. (2) Dalam hal Eksportir menggunakan DHE SDA pada Rekening Khusus DHE SDA untuk pembayaran di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Eksportir dikenakan denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilai DHE SDA yang digunakan untuk pembayaran di luar ketentuan. (3) Terhadap Eksportir yang tidak membuat escrow account sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) atau tidak memindahkan escrow account di luar negeri pada Bank yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), Eksportir dikenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang ekspor. Pasal 9 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) disetor ke Kas Negara sebagai pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari hak negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 10 (1) Kepala Kantor Pabean melakukan perhitungan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6. (2) Kepala Kantor Pabean mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor dengan mendasarkan pada hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7. (3) Berdasarkan perhitungan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan: a. surat tagihan pertama kepada Eksportir; b. surat tagihan kedua, yang diterbitkan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a diterbitkan, Eksportir tidak melunasi kewajibannya; dan c. surat tagihan ketiga, yang diterbitkan apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada huruf b diterbitkan, Eksportir tidak melunasi kewajibannya. (4) Surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan melalui Sistem Komputer Pelayanan. (5) Dalam hal penerbitan surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dapat dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan, penerbitan surat tagihan dimaksud dilakukan secara manual. (6) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, atas pemberitahuan ekspor barang (PEB) berikutnya tidak dilayani sampai dengan Eksportir melunasi kewajibannya. (7) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diterbitkan Eksportir tidak melunasi kewajibannya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai: a. menerbitkan surat penyerahan tagihan kepada instansi yang berwenang mengurus piutang negara untuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya;

b. mengenakan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor; dan c. menyampaikan informasi kepada Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan. (8) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat meminta penjelasan tertulis atas hasil pengawasan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia dan/atau Eksportir terkait adanya pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6. (9) Permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) terkait dengan elemen data hasil pengawasan yang terdapat dalam sistem monitoring Bank Indonesia. (10) Contoh format surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 11 (1) Kepala Kantor Pabean yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3): a. wajib memperhatikan ketentuan perundangundangan.; b. bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan; dan c. tidak dapat melimpahkan kembali pelimpahan kewenangan yang diterima kepada pihak lainnya. (2) Dalam hal Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk. (3) Pejabat pelaksana harian (Plh.) atau pejabat pelaksana tugas (Plt.) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. Pasal 12 Hasil pengawasan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan yang menunjukkan bahwa Eksportir telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan/atau Pasal 7, menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor. Pasal 13 (1) Eksportir wajib membayar denda sesuai surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) ke Kas Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.

(2) Hasil pengawasan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 yang dilampiri dengan bukti pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk memberikan pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor. Pasal 14 (1) Dalam hal Eksportir tidak setuju atas surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Eksportir dapat mengajukan permohonan koreksi terhadap surat tagihan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean. (2) Koreksi terhadap surat tagihan pertama, surat tagihan kedua, dan surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pasal 15 Pelaksanaan penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2) serta pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dan permintaan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (8); b. pengenaan sanksi administratif berupa penundaan pemberian pelayanan kepabeanan di bidang Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (6); c. tata cara penyampaian penagihan atas pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3); dan d. pembayaran denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Pasal 17 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, -ttd- SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 2019 Salinan sesuai dengan aslinya <>Tim Customs Excise Knowledge Base<> #BeacukaiMakinBaik

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.04/2019 TENTANG TARIF ATAS SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DAN TATA CARA PENGENAAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA ATAS PELANGGARAN KETENTUAN DEVISA BASIL EKSPOR DARI KEGIATAN PENGUSAHAAN, PENGELOLAAN, DAN/ ATAU PENGOLAHAN SUMBER DAYA ALAM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI... ( 1)... SURAT TAGIHAN PERTAMA Nomor: S-... (2a)... tanggal :... (2b)... Kepada Yth. Nama :... (3)... NPWP :... (4)... Alamat :... (5)... Berdasarkan ketentuan pada Pasal... (6)... Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98/PMK.04/2019 tentang Tarif Atas Sanksi Administratif Berupa Denda dan Tata Cara Pengenaan Pemungutan, dan Penyetoran Sanksi Administratif Berupa Denda Atas Pelanggaran Ketentuan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan. Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dan sesuai dengan hasil pengawasan Nomor... (7)... tanggal... (8)... atas Pemberitahuan Pabean Ekspor Nomor... (9)... tanggal... (10)... dengan ini ditetapkan sanksi administrasi berupa pungutan PNBP sebesar Rp (... (11)... ) (... (12)... ) dengan alasan penetapan... (13)... Saudara wajib melunasi PNBP tersebut paling lambat pada tanggal... (14)... dan bukti pelunasan agar disampaikan kepada Kepala Kantor... (15)...... (16)...... (17)... NIP... (18)... Surat Tagihan ini dibuat rangkap 3 (tiga): - Rangkap ke-1 untuk... (1): - Rangkap ke-2 untuk Kepala Kantor Pelayanan... (15): - Rangkap ke-3 untuk... (3).

PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nama Unit kerja yang menerbitkan surat tagihan. Contoh: - Kantor Pengawasan dan Pelayanan... - Kantor Pelayanan Utama... Nomor (2a dan 2b) : Diisi nomor, tanggal surat dan kode kantor penerbit Surat Tagihan. Nomor (3) : Diisi nama orang perseorangan atau badan hukum yang dikenakan sanksi administrasi. Nomor (4) : Diisi NPWP orang perseorangan atau Badan Usaha yang dimaksud pada Nomor (3). Nomor (5) : Diisi alamat orang perseorangan atau Badan Usaha yang dimaksud pada Nomor (3). Nomor (6) : Diisi pasal yang berkenaan dengan pelanggaran yang dilakukan dan menjadi dasar dilakukan penetapan. Nomor (7) : Diisi nomor dokumen informasi hasil pengawasan dari Bank Indonesia. Nomor (8) : Diisi tanggal dokumen informasi hasil pengawasan dari Bank Indonesia. Nomor (9) : Diisi nomor pendaftaran dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor. Nomor (10) : Diisi tanggal pendaftaran dokumen Pemberitahuan Pabean Ekspor. Nomor (11) : Diisi jumlah denda yang ditetapkan (dalam angka). Nomor (12) : Diisi jumlah denda yang ditetapkan (dalam huruf). Nomor (13) : Diisi uraian pelanggaran yang mengakibatkan penetapan sanksi administrasi berupa pungutan PNBP, secara singkat dan jelas, misalnya : - tidak melakukan penempatan DHE SDA ke dalam rekening khusus DHE SDA; - menggunakan DHE SDA untuk pembayaran di luar ketentuan. Nomor (14) : Diisi tanggal jatuh tempo pembayaran, yaitu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pada Nomor (2b), dengan ketentuan tanggal tagihan dihitung sebagai hari pertama. Nomor (15) : Diisi nama Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan dan/atau mengawasi penagihan. Nomor (16) : Diisi nama jabatan Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan. Nomor (17) : Diisi nama dan tanda tangan Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan. Nomor (18) : Diisi NIP Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI... ( 1)... SURAT TAGIHAN KEDUA Nomor: S-... (2a)... tanggal :... (2b)... Kepada Yth. Nama :... (3)... NPWP :... (4)... Alamat :... (5)... Menunjuk Surat Tagihan Pertama Nomor... (6)... tanggal... (7)... hingga saat ini Saudara belum melunasi tagihan sebesar Rp (... (8)... ) (... (9)... ) Saudara wajib melunasi kekurangan pembayaran tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Tagihan ini clan bukti pelunasan agar disampaikan kepada Kepala Kantor... (10)...... ( 11)...... (12)... NIP... (13)... Tembusan: 1.... (14)...: 2.... (15)...: 3. Kepala Kantor Wilayah DJBC... (16)...

PETUNJUK PENGISIAN Nomor (1) : Diisi nama Unit kerja yang menerbitkan surat tagihan. Contoh: - Kantor Pengawasan dan Pelayanan... - Kantor Pelayanan Utama... Nomor (2a dan 2b) : Diisi nomor, tanggal surat dan kode kantor penerbit Surat Tagihan. Nomor (3) : Diisi nama orang perseorangan atau badan hukum yang dikenakan denda administrasi. Nomor (4) : Diisi NPWP orang perseorangan atau Badan Usaha yang dimaksud pada Nomor (3). Nomor (5) : Diisi alamat orang perseorangan atau Badan Usaha yang dimaksud pada Nomor (3). Nomor (6) : Diisi nomor Surat Tagihan Kedua. Nomor (7) : Diisi tanggal Surat Tagihan Kedua. Nomor (8) : Diisi jumlah denda yang ditetapkan (dalam angka). Nomor (9) : Diisi jumlah denda yang ditetapkan (dalam huruf). Nomor (10) : Diisi nama Kantor Pelayanan yang melakukan monitoring penagihan. Nomor (11) : Diisi nama jabatan Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan. Nomor (12) : Diisi nama dan tanda tangan Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan. Nomor (13) : Diisi NIP Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tagihan. Nomor (14) : Diisi Direktur yang menangani kebijakan di bidang ekspor Nomor (15) : Diisi Direktur yang menangani penerimaan dan piutang Nomor (16) : Diisi nama Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, -ttd- SRI MULYANI INDRAWATI